Anda di halaman 1dari 26

Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa LAPORAN KASUS

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SKIZOFRENIA

Disusun Oleh :
Abella Verda Dea Amanda
2010017029

Pembimbing :
dr. Ekachaeryanti Zain, Sp. KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus
ini yang berjudul “ Skizofrenia”. Laporan kasus ini disusun untuk melengkapi
tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas
Mulawarman RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Eka Chaeryanti, Sp. KJ
yang telah membimbing dan membantu dalam melaksanakan kepaniteraan dan
dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format
laporan kasus ini. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan masukan
dengan tangan terbuka.

Akhir kata kami berharap tutorial ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang Skizofrenia.

Samarinda, 17 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.....................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
zDaftar Isi..............................................................................................................iii
Bz ab 1 Pendahuluan.............................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.2. Tujuan............................................................................................................1
1.3. Manfaat..........................................................................................................2
Bab 2 Laporan Kasus............................................................................................3
2.1. Data Medis Pasien.........................................................................................3
2.2. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................3
2.3. Pemeriksaan Psikiatri....................................................................................4
2.4. Diagnosis Multiaksial....................................................................................5
2.5. Rencana Terapi..............................................................................................5
Bab 3 Tinjauan Pustaka........................................................................................7
3.1. Definisi..........................................................................................................7
3.2. Epidemiologi.................................................................................................7
3.3. Etiologi..........................................................................................................7
3.4. Patofisiologi...................................................................................................9
3.5. Klasifikasi....................................................................................................10
3.6. Diagnosis.....................................................................................................11

3.7. Diagnosis Banding......................................................................................13


3.8. Tatalaksana..................................................................................................16
Daftar Pustaka......................................................................................................21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani schizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia, terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku (Sadock & Sadock, 2010).
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas
proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh,
gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau
sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan
kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu (Elvira & Hadisukanto, 2010).
Menurut data hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama
hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau
dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada
perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi
namun bisa terjadi (Elvira & Hadisukanto, 2010).

1.2 Tujuan

Menambah pengetahuan mengenai Skizofrenia mulai dari definisi hingga


penatalaksanaan.

1.3 Manfaat

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dan masyarakat sekitar


mengenai Skizofrenia.

1
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. Data Medis Pasien.


A. Identitas Pasien.
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Samarinda
Usia : 48 tahun
Agama : Katolik
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
B. Identitas Penanggung Jawab.
Nama : Tn. L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hubungan : Anak
Alamat : Samarinda

C. Riwayat Psikiatri.
 Keluhan Utama.
Mendengar bisikan-bisikan
 Autoanamnesis.
Pasien merasa bingung berada di RS karena pasien merasa dirinya
tidak sakit. Dalam 4 minggu terakhir, pasien merasakan ada suara orang
yang mengajak dirinya ngobrol. Suara ini dirasakan pasien hilang timbul.
Pasien sering mengabaikan suara tersebut namun jika dicari suara tersebut
dating kembali. Pasien merasa mengenali suara yang membisikinya.
Selama dirawat di RS, pasien tidak mau mandi karena merasa tidak
nyaman. Pasien merasakan sedih karena memikirkan anak sendirian
dirumah sekarang. Suami pasien meninggal 2 tahun yang lalu, menurut

2
pasien, pasien merasakan sedih saat suami meninggal namun tidak
berkelanjutan. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Menurut pasien,
orang terdekatnya saat ini ialah orang tua, anak, dan pacarnya. Pasien
mengatakan hubungan pasien dengan keluarga dan pacarnya baik-baik
saja. Pasien mengatakan tidak ada gangguan tidur maupun penurunan
nafsu makan. Pasien tidak pernah ada rasa ingin melukai diri sendiri
maupun bunuh diri. Pasien diantar anaknya ke RS, pasien mengatakan hal
ini baru terjadi padanya dan sekaligus harus membuatnya di rawat di
RSJD Atma Husada Mahakam. Pasien juga merasa sedih karena hal itu.

 Heteroanamnesis.
Dalam 4 minggu terakhir, pasien sering berbicara sendiri.
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami seperti ini. Menurut pasien,
ada seseorang yang mengajaknya berbicara. Hal ini terjadi semenjak
pasien tidak lagi berhubungan dengan pacarnya. Hubungan pasien
dengan pacarnya selama 3 bulan baik-baik saja, namun 4 minggu yang
lalu pasien tidak berhubungan lagi dengan pacarnya karena dibohongi.
Pasien selalu terbangun dari tidurnya saat malam hari dan memanggil-
manggil nama pacarnya. Beberapa kali, pasien terbangun dari tidurnya
mengajak anaknya keluar rumah pada subuh hari pukul 4 pagi tanpa
arah. Pasien selalu merasa bahwa pacarnya mengajak dirinya ngobrol
padahal tidak. Dalam 4 minggu terakhir, pasien mengalami penurunan
nafsu makan. Pasien tinggal dirumah berdua dengan anaknya. Suami
pasien meninggal 2 tahun yang lalu. Sebelum pasien punya pacar, dalam
satu minggu biasanya pasien menangis 3-4 kali karena mengingat suami.
Ekonomi pasien saat ini dibantu oleh orang tuanya. Pasien tidak pernah
melukai dirinya sendiri.
 Riwayat Penyakit Dahulu.
Hipertensi (+), DM (-), Alergi (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga.
Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa.
Ibu memiliki riwayat hipertensi.

3
 Genogram

 Riwayat Pribadi.
o Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pasien lahir cukup bulan dan ditolong oleh bidan. Selama
masa kehamilan, Ibu pasien dalam keadaan sehat.
o Masa kanak-kanak pertengahan (3-5tahun)
Tinggal bersama orang tua, masuk sekolah TK, lingkungan
pertemanan baik.
o Masa kanak-kanak pertengahan (5-13 tahun)
Pasien masuk SD di Samarinda. Pasien pernah tidak naik kelas
saat kelas 4. Pasien bergaul dengan baik di sekolah maupun
dilingkungan rumahnya.
o Masa remaja (13-21 tahun).
Pasien melanjutkan SMP dan melanjutkan pendidikan SMA.
Hubungan pasien sangat baik dengan teman-temannya di
Sekolah. Akademik pasien baik selama disekolah.
Dewasa
- Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja.

4
- Riwayat Perkawinan
Menikah saat usia 29 Tahun, hubungan dengan suami dan
anak harmonis.
2.2. Pemeriksaan Fisik.
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4 V5 M6
Tanda vital : TD : 150/80 mmHg N : 90x/menit
RR : 20 x/menit T : 36,4 OC
Kepala : Anemis (-/-), ikterus (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak : DBN

2.3. Pemeriksaan Psikiatri.


Kesan Umum : Baik, berpenampilan rapi, wajah sesuai usia, dan kooperatif.
Sikap : Tenang, kooperatif
Kontak : Kontak verbal baik dan relevant, visual baik
Kesadaran : Komposmentis, GCS 15
Atensi/Konsentrasi : Baik
Orientasi : Waktu, Tempat, Orang: Baik
Memori : Jangka Pendek: Baik, Jangka Panjang: Baik
Emosi/ Afek : Datar/Terbatas
Proses Berpikir : Bentuk pikiran : Tidak Realistik, Arus pikiran : linear,
Isi pikiran: Waham Paranoid
Intelegensi : Sesuai dengan tingkat pendidikan
Persepsi : Halusinasi auditorik
Psikomotor : Tidak ada gerakan abnormal
Kemauan : Pasien tidak mengalami penurunan minat dan masih dapat
secara mandiri mengurus diri.

5
2.4. Pemeriksaan Laboratorium.
Hasil pemeriksaan : Tidak dilakukan.

2.5. Diagnosis Multiaksial.


Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Axis II : Tidak ada gangguan
Axis III : Tidak ada gangguan
Axis IV : Tidak ada gangguan
Axis V : GAF scale 60-51. Gejala sedang atau kesulitan
sedang dalam fungsi sosial

2.6. Rencana Terapi.


 Risperidone 2-8 mg oral/hari. Resep obat per hari 2 dd tab 1

2.7. Prognosis
Prognosis pada pasien dengan skizofrenia paranoid ialah ad vitam dubia ad
bonam karena apabila pasien menjalani pengobatan dengan baik dan dukungan
keluarga juga baik maka kualitas hidup pasien dapat meningkat.

2.8. Resume medis


F20.0
 Riwayat yang jelas atau hasil pemeriksaan yang mantap menunjukkan
adanya halusinasi auditorik yang terjadi selama kurang lebih 1 bulan (+)
 Perubahan perilaku emosional, mudah berubah menjadi cenderung
depresif dan datar (+)

2.9. Diagnosa Banding


F23.3 Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan predominan Waham

D23.8 Gangguan Psikotik Akut dan sementara lainnya

6
F23.2 Gangguan Psikotik Lir Skizofrenia Akut

7
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Menurut WHO, Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, ditandai
dengan gangguan mendalam dalam berpikir, mempengaruhi bahasa, persepsi, dan
rasa diri. Ini sering mencakup pengalaman psikotik, seperti mendengar suara atau
delusi. Ini dapat mengganggu fungsi melalui hilangnya kemampuan yang
diperoleh untuk mendapatkan mata pencaharian, atau gangguan studi. Skizofrenia
biasanya dimulai pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Ada
pengobatan yang efektif untuk skizofrenia dan orang-orang yang terkena
dampaknya dapat menjalani kehidupan yang produktif dan terintegrasi dalam
masyarakat.(WHO, 2020)

3.2. Epidemiologi
Skizofrenia adalah penyakit gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh
ketidakseimbangan neurotransmitter. Akibat dari penyakit skizofrenia adalah
terganggunya kemampuan seseorang untuk berpikir jernih, berinteraksi dengan orang lain
dan berperan secara produktif di masyarakat. Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat
kurang lebih 2 juta orang yang mengalami skizofrenia, namun hanya sekitar 150 ribu
pasien yang berkonsultasi ke dokter. Pada pria kebanyakan penyakit skizofrenia
menunjukkan gejalanya pada usia 16-25 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 23-36
tahun (Elvira & Hadisukanto, 2010).

3.3. Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu.
Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya
masih minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari
terjadinya skizofrenia, antara lain (Sadock & Sadock, 2010):
1. Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang
keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara

8
kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi
kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot)
61-86%. Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk
mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang
resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya
tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi
skizofrenia atau tidak.
2. Endokrin
Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi
hal ini tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak
sehat. Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat
menurun. Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini
teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan
memakai obat halusinogenik, seperti meskalin dan asam lisergik diethilamide
(LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan
gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan
oleh suatu inborn error of metabolism, tetapi hubungan terakhir belum
ditemukan. Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam
kelompok teori somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia
dalam kelainan badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu
skizofrenia diaggap sebagai suatu gangguan fungsional dan penyebab utama
adalah konflik, stress psikologis dan hubungan antarmanusia yang
mengecewakan. Kemudian muncil teori lain yang menganggap skizofrenia
sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
penyebab, antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan

9
jiwa, penyakit badani seperti lues otakm atherosclerosis otak dan penyakit
lain yang belum diketahui.
Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan
psikosomatis, gejalagejala Pada badan hanya sekunder karena gangguan
dasar yang psikogenik, atau merupakan manifestasi somatic dari gangguan
psikogenik. Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya adalah untuk
menentukan mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang
merupakan penyebab dan mana yang hanya akibat saja.
4. Neurokimia
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama
antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan
memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2.

3.4. Patofisiologi
1. Neurobiologi
Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran
patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal,
serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga
disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain.
Pencitraan otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak
postmortem menyatakan sistem limbik sebagai lokasi potensial proses patologi
primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian besar, pasien
skizofrenia.

2. Neuroanatomik, Neurofungsional, dan Neurokognitif


CT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume ventrikel
lateral dan ketiga pada pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga menunjukkan
pengurangan volume otak secara keseluruhan pasien skizofrenia dan pengurangan
tertentu dalam ukuran dari struktur lobus temporal medial, seperti amigdala dan
hipokampus. Selain itu, penelitian telah melaporkan penurunan ukuran dari

10
thalamus dan kelainan pada garis tengah daerah perkembangan. Tak satu pun dari
perubahan ini spesifik untuk skizofrenia, meskipun beberapa telah terbukti ada
pada pasien dengan episode penyakit pertama dan tidak menggunakan obat
sebelumnya.

3.5. Klasifikasi

Berdasarkan Definisi dan Kriteria Diagnostik, skizofrenia di dalam DSM-IV dapat


dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu (Sadock & Sadock, 2010):

1. Skizofrenia paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang
sering
b) Tidak ada hal berikut ini yang prominen (menonjol) : Bicara kacau,
perilaku kacau atau katatonik, atau afek datar atau tidak sesuai.

2. Hebefrenik/Disorganized
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Semua hal di bawah ini prominen :
1) Bicara kacau
2) Perilaku kacau
3) Afek datar atau tidak sesuai
b) Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik

3. Skizofrenia katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh setidaknya dua
hal berikut ini:
a) Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
b) Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi
oleh stimulus eksternal)
c) Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya
motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan postur

11
yang kaku dan menentang semua usaha untuk menggerakkannya) atau
mutism.
d) Keanehan gerakan volunter sebagaimana diperlihatkan oleh pembentukan
postur (secara volunter menempatkan diri dalam postur yang tidak sesuai
atau bizar), gerakan stereotipik, manerisme yang menonjol, atau bermuka
menyeringai secara menonjol.
e) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna)

4. Skizofrenia tidak tergolongkan


Tipe skizofrenia yang mengalami delusi, halusinasi, gangguan pikiran, dan
kekacauan berat tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid,
terorganisasi, dan katatonik.

5. Residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Tidak adanya waham, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi,
dan perilaku yang tidak teroranisasi atau katatonik yang menonjol.
b) Terdapat terus tanda-tanda ganguan, seperti adanya gejala negatif
walaupun ditemukan dalam benuk yang lemah (misalnya keyakinan yang
aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

3.6. Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-V :
A. Dua atau lebih gejala di bawah ini, berlangsung paling sedikit satu bulan
(atau bisa kurang bila berhasil di terapi). Paling sedikit satu dari gejala ini
harus ada yaitu, (1), (2), (3).
1. Waham
2. Halusinasi
3. Pembicaraan disorganisasi (mis, inkoheren)
4. Perilaku disorganisasi berat atau katatonik
5. Simptom negatif (berkurangnya ekspresi emosi atau avolisi)

12
B. Sejak awitan gangguan, untuk periode waktu yang cukup bermakna,
terdapat penurunan derajat fungsi dalam satu atau lebih area penting,
misalnya fungsi pekerjaan, hubungan interpersonal, perawatan diri (di
bawah derajat yang pernah dicapai sebelum awaitan). Bila awitannya
terjadi pada masa anak dan remaja, terdapat kegagalan dalam mencapai
derajat fungsi pekerjaan, akademik, dan hubungan interpersonal yang
diharapkan.

C. Dalam periode 6 bulan tersebut harus terdapat paling sedikit satu bulan
simptom pada kriteria A (bisa kurang bila berhasil diterapi) dan juga
dapat termasuk simptom periode prodormal atau residual. Selama periode
prodormal atau residual, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi
hanya dalam bentuk simptom negatif atau dua atau lebih simptom yang
terdapat pada kriteria A dalam derajat yg lebih ringan (misalnya,
kepercayaan-kepercayaan aneh, pengalaman persepsi yang tak lumrah)
Harus telah disingkirkan gangguan skizoafektif dan depresi atau
gangguan bipolar dengan ciri psikotik

D. Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat


(misalnya penyalahgunaan zat atau medikasi) atau kondisi medic lainnya

E. Bila terdapat riwayat gangguan spectrum autism atau gangguan


komunikasi awitan masa anak, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat
hanya apabila terdapat halusinasi atau waham yang menonjol. Simtom-
simtom lainnya yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis gangguan
skizofrenia juga harus terjadi paling sedikit satu bulan (kurang bisa
berhasil diterapi)

13
3.7. Diagnosis Banding
1. Psikotik
Istilah psikosis juga sering disamakan dengan diagnosis skizofrenia,
padahal psikotik tidak merujuk diagnosis tertentu. Psikosis secara sederhana
dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa
kenyataan atau Sense of reality yang serius, disebabkan oleh penyebab
organik atau pun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan
kemampuan berpikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi,
menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu,
sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup
sehari-hari sangat terganggu. Berdasarkan penyebabnya, psikosis dibagi
menjadi dua yaitu: (1) Psikosa yang berhubungan dengan sindroma otak
organic meliputi delirium, demensia, sindroma otak organik karena rudapaksa
kepala dll. (2) Psikosa Fungsional, terdiri dari skizofrenia, gangguan afektif,
gangguan waham dan gangguan psikotik non organik lainnya.

2. Psikotik Akut
Psikotik akut adalah kondisi psikotik yang terjadi secara mendadak, yang
terjadi dalam kurun waktu 1 hari dan kurang dari 1 bulan. Bila psikotik akut
lebih dari 1 bulan dan gejala masih menetap maka sudah jatuh ke diagnosis
skizofrenia.

3. Gangguan Mental Organik


Gangguan mental organik (organic mental disorder/organic brain
syndrome) atau neurocognitive disorders atau gangguan neurokognitif adalah
kondisi satu atau gabungan dari beberapa gangguan fisik yang dapat
memengaruhi fungsi mental. Yang termasuk ke dalam penyakit gangguan
mental organic adalah penyakit parkinson, penyakit huntington, penyakit
lewy body, cedera otak (Traumatic Brain Injury/TBI), degenerasi
frontotemporal, penyakit prion dan demensia akibat infeksi HIV. Kemudian
ada kondisi yang bisa menyebabkan gangguang mental organic, yaitu: cedera
otak yang disebabkan oleh luka berat (trauma), gangguan pernapasan seperti

14
hipoksia dan hiperkapnia, gangguan jantung dan pembuluh darah seperti
stroke, demensia yang diakibatkan oleh gangguan metabolism, kondisi yang
disebabkan oleh obat-obatan dan alkohol, komplikasi dari penyakit kanker
dan infeksi.
Timbulnya gejala psikosis diawali dengan adanya kerusakan atau
gangguan struktural pada suatu organ. Contoh: Trauma kepala, uremia, dsb.
Terdapat 2 bentukan GMO; akut dan kronis. GMO akut khas dengan delirium
yang diikuti halusinasi visual, sedangkan kronis khas dengan demensia. Pada
GMO biasnya tidak diawali dengan adanya gejala prodromal.
Pikirkan kemungkinan gangguan organik bila :
 Episode pertama
 Onset mendadak
 Lansia
 Pemakai Napza
 Terdapat gangguan medis dan neurologic
 Trauma kepala
 Gejala neurologik, gangguan kesadaran, disorientasi, gangguan
daya ingat, halusinasi yang menonjol
 Fluktuasi gejala
Pada pasien skizofrenia memang mengalami halusinasi dan waham
tapi tidak diikuti penurunan kesadaran saat timbulnya waham atau
halusinasi itu. Intelegensinya dan kesadarannya masih normal, masih bisa
diajak bicara walaupun kadang yang disampaikan oleh pasien tidak dapat
dimengerti orang normal.

4. Gangguan Afek
Gangguan afek sering dimasukkan bersama gangguan mood yang disebut
dengan suasana perasaan. karena afek dan mood susah dibedakan akan
keduanya. Afek adalah perasaan yang menguasai segenap hidup jiwa dan
tidak bisa dikontrol serta dikuasai oleh pikiran sedangkan emosia itu adalah
Suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas sehingga untuk
mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu. Afek lebih

15
sering tujukan kepada sesuatu sedangkan mood sering muncul dengan alasan
tidak jelas/ tidak ditujukkan kepada sesuatu. dalam pembahasannya afek dan
emosi sering dijadikan satu jadi diagnosis dan tatalaksanannya sama.
Gangguan afek dan emosi juga adalah salah satu gejala dari skizofrenia. tapi
orang yang terkena gangguan afek dan emosi belum tentu skizofrenia.

5. Gangguan Mood
 Episode manik
- Mood dan perilaku meningkat, ide kebesaran
- Hipomania: tidak sampai mengganggu aktifitas sehari-hari, tidak
ada ide kebesaran
- Dapat disertai gejala psikotik atau tidak
 Gangguan bipolar
- Pada DSM III tidak dibagi menjadi Tipe I dan Tipe II (hanya
ditandai oleh adanya minimal 2 episode gangguan mood dimana ada
penyembuhan sempurna diantara kedua ganggua tersebut). Pada
DSM IV dibagi menjadi tipe I dan tipe II.
- Gangguan Bipolar Tipe I o Setidaknya ada satu episode mania dan
episode depresi atau campuran atau episode mania saja
- Gangguan Bipolar Tipe II o Harus ada satu episode hipomania dan
episode depresi
 Episode depresi
- Gejala utama: anhedonia (kehilangan minat dan kegembiraan),
anenergia (berkurangnya energi), afek depresi yang berlangsung
minimal 2 minggu
- Bisa disertai gejala psikotik atau tidak
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia semestinya lebih singkat.
Sebelum mendiagnosis skizofrenia hanya berdasarkan satu pemeriksaan
status mental saja tanpa informasi tambahan sebaiknya diasumsikan
sebagai gangguan mood.

6. Depresi berat psikotik

16
Pada depresi symptom terjadi sekurang-kurangnya 2 minggu dan terdapat
perubahan dari derajat fungsi sebelumnya. Sedangkan pada skizofrenia
gejalanya adalah 1 bulan. Gejala utama depresi adalah afek depresi,
kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan yang mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas. Pada depresi berat psikotik disertai
adanya waham, halusinasi atau stupor depresif. Karena adanya gangguan
penilaian realita atau adanya waham dan halusinasi inilah yang
menjadikannya diagnosis banding karena hal tersebut juga didapatkan pada
pasien skizofrenia.

3.8. Tatalaksana
Penatalaksanaan dibagi menjadi 3 garis besar :
1. Rawat inap
Untuk perawatan inap di rumah sakit, indikasi utamanya adalah :
 Untuk tujuan diagnostik.
 Menstabilkan medikasi.
 Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.
 Perilaku yang sangat kacau atau.
 Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidak sesuai dasar.
Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara
pasien dan system syarakat. Rencana pengobatan di rumah sakit harus
memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri
sendiri, kualitas hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan di
rumah sakit harus di arahkan untukk mengikat pasien dengan fasilitas
pasca rawat termasuk keluarganya, keluarga angkat, board and care
homes, dan half way house. Pusat perawatan di siang hari ( day care center
) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di
luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki
kualitas kahidupan sehari-hari pasien.

2. Terapi biologis
A. Fase akut
Farmakoterapi

17
Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya
atau orang lain, mengendalikan perilaku yang merusak, mengurangi
beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya agitasi, agresi
dan gaduh gelisah. Obat oral:
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien
sebelumnya dengan antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap
antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat tertentu
terkait cara pemberiannya. Pada fase akut, obat segera diberikan segera
setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis anjuran
dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1 – 3 minggu,
sampai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala.
Meskipun terapi oral lebih baik, pilihan obat injeksi untuk
mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan
segera perlu dipertimbangkan.Terapi elektrokonvulsif : diindikasikan
untuk pasien katatonik serta pasien dengan alasan tertentu tidak dapat
mengonsumsi obat antipsikotik

B. Fase Stabilisasi
Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau
untuk mengontrol, meminimalisasi risiko atau konsekuensi kekambuhan
dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery). Setelah
diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang
8 – 10 minggu sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga
diberikan obat anti psikotika jangka panjang (long acting injectable),
setiap 2-4 minggu.

C. Fase Rumatan
Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis
minimal yang masih mampu mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut,
pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis
dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun
bahkan seumur hidup.

18
3. Terapi psikososial

- Pelatihan keterampilan sosial : selain gejala yang biasa tampak pada


pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan
hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata yang
buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh,
kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta presepsi yang tidak
akurat atau kurangnya presepsi emosional pada orang lain. pelatihan
keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video

19
tape berisi orang lain dan si pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas
bekerja pekerjaan rumah.

- Terapi berorientasi keluarga : Terapi ini sangat berguna karena pasien


skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga
dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya
yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.

- Terapi kelompok : Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya


memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan
nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia

20
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia,
antara lain genetik, metabolisme, neurokimia.
Pada Skizofrenia terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif
mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atau
menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri,
kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. Indikasi pemberian
obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan
mencegah kekambuhan.
Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin,
dan antagonis serotonin-dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab
pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka
deteksi dan pengendalian dini penting, terutama bila sudah ditemukan adanya
gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita
normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Maramis WF, Maramis AA. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2012
Elvira, S., & Hadisukanto, G. (2010). Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Rudi, M. (2013). DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA RUJUKAN RINGKAS DARI
PPDGJ III dan DSM 5.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis (H. Muttaqin & R. N. . Sihombing (eds.); 2nd ed.). EGC.
WHO. (2020). Schizophrenia 4. October 2019, 2019–2020.

22
23

Anda mungkin juga menyukai