Anda di halaman 1dari 16

PORTOFOLIO KASUS KEJIWAAN

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun oleh :
dr. Fiosanda Rizky Nugrahanti

Pembimbing:
dr. Mefi Windiastuti, SpKJ

Pendamping :
dr. Kurniati, SpKK
dr. Lisa Puspitorini, SpS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
2017
PORTOFOLIO SKIZOFRENIA PARANOID
No. ID dan Nama Peserta : dr. Fiosanda Rizky Nugrahanti
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Ibnu Sina Gresik
Topik : Jiwa (Psikiatri)
Tanggal Kasus : 5 Januari 2017
Nama Pasien : Sdr. M. A. B No. RM : 656350
Tanggal Presentasi : - Pembimbing : dr. Mefi W., Sp.KJ
Tempat presentasi : -
Obyektif Presentasi : -
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien dengan penurunan kemauan
Tujuan : Mengetahui tatalaksana penanganan
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi E-mail Pos

Data Pasien Nama : Sdr. M.A.B. Umur : 23 tahun No. Registrasi : 656xxx
Alamat: Jl. Kapt. Darmo Sugondo, Kebomas,
Gresik
Data Utama untuk bahan diskusi
1. Keluhan Utama: Gaduh gelisah
Anamnesis (Autoanamnesis):
Pasien laki-laki, wajah sesuai usia, mengenakan kaos berwarna coklat lusuh dan celana pendek berwarna
hitam, rambut tidak tersisir rapi, kuku hitam, tampak gelisah, seringkali melihat ke sekeliling dengan
tatapan curiga lalu menunduk. Saat disapa pasien terdiam sejenak kemudian pasien menoleh kearah
dokter lalu kembali menunduk. Saat pemeriksa menanyakan nama, pasien diam sejenak lalu menjawab
namanya dengan benar. Pasien tidak menjawab saat ditanya sedang berada dimana saat ini. Saat ditanya
apa pekerjaan pasien, pasien terdiam. Saat ditanya apakah ada yang sedang mengganggu pikirannya,
pasien terdiam sejenak lalu mengatakan bahwa tidak ada yang mengganggu pikirannya. Kemudian pasien
berteriak tidak ingin berada disini dan ingin pulang. Lalu pasien keluar dari ruang periksa. Wawancara
kemudian dilanjutkan dengan ibu pasien.

Heteroanamnesa (ibu pasien):


Dari ibu pasien didapatkan informasi bahwa Sdr. A mulai menunjukkan perubahan sikap sejak tahun
2015 lalu. Hal ini diawali saat pasien melamar kerja di PT. Wilmar Gresik. Pasien dijanjikan pekerjaan
oleh perekrut yang merupakan tetangganya sendiri, namun pasien tidak pernah mendapatkan panggilan
pekerjaan sehingga pasien merasa dibohongi. Semenjak itu pasien sering keluar rumah sambil berbicara
sendiri. Satu tahun terakhir ini pasien sering meracau dalam bahasa yang tidak bisa dipahami oleh ibu
pasien sambil membakar benda-benda yang ada di sekitarnya. Hampir semua bagian dari rumah pasien
tidak luput dari api yang disulut oleh pasien, termasuk beberapa kali ibunya sendiri mau dibakar.
Menurut ibu pasien, setelah pasien membakar benda-benda di sekitarnya, pasien kemudian terbelalak dan
kembali normal lagi. Saat ditanya apa yang barusan dilakukan, pasien menjawab bahwa ada orang yang
mengejarnya sehingga ia mencoba memusnahkan orang yang mengejarnya dengan cara membakarnya.
Saat ditanya ibu siapa yang mengejar pasien, pasien menjawab dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh
ibu. Ibu pasien kini merasa ketakutan sehingga seringkali tidur di teras rumah. Dalam satu bulan terakhir
pasien mulai sering membakar rumput di halaman tetangga sehingga meresahkan warga sekitar. Dua hari
sebelum dibawa ke Poli Jiwa, pasien membakar sepeda motor tetangganya dan dipukuli oleh warga
sekitar lalu dibawa ke Polres setempat.

2. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Sebelum tampak mengalami sakit pasien merupakan orang yang tertutup, pendiam, dan kadang
mudah tersinggung
- Sejak tahun 2015 pasien merasa kecewa karena sudah terlanjur berharap akan diterima bekerja di
pabrik namun gagal
- Pada tahun 2015 pasien pernah dibawa ke RS Ibnu Sina Gresik namun tidak mau minum obat sama
sekali karena tidak merasa sakit
3. Riwayat Pendidikan:
Pendidikan terakhir pasien yaitu SMP. Pasien drop out saat kelas I SMA karena tidak memiliki biaya
untuk melanjutkan sekolah
4. Riwayat keluarga :
Kakak pasien memiliki masalah kejiwaan yang saat itu juga datang bersama untuk diperiksa
5. Riwayat Sosial-Ekonomi:
Tingkat ekonomi keluarga pasien termasuk menengah kebawah, ibu pasien bekerja sebagai tulang
punggung keluarga sejak suaminya meninggal empat tahun yang lalu dan kakak pasien tidak bekerja lagi
karena masalah kejiwaan. Sebelum sakit pasien bekerja serabutan seperti membantu tetangga
membersihkan halaman. Ibu pasien tidak segera membawa anak-anaknya ke dokter karena alasan biaya.
Warga sekitar kemudian membantu ibu pasien untuk ke puskesmas agar mendapatkan terapi lebih lanjut.

6. Riwayat Pekerjaan :
Pasien tidak bekerja
7. Riwayat Pemakaian Zat :
Tidak didapatkan penyalahgunaan obat, alcohol atau zat lain. Pasien menurut keluarga tidak pernah
menggunakan obat-obatan psikotropika tanpa resep dokter.
8. Faktor-faktor :
• Faktor premorbid
Pasien termasuk orang yang tertutup, pendiam, dan kadang mudah tersinggung
• Faktor organik
• Pasien tidak menderita sakit lainnya
• Faktor keturunan
• Kakak pasien memiliki masalah kejiwaan
• Faktor pencetus
• Tidak diterima bekerja setelah dijanjikan oleh tetangganya
9. Pemeriksaan Fisik:
STATUS GENERALIS
Vital Sign :
TD : 120/70 N : 90x/menit T : 360C RR : 20x/menit
KU : cukup Kesadaran : compos mentis
Kepala : anemia -/-, ikterus -/-, cyanosis -/-, edema-/-
Leher : kaku kuduk -, PKL -
Thorax : Simetris , Retraksi –
 Jantung : S1 normal; S2 normal, Murmur (–) Gallop (-)
 Paru : ves/ves, wh -/-, rh -/-
Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (+) normalß
Extremitas :Hangat, Kering, Merah. CRT < 2”Edema -/-

STATUS NEUROLOGIS
GCS: 456
Fungsi luhur: dalam batas normal
Nn. cranialis: Pupil bulat Isokor, 3mm/3mm, Refleks Cahaya : +/+, gerak bola mata baik
Tidak didapatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial
Kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal : tidak didapatkan
Pemeriksaan motorik : 5/5
5/5s
Pemeriksaan sensorik: dalam batas normal

10. Status Psikiatri


 Kesan umum : Tampak murung, tidak bisa tenang.
 Kesadaran : Compos mentis
 Kontak : Verbal (+) relevan, tidak lancar
 Proses berpikir : Bentuk : non realistis
Arus : autistik
Isi : miskin ide
 Orientasi tempat : Baik
 Orientasi waktu : Baik
 Orientasi orang : Baik
 Daya ingat : Kesan normal
 Persepsi : Halusinasi (+) auditorik
 Afek / Emosi: marah, curiga
 Intelegensi : Sulit dievaluasi
 Psikomotor : gelisah, agresif
 Kemauan : Menurun
11. Diagnosis Multiaxial
• AXIS I : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
• AXIS II : Tertutup, pendiam, dan kadang mudah tersinggung
• AXIS III :-
• AXIS IV : Masalah lingkungan sosial, ekonomi dan pekerjaan
• AXIS V : GAF scale 20-11
12. Planning
Diagnostik : -
Terapi :
• Farmakoterapi :
– Sikzonoate 25 mg i.m
– Tablet Trihexyphenidil 2xI p.r.n
• Psikoterapi Suportif:
Psikoventilasi
Pasien dibimbing untuk menceritakan segala permasalahannya, apa yang menjadi beban,
sehingga dapat memberikan pemecahan yang baik dan mengetahui antisipasi pasien dari faktor-
faktor pencetus.
Sugesti
Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa penyakit yang dialami pasien dapat ditolong
dengan perawatan medis dan keluarga dan dapat membantu mengatasi bebannya.
Desensitisasi
Pasien dilatih bekerja dan menerima kenyataan agar terbiasa menerima kegagalan dan
menjadikan kegagalan sebagai pemicu untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan untuk
meningkatkan kepercayaan diri dalam hubungan kerja dan sosial dengan masyarakat.
Ventilasi : memberi pasien kesempatan untuk meluapkan isi hatinya
Persuasi : penerangan tentang gejala-gejala pada pasien dan baik buruknya gejala itu
Bimbingan dan Penyukuluhan : memberi nasihat agar pasien dapat mengatasi masalahnya
13. Edukasi
Edukasi, terutama diberikan kepada keluarga yaitu:
- Hindari mengucilkan atau memusuhi pasien.
- Hindari memasung pasien
- Perhatikan hal-hal yang bisa menimbulkan rasa sedih atau marah pasien, dan sebisa mungkin
hindarkan pasien dari hal-hal tersebut.
- Motivasi, latih, dan ajak pasien untuk mampu mengerjakan hal-hal yang berguna (misalnya
membantu bersih-bersih rumah) dengan perlahan-lahan, dimulai dengan lebih sering memujinya
jika pasien melakukan hal berguna dengan baik.
- Ajak pasien berbincang-bincang tentang hal-hal yang bersifat ringan dan menarik bagi pasien seperti
acara TV, sepak bola, dan lain-lain.
- Berikan obat sesuai dengan dosis dan petunjuk dokter, awasi pasien dalam meminumnya, dan taati
jangka waktu pemakaian obat.
- Kontrol rutin ke dokter bila obat habis atau tampak efek samping obat yang tidak biasa pada pasien,
ataupun jika tidak tampak perkembangan yang bermakna dalam kejiwaan paseien.
Hasil Pembelajaran
1. Manifestasi Skizofrenia Paranoid
2. Diagnosa Skizofrenia Paranoid
3. Penatalaksanaan Skizofrenia Paranoid
4. Edukasi (KIE) keluarga
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau pecah dan phren
yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ketidakserasian antara afek, kognitif, dan perilaku. Skizofrenia
adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antar
aproses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena
waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat,
serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi, dan perilaku bizar. 1

Epidemiologi
Menurut DSM-IV, insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 hingga 5 per 10.000
dengan beberapa variasi geografis. Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia
berkisar 1%, yang berarti 1 dari 100 penduduk akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya.
Sedangkan di Indonesia, prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000
penduduk atau sekitar 400.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% diantaranya atau
sekitar 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Pemasungan di pedesaan (18,2%) lebih tinggi
hampir dua kali lipat dibandingkan di perkotaan (10,7%). 2

Etiologi
Teori tentang etiologi skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
Genetik: Terdapat faktor genetik yang turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah
dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak
kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%;
bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu telur
(monozigot) 61-86%.
Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hukum Mendel. Diperkirakan bahwa yang diturunkan
adalahpotensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif.
Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan
individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik pada diabetes
melitus).
Neurokimia: Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada
jaras dopamin, yaitu jalur mesolimbik yang menimbulkan gejala positif dan jalur mesokortikal yang
menimbulkan gejala negatif. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya
meningkatkan pelepasan dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat
antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
mengeblok reseptor dopamin, terutama reseptor D 2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti
serotonin, noradrenalin, GABA, dan glutamat, serta neuropeptida lain masih terus diteliti oleh para
ahli.
Hipotesis perkembangan saraf (Neurodevelopmental hypothesis): Studi autopsi dan studi pencitraan
otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara lain
berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil 6% daripada otak normal dan ukuran anterior-posterior
yang 4% lebih pendek; pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan metabolisme di daerah
frontal dan temporal; dan kelainan susnan seluler pada struktur saraf di beberapa daerah kortex dan
subkortex tanpa adanya gliosis yang menandakan kelainan tersebut terjadi saat perkembangan. Studi
neuropsikologis mengungkapkan adanya defisit di bidang atensi, pemilahan konseptual, fungsi
eksekutif dan memori pada penderita skizofrenia.
Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan bahwa
perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan, mungkin sekali akibat pengaruh
genetik, dan kemudian dimodifikasi oleh faktor maturasi dan lingkungan.

Tanda dan Gejala


Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih (clear of consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 3
Awal timbulnya gejala klinis biasanya pada usia remaja akhir atau usia dewasa muda, namun
rentang umur dapat bervariasi, beberapa kasus terjadi pada usia anak dan pada beberapa kasus lainnya
gejala klinis baru timbul pada usia tua. Gejala prodromal dapat timbul sebelum gejala utama
skizofrenia muncul. Pada kasus skizofrenia usia anak, didapatkan kecenderungan kepribadian
introvert dan memiliki kesenangan terhadap hal-hal tertentu yang aneh. Sedangkan pada kasus
skizofrenia pada usia lanjut, setelah ciri kepribadian orang tersebut telah terbentuk, anggota keluarga
dapat menyadari adanya perubahan kepribadian yang terjadi pada pasien. Hobi dan kebiasaan pasien
yang terdahulu mulai ditinggalkan dan pasien tampak lebih senang dalam dunianya sendiri atau
menjadi penuh kecurigaan.4
Gejala-gejala pada skizofrenia dapat dibagi menjadi gejala “negatif” dan gejala “positif”, dan
gejala yang meliputi gangguan kognitif. Berikut klasifikasi gejala dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skizofrenia
Gejala Positif Gejala Negatif Gejala Kognitif
Halusinasi Apatisme Gangguan memori
Delusi Anhedonia Atensi berkurang
Bicara kacau Alogia Fungsi eksekutif yang
Kecurigaan Avolition terganggu

Gejala positif berupa halusinasi merupakan gejala yang paling umum terjadi pada skizofrenia.
Pasien biasanya mendengarkan suara-suara atau melihat hal-hal yang tidak bisa didengar atau dilihat
oleh orang lain. Halusinasi auditorik adalah gejala yang paling umum dibandingkan jenis halusinasi
lainnya seperti halusinasi visual, sentuhan, rasa, dan pembauan. Halusinasi auditorik yang timbul
biasanya berupa suara-suara yang menyuruh pasien untuk melakukan hal-hal yang membahayakan diri
dan orang sekitar, atau suara-suara yang membuat pasien merasa bahwa dirinya adalah penguasa atau
Tuhan.4
Delusi juga merupakan gejala yang umum pada skizofrenia. Isi delusi pun juga dapat
bervariasi: pasien dapat merasa teraniaya, memiliki ide-ide kebesaran, segala perilaku orang-orang di
sekitarnya dianggap menyinggung, pikirannya tersebar atau diambil atau pikirannya dimasuki sesuatu,
dan mereka mungkin akan merasa dikontrol oleh kekuatan luar. Delusi-delusi ini timbul secara
perlahan, awalnya mungkin pasien merasa tidak percaya akan pikiran-pikiran tersebut namun seiring
berjalannya waktu suatu saat pasien akan percaya dan meyakini delusi tersebut. 4
Pada pasien skizofrenia juga didapatkan disorganized speech atau bicara yang kacau.
Ketidakteraturan ini lebih kepada bentuknya daripada kontennya. Pembicaraan pasien mejadi
inkoheren dan didapatkan asosiasi longgar. Orang terdekat yang menyadari perubahan pasien mungkin
akan mengeluh bahwa pasien menjadi tidak masuk akal. 4

Diagnosis
Kriteria diagnostik utama untuk skizofrenia paranoid (Tabel 2) adalah bahwa pasien telah
memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia dan bisa didapatkan tambahan gejala halusinasi yang
menonjol, yaitu dapat berupa suara yang mengancam atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal, halusinasi yang bersifat seksual, atau waham dikendalikan, dipengaruhi, atau
dikejar. Kriteria diagnostik secara lengkap tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Skizofrenia Paranoid (DSM-V)
Kriteria Diagnostik Untuk Skizofrenia
A. Karakteristik gejala: Memenuhi dua (atau lebih) dari kriteria dibawah ini, masing-
masing muncul dalam kurun waktu satu bulan (atau kurang apabila telah diterapi dengan
baik)
Setidaknya satu dari kriteria dibawah ini harus termasuk nomor 1-3
1. Delusi
2. Halusinasi
3. Bicara kacau
4. Perilaku katatonik
5. Gejala negatif (ekspresi datar atau kehilangan kemauan untuk mengerjakan
kegiatan yang berguna (avolition))
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Dalam kurun waktu yang signifikan pada saat onset
gangguan, satu atau lebih bidang mayor seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri mengalami penurunan dibandingkan saat sebelum gejala timbul (atau
pada anak-anak atau remaja didapatkan kegagalan pencapaian tingkatan akademis,
interpersonal, dan okupasional tertentu yang diharapkan)
C. Durasi: Tanda-tanda kelainan bertahan selama setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan ini
harus termasuk setidaknya satu bulan (atau kurang bila telah diterapi) gejala yang
memenuhi kriteria A. Dan dapat termasuk periode gejala prodromal atau residual. Pada
masa prodromal atau residual, manifestasi tanda kelainan dapat berupa gejala negatif saja
atau berupa dua atau lebih gejala pada kriteria A dalam bentuk yang lebih tersamar.
D. Eksklusi skizoafektif dan gangguan mood mayor: Gangguan skizoafektif dan
gangguan depresi atau bipolar dengan gejala psikotik dapat dikesampingkan karena (1)
tidak didapatkan episode depresi atau manik mayor yang terjadi bersamaan dengan
gejala fase aktif; atau (2) jika episode mood terjadi saat gejala fase aktif, durasinya
cenderung lebih singkat dibandingkan dengan durasi periode aktif dan residual.
E. Eksklusi pengaruh obat-obatan: Kelainan ini tidak berasal dari efek fisiologis
langsung dari suatu zat (contohnya pasien dalam pengobatan atau pasien merupakan
drug abuser) atau kondisi medis lainnya.
F. Hubungan terhadap Global Developmental Delay atau Autism Spectrum Disorder: Jika
ada riwayat kelainan spektrum autis atau kelainan komunikasi lainnya pada saat anak-
anak, diagnosis tambahan skizofrenia hanya ditegakkan apabila delusi atau halusinasi
yang prominen juga terjadi dalam waktu setidaknya satu bulan (atau kurang apabila telah
diterapi)
Tabel dari DSM-V, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 5. 5

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III): 3
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila
gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought
insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”=
isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar;
atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak
atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman
indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan
sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi
dengan mahluk asing dan dunia lain).
e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berkibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing),
atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang
konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.3
PPDGJ-III membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis yaitu skizofrenia paranoid,
skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci (undifferentiated), depresi pasca-
skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, dan skizofrenia lainnya, serta skizofrenia YTT
(yang tidak tergolongkan). Untuk mendiagnosa suatu skizofrenia paranoid, seorang pasien harus
memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, serta beberapa tambahan kriteria diagnostik seperti
tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Pedoman Diagnostik Skizofrenia Paranoid berdasarkan PPDGJ-III
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan(delusion
of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
Diagnosis Banding
Gejala klinis skizofrenia yang begitu luas membuat diagnosis banding menjadi luas pula.
Kelainan bipolar fase mania dapat menjadi diagnosis banding skizofrenia hebefrenik atau paranoid.
Untuk membedakannya perlu ditarik riwayat dari masa lalu, pada skizofrenia gejala psikotik selalu
mendahului fase mania; sedangkan pada bipolar episode mania, gejala perilaku muncul terlebih dahulu
dan bersifat episodik sedangkan gejala psikotik bersifat progresif.
Skizofrenia paranoid dapat dibedakan dengan gangguan delusional atau paranoia yaitu delusi
yang timbul biasanya lebih rasional dan masuk akal, dan pada paranoia tidak didapatkan gejala tipikal
dari skizofrenia, yaitu asosiasi longgar, manerisme, dan stereotipi. Halusinasi dapat muncul pada
paranoia namun dalam frekuensi yang jauh lebih jarang dibandingkan dengan halusinasi pada
skizofrenia paranoid.
Intoksikasi beberapa obat-obatan seperti fenilsiklidin, stimulan, atau kokain dapat
menimbulkan gejala psikotik; riwayat pemakaian obat-obatan, tes urin, dan remisi gejala dapat
mengeliminasi diagnosis skizofrenia.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif
dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa
dalam hitungan minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan
fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah
keluarga dan teman.
Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala
positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai
gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan
gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal
tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala gejala yang terjadi pada ketiga
fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial), dan kewaspadaan.
Dahulu bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada harapan
lagi bagi orang yang bersangkutan. Namun saat ini dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita
itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari
mereka akan remisi total atau recovery. Sepertiga yang lain dapat kembali ke masyarakat dengan
sedikit kecacatan dan masih harus sering diperiksa (social recovery). Sepertiga sisanya biasanya
memiliki prognosis yang jelek dan menuju pada kemunduran mental.
Untuk menetapkan prognosis beberapa faktor dibawah dapat menjadi pertimbangan:
1. Kepribadian prepsikotik: bila skizoid dan hubungan antarmanusia memang kurang memuaskan,
maka prognosis lebih jelek
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis leboh baik daripada skizofrenia yang mulai
secara pelan-pelan

3. Jenis: Skizofrenia katatonik memiliki prognosis yang paling baik dibanding skizofrenia jenis lain,
disusul dengan skizofrenia paranoid. Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia simpleks memiliki
prognosis yang sama jelek dan akan menuju ke arah kemunduran mental.

4. Umur: makin muda onset permulaan gejala, semakin jelek prognosisnya

5. Pengobatan: makin cepat diberi pengobatan prognosis akan lebih baik

6. Apabila terdapat faktor pencetus seperti penyakit badaniah dan stres psikologis makan prognosis
akan lebih baik

7. Faktor keturunan: prognosis menjadi lebih buruk apabila dalam keluarga terdapat seseorang atau
lebih yang menderita skizofrenia.

Terapi
Modalitas terapi yang utama untuk skizofrenia paranoid adalah dengan terapi medikamentosa.
Dapat digunakan obat antipsikotik untuk mengontrol halusinasi, delusi, dan perubahan pola pikir.
Antipsikotik terbagi menjadi golongan tipikal dan golongan atipikal yang lebih baru. Pemilihan
antipsikotik dapat beragam ditinjau dari efek samping yang mungkin timbul, namun antipsikotik
konvensional harus digunakan pada keadaan dibawah ini, yaitu pada pasien yang sudah mengalami
perbaikan pesat dengan antipsikotik konvensional tanpa menimbulkan efek samping yang serius, dan
pada pasien yang memiliki kesulitan minum pil secara teratur. Antipsikotik konvensional bekerja
sebagai antagonis reseptor dopamin D2 sehingga hiperaktivitas dopamin yang menimbulkan gejala
positif pada pasien skizofrenia dapat berkurang. Antipsikotik konvensional seperti Haloperidol dan
Fluphenazine dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama dan dapat menjadi depot formulation,
sehingga menjadi pilihan pada pasien dengan tingkat kepatuhan yang buruk.
Selain terapi medikamentosa juga dibutuhkan psikoterapi untuk meningkatkan kemampuan
sosial dan komunikasi interpersonal. Jenis psikoterapi yang disarankan adalah psikoterapi suportif
individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke
masyarakat. Psikoterapi suportif ini memiliki beberapa tujuanm yaitu diantaranya adalah: 1)
Menguatkan daya tahan mental yang ada; 2) Mengembangkan mekanisme yang baru dan lebih baik
untuk mempertahankan kontrol diri; dan 3) Mengembalikan keseimbangan adaptif (dapat
menyesuaikan diri). Beberapa jenis psikoterapi suportif adalah sebagai berikut:
1. Ventilasi atau psikokatarsis membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya. Sesudahnya
biasanya ia lega dan kecemasannya tentang penyakitnya berkurang.
2. Persuasi : penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta baik buruknya
gejala itu sehingga pasien pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang
3. Sugesti : secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran atau membangkitkan
kepercayaan pasien bahwa gejala-gejalanya akan hilang.
4. Penjaminan kembali (reassurance) : dilakukan melalui komentar yang halus atau sambil lalu
dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi secara adekuat.
5. Bimbingan dan konseling : memberi nasihat-nasihat yang praktis dan khusus yang
berhubungan dengan masalah kesehatan jiwa pasien agar ia sanggup mengatasinya. Serta
dilakukan wawancara untuk membantu pasien mengenal dirinya lebih baik lagi
6. Terapi kerja : memberi kesibukan pada pasien berupa latihan keterampilna tertentu agar dapat
berguna dalam mencari nafkah pasien.
7. Hipnoterapi dan narkoterapi : melakukan sugesti ketika kesadaran pasien menurun sehingga
sugesti dapat diterima dengan baik. Dapat pula dilaksanakan analisis konflik dan sintesis
8. Psikoterapi kelompok : dilakukan dengan keluarga atau pasangan apabila sumber masalah
diyakini berasal dari pasangan atau keluarga agar dapat membantu para anggota keluarga
termasuk pasien mengerti lebih jelas sebab-musabab kesukaran mereka dan membantu
terbentuknya mekanisme pembelaan yang lebih baik yang dapat diterima dan yang lebih
memuaskan.
9. Terapi perilaku: Teknik terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavior Therapy) belakangan
dicoba pada penderita skizofrenia dengan hasil yang menjanjikan. Terapi kerja sesekali juga
disarankan agar penderita dapat bergaul lagi dengan orang lain dan tidak mengasingkan diri
lagi.
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan gaduh gelisah yang menunjukkan adanya perubahan gejala
perilaku yang bermakna sehingga menimbulkan hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari secara
psikososial sehingga pasien mengalami gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ III. Tanda-tanda gangguan
organik tidak ditemukan sehingga diagnosis Gangguan Mental Organik dapat disingkirkan. Riwayat
mengonsumsi obat-obatan dan zat terlarang disangkal oleh ibu pasien sehingga gangguan mental
akibat zat psikoaktif dapat disingkirkan.
Adanya hendaya dalam proses berpikir dengan kesadaran compos mentis pada pasien ini
merupakan ciri khas suatu gangguan psikotik. Pemeriksaan psikiatri pada pasien ini didapatkan proses
berpikir yang non realistis, dengan arus autistik, dan isi pikiran yang miskin ide, serta afek/emosi yang
marah dan curiga. Adanya persepsi pada pasien ini berupa halusinasi auditorik. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan psikiatri dapat menuju diagnosa Skizofrenia Paranoid.
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) menyebutkan
bahwa Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya, ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran
yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara,
walaupun kemunduran kognitif tertetu dapat berkembang kemudian.
Untuk mendiagnosa suatu skizofrenia paranoid, seorang pasien harus memenuhi kriteria
umum diagnosis skizofrenia, serta beberapa tambahan kriteria diagnostik skizofrenia
paranoid. Menurut DSM-V pasien telah memenuhi semua kriteria A hingga F, sedangkan
menurut kriteria diagnosis PPDGJ III didapatkan tiga gejala mayor yang jelas yaitu poin a
berupa thought echo, poin c berupa halusinasi auditorik, dan poin d berupa waham kejar. Pada
pasien ini, halusinasi auditorik yang didapatkan adalah berupa ancaman dari orang yang
pasien tidak tahu siapa. Halusinasi visual tidak didapatkan. Hal ini merupakan salah satu
tanda khas dari skizofrenia paranoid yakni halusinasi yang menonjol yang dapat berupa
berupa ancaman atau perintah.
Poin d dari kriteria diagnostik skizofrenia pada PPDGJ III yang didapatkan pada pasien,
yakni berupa salah satu waham yang khas pada skizofrenia paranoid yaitu waham kejar.
Pasien merasa dikejar oleh seseorang sehingga ia harus membakar tempat atau benda dimana
orang yang mengejar pasien berada. Sedangkan untuk kriteria diagnosis skizofrenia paranoid
menurut PPDGJ III semuanya didapatkan pada pasien ini.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung pada pasien selama kurun
waktu satu bulan dan terdapat suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut
dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial sehingga pasien ini
masuk dalam kriteria skizofrenia paranoid menurut PPDGJ III dengan periode pengamatan
kurang dari satu tahun (F20.09)
Pasien adalah seseorang yang memiliki aksis II: tertutup, pendiam, dan kadang mudah
tersinggung. Dari pemeriksaan fisik neurologis dalam batas normal maka aksis III belum
ditemukan.
Pada aksis IV didapatkan masalah lingkungan sosial, ekonomi dan pekerjaan yaitu awalnya
pasien ditolak saat melamar pekerjaan padahal sudah diberi janji oleh tetangganya. Akibatnya
pasien menjadi tidak ingin mencari pekerjaan lain dan merasa rendah diri.
Pada aksis IV berdasarkan penilaian GAF (Global assessment of functioning) scale pada
saat MRS adalah 20-11 yakni adanya bahaya mencederai orang lain/diri sendiri, terdapat
disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri, karena pasien sempat berusaha
membakar ibunya saat tidur dan membakar sepeda motor milik tetangganya hingga dibawa ke
kantor polisi setempat.
Pengobatan medikamentosa yang diberikan adalah sikzonoate injeksi yang berisi
Fluphenazine yaitu antipsikotik tipikal yang menjadi pilihan karena tingkat kepatuhan pasien
yang buruk. Antipsikotik tipikal ini akan mengatasi gejala negative dan positif pada pasien.
Diberikan juga Trihexyphenidil untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal yang ditimbulkan oleh
antipsikotik tipikal ini. Selain terapi medikamentosa juga diberikan psikoterapi suportif pada
pasien dengan cara psikoventilasi, sugesti, desensitisasi, ventilasi, persuasi, bimbingan, dan
konseling. Sedangkan untuk keluarga pasien diberikan edukasi berupa motivasi untuk tetap
merawat pasien dan menghindari mengucilkan atau memasung pasien. Keluarga juga
diberitahu bahwa pengobatan penyakit ini tidak bisa dalam waktu yang singkat sehingga
dibutuhkan ketelitian dan ketekunan agar pasien dapat segera membaik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2009. hlm.
356-60.
2. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Nasional. 2013. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf
3. Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta:
Unika Atmajaya.
4. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-V) #295.1-295.3, 295.90. Washington, DC: American Psychiatric
Association.
5. Tandon, R., et al., Definition and description of schizophrenia in the DSM-5, Schizophr. Res.
(2013), http://dx.doi.org/ 10.1016/j.schres.2013.05.028

6. Guzman F, MD. First-Generation Antipsychotics: An Introduction. 2016. Diakses dari


http://psychopharmacologyinstitute.com/antipsychotics/first-generation-
antipsychotics/

Anda mungkin juga menyukai