Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH HEDONIC SHOPPING MOTIVATION, SHOPPING

LIFESTYLE, SERTA KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU


TERHADAP IMPULSE BUYING PADA PERUSAHAAN RAMAYANA
DEPARTMENT STORE SAMARINDA CENTRAL PLAZA

PROPOSAL

oleh:
AURELIA SALSABILLA ALMIRAH
1701025148

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

pada era modern sekarang dengan perkembangan jaman, kebutuhan berpenampilan dan

berpakaian bukan hanya sekedar seadanya melainkan kebutuhan fashion, dimana pakaian

di padankan dengan serasi untuk tampil menarik.

Dengan seiring waktu, kebutuhan konsumen yang beragam memberikan peluang bisnis

bagi para pelaku bisnis terutama di bidang fashion. Kenyataan ini membuat banyak

bermunculan toko yang menjual berbagai macam jenis produk fashion baik untuk wanita

maupun pria.

Industri fashion di Indonesia semakin dinamis dan persaingan bukan lagi soal harga,

namun juga kualitas dan desain. Kehadiran ritel luar membuat konsumen semakin

memiliki banyak pilihan dan cerdas memilih produk. Masalah merek memang masih

menjadi pertimbangan utama konsumen Indonesia, selanjutnya barulah model dan

kualitas yang menentukan kenyamanan saat dipakai. Memilih tempat berbelanja atau

membeli suatu produk merupakan suatu titik awal interaksi konsumen dengan lingkungan

berbelanja.

2
PT. RAMAYANA LESTARI SENTOSA, Tbk merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak dalam bidang bisnis rantai department store dan toko swalayan yang ada di

Indonesia.

Perkembangan toko Ramayana itu nyatanya menunjukkan hasil yang baik. Terbukti pada

tahun 1985, mereka telah membuka toko cabang yang berada di luar Jakarta yakni di

Bandung. Selain itu, mereka juga mulai mengembangkan produk-produk yang ditawarkan

di toko. Pada toko cabang pertama mereka di Bandung, mereka telah memperkenalkan

produk aksesoris seperti sepatu dan tas yang tak hanya terbatas pada pakaian.

Seiring dengan perkembangan toko yang semakin pesat. Bisnis toko sederhana ini pun

menjelma menjadi sebuah jaringan ritel yang tumbuh secara global. Pada tahun 1989 saja,

Ramayana telah memiliki lebih dari 13 gerai yang mampu mempekerjakan setidaknya

2.500 orang karyawan.

Tak hanya itu, Ramayana juga mulai mengembangkan berbagai varian produk, mulai dari

kebutuhan rumah tangga, mainan hingga perlengkapan alat tulis. Kedudukan Ramayana

semakin kuat saat perusahaan melakukan penawaran umum perdana sejak tahun 1996

seiring dengan pertumbuhan gerai hingga mencapai 45 unit.

Ramayana terus melakukan berbagai inovasi menarik lainnya dengan mengembangkan

konsep belanja satu atap pusat perbelanjaan. Dengan konsep ini, Ramayana semakin

tumbuh dengan jaringan ritel yang terbesar di Indonesia. Hingga saat ini jaringan ritel

Ramayana telah tersebar di lebih dari 42 kota besar yang ada di Jawa, Bali, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi bahkan Ramayana telah membuka jaringan toko di Papua pada

tahun 2010.

Saat ini perusahaan telah mempekerjakan lebih dari 17.867 orang karyawan yang telah

berdedikasi tinggi pada perusahaan. Dengan visi "menjadi jaringan ritel terbesar di

3
Indonesia dengan mengendalikan biaya, meningkatkan layanan pelanggan,

pengembangan sumber daya manusia kami dan mempertahankan hubungan saling

menguntungkan dengan pemasok dan rekan bisnis" Ramayana akan selalu memanjakan

konsumen-nya dengan produk berkualitas tinggi dan harga yang terjangkau.

Perilaku konsumen yang menarik di dalam toko ritel modern adalah adanya perilaku

impulse buying atau perilaku pembelian yang tidak direncanakan akibat adanya

rangsangan lingkungan belanja dan suasana hati.

Perilaku impulse buying juga dapat terjadi di department store sebagai format toko ritel

yang menyediakan kebutuhan produk-produk fashion. Kemudahan mendapatkan

informasi tentang fashion membuat konsumen merasa suka berbelanja untuk memenuhi

kebutuhan akan barang yang belum dimilikinya. Alasan kenapa orang menyukai

berbelanja yaitu karena kesenangan pribadi, mereka ingin memiliki barang-barang yang

belum pernah mereka miliki untuk kepuasan diri. Alasan lain adalah karena terdapat

koleksi barang-barang baru, sehingga timbul rasa ingin bereblanja dan memiliki barang

tersebut. Seseorang yang melihat koleksi terbaru, cenderung merasa ingin memiliki

barang tersebut walaupun sebelumnya tidak memiliki rencana untuk berbelanja. Hal

inilah yang memicu timbulnya fenomena impulse buying (Utami, 2016).

Faktor yang mempenaruhi impulse buying salah satunya adalah hedonic shopping

motivation, Kim (2006) berpendapat bahwa hedonic shopping motivation identik dengan

pemenuhan aspek non fungsional konsumen.

Hedonic shopping motivation merupakan kunci keberhasilan pembelian impulsif.

Menurut Park, Kim dan Forney (2006), hedonic shopping motivation mempunyai peran

penting dalam pembelian impulsif. Oleh sebab itu, sering kali konsumen mengalami

4
pembelian impulsif ketika didorong oleh keinginan hedonis atau sebab lain di luar alasan

`ekonomi, seperti karena rasa suka terhadap suatu produk, senang, sosial atau karena

pengaruh emosional.

Motivasi belanja hedonis (hedonic shopping motivation), merupakan kebutuhan yang

bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya.

Konsumen merasa lebih bersemangat dan puas selama berbelanja ketika mereka

menunjukkan keingintahuan, kebutuhan untuk mengalami pengalaman baru, dan perasaan

menjelajahi dunia baru. Pengalaman yang menyenangkan pada saat berbelanja dapat

disebabkan oleh pemenuhan hasrat emosional, dalam rangka untuk mengurangi atau

bahkan menghilangkan perasaan negatif pada konsumen.

Selain hedonic shopping motivation, shopping lifestyle juga memiliki pengaruh dalam

impulse buying. Menurut Levy, 2009 dalam Chusniasari dan Prijati (2015) shopping

lifestyle didefinisikan sebagai gaya hidup yang mengacu pada bagaimana seseorang

hidup, bagaimana mereka menghabiskan waktu, uang, kegiatan pembelian yang

dilakukan, sikap dan pendapatan mereka tentang dunia dimana mereka tinggal.

Shopping lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan

uang. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk

berbelanja.

Dalam suatu sisitem ekonomi kompetitif dan marketing modern, untuk bertahan dan

mengembangan produknya perusahaan harus membuat suatu inovasi dan strategi

pemasaran yang baik. Untuk menarik minat konsumen perusahaan membuat promosi dan

penawaran kompetitif lainya. Hal terpenting dalam marketing adalah bagaimana marketer

5
dapat menyampaikan pesannya secara baik kepada konsumen. Tidak hanya fokus

terhadap orientasi pasar saja, yang dibutuhkan perusahaan yaitu untuk menjadi pemimpin

pasar.

Komunikasi pemasaran, dalam beberapa bentuknya seperti iklan, promosi penjualan,

sponsorship, personal selling, public relation, dan point-of-purchase, seharusnya

mengembangkan dan menyampaikan pesan berdasarkan tipe obyek berbeda seperti

produk, jasa, toko, event dan orang. Kemajuan teknologi yang tersu berkembang dan

kemajuan ekonomi dalam suatu industry membuat dan menuntut marketer untuk lebih

kreatif dalam menyampaikan pesan mereka. Oleh karena itu, marketing tools yang

marketing tools yang ada dimanfaatkan sedemikan rupa dan saling diintegrasikan untuk

menyampaikan pesan dengan baik. Mengintegrasikan alat- alat pemasaran yang ada

disebut dengan integrated marketing communications (IMC).

Integrated marketing communications (IMC) merupakan sebuah strategi dalam proses

bisnis dengan membuat perencanaan, mengeksekusi dan memonitor brand message yang

bisa menghasilkan atau menciptakan hubungan terhadap customer relationships (Duncan,

2008:17). Secara keseluruhan pemasaran berawal dari marketing mix dan juga melibatkan

internet marketing, advertising, sales promotion ,public relations dan personal selling

(Belch, 2004). Berdasarkan fenomena yang terjadi saat ini, dalam penelitian ini akan di

fokuskan kepada hedonic shopping motivation dan shopping lifestyle serta komunikasi

pemasaran terhadap impulse buying pada konsumen Ramayana department store

samarinda. Berdasarkan latar belakang tersebut maka saya mengangkat penelitian dengan

judul “Pengaruh Hedonic Shopping motivation, Shopping Lifestyle, Serta

Komunikasi Pemasaran Terpadu Terhadap Impulse Buying pada Konsumen

Ramayana Department Store Samarinda Central Plaza”.

6
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai

berikut:

1. Apakah hedonic shopping motivation berpengaruh terhadap impulse buying pada

Konsumen Ramayana Department Store Samarinda Central Plaza?

2. Apakah shopping lifestyle berpengaruh terhadap impulse buying pada Konsumen

Ramayana Department Store Samarinda Central Plaza?

3. Apakah komunikasi pemasaran terpadu berpengaruh terhadap impulse buying pada

Konsumen Ramayana Department Store Samarinda Central Plaza?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh hedonic shopping motivation terhadap impulse buying pada

konsumen ramayana department store samarinda central plaza

2. Mengetahui pengaruh shopping lifestyle terhadap impulse buying pada konsumen

ramayana department store samarinda central plaza

3. Mengetahui pengaruh komunikasi pemasaran terpadu terhadap impulse buying pada

konsumen ramayana department store samarinda central plaza

7
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keragaman

di ilmu manajemen khususnya di bidang manajemen pemasaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pemahaman

berkaitan dengan hedonic shopping value, shopping lifestyle, emosi positif,

dan impulse buying.

b. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi rujukan

apabila akan melakukan penelitian berkaitan dengan masalah yang sama.

c. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan dalam ilmu

manajemen khususnya dalam hal impulse buying.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hedonic Shopping Motivation

2.11 Hedonic Shopping Motivation

Menurut Utami (2010:47), Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk

berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak

memperhatikan manfaat dari produk yang dibeli. Sedangkan menurut Japarianto

(2010:78) Hedonic shopping merupakan suatu keinginan seseorang untuk

mendapatkan suatu kesenangan yang dapat dipenuhi dengan cara menghabiskan

waktu untuk mengunjungi pusat perbelanjaan, mall, menikmati suasana atau atmosfer

yang ada di pusat perbelanjaan itu sendiri meskipun mereka tidak membeli apapun

atau hanya melihat – lihat saja.

Berdasarkan pemaran diatas dapat disimpulkan hedonic shopping motivation

merupakan sebagai pemahaman mengenai ketika seseorang berbelanja itu adalah

suatu kesenangan, keinginan, dan motivasi tersendiri bagi orang yang berbelanja.

9
2.1.2 Indikator hedonic shopping motivation

Arnold dan Reynolds (2003) menyebutkan enam indikator

untuk mengukur tingkat hedonis seorang konsumen, yaitu:

1. Adventure shopping

Suatu bentuk eksperimen dalam arti petualangan belanja seseorang sebagai bentuk

ungkapan seseorang dalam berbelanja. (Black, Ostlund, & Westbrook, 1985).

2. Gratification shopping

Suatu bentuk kegiatan seseorang dalam berbelanja yang dilakukan dengan maksud

untuk menghilangkan penat sebagai alternatif untuk menghilangkan mood negatif dan

kegiatan berbelanja untuk memperbaiki mental (Arnold & Reynolds, 2003).

3. Role shopping

Situasi dimana banyak konsumen lebih suka berbelanja untuk orang lain daripada

untuk dirinya sendiri (Arnold & Reynolds, 2003).

4. Value shopping

10
Situasi dimana adanya kenikmatan yang dihasilkan ketika konsumen berburu untuk

mencari diskon, promosi, tawar menawar lainya. Konsumen yang membeli barang

diskon akan merasa sangta senang dan menganggap dirinya sebagai pembeli yang

pintar. (Black, Ostlund, & Westbrook, 1985).

5. Social shopping

Sebuah proses pembelian yang lebih mengacu untuk mementuk pengalaman

berbelanja bersama keluarga, teman, sahabat, atau orang tertentu. Tujuanya adalah

agar tercapainya pengalaman kekeluargaan dengan lingkungan sosial. (Arnold &

Reynolds, 2003).

6. Idea shopping

Suatu keadaan dimana mayoritas konsumen pergi berbelanja karena mereka ingin

mengetahui tren baru (Arnold & Reynolds, 2003).

2.2 Shopping Lifestyle

2.2.1 Pengertian Shopping Lifestyle

Menurut Setiadi (2003) Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang

diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang

mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya. Dalam diri

11
seseorang tentunya memiliki gaya berbelanja dengan caranya masing-masing. Cara

hidup seseorang untuk mengekspresikan diri dengan pola-pola tindakan yang

membedakan antara satu dengan orang lain melalui gaya berbelanja. Menurut Levy,

2009 dalam Chusniasari dan Prijati (2015) shopping lifestyle adalah gaya hidup yang

mengacu pada bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka menghabiskan waktu,

uang, kegiatan pembelian yang dilakukan, sikap dan pendapat mereka tentang dunia

dimana mereka tinggal. Gaya hidup seseorang dalam membelanjakan uang tersebut

menjadikan sebuah sifat dan karakteristik baru seorang individu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa shopping lifestyle ini adalah cara gaya hidup seseorang

mengekspresikan diri dengan bagaimana mereka menghabiskan waktu mereka,

bagaimana mereka menghabiskan uang mereka dan sebagainya.

2.2.2 Indikator shopping lifestyle

Menurut Cobb dan Hoyer terdapat enam indikator untuk mengetahui hubungan

shopping lifestyle terhadap impulse buying (Cobb dan Hoyer, 1986 dalam Japarianto

dan Sugiharto, 2011) sebagai berikut :

1. Beli setiap tawaran iklan

2. Membeli pakaian model terbaru

3. Belanja produk merk yang paling terkenal

4. Yakin merek terkenal yang dibeli terbaik dalam hal kualitas

5. Belanja lebih dari satu merek

6. Yakin ada dari merk lain (kategori produk) yang sama seperti yang dibeli

12
2.3 Komunikasi Pemasaran Terpadu

2.3.1 Komunikasi Pemasaran Terpadu

Shimp (2010) mendefinisikan IMC sebagai sebuah proses komunikasi yang terdiri

dari perencanaan, penciptaan, pengintegrasian dan penerapan berbagai bentuk komunikasi

pemasaran (iklan, sales promotion, publikasi, event dan lain sebagainya).

Integrated Marketing Communications (IMC), konsep yang berkembang di tahun

1980an ini didefinisikan oleh Schultz (2004:43) sebagai sebuah strategi dalam proses bisnis

dengan membuat perencanaan, membangun, mengeksekusi dan mengevaluasi pelaksanaan

program komunikasi merek yang terkoordinasi pada konsumen, pelanggan, atau sasaran

lain. yang relevan dengan audience eksternal dan internal.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemasaran terpadu ini merupakan strategi dalam

proses suatu bisnis sebagai sebuah proses komunikasi.

2.3.2 Indikator komunikasi pemasaran terpadu

1. Advertising

Ramayana department store melakukan pemasaran melalui periklanan seperti

tv, radio, majalah, koran.

2. Internet marketing

Ramayana department store melakukan pemasaran secara online untuk

mengkomunikasikan produknya.

13
3. Public relations

Ramayana department store melakukan pemasaran melalui event, press

conference, news release.

4. Personal selling

Ramayana department store melakukan pemasaran komunikasi secara

langsung dengan memodifikasi pesan komunikasi agar sesuai dengan

keinginan konsumen.

5. Promosi penjualan

Ramayana department store melakukan pemasaran dengan memberikan

potongan harga kepada konsumen agar tertarik

2.4 Impulse Buying

2.4.1 Pengertian Impulse Buying

Menurut Mowen (2008), Impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli

yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat

membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Sedangkan menurut Strack (2005) dalam

Chusniasari dan Prijati (2015), Impulse buying didefiniskan sebagai pembelian yang tiba-tiba

dan segera tanpa ada minat pembelian sebelumnya.

2.4.2 Indikator impulse buying

Menurut penelitian Engel (1995), pembelian berdasar impulse memiliki karakteristik

berikut ini:

1. Pembelian dengan spontan

14
Pembelian yang tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli

sekarang.

2. Pembelian tanpa berpikir sebab akibat

Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak

dengan seketika.

3. Pembelian terburu-buru

Desakan spontan untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan

sebagai “menggairahkan”.

4. Pembelian dipengaruhi keadaan emosional, adanya motivasi konsumen untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.

2.5 Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Hedonic Shopping Motivation terhadap Impulse Buying

Menurut Nguyen, dkk dalam Prastia (2013:2), perilaku belanja hedonis mengacu pada

rekreasi, perasaan menyenangkan, keadaan intrinsik, dan berorientasi pada stimulasi

motivasi. Sedangkan menurut Mowen (2008), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan

membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan

atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko.

15
H1: Terdapat pengaruh positif antara Hedonic Shopping Motivation (X1) terhadap

Impulse Buying (Y)

2.5.2 Pengaruh Shopping Lifestyle terhadap Impulse Buying

Menurut Levy, 2009 dalam Chusniasari dan Prijati (2015) shopping lifestyle adalah gaya

hidup yang mengacu pada bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka menghabiskan

waktu, uang, kegiatan pembelian yang dilakukan, sikap dan pendapat mereka tentang dunia

dimana mereka tinggal. Sedangkan impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli

yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat

membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko (Mowen, 2008).

H2: Terdapat pengaruh positif antara Shopping Lifestyle (X2) terhadap Impulse

Buying

2.5.3 Pengaruh Komunikasi Pemasaran Terpadu terhadap Impulse Buying

Menurut Borgerson dan jonatahan E. (2002) menyatakan komunikasi pemasaran tergantung

pada representasi visual untuk menghasilkan gambar pada makna merek, dan simulasi

spektakuler yang menciptakan aspsiasi dalam benak konsumen. Sedangkan impulse buying

didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai

hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko

(Mowen, 2008).

H3: Terdapat pengaruh positif antara komunikasi pemasaran terhadap impulse buying

2.6 Penelitian Terdahulu

16
Beberapa penelitian terdahulu sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Dayang Asnimg Kosyu, Kadarisman Hidayat

dan Yusri Abdillah mengenai “ Pengaruh Hedonic Shopping Motives Terhadap

Shopping Lifestyle dan Impulse Buying (Survei pada Pelanggan Outlet Stradivarius

di Galaxy Mall Surabaya)”. Variabel yang digunakan diantaranya adalah hedonic

shopping motives (X1), shopping lifestyle (Y1), impulse buying (Y2). Permodelan

persamaan struktural data darj 116 responden pengambilan sample menggunakan

Accidental Sampling. Kemudian digunakan untuk menguji 3 hipotesis. Hasilnya

motivasi berbelanja hedonis, gaya hidup berbelanja, dan pembelian implusif

semuanya memiliki efek positif.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuniar Indah Suhartini, Rodhiyah, Sari

Listyorini mengenai

“ Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Invovlement, dan Hedonic Shopping

Motivation Terhadap Impulse Buying (Studi kasus pada Konsumen Matahari

Department Store di Kota Semarang)”. Variabel yang digunakan diantaranya adalah

shopping lifestyle (X1), fashion involvement (X2), hedonic shopping motivation

(X3), impulse buying (Y1). Permodelan persamaan struktural data dari 100 responden

dengan teknik pengambilan sample menggunakan accidental sampling dan puposive

sampling yaitu menggunakan syarat tertentu seperti usia minimal 18-50 tahun, telah

melakukan pembelian yang tidak direncanakan minimal 2 kali dalam 1 tahun di

Matahari Department Store. Kemudian digunakan untuk menguji 4 hipotesis.

Hasilnya gaya hidup berbelanja, keterlibatan mode, motivasi berbelanja hedonic

17
semuanya memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pembelian

implusif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Veronica LaviniaLaksono mengenai “ Pengaruh

Shop Environment, Staff, Integrated Marketing Communications, dan Hedonic value

Terhadap Impulsive Buying Pada Konsumen Carrefour di Surabaya “. Variabel yang

digunakan diantaranya adalah shop environtment (X1), Staff (X2), integrated

marketing communications (X3), hedonic value (X4), implusive buying (Y1).

Permodelan persamaan struktural data dari 100 responden dengan menggunakan

teknik sampel purposive sampling dengan kriteria usia minimal 17 tahun karena pada

usia tersebut dianggap dewasa. Kemudian digunakan untuk menguji 6 hipotesis.

Hasilnya lingkungan toko, karyawan, komunikasi pemasaran, nilai hedonis memiliki

pengaruh positif terhadap pembelian implusif.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Lia Octaria Pasaribu, Citra Kusuma Dewi

mengenai “ Pengaruh Hedonic Shopping Motivation Terhadap Impulse Buying Pada

Toko Online: Studi pada Toko Online Zalora “. Variabel yang digunakan diantaranya

adalah hedonic shopping motivation (X1), impulse buying (Y1). Permodelan

persamaan struktural data dari 97 responden tetapi penulis menggenapkan 100

responden dengan penelitian menggunakan teknik non probability sampling dengan

pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kemudian digunakan

untuk mnenguji 2 hipotesis.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Ummi Mardhotus Sholihah, N. Rachma, Afi

Rachmat Slamet mengenai “ Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement,

Hedonic Shopping Motivation, dan Sales Promotion Terhadap Impulse Buying di

Malang Town Square dan Mall Olympic Garden”. Variabel yang digunakan

18
diantaranya adalah shopping lifestyle (X1), fashion involvement (X2), hedonic

shopping motivation (X3), sales promotion (X4), impulse buying (Y1).

Permodelan persamaan struktural data dari 96 responden berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan dengan menggunakan teknik sampel aksidental sampling. Kemudian

digunakan untuk menguji 5 hipotesis. Hasilnya keterlibatan mode, motivasi

berbelanja hedonis, dan promosi pembelanjaan berpengaruh positif terhadap

pembelian implusif.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Crusyta Valencus Hursepuny, Farah Oktaviani

mengenai “ Pengaruh Hedonic Shopping Motivation Dan Shopping Lifestyle

Terhadap Impulse Buying Pada Konsumen Shopee_Id”. Variabel yang digunakan

diantaranya adalah hedonic shopping motivation (X1), shopping lifestyle (X2), impulse

buying (Y1). Permodelan persamaan struktural data dari 100 responden dan

menggunakan teknin sampling non proaility sampling dengan tekning accidental

sampling. Kemudian digunakan untuk menguji 4 hipotesis. Hasilnya, motivasi

berbelanja hedonis, gaya hidup berbelanja berpengaruh signifikan teradap impulse

buying.

7. Penelitian yang digunakan oleh Erni Veronika Siregar, Citra Kusuma Dewi

mengenai “ Pengaruh Hedonic Shopping Motivation Terhadap Impulse Buying Pada

Toko Online ( studi pada berrybenks.com ) “. Variabel yang digunakan diantaranya

adalah motivasi berbelanja hedonis (X1), impulse buying (Y1). Permodelan persamaan

struktural data dari 100 responden dengan menggunakan teknik sampel non

probability dengan accidental sampling.

8. Penelitian yang digunakan oleh Widia Sefiska, Whyosi Septrizola mengenai “

Pengaruh Hedonic Shopping Motivation, dan Shopping Lifetyle Terhadao E-Impulse

Buying Mahasiswa Universitas Negeri Padang pada Lazada.co.id “. Variabel yang

19
digunakan hedonic shopping motivation (X1), shopping lifestyle (Xz), E-impulse

buying (Y1). Permodelan persamaan struktural data dari 100 responden dengan

menggunakan teknik sampel purposive sampling. Kemudian digunakan untuk

menguji 2 hipotesis. Hasilnya hedonic shopping motivation, shopping lifestyle

berpengaruh positif pada e-impulse buying.

9. Penelitian yang digunakan oleh Nadiyatuzzuhroh, Muslichah Erma Widiana, Enny

Istanti mengenai “ Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion involvement dan Hedonic

shopping Value Terhadap Impulse Buying Pelanggan di Diana Accessories Store

Surabaya “. Variabel yang digunakan shopping lifestyle (X1), fashion involvement

(X2), hedonic shopping value (X3), impulse buying (Y1). Permodelan persamaan

structural data dari 300 responden dengan menggunakan teknik sampel rumus solvin.

Kemudian digunakan untuk rnenguji 3 hipotesis. Hasilnya, shopping lifestyle, fashion

involvement, dan hedonic shopping motivation berpengaruh dominan dan signifikan

terhadap impulse buying.

10. Penelitian yang digunakan oleh Hanifah Syafri, Eri Besra mengenai “ Pengaruh

Hedonic Shopping Motivation, Store Atmospehere, dan Sales Promotion Terhadap

Impulse Buying ( Survey; Pada Konsumen Kosmetik Transmart Kota Padang “.

Variabel yang digunakan hedonic shopping motivation (X1), store atmospehere (X2),

sales promotion (X3), impulse buying (Y1). Permodelan persamaan struktural data dari

120 responden dengan menggunakan teknik sample random sampling dengan kriteria

wanita yang berbelanja kosmetik di transmart padang, konsumen wanita yang

mempunyai pekerjaan dan sudah mempunyai pendapatan, dan berumur diatas 17

tahun. Kemudian digunakan untuk menguji 3 hipotesis. Hasilnya, hedonic shopping

motivation,store atmosphere, dan sales promotion berpengaruh signifikan terhadap

impulse buying.

20
2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan dari gambar kerangka konsep penelitian, maka penelitian ini

menggunakan alat analisis PLS.

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional Variabel

3.1.1 Hedonic Shopping Motivation (X1)

merupakan motivasi konsumen untuk berbelanja. Indikator hedonic shopping motivation

didasarkan pada penelitian yang dikembangan:

1. Adventure shopping

Yaitu seseorang lebih cenderung mencari sebuah eksperimen dalam arti petualangan

berbelanja sebagai bentuk ungkapan seseorang.

2. gratification shopping

Yaitu seseorang lebih cenderung berbelanja untuk menghilangkan penat sebagai

alternative untuk menghilangkan mood negative.

22
3. role shopping

Yaitu seseorang cenderung lebih suka berbelanja untuk orang lain daripada untuk

dirinya sendiri.

4. value shopping

Yaitu seseorang lebih cenderung memebeli barang diskon karena adanya kenikmatan

tersendiri.

5. social shopping

Yaitu seseorang lebih cenderung melakukan pembelian untuk membentuk

pengalaman berbelanja bersama orang terdekat.

6. idea shopping

Yaitu seseorang lebih cenderung pergi berbelanja karena mereka ingin mengetahui

tren baru.

3.1.2 Shopping Lifestyle (X2)

merupakan gaya hidup berbelanja seseorang bagaimana mereka menghabiskan yang,

kegiatan pembelian, dan sikap. Indikator shopping lifestyle didasarkan pada penelitian yang

dikembangkan:

1. Beli setiap tawaran iklan

Seseorang lebih sering memperhatikan iklan dari suatu produk.

2. Beli produk merek terbaru

Seseorang lebih sering membeli pakaian model terbaru untuk mengikuti tren yang ada

saat itu.

3. belanja merek yang paling terkenal

Seseorang lebih sering membeli merek yang paling terkenal karena mengikuti tren

masyarakat pada saat itu dan kualitas bagus.

23
4. yakin merek terkenal yang dibeli terbaik dalam hal kualitas

Seseorang harus yakin bahwa merek yang dibeli terbaik dalam kualitas karena melihat

masyarakat yang sudah membeli dan berdasarkan review masyarakat.

5. Belanja lebih dari satu merek

Seseorang lebih sering membeli berbagai merek karena setiap penjual pasti berbeda

menjual model produk itu sendiri.

6. yakin ada dari merek lain yang sama seperti dibeli

Seseorang lebih sering yakin bahwa merek yang ia beli pasti ada merek lain diluar

sana yang sama seperti yang ia beli.

3.1.3 Komunikasi Pemasaran Terpadu (X3)

merupakan sarana di mana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk, dan

mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek

yang dijual. Indikator komunikasi pemasaran didasarkan pada penelitian yang dikembangkan:

1. Advertising

Ramayana department store melakukan pemasaran melalui periklanan seperti

tv, radio, majalah, koran.

2. Internet marketing

Ramayana department store melakukan pemasaran secara online untuk

mengkomunikasikan produknya.

3. Public relations

Ramayana department store melakukan pemasaran melalui event, press

conference, news release.

4. Personal selling

24
Ramayana department store melakukan pemasaran komunikasi secara

langsung dengan memodifikasi pesan komunikasi agar sesuai dengan

keinginan konsumen.

5. Promosi penjualan

Ramayana department store melakukan pemasaran dengan memberikan

potongan harga kepada konsumen agar tertarik

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, obyek,

transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi obyek

penelitian (Mudrajat, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan konsumen

ramayana department store samarinda yang melakukan impulse buying. Sampel merupakan

sebagian atau wakil dari populasi yang memiliki sifat dan karakter yang sama serta

memenuhi populasi yang diselidiki (Sugiono, 2008). Teknik yang digunakan dalam penelitian

ini adalah nonprobability sampling. Teknik nonprobability sampling adalah semua elemen

dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel (Wijaya,

2013). Teknik nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Selain itu alasan

menggunakan ini adalah karna untuk lebih menghemat tenaga, waktu dan biaya.

Penentuan besarnya sampel menurut ferdinand (2014;173) membutuhkan paling sedikit 5

sampai 10 kali jumlah indikator. Pada penelitian ini memiliki 19 indikator. Maka jumlah

sampel yang diambil sebesar 95 sampel atau responden. Namun sebagai antisipasi adanya

25
kesalahan data maka akan disebar kuesioner sebanyak 120 kuesioner dan disortir setelah

penyebaran kuesioner, maka kuesioner yang layak digunakan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 120 kuesioner.

3.3 Data dan Teknik Pengumpulan data

1. Data primer

Data yang digunakan sebagai pertimbangan dalam penelitian ini adalah data primer.

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan dari sumber

utama oleh peneliti.

2. Data sekunder

Data yang berasal dari berbagai sumber yang dengan mempelajari berbagai macam

tulisan seperti buku, jurnal, dan yang lainya yang dapat mendukung penelitian.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode survei yang menggunakan

kuesioner, yaitu berupa daftar pertanyaan mengenai gambaran umum tentang perhatian

responden dan pendapat responden mengenai objek penelitian. Menurut Sugiyono (2008)

kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

26
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Responden menjawab pertanyaan dalam

kuesioner dengan memberi tanda tertentu pada jawaban yang disediakan. Daftar pertanyaan

yang diberikan dalam kuesioner mengenai variabel pengaruh hedonic shopping motivation,

dan shopping lifestyle serta komunikasi pemasaran terhadap impulse buying. Kategori

penilaian dalam penelitian dimana masing-masing pernyataan diberi skor 1-5 yaitu 1 = sangat

tidak setuju , 2 = tidak setuju, 3 = cukup setuju, 4 =setuju, dan 5 = sangat setuju.

3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen.. Validitas konstruk dalam penelitian ini diuji dengan

menggunakan bivarate person (korelasi produck momen person), cara yang

dilakukan dengan mengkorelasikan masing-masing item dengan nilai total

penjumlahan keseluruhan item yang diolah dengan menggunakan program SPSS

versi 25, dimana dikatakan valid apabila memiliki nilai korelasi product moment

melebihi atau di atas dari 0,50.

b. Uji Reliablitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui akurat dan tepat atau tidaknya suatu

instrumen. Menurut Azwar (2009) reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata-kata

yang artinya keterpercayaan, keterandalan, konsistensi dan sebagainya. Hasil

pengukuran dapat dipercaya bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran

terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek

yang diukur tidak berubah.

27
3.5 Metode Analisis Data

3.6.1 Partial Least Square (PLS)

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis data software smart PLS.

Menurut Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2009) PLS (Partial Least Square) adalah:

Analisis persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat

melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Model

pengukuran digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural

digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi). Selanjutnya

Jogiyanto dan Abdillah (2009) menyatakan analisis Partial Least Squares (PLS) adalah

teknik statistika multivarian yang melakukan perbandingan antara variabel dependen

berganda dan variabel independen berganda.

3.6.2 Model Pengukuran (Outer Model)

Outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator yang berhubungan dengan

variabel latenya (Jaya et.AL., 2008).

Menurut Vicenzo (2010) uji yang dilakukan pada outer model yaitu convergent validity,

discriminant validity, composite reliability, average variance extracted, dan cronbach

alpa.

1. Convergent Validity

Validitas konvergen merupakan nilai loading pada faktor variabel laten dengan

indikator-indikatornya. Nilai yang di harapkan pada validitas konvergen adalah >0.5.

2. Discriminant Validity

Validitas diskriminan yaitu nilai cross loading faktor yang berguna untuk mengetahui

apakah konstruk memiliki diskriminan yang memadai yaitu dengan cara

28
membandingkan nilai loading pada suatu konstruk yang dituju harus lebih besar

dibandingkan nilai loading konstruk lain.

3. Composite Reliability

Uji reabilitas ini merupakan data yang dimiliki Composite Reliable >0.7 mempunyai

nilai realibilitas yang tinggi.

4. Average Variance Extracted (AVE)

Nilai AVE yang diharapkan adalah >0.5.

5. Cronbach Alfa

Uji realibilitas diperkuat dengan Cronbach alpha atau Composite Reliability. Nilai

yang diharapkan >0.7 untuk semua konstruk.

3.6.3 Evaluasi Model Struktural (inner model)

Uji pada model structural dilakukan dengan tujuan untuk menguji suatu hubungan antara

konstruk laten. Beberapa uji model structural menurut Vicenzo (2010) yaitu:

1. R Square Pada Konstruk Endogen

Nilai R square merupakan koefesien suatu determiasi pada konstruk endogen.

Menurut Chin (1998) yaitu, nilai R square sebesar 0.67 menunjukkan kuat, 0.33

menunjukkan moderat, dan 0.19 lemah.

2. Estimate for Path Coefficients

Yaitu merupakan nilai koefisien jalur atau besarnya suatu hubungan dan pengaruh

dalam konstruk laten dan dilakukan dengan prosedur Bootstrapping.

3. Prediction Relevance (Q Square)

Q square atau yang lebih dikenal dengan Stone-Geisser’s yaitu uji ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui kapabilitas prediksi dengan prosedur blindfolding.

29
Jadi, apabila nilai yang didapatkan 0.02 menunjukkan kecil, 0.15 menunjukkan

sedang, dan 0.35 menunjukkan besar dan hanya dapat dilakukan untuk konstruk

endogen dengan indikator reflektif.

3.6.4 Pengujian Hipotesis

Pada pengujian hipotesis ini dengan melihat nilai probabilitasnya dan t

statistiknya. Untuk nilai probabilitas, nilai p-value dengan alpha yaitu sebesar 5%

adalah kurang dari 0,05. Dan nilai t statistic untuk alpha sebesar 5% adalah 1,96.

Jadi, kriteria penerimaan hipotesis adalah t-statistik>t-tabel.

3.6.5 Konstruksi Diagram Jalur

Langkah untuk mengkonstruksi diagram jalur yaitu dengan cara menghubungkan

konstruk laten dan menghubungkan antara konstruk laten dengan variabel

indikatornya seperti:

X = Vektor variabel laten eksogen

30
Y = Vektor variabel laten endogen

3.7 Konverensi Diagram Ke Sitem Persamaan

3.7.1 Outer model

Outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator yang berhubungan dengan

variabel latenya (Jaya et.AL., 2008). Persamaan blok dengan indikator refleksi dapat

ditulis sebagai berikut :

x = λxξ+ Ԑx

y = λη +ɛy

Yaitu, x dan y adalah indikator untuk variabel eksogen dan endogen. Sedangkan x dan

y merupakan matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang

menghubungkan variabel laten dengan indikatornya residual yang diukur seperti  dan 

dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran. Model indikator formatif

persamaanya dapat ditulis sebagai berikut :

Yaitu , , X dan Y sama dengan persamaan sebelunya. Dengan 

dan  seperti kefisien regresi berganda dari variabel laten terhadap indikator, sedangkan

 dan  adalah residual dari sebuah regresi.

Outer model menghubungkan antara blok indikator dengan variabel latenya. Persamaan

outer model dalam konstruk reflektif adalah sebagai berikut :

a. Variabel Laten Eksogen

Variabel laten eksogen 1, Hedonic Shopping Motivation

31
HSM1 = HSM1 + 1

HSM2 = HSM2 + 2

HSM3 = HSM3 + 3

HSM4 = HSM4 + 4

HSM5 = HSM5 + 5

HSM6 = HSM6 + 6

Variabel laten eksogen 2, Shopping Lifestyle

SL1 = SL1 + 1

SL2 = SL2 + 2

SL3 = SL3 + 3

SL4 = SL4 + 4

SL5 = SL5 + 5

32
SL6 = SL6 + 6

Variabel laten eksogen 3, Komunikasi Pemasaran

KP1 = KP1 + 1

KP2 = KP2 + 2

KP3 = KP3 + 3

KP4 = KP4 + 4

b. Variabel Laten Endogen

Variabel laten endogen 1, Impulse Buying

IB1 = IB1 + 1

IB2 = IB2 + 2

IB3 = IB3 + 3

33
IB4 = IB4 + 4

Keterangan :

Y = Impulse Buying

X1 = Hedonic Shopping Motivation

X2 = Shopping Lifestyle

X3 = Komunikasi Pemasaran

λ = Loading factor variabel laten

δ = pengukuran variabel laten eksogen

Ԑ = pengukuran variabel laten endogen

3.7.2 Inner model

Model struktural (Inner Model) dievaluasi dengan melihat persentase variance yang

dijelaskan oleh nilai R-Square (R2) untuk variabel dependen dengan menggunakan ukuran

Stone-Geisser Q-Square test (Stone, 1974; Geisser, 1975) dan juga melihat besarnya

koefiseien jalur struktural. Model persamaannya dapat ditulis seperti dibawah ini :

η = βo + βη + Гξ + ζ

Yaitu η adalah vector endogen (dependen) variabel laten, ξ adalah vector variabel eksogen

(independent) dan ζ adalah vector variabel residual. Karena, PLS di desain untuk model

resurvuve, maka hubungan antar variabel laten dan setiap variabel dependen dapat ditulis

sebagai berikut :

Ƞ1 = Σiβjiηi + ΣiYjiξi + ζj

34
Yaitu βji dan Yji merupakan sebuah jalur yang menghubungkan variabel endogen (Ƞ) dan

variabel eksogen (ξ), rentang I dan b adalah merupakan range indices dan ζj merupakan

tingkat kesalahan suatu pengkuruan.

35

Anda mungkin juga menyukai