Oleh:
dr. Cahaya Intan
Pembimbing:
dr. Depta Antoridi, Sp.PD-KGEH
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
dr. Cahaya Intan
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Program Internsip Dokter
Indonesia di RS AR Bunda Prabumulih, Periode 9 Oktober 2019 – 8 Oktober
2020.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya
laporan kasus yang berjudul “Congestive Heart Failure” ini dapat diselesaikan.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan internsip.
Terima kasih kepada dr. Depta Antoridi, Sp.PD-KGEH yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien
Keluhan Utama :
Hidung kanan tersumbat sejak ± 3 bulan SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 3 bulan yang lalu pasien mengeluh hidungnya sering tersumbat, hilang
timbul. Pasien juga mengeluh sering pilek disertai ingus warna bening
encer, tidak berbau. Pasien terasa ada daging yang menyumbat didalam
hidung, mimisan ada tetapi tidak sering. Nyeri kepala hilang timbul
terutama pada bagian dahi, gangguan penciuman pada hidung kanan, telinga
kanan terasa gembrebeg, tidak ada kurang pendengaran, tidak ada mata
kabur maupun pandangan dobel, tidak ada gigi goyang maupun tanggal,
tidak ada benjolan pada leher, tidak ada benjolan ketiak, tidak ada benjolan
selangkangan. Pasien memiliki riwayat trauma pda hidung.
Dalam 1 bulan terakhir keluhan dirasa semakin memberat dan dirujuk ke RS
AR Bunda Prabumulih.
6
- Riwayat Kencing disangkal
Riwayat Pengobatan
- Riwayat minum obat hipertensi
7
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<3”, deformitas (-)
Status Lokalis
Kavum Nasi Dextra
Didapatkan deformitas dorsum nasi kesan pendesakan massa dari cavum
nasi dekstra (Gambar 1). Dari pemeriksaan rhinoskopi anterior cavum nasi
dekstra tampak massa kemerahan, permukaan berbenjol-benjol, licin, kesan
tidak rapuh, mudah berdarah, tidak nyeri tekan, memenuhi cavum nasi
dekstra, tidak terdapat sekret dari hidung kanan.
Kavum nasi sinistra dalam batas normal. Tidak didapatkan nyeri tekan
maupun nyeri ketok sinus.
Telinga dan Tenggorok dalam batas normal.
8
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Endoskopi
Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan massa kemerahan permukaan
berbenjol-benjol, licin kesan tidak rapuh dan mudah berdarah disertai
secret memenuhi kavum nasi dekstra (Gambar 2). Pada pemeriksaan
kavum nasi sinistra dalam batas normal. Tidak tampak massa pada
nasofaring (Gambar 3).
9
b. CT-Scan
III. Diagnosis
Massa Sinonasal e.c susp Hemangioma
V. Pemeriksaan Anjuran
Histopatologi
10
VI. Tatalaksana
Non Farmakologis
Puasa 6 jam pra OP
Persiapan darah 2 kolf PRC
Konsul PDL
Konsul Anestesi
Edukasi
Farmakologis
IVFD RL gtt XX x/m makro
Drip Asam Traneksamat 500mg dalam RL 30 menit sebelum OP
VII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
11
BAB III
ANALISA KASUS
12
tubuh. Berbeda dengan hemangioma kapiler, lesi pada hemangioma kavernosum
tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang berwarna
merah sampai ungu. Bila ditekan mengempis dan akan cepat menggembung
kembali apabila dilepas. Gambaran klinis hemangioma campuran merupakan
gabungan dari jenis kapiler dan jenis kavernosum. Lesi berupa tumor yang lunak,
berwarna merah kebiruan yang pada perkembangannya dapat memberikan
gambaran keratotik dan verukosa. Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas
inferior dan biasanya unilateral.1,3 Pada pasien ini ditemukan massa berwarna
merah kebiruan dengan permukaan berbenjol-benjol memenuhi kavum nasi
dekstra yang sebagian melekat pada sinus ethmoid dan septum nasi.
Dari ketiga tipe hemangioma pada sinonasal yang paling banyak dijumpai
adalah tipe kapiler, banyak terdapat terutama pada anak-anak dan timbul dari
jaringan mukosa dan submukosa. Haemangioma kapiler biasanya muncul pada
kavum nasi dari septum nasi atau vestibulum nasi. Hemangioma kavernosa
sinonasal lebih banyak dijumpai pada orang dewasa. Hemangioma kavernosa
dapat berasal dari kavum nasi dan jarang berasal dari sinus. Hemangioma
kavernosa sinonasal non-osseus dapat berasal dari dinding lateral kavum nasi atau
dari dinding medial sinus maksilaris. Hemangioma kavernosa sinonasal memiliki
kecenderungan untuk tumbuh menjadi lebih besar dan lebih agresif.8
Etiologi dari hemangioma sinonasal masih belum jelas, tetapi patogenesis
terjadinya hemangioma termasuk proses neoplastik, reaksi hipersensitivitas, reaksi
inflamasi vaskular atau reaksi jaringan terhadap trauma sebelumnya. Puxeddu et
al mengemukakan bahwa faktor-faktor predisposisi seperti trauma yang terjadi
pada hidung dan kehamilan menjadi etiologi yang mendasari terjadinya
hemangioma, sedangkan Nair menyatakan adanya mikrotrauma atau suatu iritasi
kronis dalam rongga hidung dapat berperan sebagai suatu etiologi
haemangioma.4,11,12 Hemangioma kapiler telah dilaporkan terjadi karena proses
trauma atau infeksi dan hiperestrogenemia (contoh: pada kehamilan, penggunaan
obat kontrasepsi oral) dapat mempercepat pertumbuhan lesi.4,11 Pada pasien ini
tidak ada trauma maupun infeksi pada daerah hidung sebelumnya, pasien sedang
tidak hamil maupun menggunakan kontrasepsi oral. Pasien merupakan seorang
13
wanita sehingga pengaruh hormon estrogen sebagai faktor penyebab terjadinya
tumor pada pasien ini belum bisa disingkirkan.
Pasien ini memiliki gejala epistaksis unilateral, keluhan hidung kanan
tersumbat dan kurang penciuman pada hidung kanan dirasakan sejak 3 bulan
terakhir. Nyeri kepala dirasakan hilang timbul. Puxeddu et al meneliti 40 pasien
haemangioma, keluhan yang ditimbulkan selama periode yang bervariasi antara 1
minggu sampai 5 tahun keluhan epistaksis unilateral (95%), hidung tersumbat
(35%), pilek (10%), nyeri wajah (7,5%), sakit kepala (4%), dan hiposmia (4%)
dapat berdiri sendiri atau bersamaan.4
Ahmad dan Norie membuktikan bahwa tumor vaskular kavum nasi dapat
keliru didiagnosis dengan suatu angiofibroma nasofaring juvenile, tetapi setelah
dilakukan angiografi mereka tidak menemukan pembuluh darah yang
memperdarahi tumor tersebut.5 Sementara itu Puxeddu juga menyatakan bahwa
diagnosis banding dapat menimbulkan masalah-masalah yang menantang pada
kasus dengan lesi besar yang mana dapat salah didiagnosis sebagai suatu
angiofibroma dan atau low grade angiosarcoma.4 Selain itu suatu hemangioma
sinonasal juga dapat didiagnosis banding dengan polip sinonasal, inverted
papilloma, dan dengan suatu tumor ganas bila didapatkan adanya suatu destruksi
tulang.8 Karena informasi yang diperoleh dikorelasikan dengan dengan
pemeriksaan pencitraan penunjang, lalu juga disesuaikan dengan usia dan jenis
kelamin dari pasien, dapat membantu kita dalam membuat suatu diagnosis yang
benar terhadap suatu angiofibroma dan dapat membedakan suatu kasus
hemangioma dari lesi hipervaskuler lainnya.1,4,8
Diagnosis pasti dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi. 1,3
Hasil histopatologi menunjukkan jaringan dilapisi epitel kolumner
pseudokompleks bersilia bergoblet, stroma subepitel sembab, hiperemik,
bersebukan sel radang mononuclear, mengandung proliferasi pembuluh darah
yang melebar membentuk cavernous yang secara khas menggambarkan suatu
hemangioma capillare et cavernosum (mixed type hemangioma).
Pemeriksaan penunjang radiografi diperlukan untuk menentukan ukuran,
perluasan dan jenis tumor. Pemeriksaan yang disarankan adalah CT scan dan
14
MRI.1,2,8 Dari pemeriksaan CT scan dapat ditemukan adanya gambaran opasitas
pada cavum nasi disertai dengan penyempitan pada satu atau lebih sinus paranasal
dan dapat disertai adanya destruksi tulang.3,8 Hemangioma kavernosa sinonsal
dapat tampak seperti massa jaringan lunak yang tumbuh mengisi kavum nasi atau
sinus paranasal. Mereka dapat tumbuh dari atau masuk ke dalam sinus maksila
pada kebanyakan kasus. Biasanya memberikan suatu tampilan yang memiliki
kesan jinak tetapi dapat juga disertai ekspansi dan penipisan dari struktur tulang
akibat penekanan. Mereka dapat meluas sampai sinus ethmoid, sphenoid dan
mengisi seluruh kavum nasi yang menyebabkan septum deviasi, kompresi struktur
orbita. Hemangioma kavernosa sinonasal dapat namun jarang menyebabkan
destruksi tulang, membuat mereka menjadi sulit untuk dibedakan dengan lesi lain
termasuk tumor-tumor keganasan. Pola penyengatan kontras mereka non-
homogen karena adanya daerah-daerah perdarahan dan nekrosis.8
MRI merupakan pemeriksaan yang lebih baik daripada CT scan, dalam hal
membedakan suatu hemangioma sinonasal dengan proses inflamasi dan dapat
terlihat batas massa hemangioma dengan keterlibatan jaringan lunak atau organ-
organ disekitarnya.8 Pada pemeriksaan CT scan terlihat adanya gambaran massa
inhomogen pada cavum nasi kanan yang meluas sampai koana dan sebagian sinus
ethmoid kanan, tampak kesuraman pada sinus maksilaris kanan, sinus sphenoid
kanan, sinus frontalis kanan yang disertai destruksi pada selulae ethmoid kanan.
Tak tampak destruksi tulang maupun perluasan massa ke intrakranial.
Penatalaksanaan hemangioma masih merupakan suatu kontroversi.
Penggunaan kortikosteroid intralesi dan irradiasi pernah digunakan namun sangat
tidak efektif. Terapi menggunakan steroid (intralesi, oral), retinoid oral,
pentoksifilin, kemoterapi intralesi (vinblastin, bleomisin, fluourasil), radioterapi,
cryotheraphy. Penatalaksanaan yang paling direkomendasikan adalah dengan
terapi operatif.4,7 Hemangioma pada umumnya mudah untuk diekstirpasi,
walaupun pada tumor-tumor yang besar dapat memberikan komplikasi perdarahan
yang banyak. Pada prinsipnya hemangioma harus diekstirpasi pada segala usia,
apabila hemangioma berkaitan dengan kehamilan biasanya regresi dapat terjadi
setelah melahirkan. Rekurensi dapat terjadi pada anak-anak apabila massa tumor
15
tidak terangkat secara komplit. Metode pendekatan bedah yang dilakukan harus
disesuaikan dengan lokasi dan ukuran tumor. Tumor yang berlokasi di kavum nasi
dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti reseksi endoskopi nasal,
transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau kombinasi dari
bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery)..4,6,12
Pada kasus, tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan reseksi
endoskopi nasal. Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien
dengan gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia
prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan arteri karotis pada pasien-
pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik
dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah
mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya
perawatan di rumah sakit lebih singkat.4,13
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat
menyebabkan kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulit
an menelan. Tujuan utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan
luka, penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi
pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan berbicara, menelan, dan
pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7
Beberapa penelitian dan laporan kasus menunjukkan bahwa rekurensi
sangat jarang apabila tidak ada sisa yang tertinggal pada permukaan lesi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Fanburg-Smith J.C., L.D.R. Thompson. Benign soft tissue tumours. In: Barnes
L, Eveson JW, eds. World Health Organization Classification of tumours,
pathology and genetics head and neck tumours. Lyon, 2005
2. Valencia MP, Castillo M. Congenital and acquired lesions of the nasal: A
practical guided for differential diagnosis. Radiographics 2008;28:205- 33
3. Michael JS, Garrett AW. Hemangiomas: An overview. Clinical Pediatrics.
2007; 46: 206-21.
4. Puxeddu P, Berlucci M, et al. Lobular capillary haemangioma of the nasal
cavity: A retrospective study on 40 patients. Am J Rhinol. 2006; 20: 480–4
5. Ahmad R, Norie A. Endonasal endoscopic resection of intranasal
haemangioma. Med J Malaysia 2006;61(5)
6. Nedev P. Lobular capillary haemangioma of the nasal cavity in children -
Literature survey and case report. Trakia Journal of Sciences 2008;6(1): 63-7.
7. Berlien HP. Principles of Therapy of Infantile Hemangiomas and Other
Congenital Vascular Tumors of the Newborns and Infants. In: Matassi R,
Loose DA, Vaghi M, eds. Hemangiomas and vascular malformations-an atlas
of diagnosis and treatment. Springer verlag Italia, 2009: 49-84
8. Vargas MC, Castillo M. Sinonasal cavernous haemangioma: a case report.
Dermatomaxillofacial Radiology. 2012; 41: 340-1.
9. Duvvuri U, Carrau RL, Kassam AB. Vascular tumours of the head and neck.
In: Byron BJ, Jonas JT, Shawn ND, eds. Head and neck surgery-
otolaryngology, 4th edition. Pittsburgh. Lippincott Williams & Wilkins, 2006;
p: 1812-25
10. Marler JJ, Mulliken JB. Current management of hemangiomas and vascular
malformations. Clin plastic surg 2005;32:99-116
11. Takeda K, Takenaka Y, Hashimoto M. Intraosseous haemangioma of the
inferior turbinate. Case report in medicine, 2010.
12. Nair S, Bahal MA, Bhadauria. Lobular capillary hemangioma of nasal cavity.
MJAFI 2008; 64:270-271
17
13. Zimmer LA, Carrau RL. Neoplasms of the Nose and Paranasal Sinuses. In:
Bailey BJ, Head and neck surgery-otolaryngology. Vol II. 4 th. Philadelphia:
Lippincot- William & Wilkins. 2006: 1482-98.
18