Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
MOLA HIDATIDOSA
Oleh
Abella Verda Dea Amanda
NIM. 2010017029
Dosen Pembimbing
dr. Marihot Pasaribu, Sp.OG
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
segala rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refleksi
kasus yang berjudul “Mola Hidatidosa”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan refleksi kasus ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada:
1. dr. I.G.A.A Sri M. Montessori, Sp.OG selaku Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD AWS Samarinda.
2. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG selaku Kepala Laboratorium Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Marihot Pasaribu, Sp.OG(K)Onk sebagai dosen pembimbing klinik
selama mengikuti stase Obstetri dan Ginekologi.
4. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi, terima kasih atas ilmu yang telah
diajarkan kepada kami.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Definisi...............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko.........................................................................3
2.3 Etiologi...............................................................................................................4
2.4 Klasifikasi..........................................................................................................5
2.5 Patogenesis.........................................................................................................6
2.6 Diagnosis............................................................................................................7
2.7 Diagnosis Banding...........................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................................12
2.9 Komplikasi.......................................................................................................23
2.10 Prognosis..........................................................................................................24
BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................25
3.1 Kesimpulan......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengetahui teori tentang mola hidatidosa.
1.3 Manfaat
1
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya mengenai mola hidatidosa.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Plasenta dengan vili korialis berkembang tidak
sempurna dengan gambaran adanya pembesaran, edema, dan vili vesicular
sehingga menunjukkan berbagai ukuran trofoblas proliferative abnormal.2
3
dkk. (1998) melaporkan bahwa 23 persen wanita pernah mengalami 2 kali
kehamilan mola memiliki mola ketiga. Mola hidatidosa berulang pada wanita
dengan pasangan yang berbeda menandakan bahwa pembentukan mola
disebabkan oleh defek oosit.4
3. Faktor lain
Pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya serta riwayat abortus meningkatkan
kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat. Studi-studi lain
mengungkapkan adanya peran merokok, berbagai defisiensi vitamin, dan
peningkatan usia ayah.4
2.3 Etiologi
Hingga kini belum diketahui penyebab pasti dari mola hidatidosa.
Berbagai teori telah diajukan, antara lain4:
1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu
terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan
kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan hari ke 13
dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan angiogenesis.
4
2. Teori Neoplasma dari Park
Menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai
fungsi abnormal juga, dimana terjadi proses resorpsi cairan yang berlebihan
ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah.
2.4 Klasifikasi
Gangguan Mola hidatidosa diklasifikan menjadi mola hidatidosa komplet
(complete hydatidiform mole/CHM) dan mola hidatidosa parsial (partial
hydatidiform mole/PHM). Tabel berikut mendeskripsikan perbedaan kedua jenis
mola hidatidosa.4,7
2.5 Patogenesis
5
Mola hidatidosa secara patofisiologi dan sitogenetik dibagi dalam dua tipe
yaitu mola hidatidosa komplit (complete mole) dan mola hidatidosa parsial
(partial mole). Mola hidatidosa komplit berasal dari fertilisasi ovum tanpa
nukleus atau nukleusnya tidak aktif sehingga tumbuh kembang didominasi inti
spermatozoa. Struktur histologik mola hidatidosa komplit mempunyai sifat:
degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma vili, tidak terdapat pembuluh darah
didalam vili yang bengkak, proliferasi sel epitel trofoblast dengan derajat yang
beragam, serta tidak terdapat janin dan amnion. Komposisi kromosom yang paling
sering ditemukan pada mola hidatidosa komplit adalah 46, XX dengan kromosom
seluruhnya berasal dari paternal.
Mola hidatidosa parsial terdapat perubahan hidrofik pada sebagian vili,
masih ada gambaran vaskuler, proliferasi hanya terjadi pada lapisan
sinsiotrofoblast, dan kadang terdapat janin yang normal. Komposisi kromosom
pada mola hidatidosa parsial adalah triploid (69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY)
dengan komposisi satu dari maternal dan dua dari paternal Hingga kini belum
diketahui penyebab pasti dari mola hidatidosa.8,9
Berbagai teori telah diajukan, antara lain:
6
kosong oleh satu sperma yang kemudian kromosomnya mengalami duplikasi. (B)
Yang jarang terjadi ialah mola hidatidosa komplit berasal dari dua sperma
(dispermia), dimana dua sperma membuahi satu sel telur yang kosong. (C) mola
hidatidosa parsial berasal dari dua sperma yang membuahi satu sel telur (ovum).
Sebagian kecil mola hidatidosa komplit memiliki kromosom 46XY, atau
memiliki kromosom 46 XX, yang mana hal ini berasal dari dua sel sperma yang
membuahi satu sel telur yang kosong sehingga terbentuk penyatuan 2 nukleus dari
ayah. Mola hidatidosa dengan kromosom 46YY tidak ditemukan, hal ini
menggambarkan bahwa hal itu merupakan suatu kondisi yang letal dengan angka
kehidupan yang terbatas. Angka mola hidatidosa komplit sekitar 15% adalah
dispermia. Mola hidatidosa yang triploid dan tetraploid jarang terjadi. Ini juga
berasal semata-mata dari DNA ayah. Sebagai perbandingan, mola hidatidosa
parsial biasanya bersifat triploid. Mereka berasal dari pembuahan satu sel telur
dengan dua sperma, yang mana perbandingan kromosom ayah dibandingkan ibu
ialah 2:1 (Gambar C). Jadi, mola hidatidosa parsial umumnya 69XXX, 69XXY,
atau jarang 69XYY.10
2.6 Diagnosis
2.6.1. Manifestasi Klinik
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu riwayat amenorea, mual, muntah, pusing dan lain-lain,
hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih
pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur
kehamilan,namun ada juga kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan.3
Perdarahan uterus merupakan gejala utama mola. Perdarahan uterus
hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak sampai perdarahan
berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau, yang lebih sering
terajdi secara intermiten selama beberapa minggu sampai bahkan bulan. Efek
dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian
wanita yang molanya lebih besar. Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang
tertutup di dalam uterus.4
7
Keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah
sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh
dengan rata-rata 12-14 minggu. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola
hidatidosa masuk dalam kedaan anemia.4 Dalam hal ini anemia yang terjadi ialah
anemia defisiensi zat besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat
eritropoeisis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual
dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat
berproliferasi.4
Pada mola hidatidosa komplit gejala yang dominan adalah perdarahan
vagina. Tanda klasik dari mola hidatidosa selain perdarahan vaginal adalah tidak
adanya denyut jantung janin dan ukuran uterus yang lebih besar dari perkiraan
usia getasi sehingga menimbulkan keluhan nyeri perut. Pada mola hidatidosa
parsial gejala yang banyak terjadi adalah perdarahan ireguler. Berbeda dengan
mola hidatidosa komplit, mola hidatidosa parsial biasanya tidak menyebabkan
terjadinya pembesaran ukuran uterus. Namun, janin dapat hidup berdampingan
dengan mola hidatidosa parsial. Pada umumnya, pasien dengan mola hidatidosa
parsial datang dengan gejala missed abortion atau abostus inkomplit dan baru
dapat di diagnosis setelah dilakukan pemeriksaan histologi dari hasil kuret.3,4
8
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial
mungkin dapat didengar BJJ).
4. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina,
serta evaluasi keadaan serviks.6
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran USG khas mola hidatidosa komplit pada trimester kedua dan ketiga
adalah rongga endometrium uterus yang membesar, dapat dilihat massa
intrauterine dengan kantung kistik yang tak terhitung banyaknya berukuran 1-30
mm, tanpa ada bagian janin. Struktur kistik tersebut memberikan gambaran
snowstorm atau punch of grapes atau honey comb appearance pada pemeriksaan
USG. Kista lutein bilateral juga dapat terlihat pada pemeriksaan USG.11,12
9
Pada trimester pertama, penampilan USG mola hidatidosa komplit relatif tidak
spesifik, sehingga sulit untuk didiagnosis. Temuan klasik dari ruang kistik jarang
terlihat. Gambaran USG yang paling umum pada trimester pertama adalah massa
endometrium yang hiperogenik secara homogen, mungkin tampak seperti
kehamilan anembrionik (kantung kehamilan kosong).11,13
3. Gambaran Histopatologi
Struktur histologi mola hidatidosa komplit mempunyai sifat: degenerasi
hidrofik dan pembengkakan stroma vili, tidak terdapat pembuluh darah didalam
vili yang bengkak, proliferasi sel epitel trofoblast dengan derajat yang beragam,
serta tidak terdapat janin dan amnion. Komposisi kromosom yang paling sering
ditemukan pada mola hidatidosa komplit adalah 46,XX dengan kromosom
seluruhnya berasal dari paternal.14
Mola hidatidosa parsial terdapat perubahan hidrofik pada sebagian vili, masih
ada gambaran vaskuler, proliferasi hanya terjadi pada lapisan sinsiotrofoblast, dan
kadang terdapat janin yang normal. Komposisi kromosom pada mola hidatidosa
10
parsial adalah triploid (69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY) dengan komposisi satu
dari maternal dan dua dari paternal.14
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Panduan Praktik Klinis pada Fasilitas Kesehatan Primer (Tingkat I)
11
Panduan Praktik Klinis pada Fasilitas Kesehatan Primer (Tingkat I) dapat
diberlakukan pada puskesmas, bidan dan dokter umum. Adapun panduan
penatalaksanaan mola hidatidosa pada fasilitas kesehatan primer atau tingkat I
tersebut adalah sebagai berikut16:
1. Mola hidatidosa yang ditemukan segera dirujuk atau direferal kefasilitas
kesehatan sekunder atau tingkat II.
2. Mola hidatidosa yang mengalami abortus segera dilakuan evakuasi
dengan prosedur sebagai berikut: Pada saat evakuasi dipasang venous
line dengan drip oksitosin 20-40 IU dalam 500 cc dektrosa 5% = 28
tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan
kuret tumpul,diakhiri dengan kuret tajam.
3. Pasca evakuasi abortus mola hidatidosa segera rujuk atau referal ke
fasilitas kesehatan sekunder atau tingkat II.
2.8.2 Panduan Praktik Klinis pada Fasilitas Kesehatan Sekunder (Tingkat II)
12
Panduan Praktik Klinis pada fasilitas kesehatan sekunder atau Tingkat II
dapat diberlakukan pada rumah sakit daerah atau kabupaten, baik tipe C dan D.
Secara umum terdapat dua prinsip utama dalam penatalaksanaan kasus mola
hidatidosa yaitu evakuasi dan pemantauan lanjutan mola hidatidosa.16
Panduan penatalaksanaan mola hidatidosa pada PPK II disesuaikan dengan
kondisi daerah setempat seperti keberadaan laboratorium penilaian kadar kadar β
hCG dan pemeriksaan histopatologis. Pada kondisi dimana daerah PPK II yang
tidak memiliki fasilitas laboratorium penilaian kadar β- hCG secara kuantitataif,
maka dapat digunakan pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan Pack
Test.16
Adapun panduan diagnosis dan penatalaksanaan mola hidatidosa pada PPK
II yang tidak memiliki fasilitas penilaian kadar β-hCG secara kuantitatif dan
pemeriksaan histopatologis adalah sebagai berikut16:
A. Evakuasi mola hidatidosa
1. Pasien dilakukan rawat inap atau Masuk Rumah Sakit (MRS) walaupun
tanpa perdarahan.
2. Persiapan sebelum evakuasi:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan darah tepi, faal hemostasis.
c. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan
atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis
pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu saja.
3. Evakuasi: Tindakan evakuasi mola hidatidosa dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan evakuasi jaringan mola hidatidosa dan atau
langsung dilakukan tindakan histerektomi.
a. Evakuasi mola hidatidosa dengan dilatasi vakum dan kuretase:
Pada kondisi dimana osteum uteri belum terbuka dan serviks masih
kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 20-40
IU dalam 500cc Dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan
dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, dan diakhiri
dengan kuret tajam.
13
Penderita dapat dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG satu minggu pasca evakuasi.
Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan evakuasi ke-2.
Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam.
b. Histerektomi pada mola hidatidosa
Tindakan histerektomi pada moll hidatidosa dapat dilakukan pada
kondisi dimana umur pasien lebih atau sama dengan 40 tahun dan
anak cukup. Tindakan histerektomo dapat dikerjakan baik secara
langsung atau setelah 7 sampai 10 hari pasca evakuasi dilatasi vakum
dan kuretase yang pertama atau ke satu.
B. Pengawasan lanjut mola hidatidosa
1. Pengawasan lanjut ini bertujuan untuk melakukan konfirmasi
diagnostik apakah proses involusi telah berjalan normal atau telah
terjadi proses ke arah keganasan yang dikenal dengan persistent
trofoblastic diseases secara dini.
2. Lama pengawasan lanjut adalah selama satu tahun.
3. Pengawasan secara ketat dilakukan dalam 3 bulan atau 12 minggu
pertama pasca evakuasi. Frekuensi pemantauan setiap minggu pada
mola hidatidosa risiko tinggi dan setiap 2 minggu pada mola
hidatidosa risiko rendah.
4. Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi, hal yang perlu dievaluasi
adalah klinis atau kriteria HBsE, meliputi:
Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas
Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
5. Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan adanya
permasalahan klinis atau kriteria HBsE terpenuhi, pasien didiagnosis
sebagai suatu Penyakit Trofoblast Ganas (PTG) atau Persisten
Trofoblastic Diseases (PTD).
6. Pada minggu ke-12 pasca evakuasi, apabila tidak ditemukan
permasalahan pada klinis atau kriteria HBsE, maka dilakukan
14
pemeriksaan β-hCG semikuantitatif urine dengan menggunakan Pack
test.
7. Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi hasil Pack test adalah
positif, maka didiagnosis sebagai PTG atau PTD.
8. Pengawasan lanjut setelah Pack test negatif adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan meliputi:
Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas.
Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi
Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack test.
Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto thoraks.
b. Jadwal Pemeriksaan:
Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.
Kontrasepsi yang dapat ditawarkan, adalah:
a. Sebelum mencapai hasil Pack test negatif dianjurkan untuk
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai Pack test negatif dapat menggunakan kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau kontrasepsi mantap untuk pasien yang
tidak menginginkan anak.
Pengawasan lanjut pada pemantauan mola hidatidosa diakhiri, apabila:
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun
laboratorik.
15
Gambar Alur Diagnosis dan Penanganan Mola Hidatidosa di Fasilitas
Kesehatan Sekunder (Tingkat II) tanpa β-hCG kuantitatif dan Patologi
Anatomi16
16
a. Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan darah tepi, faal hemostasis.
c. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan
atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis
pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu saja.
3. Evakuasi:Tindakan evakuasi mola hidatidosa dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan evakuasi jaringan mola hidatidosa dan atau langsung
dilakukan tindakan histerektomi.
1. Evakuasi mola hidatidosa dengan dilatasi vakum dan kuretase
a. Pada kondisi dimana osteum uteri belum terbuka dan serviks masih
kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 20-
40 IU dalam 500cc Dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi
dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, dan
diakhiri dengan kuret tajam.
c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi atas
dua sampel yaitu:
PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola.
PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu jaringan mola
hidatidosa yang melekat pada dinding uterus.
d. Penderita dapat dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali
diperlukan perbaikan keadaan umum.
e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG satu minggu pasca
evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan
evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam dan
dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi.
17
setelah 7 sampai 10 hari pasca evakuasi dilatasi vakum dan kuretase yang
pertama atau ke satu.
18
Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan.
7. Kontrasepsi yang dapat ditawarkan, adalah:
a. Sebelum mencapai hasil kadar β-hCG normal dianjurkan untuk
menggunakan alat kontrasepsi kondom.
b. Setelah tercapai kadar β-hCG normal dapat menggunakan kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau kontrasepsi mantap untuk pasien yang
tidak menginginkan anak.
8. Pengawasan lanjut pada pemantauan mola hidatidosa diakhiri, apabila:
a. Hamil lagi sebelum satu tahun.
b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun
laboratorik.
19
Gambar 2.7 Alur Diagnosis dan Penanganan Mola Hidatidosa di Fasilitas
Kesehatan Sekunder (Tingkat II) dengan β-hCG kuantitatif dan Patologi
Anatomi16
2.9 Komplikasi
Komplikasi segera :
1. Perdarahan dan syok
Penyebab perdarahan :
a. Pemisahan vesikel dan perlekatannya dengan desidua. Perdarahan dapat
tersembunya atau tampak
b. perdarahan intraperitoneal yang mana mungkin disebabkan oleh mola
yang perforasi
c. saat evakuasi mole, diakibatkan oleh : atonia uteri, atau perlukaan uterus
2. Sepsis
Peningkatan risiko sepsis disebabkan:
a. Tidak ada membran sebagai proteksi, organisme di vaginal dapat
menjalar ke uterus.
b. Adanya vesikel yang degenerasi, terkelupasnya lapisan desidua, serta
adanya darah yang telah lama, mempermudah pertumbuhan bakteri
c. Interfensi operatif
3. Perforasi Uterus
Uterus dapat terluka akibat:
a. Perforasi mola, yang menyebabkan perdarah intraperitoneal yang masif
b. Saat evakuasi melalui vagina, khususnya akibat metode convensional
atau kuretase setelah evakuasi secara suction
4. Preklampsia, dengan kejang merupakan kejadian yang jarang terjadi
5. Acute pulmonary insufficiency, diakibatkan adanya embolisasi pulmoner
oleh sel-sel trofoblast dengan atau tanpa vili stoma. Gejala biasanya mulai
terlihat 4-6 jam post evakuasi.
6. Kegagalan pembekuan darah, karena embolisasi paru oleh sel trofoblas
menyebabkan deposisi fibrin dan trombosit di dalam vascular tree paru.
Komplikasi Lambat:
20
Perkembangan menjadi koriokarsinoma setelah mola hidatidosa berkisar antara 2-
10%.
Faktor risiko yang diketahui berkaitan dengan perubahan mola menjadi
keganasan15:
Usia ≥ 40 tahun <20 tahun
Paritas ≥ 3
Kadar serum hCG >100.000 mIU/ml
Besar uterus >20 minggu
Riwayat pernah mengalami kehamilan mola
Kista lutein, dengan diameter >6 cm
2.10 Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir
tidak ada lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7 %. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat
kembali seteiah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekeiompok perempuan yang
kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase
keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar
antara 5,56 %. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi
Onkologi Ginekologi.2
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka
vaskularisasi, dan edematous. Janin biasanya meninggal tetapi villus-villus yang
membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran yang diberikan
ialah sebagai segugus buah anggur. Mola hidatidosa merupakan salah satu dari
penyakit karena kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplit dan
parsial, tumor plasenta situs trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif.
Banyak ditemukan pada wanita keturunan Asia. Faktor risiko terjadinya mola
yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan tahun) dan usia 36 hingga 40 tahun
memiliki risiko 2 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki
risiko 10 kali lebih tinggi. Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 yaitu mola hidatidosa
kompliy yang tidak ditandai dengan adanya janin dan mola hidatidosa parsial
yang ditandai dengan adanya janin.
Gejala-gejala sebelumnya tidak berbeda dengan kehamilan biasa seperti mual,
muntah, pusing. Gejala utama mola hidatidosa ada perdarahan yang biasanya
disertai anemia, hiperemesis, tidak dirasakan tanda-tanda janin seperti gerakan
janin maupun ballotement, tanda pasti ditemukan adanya gelembung pada darah
yang keluar pervaginam. Pemeriksaan tambahan adalah pengukuran kadar hCG
serum meningkat, ditemukan ‘snow flake pattern’ atau ‘honey comb’ pada
pemeriksaan USG.
Penanganan mola dilakukan secara bertahap, yaitu memperbaiki kondisi
umum, evakuasi mola dengan kuretase atau histerektomi, pemberian terapi
profilaksis dan pemeriksaan tindakan lanjut. Saat dilakuakn tndakan lanjut, pasien
dilarang hamil dahulu. Prognosis mola masih bagus asal tidak menjadi keganasan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Adriaansz, G., & Hanafiah, T. (2014). Diagnosis Kehamilan. Dalam S.
Prawihardjo, Ilmu Kebidanan (hal. 213-220). Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
2. Hadijanto, B. (2014). Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam S.
Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (hal. 459-490). Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
3. Prawirohardjo, Hestiantoro, A., Soejoenoes, A., Halim, B., Aff&i, B.,
Luthan, D. & Dkk 2014. Penyakit Tropoblast Gestasional. In: Anwar, M.,
Baziad, A. & Prabowo, R. P. (eds.) Ilmu K&ungan. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirodihardjo.
4. Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Hauth, J., Rouse, D., & Spong, C.
(2015). Obstetri WIlliams, Volume 1, Edisi 23. Jakarta: EGC.
5. Winata, I. G. (2015, November 14). Penatalaksanaan mola hidatidosa :
fasilitas kesehatan tingkat primer dan sekunder. Pendidikan Kedokteran
Berkelnajutan ke-7 OBGIN BALI 2015 ( update in obstetrics and
gynecologic from theories to practice, pp. 145-159.
6. Sari, R., & Prabowo, A. (2018). Buku Ajar Perdarahan pada Kehamilan
Trimester I. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
7. Bell, D. J. (2020, February). Hydatidiform Mole. Dipetik Juni Kamis, 2020,
dari https://radiopaedia.org/articles/hydatidiform-mole?lang=us
8. Garg, R. & Giuntoli, R. L. 2007. Gestational Trophoblastic Diseases. In:
Fortner, K. B., Szymanski, L. M., Fox, H. E. & Wallach, E. E. (eds.) The
Johns Hopkins Manual of Gynaecology & Obstetrics. Baltimore,Maryl&:
Lippincot Williams&Wilkins.
9. Khachani, I., Alami, M. H. & Bezad, R. 2017. Implementation &
Monitoring of Gestational Trophoblastic Diseases Management Program in
a Tertiary Hospital in Morocco :Opportunities & Challenges. Hindawi
Journal, 1-8.
10. Moore, L. E. 2016. Hydatiform Mole. Medscape
11. Mott, D. D. (2018). Hydatidiform Mole Imaging. Medscape, . Diambil
kembali dari
23
https://emedicine.medscape.com/article/405778overview#:~:text=Transverse
%20transpelvic%20sonogram%20of%20a,image%20(mother%27s%20right%20side).
24