Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

Disusun Oleh :
Thia Resti Handayani (2011730164)
Fahmy Kharisma Akbar (2012730037)

Pembimbing : dr. Erie Dharma Irawan., Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Laporan kasus ini dibuat dengan
tujuan memenuhi tugas selama menjalani kepanitraan klinik stase psikiatri dengan
laporan ini penulis bisa mempelajari proses perjalanan penyakit baik secara subjektif
maupun objektif.

Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing kami dr. Erie Dharma


Irawan, Sp.KJ yang telah membantu serta membimbing dalam kelancaran pembuatan
laporan kasus ini. Terimakasih juga pada semua pihak yang telah membantu dalam
pencarian materi dan mengumpulkan data. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
kepada penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Penulis harapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menambah
kesempurnaan laporan kasus ini.

Penyusun

Jakarta, 12 Mei 2017

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................ 5
KASUS ...................................................................................................................................... 5
BAB III .................................................................................................................................... 14
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 14
1. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 14
2. ETIOLOGI .................................................................................................................... 14
3. TANDA DAN GEJALA ............................................................................................... 15
4. PSIKOFISIOLOGI ....................................................................................................... 16
5. DIAGNOSIS ................................................................................................................. 17
6. PENATALAKSANAAN .............................................................................................. 18
7. PROGNOSIS ................................................................................................................ 22
BAB IV .................................................................................................................................... 24
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25

2
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan
industrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada
gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu
penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.1
Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh
psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan
gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses
kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri
diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya
perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan
ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A
antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.1,2
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk
dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi
pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial
ekonomi rendah. Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat,
skizofrenia seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala,
ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang
bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh
halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik
dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran.1
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi rendah.
Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya skizofrenia. 75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia
16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena tahap

3
kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan
lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.3
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Skizofrenia
hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai dengan
inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan
perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap
berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan
social.2
Skizofrenia hebefrenik disebut disorganized type atau kacau balau yang ditandai
dengan inkoherensi, afek inappropriate, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang
terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-
gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara
ekstrim dari hubungan sosial.1,2,3

4
BAB II

KASUS

STATUS PSIKIATRIK

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Mei 1981
Usia : 36 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jakarta Timur
Tanggal Masuk RS : 08 Mei 2017
Tanggal Wawancara : 10 Mei 2017

II. RIWAYAT PSIKIATRI


A. Keluhan Utama
a. Autoanamnesis
Pasien marah-marah sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit
b. Alloanamnesis (didapat dari orangtua, hubungan dengan pasien : ibu)
Pasien sering berbicara sendiri, marah tanpa sebab, mengamuk, melempar barang dan
pernah makan tanah karena merasa berdosa pada Allah SWT.

5
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Jiwa Islam Klender diantar oleh ibu kandungnya
dengan keluhan sering marah-marah, berbicara sendiri, gelisah, mengamuk, memukul
bapaknya dan pernah makan tanah sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien melihat bayangan pada saat sendirian. Pasien mengaku memiliki kekuatan untuk
menghilang dan memiliki leher yang panjang. Pasien berbicara kacau, sering mengulangi
perkataan yang sama dan sulit untuk memusatkan perhatiannya. Pasien merasa ada suara-
suara di kedua telinga seperti suara laki-laki yang menyuruhnya untuk mati saja sejak 2
bulan yang lalu. Pasien juga sering membenturkan kepalanya sendiri ke tembok.
Pasien mengatakan bahwa bapaknya galak sehingga sering merasa sakit hati oleh
perkataan bapaknya. Semenjak 10 tahun yang lalu, pasien memiliki kecacatan pada
lengan kanannya karena tertabrak kereta api dikarenakan adanya keinginan untuk
mencoba bunuh diri dan ditolong oleh seorang laki-laki yang dianggap telah merebut
istrinya, semenjak kecelakaan tersebut pasien merasa tidak mampu untuk bekerja
sehingga pasien merasa tertekan.
Pasien menyangkal adanya hal-hal aneh yang menyambungkan otaknya ke satu
tempat lain, menyangkal adanya sesuatu yang disisipkan ke dalam otaknya, menyangkal
ada yang dapat membaca atau menyiarkan isi fikirannya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat psikiatri sebelumnya
Pasien mengakui sejak tahun 2006, sudah beberapa kali dibawa dan kontrol ke dokter
psikiater di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender, tetapi tidak pernah dirawat inap
sebelumnya. Pasien pernah dirawat di rumah Sakit Mintoharjo pada tahun 2009 dengan
keluhan sama seperti saat ini.

Riwayat Medis Umum


Riwayat trauma : Kecelakaan tertabrak kereta api (luka amputasi lengan kanan)
Riwayat kejang : Disangkal
Riwayat epilepsi : Disangkal
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat diabetes : Disangkal
Riwayat asma : Pasien mengidap penyakit asma

6
D. Riwayat Penggunaan Alkohol dan NAPZA
Pasien tidak pernah mengkonsumsi rokok dan zat psikoaktif lainnya

E. Riwayat Pramorbid
Masa Prenatal
Menurut keterangan ibu pasien, pasien merupakan seorang anak yang diharapkan.
Pasien dikandung cukup bulan, dilahirkan secara spontan (normal) dan tidak ada
permasalahan sebelum kelahiran
Masa Kanak-kanak Dini (0-3 tahun)
Menurut keterangan ibu pasien, pasien tumbuh dan berkembang seperti anak lain
sesuai dengan usianya, pasien tidak pernah mengalami kejang, tidak pernah terbentur
pada kepala ataupun penyakit lainnya.
Masa Kanak-kanak Pertengahan (3-7 tahun)
Pasien mengaku tumbuh seperti anak seusianya dan tidak kesulitan untuk bermain
bersama anak seusianya.
Masa Kanak Akhir dan Pubertas (11-18 tahun)
Pasien mengaku sering digampar oleh bapaknya sejak di bangku SMP. Menurut
pengakuan dari ibu kandung pasien sudah mengalami hal aneh seperti ini sejak kelas 6
SD.
Masa Dewasa
Riwayat Pendidikan : pasien memiliki pendidikan terakhir SMA.
Riwayat pekerjaan : pasien tidak memiliki pekerjaan sejak lulus SMA dan mengaku
pernah meminta-minta di daerah Cijantung.
Riwayat pernikahan : menikah sejak tahun 2003
Riwayat agama : pasien dibesarkan dalam keluarga Islam. Tidak pernah mengikuti
aliran atau pengajian.
Riwayat psikoseksual : memiliki ketertarikan dalam batas normal terhadap lawan
jenis, tidak pernah mengalami kekerasan seksual, tidak ada riwayat penyimpangan
seksual.

F. Riwayat Keluarga

7
Pasien tinggal serumah dengan ayah dan ibu. Kedua kakak kandung memiliki tempat
tinggal yang berbeda tetapi masih sering berkomunikasi dengan pasien. Di keluarga
pasien tidak ada yang memiliki riwayat gangguan psikiatri.

GENOGRAM

Keterangan :
Meninggal dunia :

Pasien :

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Deskripsi Umum
Penampilan :
Seorang laki-laki, tampak sesuai usia, mengenakan kaos hijau, celana pendek selutut,
menggunakan sandal, tampak kurang rapi, berbadan besar dan tinggi, kulit berwarna
sawo matang, kuku kaki dan tangan kotor, terdapat luka amputasi pada lengan sebelah
kanan.
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor :
Sebelum diwawancara, pasien tampak sedang berbicara sendiri dan sering menyendiri.
Saat wawancara pasien duduk bersebelahan dengan pemeriksa, menggoyang-
goyangkan kedua lutut dan sesekali melakukan kontak mata dengan pemeriksa, pasien
tampak hampa tujuan dan hampa perasaan.
Sikap terhadap Pemeriksa :
Pasien kooperatif, sopan terhadap pemeriksa dan dapat menjawab pertanyaan dengan
cukup baik.

8
Mood dan Afek
Mood : hipotimik
Afek : dangkal
Keserasian : tidak serasi

Pembicaraan
Volume : sedang
Irama : tidak teratur
Intonasi : sedang
Artikulasi : kurang jelas

Gangguan Persepsi
Halusinasi :
Terdapat halusinasi auditorik yaitu suara bisikan yang menyuruh pasien untuk mati saja
Ilusi : tidak ada
Depersonalisasi : tidak ada
Derealisasi : tidak ada

Proses Pikir
- Produktivitas : Miskin Ide
- Kontinuitas : inkoheren
- Blocking : tidak ada
- Assosiasi longgar : tidak ada
- Inkoherensi : ada
- Word salad : ada
- Neologisme : tidak ada
- Flight of ideas : tidak ada

Isi Pikir
Waham : bizarre (merasa dirinya memiliki leher yang panjang dan memiliki kekuatan
menghilang), curiga (istrinya direbut oleh sahabat baiknya),
Preokupasi : tidak ada
Obsesi : tidak ada
Ide referensi : tidak ada

9
Fobia : tidak ada

Fungsi Kognitif dan Kesadaran


Kesadaran : jernih
Orientasi :
Waktu : baik (tahu wawancara dilakukan pada siang hari)
Tempat : baik (tahu sedang berada di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender)
Orang : baik (tahu nama beberapa pasien yang dirawat bersama)
Daya ingat :
Segera : baik (menyebutkan 3 benda yang ditentukan pewawancara)
Jangka Pendek : baik (ingat menu sarapan tadi pagi)
Jangka Sedang : baik (ingat hari masuk ke Rumah Sakit Jiwa Islam Klender)
Jangka Panjang : baik (ingat tanggal lahir dan masa remaja)
Konsentrasi dan perhatian : baik (dapat menyebutkan hasil pengurangan 7 dari 100
sebanyak 5 kali)
Kemampuan membaca dan menulis : baik (dapat menulis dan melaksanakan perintah
tertulis seperti pindah tempat duduk)
Kemampuan visuospasial : baik (dapat menggambar bangunan segilima yang
bersinggungan)
Pikiran abstrak : baik (mengetahui arti peribahasa ada udang di balik batu)
Intelegensia : kurang baik (tidak mengetahui gubernur DKI Jakarta saat ini)

Pengendalian Impuls
Dapat mengendalikan impuls dengan baik
Daya Nilai
Baik, mengetahui bila terus-menerus marah itu perilaku yang tidak baik
Tilikan
Derajat II : ambivalensi terhadap penyakitnya
Reality Testing Ability
Terganggu
Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya

10
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Tanda Vital : TD=110/80mmHg N=78x/menit RR= 20x/menit S=37,0 oC
Status Generalis : Dalam Batas Normal
Status Neurologis : Dalam Batas Normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Telah dilakukan wawancara pada pasien Tn. DS usia 36 tahun, dibawa ke Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender oleh ibu pasien pada tanggal 8 Mei 2017 dengan keluhan pasien
sering marah-marah, berbicara sendiri, gelisah, mengamuk, memukul bapaknya dan
pernah makan tanah sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien merasa dirinya memiliki leher yang panjang dan memiliki kekuatan menghilang)
(waham Bizarre). Pasien juga merasa istrinya direbut oleh sahabat baiknya (waham
curiga). Pasien juga mengaku sering mendengar suara bisikan yang menyuruhnya
untukmati saja (halusinasi auditorik).

Pemeriksaan status mental yang bermakna :


Perilaku & psikomotor : menggoyang-goyangkan kedua lutut, hampa tujuan
dan hampa perasaan
Volume Bicara : Bicara sedang dan kurang jelas
Mood : Hipotimik
Afek : Dangkal
Keserasian : Tidak Serasi
Produktivitas proses pikir : Miskin ide
Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik
Isi pikir : Waham bizzare dan waham curiga
RTA : Terganggu

VI. DAFTAR MASALAH


Organobiologik : tidak ditemukan adanya faktor herediter
Psikologik : hipotimik, asosiasi longgar, waham bizarre, waham curiga
Lingkungan dan Faktor Sosial : tidak ditemukan

11
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Pada pasien ini ditemukan adanya waham dan halusinasi yang secara klinis
bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) bagi pasien maupun orang lain
dan hendaya (impairment/ disability) dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang biasa, dan fungsi pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien ini
menderita gangguan jiwa.
Aksis I. Dari riwayat penyakit dahulu tidak didapatkan riwayat kejang epilepsi
dan trauma kepala sehingga diagnosis gangguan mental organik (F00-F09) dapat
disingkirkan. Pasien tidak menggunakan zat psikoaktif misalnya alkohol, opioid,
kokain, stimulansia, halusinogen, hipnotik sedatif, dan volatile agent sehingga diagnosis
gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19) juga dapat disingkirkan.
Pasien memiliki riwayat waham curiga, waham bizarre dan halusinasi auditorik yang
berlangsung secara terus menerus, dan dalam kurun waktu lebih dari satu bulan
sehingga memenuhi kriteria Skizofrenia(F20). Dari hasil wawancara didapatkan waham
dan halusinasi yang jelas, dimana waham curiga yang lebih menonjol, gangguan afektif,
dorongan kehendak dan pembicaraan, gejala katatonik tidak menonjol. (F20.0)
Aksis II. Pasien memiliki kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara
impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, bersamaan dengan
ketidakstabilan emosional, terkait impulsivitas dan kurang pengendalian diri
(F60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil)
Aksis III. Penyakit asma
Aksis IV. Masalah dengan primary group
Aksis V. Penilaian kemampuan penyesuaian diri mempergunakan skala GAF
menurut PPDGJ III didapat saat pemeriksaan (current): 61-70 (gejala sedang
(moderate), disabilitas sedang). GAF1 tahun terakhir:90-81 (gejala minimal, berfungsi
baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa)

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


AKSIS I : F.20.0 Skizofrenia Hebefrenik
DD : Skizofrenia Paranoid
AKSIS II : tidak ada
AKSIS III : penyakit asma
AKSIS IV : masalah dengan primary group

12
AKSIS V : GAF Current : 61-70
GAF 1 tahun terakhir : 81-90

IX. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka
Risperidone 2 mg tab; 3x 2

2. Non-psikofarmaka
- Terapi Suportif : Menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejalanya
akan hilang dengan menganjurkan pasien untuk selalu minum obat secara
teratur, menjelaskan pentingnya kontrol ke dokter setelah pulang dari rumah
sakit dan akibat yang terjadi bila pasien tidak teratur minum obat. Disarankan
untuk sering berdiskusi dengan keluarga apabila ada masalah dalam mencari
penghasilan maupun permasalahan dengan lingkungan rumah.
- Terapi berorientasi keluarga : Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai
kondisi pasien agar keluarga dapat menerima dan tidak dijauhi, dan agar dapat
mendukung kesembuhan pasien dengan mengingatkan untuk minum obat.
- Terapi spiritual : Pasien disarankan untuk lebih rajin shalat, mengaji, lebih
sering beristighfar bila sedang mendapat ujian dan lebih sabar.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Santionam : Dubia ad Bonam

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan kekacauan
kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari. Perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham/delusi dan
gangguan persepsi. Umumnya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara lambat
atau datang secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka menyendiri yang mengalami
stress. Skizofrenia hebefrenik disebut disorganized type atau kacau balau yang ditandai
dengan inkoherensi, afek inappropriate, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang
terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-
gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara
ekstrim dari hubungan sosial.1,2,3

2. ETIOLOGI
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia lainnya.
Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti pada harga diri rendah antara lain:2
a. Faktor Genetis
b. Faktor Neurologis
c. Studi Neurotransmiter
d. Teori Virus
e. Psikologis
Faktor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.

14
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.2

3. TANDA DAN GEJALA


Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase
aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu,
bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut
meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi
perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.2
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang
spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.1,2
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase
prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif
berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial).2
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang khas, antara lain;
Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan.
Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
Gangguan proses berfikir

15
Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.2
Beberapa tanda dan gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien Skizofrenia
Hebefrenik adalah,
Waham
Halusinasi
Siar pikiran5

4. PSIKOFISIOLOGI
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi sehingga merasa
senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (
withdrawal ).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi
suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah
berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien merasa sangat
kesepian atau sedih.

d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila diikuti
perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.1
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya
menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa waham

16
kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara abnormal,merasa
dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi
secara intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang yang
berkaitan dengan bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan
waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham
kejaran pada kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang
berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut
adalah normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.2

5. DIAGNOSIS
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ III:
Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis
hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2
atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat
diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases)
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak
menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku
tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).

17
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe
terdisorganisasi.2,6,7

6. PENATALAKSANAAN
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik
konvensional dan newer atypical antipsycotics.1

a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek
samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine (trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine (chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.3
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien
yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk
meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol injeksi dapat diberikan dalam jangka waktu
yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations).
Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu
dilepaskan secara perlahan-lahan.

18
b. Newer Atypcal Antipsycotic4
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya tidak
spesifik bekerja pada reseptor Dopamine dan juga bekerja pada neurotransmitter lain, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.1,4
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius
dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya tiap bulan. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.4

1. Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsychotic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena
tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
2. Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat
oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat

19
dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun
sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk
menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti
dengan newer atypical antipsychotic atau diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas
gagal.4
3. Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah episode
petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum
sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,
bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin
beratnya penyakit.4
4. Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional yaitu
gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal
(EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku
penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat
beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki.
Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya sulfas atropin)
bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.5
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan
mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari
obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional
mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional
dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk

20
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti
dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.5
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Skizofrenia yang memakan obat.
Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.1
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul
derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa
demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa. Dengan demikian,
frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian
di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat
dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan
segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,
khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus
membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi

21
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,
dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia
seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan
sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang
cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan
yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.1,2

7. PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat
kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal
(sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu
yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan
membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang yang normal,
karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi

22
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih
mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang
cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta
Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus
perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.4,7

23
BAB IV

KESIMPULAN

Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan prilaku yang
tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,ada kecenderungan untuk selalu
menyendiri, dan prilaku menunjukkan hampa prilaku dan hampa perasaan, senang
menyendiri,dan ungkapan kata yang di ulang ulang, proses pikir mengalami disorganisasi
dan pembicaraan tak menentu serta adanya penurunan perawatan diri pada individu dan
merupakan suatu gangguan yang yang ditandai dengan regresi dan primitif, afek yang tidak
sesuai, serta menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia
merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan
dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. 1,2

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia, In :Synopsis of Psychiatry : Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition,2007.
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ
III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001.
3. Sinaga Banhard Rudyanto. 2AA7. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
4. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT Nuh Jaya Jakarta.
5. Anonymous. Schizophrenia (DSM-IV-TR 295.1295.3, 295.90)
6. Donald I. Templer. The Decline of Hebephrenic Schizophrenia In: Orthomolecular
Psychiatry, Volume 11, Number 2,1982, Pp. 100-102.
7. First M.B, Tasman A Schizophrenia and Other Psychotic Disorders In:.Clinical Guide To
The Diagnosis And Treatment Of Mental Disorders. 2006 John Wiley & Sons.p 219-221

25

Anda mungkin juga menyukai