Anda di halaman 1dari 41

KOMPLIKASI ANTENATAL

(Abortus, Kematian Janin, Gangguan Plasentasi,


Gangguan Pertumbuhan Janin)

Disusun oleh Kelompok 7 :


1. Septi Ahyani 21390047
2. Wayan Zetriasih 21390056
3. Zelin Irawati 21390061
4. Reka Dianti 21390044
5. Vevy Yussepta 21390052

PROFESI BIDAN UNIVERSITAS MALAHAYATI


BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya

sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai dengan judul

komplikasi antenatal. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat

menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami

berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam

kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih

banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan

pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan

makalah ini.

Bandar Lampung, November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 4
1.3 Tujuan............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Abortus........................................................................................................... 5
2.2 Kematian Janin............................................................................................... 10
2.3 Gangguan Plasentasi....................................................................................... 14
2.4 Gangguan Pertumbuhan Janin......................................................................... 18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan................................................................................................... 36
3.2 Saran.............................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang


Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Kehamilan, persalinan, nifas, bayi
baru lahir dan pemilihan alat kontrasepsi merupakan proses fisiologis dan
berkesinambungan, tidak bisa di pungkiri bahwa masa kehamilan, persalinan, masa
nifas, bayi baru lahir hingga penggunaan kontrasepsi, wanita akan mengalami berbagai
masalah kesehatan. Agar kehamilan, persalinan serta masa nifas seorang ibu berjalan
normal, ibu membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik. Untuk peraturan
pemerintahan Nomor 61 Tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyatakan bahwa
setiap perempuan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan untuk mencapai hidup
sehat dan mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi
Angka Kematian Ibu (Bandiyah, 2009).
Pelayanan kesehatan tersebut sangat dibutuhkan selama periode ini. Karena
pelayanan asuhan kebidanan yang bersifat berkelanjutan (continuity of care) saat di
memang sangat penting untuk ibu. Dan dengan asuhan kebidanan tersebut tenaga
kesehatan seperti bidan, dapat memantau dan memastikan kondisi ibu dari masa
kehamilan, bersalin, serta sampai masa nifas. (Marmi, 2011).
Sebagai ukuran kemapuan pelayanan kesehatan satu negara ditetapkan
berdasarkan angka kematian ibu dan angka kematian karena melahirkan.
Sementara persalinan di Indonesia sebagian besar yaitu sekitar 70 – 80 % masih
ditolong oleh dukun terutama di pedesaan dengan kemampuan dan peralatan yang
serba terbatas. Penyebab kematian terjadi terutama karena perdarahan, infeksi,
dan keracunan hamil serta terlambatnya sistem rujukan (Manuaba, 1999).
 Pemerintah sendiri telah mengupayakan berbagai cara untuk mengendalikan
angka kematian ibu dan bayi yang sangat tinggi tersebut guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu pada khususnya.
Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi dewasa ini, membuat model
pengawasan terhadap masa kehamilan seperti yang dikembangkan di Paris pada

1
tahun 1901 dengan nama plea of promaternity hspital yang bertujuan memberikan
pelayanan kepada ibu selama masa kehamilan sehingga ibu dapat menyelesaikan
masa kehamilannya dengan baik dan bayi dapat dilahirkan dengan sehat dan
selamat. Di Indonesia sendiri model pengawasan tersebut semakin membuka
pandangan masyarakat bahwa pengawasan yang ketat pada masa kehamilan
menjadi hal yang sangat penting guna mengantarkan ibu dan bayi kepada keadaan
yang sehat dan sejahtera. Oleh karenanya di Indonesia dikembangkan model
pengawasan yang sama dengan nama BKIA yaitu Balai Kesehatan Ibu dan Anak.
Dimana BKIA menjadi bagian terpenting dari program Puskesmas dan telah
tersebar dis eluruh Indonesia yang dipimpin oleh beberapa orang dokter sehingga
kemampuan pelayanannya dapat lebih ditingkatkan. Bahkan menjelang
pencapaian Indonesia Sehat 2010, dikembangkan program Bidan di Desa guna
mengupayakan masyarakat di pelosok dapat menjangkau pelayanan kesehatan
yang mereka butuhkan dengan lebih mudah.
Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada masalah kebidanan ini
mengingat permasalahan yang muncul selama masa kehamilan adalah sangat
kompleks yang meliputi masalah fisik, psikologis dan sosial (Sarwono, 1991).
Bahkan dengan kecenderunagn angka kematian pada ibu yang sangat tinggi yang
diakibatkan karena perdarahan, infeksi dan keracunan pada masa kehamilan,
menjadikan program pengawasan pada ibu hamil lebih diperketat dan ditingkatkan
melalui upaya ANC (Ante Natal Care).
Janin di dalam kandungan memerlukan makanan dan nutrisi yang menjadikannya
tumbuh dan berkembang. Di dalam rahim ibu, janin mempunyai saluran pengikat
antara ibu dan bayi yang biasa kita sebut sebagai plasenta. Salah satu permasalahan
yang sering terjadi pada ibu hamil adalah keguguran atau abortus. Mengingat
semakin berkembangnya pendidikan dan pengethauan masyarakat khususnya
wanita dengan emansipasinya dalam turut serta menghidupi ekonomi keluarga,
membuat kejadian abortus menjadi cukup tinggi dalam dekade terakhir. Didukung
pula oleh pengaruh budaya barat dengan pergaulan bebasnya menjadinya banyak
kejadian kehamilan tidak diinginkan menjadi meningkat sehingga kecenderungan
kejadian abortus provocatus juga meningkat. Bahkan semakin merebaknya klinik

2
– klinik aborsi di tanah air, semakin membuka peluang wanita untuk melakukan
aborsi tanpa memikirkan akibatnya.
Plasenta berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan
hidup bayi. Plasenta atau biasa kita sebut ari-ari, baru terbentuk pada minggu keempat
kehamilan. Ia lalu tumbuh dan berkembang bersama janin dan akan lepas saat bayi
dilahirkan. Jadi, plasenta merupakan bagian dari konsepsi atau bagian dari sel telur
yang dibuahi sperma.
Sel telur yang dibuahi sperma itu kelak akan berkembang menjadi janin, air
ketuban, selaput ketuban, dan plasenta. Plasenta berbatasan dan berhubungan dengan
selaput ketuban. Di dalam selaput terdapat kantong amnion (ketuban), di mana di
dalamnya terdapat bayi berada. Plasenta dikenal juga dengan istilah uri/tembuni.
Plasenta merupakan organ sementara yang menghubungkan ibu dengan janin. Plasenta
merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan janin.
Plasenta sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran zat antara
ibu dan anak sebaliknya. Pertumbuhan plasenta makin lama makin bear dan luas,
umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu.
Jiwa anak tergantung plasenta, baik tidaknya anak tergantung pada baik buruknya
plasenta. Plasenta merupakan organ sementara yang menghubungkan ibu dengan janin.
Plasenta memproduksi beberapa hormon penting dalam kehamilan yaitu Human
Chorionic Gonatropin (HCG) dan Human Plasenta Lactagen (PHL).
Pertumbuhan janin terhambat atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
memiliki definisi berat badan bayi kurang dari persentil sepuluh untuk usia kehamilan
bayi, dalam artian bayi baru lahir berukuran lebih kecil dibandingkan dengan usia
kehamilannya. Keadaaan  mengacu pada suatu kondisi di mana janin tidak
mampu untuk mencapai ukuran yang ditentukan secara genetis potensinya. 
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka kami mengangkat
permasalahan komplikasi antenatal sebagai makalah, mengingat permasalahan
komplikasi antenatal sendiri merupakan suatu permasalahan yang kompleks bagi
ibu, suami/pasangan maupun keluarga.

3
1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yaitu
mengidentifikasi permasalahan komplikasi antenatal.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui permasalahan Abortus
2. Untuk mengetahui permasalahan Kematian Janin
3. Untuk mengetahui permasalahan Gangguan Plasentasi
4. Untuk mengetahui permasalahan Gangguan Pertumbuhan Janin

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Abortus
1. Definisi Abortus
Berakhirnya masa kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar
(Bagian Obgyn Unpad, 1999). Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau
beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.
Pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram
atau kurang dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu
kehamilan (Hacker and Moore, 2001).
2. Jenis Abortus, Macam Abortus, Definisi, Tanda dan Gejala
a. Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua
abortus.
Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :
1) Abortus imminens (keguguran mengancam) adalah Abortus ini baru
mengancam dan ada harapan untuk mempertahankan.
Tanda dan Gejala
a) Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20.
b) Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah
menyertai perdarahan.
c) Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.
d) Tidak ditemukan kelainan pada serviks.
e) Serviks tertutup.
2) Abortus incipiens (keguguran berlangsung) adalah Abortus sudah
berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi.
Tanda dan Gejala
a) Perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan
darah.
b) Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim
kuat.

5
c) Serviks sering melebar sebagian akibat kontraksi.
3) Abortus incomplete (keguguran tidak lengkap) adalah Sebagian dari
buah kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal di rahim.
Tanda dan Gejala
a) Perdarahan per vaginam berlangsung terus walaupun jaringan telah
keluar.
b) Nyeri perut bawah mirip kejang.
c) Dilatasi serviks akibat masih adanya hasil konsepsi di dalam uterus
yang dianggap sebagai corpus allienum.
d) Keluarnya hasil konsepsi (seperti potongan kulit dan hati).
4) Abortus completus (keguguran lengkap) adalah Seluruh buah
kehamilan telah dilahirkan lengkap. Kontraksi rahim dan perdarahan
mereda setelah hasil konsepsi keluar.
Tanda dan Gejala
a) Serviks menutup.
b) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.
c) Gejala kehamilan tidak ada.
d) Uji kehamilan negatif.
5) Missed abortion (keguguran tertunda) adalah Missed abortion ialah
keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22 tetapi tertahan
di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.
Tanda dan Gejala
a) Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorpsi air
ketuban dan macerasi janin.
b) Buah dada mengecil kembali.
c) Gejala kehamilan tidak ada, hanya amenorea terus berlangsung.
6) Abortus habitualis (keguguran berulang – ulang) adalah abortus yang
telah berulang dan berturut – turut terjadi sekurang – kurangnya 3 kali
berturut – turut.

6
7) Abortus febrilis adalah Abortus incompletus atau abortus incipiens
yang disertai infeksi.
Tanda dan Gejala
a) Demam kadang – kadang menggigil.
b) Lochea berbau busuk.
           
b. Abortus provocatus (disengaja, digugurkan) merupakan 80% dari semua
abortus.
             Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :
1) Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeutics adalah
Pengguguran kehamilan dengan alat – alat dengan alasan bahwa
kehamilan membahayakan membawa maut bagi ibu, misal ibu
berpenyakit berat. Indikasi pada ibu dengan penyakit jantung
(rheuma), hypertensi essensialis, carcinoma cerviks.
2) Abortus provocatus criminalis Adalah pengguguran kehamilan tanpa
alasan medis yang syah dan dilarang oleh hukum.

3. Etiologi Abortus
a. Kelainan telur
Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedinikian
rupa hingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor
endogen seperti kelainan chromosom (trisomi dan polyploidi).
b. Penyakit ibu       
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus, yaitu:
1) Infeksi akut yang berat: pneumonia, thypus dapat mneyebabkan
abortus dan partus prematurus.
2) Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi
kelenjar gondok.
3) Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan langsung pada ibu.
4) Gizi ibu yang kurang baik.
5) Kelainan alat kandungan: Hypoplasia uteri.
- Tumor uterus

7
- Cerviks yang pendek
- Retroflexio uteri incarcerata
- Kelainan endometrium
6) Faktor psikologis ibu.

c. Faktor suami
Terdapat kelainan bentuk anomali kromosom pada kedua orang tua
serta faktor imunologik yang dapat memungkinkan hospes (ibu)
mempertahankan produk asing secara antigenetik (janin) tanpa terjadi
penolakan.

d. Faktor lingkungan
Paparan dari lingkungan seperti kebiasaan merokok, minum
minuman beralkohol serta paparan faktor eksogen seperti virus, radiasi, zat
kimia, memperbesar peluang terjadinya abortus.

4. Penatalaksanaan Abortus
a. Abortus imminens
Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka pasien:
1) Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam).
2) Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin.
3) Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi
kerentanan otot-otot rahim (misal gestanon).
4) Dilarang coitus sampai 2 minggu.
b. Abortus incipiens
Kemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga pasien:
1) Mempercepat pengosongan rahim dengan oxytocin 2 ½ satuan tiap ½
jam sebnayak 6 kali.
2) Mengurangi nyeri dengan sedativa.
3) Jika ptocin tidak berhasil dilakukan curetage asal pembukaan cukup
besar.

8
c. Abortus incompletus
Harus segera curetage atau secara digital untuk mengehntikan perdarahan.
d. Abortus febrilis
1) Pelaksanaan curetage ditunda untuk mencegah sepsis, keculai
perdarahan banyak sekali.
2) Diberi atobiotika.
3) Curetage dilakukan setelah suhu tubuh turun selama 3 hari.

e. Missed abortion
1) Diutamakan penyelesaian missed abortion secara lebih aktif untuk
mencegah perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika.
Segera setelah kematian janin dipastikan, segera beri pitocin 10 satuan
dalam 500 cc glucose.
2) Untuk merangsang dilatasis erviks diberi laminaria stift.

5. Penyulit Abortus
a. Perdarahan hebat.
b. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat
menimbulkan kemandulan.
c. Renal failure disebabkan karena infeksi dan shock.
d. Shock bakteri karen atoxin.
e. Perforasi saat curetage

6. Kompetensi Bidan dalam penanganan abortus


Dalam penatalaksanaan abortus yang harus dilakukan oleh bidan di komunitas
yaitu :
a. Bila ada perdarahan, lakukan pemberian cairan intravena dan
pendampingan saat akan rujukan
b. Sarankan ibu untuk tirah baring
c. Rujuk ke spesialis kandungan untuk di USG
d. Beri edukasi dan konseling tentang KB pasca abortus

9
2.2 Kematian Janin
1. Definisi Kematian Janin
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum
dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.
Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak
bernafas atau tidak menunjukan tanda-tanda kehidupan , seperti denyut jantung ,
pulsasi talipusat , kontraksi otot. (Monintja, 2005)
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-
masing berada dalam Rahim yang beratnya 500gr dan usai kehamilan 20 minggu
atau lebih. (Achadiat, 2004). Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku kebidanan,
kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
a. Golongan I :kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
b. GolonganII :kematian sesudah ibu hamil 20 – 28 minggu .
c. Golongan III :kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu.
d. GolonganIV :kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan
diatas.
2. Etiologi
a. Menurut Mocthar (2004), lebih dari 50 % kasus , etiologi kematian janin
dalam kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan
pasti.
b. Penyebab yang bias mengakibatkan kematian janin dalam kandungan , antara
lain :
1) Perdarahan : Plasenta Previa dan Solusio Plasenta
2) Preekalmsia dan eklamsia
3) Penyakit-penyakit kelainan darah
4) Penyakit infeksi dan penyakit menular
5) Penyakit saluran kencing
6) Penyakit endokrin DM
7) Malnutrisi

10
3. Patofisiologi

Sumber : Achadiat (2004), Norwitz (2008), Nugroho (2012), dan Winkjosastro (2009).

11
4. Factor Resiko
Factor resiko di tinjau dari berbagai factor ,yaitu factor :
1. Ibu :
a. Umur
b. Paritas
c. Pemeriksaan Antenatal
d. Penyakit / penyulitibu ( Anemia , preeklamsi / eklamsi , solusio plasenta , DM
, rhesus isoimunisasi , infeksidalam kehamilan , letaklintang , )
2. Janin
a. Kelainan konginetal
b. Infeksi intranatal
3. Talipusat
a. Kelainan insersi talipusat
b. Simpul tali pusat
c. Lilitan tali pusat

5. Manisfestasi klinis
Diagnose kematian janin dalam kandungan dapat ditegakkan ,dengan hal-hal
berikut ini :
a. Anamnesis
1) Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari , atau gerakan janin
sangat berkurang .
2) Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar ,bahkan bertambah kecil atau
kehamilan tidak seperti biasa .
3) Ibu merasakan belakangan iniperutnya sering menjadi keras dan merasa
sakitseperti maumelahirkan .
b. Inspeksi : tidak kelihatan gerakan-gerakan janin , yang biasanya dapat terlihat
terutama padaibu yang kurus .
c. Palpasi :
1) Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ,tidak teraba
gerakan-gerakan janin .

12
2) Dengan palpasi yang teliti , dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
belakang janin
d. Auskultasi: baik memakai stetoskop , monoral maupun dengan doptone tidak
terdengar denyut jantung janin ( DJJ )
e. Reaksi kehamilan : reaksi kehamilan baru negative setelah beberapa minggu
janin mati dalam kandungan .

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Achadiat ( 2004) pemerikasaan penunjang untuk menentuka kematian
janin , antara lain dengan :
a. Ultrasonografi :tidak ditemukan DJJ maupun gerakan janin , sering kali tulang –
tulang letaknya tidak teratur , khususnya tulang temgkorak sering dijumpai
overlapping cairan ketuban berkurang .
b. Rontgen foto abdomen :
1) Tanda spalding
a) Tanda spalding menunjukan adanya tulang tengkorak yang saling tumpang
tindih karena otak bayi yang sudah mencair
b) Hal ini terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari dalam kandungan
2) TandaNojosk : tanda ini menunjukan tulang belakang janin yang saling
melenting ( Hiperfleksi )
3) Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah
4) Tampat udema disekitar tulang kepala
c. Pemeriksaan darah lengkap ,jika dimungkinkan kadar fibrinogen .

7. DiagnosaKeperawatan
a. Cemas b.d Stress
b. Gangguan konsep diri b.d kematian janin
c. Resiko Kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh b.d tidak nafsu makan
dikarenakan merasa kehilangan dan mual dan muntah

13
8. Penanganan kematian janin dalam kandungan
Penangan kematian janin dalam kandungan dapat dilakukan 2 cara ,yaitu :
1. Penanganan pasif
a. Menunggu persalinan spontan dalam waktu 1-4 minggu
b. Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu
2. Penanganan aktif
a. Untuk Rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi
atau kuretase
b. Untuk Rahim yang usia lebih dari 12 minngu , dilakukan induksi persalinan
dengan oksitosin . untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan
pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam ( Achadiat 2004 )

2.3 Gangguan Plasentasi


1. Pengertian Plasenta
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat
pertukaran zat antara ibu dan anak sebaliknya. Pertumbuhan Plasenta makin lama
makin bear dan luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia
kehamilan sekitar 16 minggu. Jiwa anak tergantung plasenta, baik tidaknya anak
tergantung pada baik buruknya plasenta. Plasenta merupakan organ sementara yang
menghubungkan ibu dengan janin. Plasenta memproduksi beberapa hormon
penting dalam kehamilan yaitu Human Chorionic Gonatropin (HCG) dan Human
Plasenta Lactagen (PHL).
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas
arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus
uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Bila diteliti
benar ,maka sebenarnya plasentanya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu villi koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang
berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang
berada di desidua basalis. Pada sistole darah di semprotkan dengan tekanan 70-80
mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic

14
plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua
villi koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di
desidua.
Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang
lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa
tempat terdapat pula suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang
berasal dari ruang interviller di atas. Ruang ini di sebut sinus marginalis.
      
2. Bentuk, Ukuran Dan Bagian-Bagian Plasenta Dan Macam-Macam Plasenta
Berikut adalah bentuk dan ukuran plasenta, yaitu: 
1. Bentuk bundar/oval
2. Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm
3. Berat rata-rata 500-600 gram
4. Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat ditengah/
sentrali, disamping/ lateralis, atau di ujung tepi/ marginalis.
5. Disisi ibu, tampak daerah-daerah yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi
selaput tipis desidua basalis
6. Disisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh orion) menuju
tali pusat. Orion diliputi oleh amnion
7. Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 3000cc/menit (20 minggu) meningkat
600 cc – 7000 cc/menit (aterm).
Letak plasenta pada umumnya pada korpus uteri bagian depan atau belakang
agak ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukan bagian atas
korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.

Berikut adalah bagian-bagian plasenta, yaitu: 


Bagian ibu/permukaan maternal:
1. Permukaan yang menghadap ke dinding rahim
2. Warnanya merah tua
3. Permukaannya kasar beralur-alur sehingga seolah-olah terbagi dalam beberapa
belah yang disebut kotiledon

15
4. Permukaan maternal mempunyai 15-20 kotiledon

Bagian janin/ permukaan fetal


Permukaan menghadap ke arah janin, tampak licin dan berwarna putih kuning.
1. Permukaan fetal diliputi lapisan amnion yang tipis dan bening sehingg
kelihatan membayang dibawahnya pembuluh darah yang bercabang.
2. Pada permukaan janin dan plasenta terutama tali pusat
3. Tali pusat merupakan penghubung janin dan plasenta
4. Tebalnya kira-kira 50 cm, berwarna putih kuning dan tampak terpilih yang
tidak sama tebalnya pada semua tempat didalam tali pusat terdapat tiga
pembuluh darah yaitu satu vena umbilikalis dan dua arteri umbilikalis.

Macam-macam plasenta
a)     Berdasarkan bentuknya
1. Plasenta normal
2. Plasenta membranasea
3. Plasenta suksenturiata
4. Plasenta spuria
5. Plasenta bilobus
6. Plasenta trilobus
b)     Berdasarkan dinding rahim
1. Plasenta adhesiva
2. Plasenta akreta
3. Plasenta inkreta
4. Plasenta perkreta

16
3. Fungsi Plasenta
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Untuk
pertumbuhan ini di butuhkan adanya penyaluran zat asam, asam amino, vitamin
dan mineral dari ibu ke janin, dan pembuangan CO2 serta sampah metabolisme
janin ke peredaran darah ibu.
Dapat di kemukakan bahwa fungsi plasenta adalah :
1. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutritif)
2. Sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme (ekskresi)
3. Sebagai alat yang memberi zat asam, dan mengeluarkan CO2 (respirasi)
4. Sebagai alat yang membentuk hormon
5. Sebagai alat menyalurkan berbagai antibodi ke janin, dan
6. Mungkin hal-hal yang belum di ketahui.

Perlu di kemukakan bahwa plasenta dapat pula di lewati kuman-kuman dan


obat-obatan tertentu. Penyaluran zat makanan dan zat lain dari ibu ke janin dan
sebaliknya harus melewati lapisan trofoblas plasenta. Cepatnya penyaluran zat-zat
tersebut tergantung pada konsentrasinya di kedua belah lapisan trofoblas, tebalnya
lapisan trofoblas, besarnya permukaan yang memisahkan, dan jenis zat.

4. Kelainan Plasenta
a. Insersio Marginalis
1) Tali pusat di pinggir plasenta
2) Tidak menimbulkan kesulitan
b. Insersio Velamentosa
1) Tali pusat tidak tertanam pada plasenta, tetapi diselimuti janin
2) Pembuluh-pembuluh darah tali pusat bercabang dalam selaput janin
3) Klinis: Bila kebetulan bagian selaput janin yang mengandung pembuluh
darah berada di kutub bawah (vasa previa) maka pada waktu pembuluh
darah putus dan menyebabkan perdarahan yang berasal dari janin sehingga
janin akan meninggal

17
c. Plasenta Bilobata
1) Uri yang terdiri dari 2 bagian
2) Klinis : tidak menimbulkan kesulitan
d. Plasenta Fenestra
1) Uri yang berlobang
2) Klinis : tidak menimbulkan kesulitan
e. Plasenta Marginata (Sirkumvalata)
1) Pada pinggir uri terdapat suatu lingkaran jaringan tebal yang berwarna
putih selebar 4 – 5 cm
2) Jaringan putih ini sesungguhnya lipatan dari jaringan selaput janin
3) selaput janin tidak melekat pada pinggir jaringan uri tetapi agak ke tengah
4) Klinis: dapat menimbulkan perdarahan sebelum persalinan
f. Plasenta Suksenturiata
1) Disamping uri yang normal didapatkan uri tambahan kecil yang terpisah
2) Diantar auri tambahan dan uri yang normal ada hubungan pembuluh darah
3) Klinis; Bila pada waktu persalinan, ada uri tambahan yang tertinggal maka
dapat terjadi perdarahan post partum, oleh karena itu bila pada pemeriksaan
uri dalam selaput janin terdapat pembuluh darah yang terputus dan terbuka,
maka harus diperhatikan kemungkinan adanya plasenta suksenturiata.

2.4 Gangguan Pertumbuhan Janin


1. Definisi
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) ialah janin dengan berat badan di
bawah presentil ke-10 pada standard intrauterine growth chart of low birth weight
untuk masa kehamilan, dan mengacu kepada suatu kondisi dimana janin tidak
dapat mencapai ukuran genetik yang optimal. Artinya janin memiliki berat kurang
dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan
PJT pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup
bulan (atterm, >37 minggu) .(2)

18
©2010 by American Academy of Pediatrics
New weight-for-age gender-specific curves (solid line) for girls (A) and boys (B)
compared with Lubchenco unisex curves (dashed line; start at 24 weeks16).
Gambar 1. Persentil Berat Badan Janin sesuai dengan Usia Kehamilan

2. Insidensi dan Epidemiologi


Insidensi PJT bervariasi tergantung dari definisi yang digunakan, kurva
standart, lokasi geografis dan ras seseorang. Insidensi PJT diperkirakan sekitar 5-
7%. Beberapa penelitian memperlihatkan presentase yang lebih tinggi (sampai 15%
kehamilan), namun dari laporan ini ditemukan insidensi PJT dan BBLR masih
sama. Pada sebagian besar kasus, insufisiensi plasenta merupakan penyebab utama
PJT, sedangkan asupan gizi maternal yang kurang dan infeksi memegang peranan
yang lebih besar pada Negara berkembang. Bayi dengan gangguan pertumbuhan
mempunyai resiko untuk terjadinya aspirsi mekonium, polisitemia, hipoglikemia,
maslah pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Bila kasus PJT dikenali
lebih awal dapat mengurangi komplikasi tersebut. (Nurul 2016)
3. Klasifikasi
Terjadinya Pertumbuhan Janin Terhambat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. PJT Tipe 1(simetris, proporsional)
Pada PJT tipe 1 dijumpai tubuh janin secara keseluruhan berukuran kecil akibat
berkurangnya proliferasi seluler semua organ janin. PJT Tipe 1ditandai dengan
berat badan, lingkar kepala dan panjang badan yang berada dibawah persentil

19
ke 10. PJT simetris ini terjadi selama kehamilan trimester ke 1 dan trimester ke
2 dan angka kejadiannya kira-kira 20-30% dari seluruh bayi PJT.
2. PJT Tipe 2 (asimetris, disproporsional)
PJT Tipe 2 terjadi karena janin kurang mendapat nutrisi dan energi, sehingga
sebagian besar energi digunakan secara langsung untuk mempertahankan organ
vital (otak dan jantung). Hal ini umumnya terjadi akibat insufisiensi plasenta.
PJT asimetris mempunyai ukuran kepala normal tetapi lingkar perut kecil.PJT
Tipe 2 memiliki berat badan yang kurang dari persentil 10. Sedangkan ukuran
kepala dan panjang badan normal. Hal ini terjadi pada trimester terakhir yang
disebabkan karena penurunan kecepatan pertumbuhan.
3. PJT Kombinasi
Bayi mungkin mengalami pemendekan skeletal sedikit pengurangan dari masa
jaringan lunak. Jika malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan parah,
janin kemungkinan akan kehilangan kemampuan untuk kompensasi sehingga
terjadi peralihan dari PJT kombinasi menjadi PJT tipe simetris.3

Perbedaan PJT tipe 1 dan 2


PJT Simetris PJT Asimetris
Insidensi 20-30% Insidensi 70-80%
Terjadi pada trimester 1 dan 2 Terjadi pada trimester 3
Semua bagian tubuh kecil Kepala lebih besar dari abdomen
Menghambat selular embrionik
Menghambat hipertrofi dan Menghambat hipertrofi seluler
hiperplasia seluler
Menurunnya jumlah dan ukuran Menurunnya ukuran sel
sel
Indeks ponderal normal Indeks ponderal rendah
Rasio kepala/abdomen dan femur/ Rasio kepala/abdomen dan femur
abdomen yang normal abdomen meningkat
Penyakit genetik, infeksi Insufisiensi pembuluh darah plasenta
Komplikasi neonatus, komplikasi Biasanya keadaan neonatus agak
buruk buruk dan membaik bila komplikasi
dihindari atau diterapi secara adekuat

20
Hipertrofi adalah adalah peningkatan volume organ atau jaringan akibat
pembesaran komponen sel. Sedangkan hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel
dalam suatu organ atau jaringan.
Proses pertumbuhan sel-sel secara mitosis cepat pada organ organ janin dan
plasenta dapat dibagi kedalam 3 fase yakni :
1. Fase hiperplasia atau proliferasi
Terjadi penggandaan sel sel secara mitosis cepat pada organ-organ janin dan
peningkatan kandungan DNA. Hal ini terjadi sejak permulaan perkembangan
janin sampai usia kehamilan 16 minggu.
2. Fase hiperplasia dan hipertrofi
Terjadi penurunan mitosis sel dan peningkatan ukuran sel hal ini berlangsung
sampai usia kehamilan 32 minggu.
3. Fase hipertrofi
Terjadi peningkatan kecepatan pertambahan ukuran sel, akumulasi jaringan
lemak, otot dan jaringan ikat dimana puncak kecepatan pertambahan ukuran sel
terjadi pada usia kehamilan 33 minggu.

Fase hiperplasia dimulai pada awal perkembangan janin, kemudian secara


bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertofi. Gangguan pertumbuhan pada
malnutrisi yang terjasi selama fase hiperplasia (biasanya akibat kelainan kromosom
dan infeksi) akan menyebabkan berkurangnya jumlah sel yang sifatnya permanen
(PJT Simetris).
Malnutrisi yang terjasi selama fase hipertrofi (biasanya akibat gangguan
fungsi plasenta, misal pada preeklampsia) akan menyebabkan berkurangnya
ukuran sel yang sefatnya reversibel (PJT Asimetris). Apabila malnutrisi terjadi pada
fase hiperplasia dan hipertrofi akan menyebabkan berkurangnya jumlah dan ukuran
sel (PJT kombinasi).

4. Etiologi
PJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau abnormalitas
yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau menyebabkan ukuran sel
menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika janin tidak cukup mendapat nutrisi

21
dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ dan
jaringan, atau karena infeksi. Meskipun beberapa bayi kecil karena genetik (orang
tuanya kecil), kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab lain.
Penyebab dari PJT dapat dibedakan menjadi tiga faktor, yaitu:
1. Maternal
a. Tekanan darah tinggi
b. Penyakit ginjal kronik
c. Diabetes Melitus
d. Penyakit jantung dan pernapasan
e. Malnutrisi dan anemia
f. Infeksi
g. Pecandu alkohol dan obat tertentu
h. Perokok
2. Faktor Plasenta:
a. Invasi trofoblas abnormal
b. Insersi tali pusat abnormal
c. Lokasi plasenta, misalnya plasenta previa
d. Infeksi, misalnya corioamnionitis, desiduitis
e. Tumor
f. Infark
3. Faktor Uterus:
a. Arteriosklerosis arteri spiralis desidua
b. Menurunnya aliran darah uteroplasenta
c. Preeklampsi
4. Janin
a. Janin kembar (Twin-to-twin transfusion syndrome)
b. Penyakit infeksi 
c. Kelainan kromosom
d. Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin). Berbagai
macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik,
dan alkohol dapat menyebabkan PJT. (David, 2016)

22
Penyebab dari PJT menurut kategori retardasi pertumbuhan simetris dan
asimetris dibedakan menjadi:
1. Simetris : Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin
yang tidak simetris, semua organ mengecil secara proporsional. Faktor yang
berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ
(terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents
<Coxsackie virus, Listeria), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes
simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil,
dan wanita hamil yang merokok(6). Faktor-faktor lainnya :
a. Pertambahan berat maternal yang jelek
b. Infeksi janin
c. Malformasi kongenital
d. Kelainan kromosom
2. Kombinasi Simetris dan Asimetris
a. Obat-obat teratogenik: Narkotika, tembakau, alkohol, beberapa preparat
antikonvulsan.
b. Malnutrisi berat
3. Asimetris : Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian
lebih lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris.  Beberapa
organ lebih terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian
tubuh yang terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha
umumnya terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal
juga berkurang. Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak
efisiennya) plasenta yang terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk
diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes dalam kehamilan dalam
kehamilan(2). Faktor-faktor lainnya :
a. Penyakit vaskuler
b. Penyakit ginjal kronis
c. Hipoksia kronis
d. Anemia maternal
e. Abnormalitas plasenta dan tali pusat

23
f. Janin multipel
g. Kehamilan postterm
h. Kehamilan ekstrauteri

Vanthiel dan Schade mengemukakan mengenai adanya faktor intrinsik dan


ekstrinsik sebagai penyebab. Faktor intrinsik berasal dari janin karena kelainan
kromosom/genetik atau infeksi yang merubah proses normal pembelahan sel.
Faktor ekstrinsik meliputi insufisiensi plasenta yang disebabkan oleh faktor ibu,
janin atau plasenta yang berakibat terjadinya pembatasan kalori ke janin (tidak
adekuatnya transport glukosa untuk memenuhi pertumbuhan janin). Selain itu
faktor ekstrinsik juga disebabkan oleh malnutrisi janin, dimana restriksi protein ibu
(berasal dari malnutrisi ibu atau asupan makanan yang kurang protein)
mengakibatkan kegagalan pertumbuhan janin simetris dimana otak tidak
terpengaruh.
Secara keseluruhan kelainan kromosom dan genetik merupakan penyebab 5 –
15% gangguan pertumbuhan dan lebih sering ditemukan dalam bentuk simetris.
Janin dengan trisomi, khususnya 18 dan 13 sering mengalami gangguan
pertumbuhan. Penyebab lain termasuk kromosom seks, seperti 45 XO. (David,
2016)
Kelainan kongenital yang sering ditemukan adalah kelainan jantung, seperti
Tetralogi Fallot dan transposisi pembuluh darah besar. Kelainan lain adalah adanya
gastroskizis dan omfalokel. (David, 2016)
Pada kehamilan kembar, PJT disebabkan karena perkembangan plasenta yang
abnormal dan mungkin juga insersi tali pusat yang abnormal. Yang paling sering
adalah Twin-twin Transfusion Syndrome, dimana menyebabkan satu bayi
berukuran besar dan yang lainnya berukuran kecil.
Diantara faktor ibu yang paling berperan adalah defisiensi nutrisi, khususnya
asupan protein, dan penyakit ibu (kardiovaskular, endokrin seperti diabets dan
tiroid, autoimun dan ginjal) (David, 2016)
Pada kehamilan yang disertai preeklampsi dan/atau PJT menunjukkan respon
pembuluh darah ibu yang tidak adekuat terhadap plasentasi. Perubahan vaskuler

24
yang terjadi biasanya terbatas hanya pada segmen desidua dari arteri utero plasenta.
Lebih jauh, segmen miometrium tetap memiliki arsitektur elastisitas otot, sehingga
tetap memberikan respon terhadap pengaruh hormonal. Selain itu, jumlah arteriol
yang berkembang dengan baik lebih sedikit dibandingkan dengan kehamilan
dengan tekanan darah normal. Biopsi pada pasien preeklampsia menunjukkan
adanya perubahan abnormal dari pembuluh darah. Perubahan vaskuler ini bukan
merupakan penemuan yang rutin pada arteriol spiralis penderita hipertensi dan juga
ditemukan pada kehamilan dengan tekanan darah normal yang mengalami PJT.
Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa berat lahir rata-rata lebih rendah secara
signifikan pada penderita aterosklerosis.

Tabel 2.1 Etiologi pertumbuhan janin terhambat (PJT)


Faktor Maternal Faktor plasenta Faktor janin
 Hipertensi dalam  Sindroma twin  Infeksi pada janin
Kehamilan to twin seperti HIV,
 Penyakit jantung Transfusion Cytomegalovirus,
Sianosis  Kelainan rubella, herpes,
 Diabetes melitus plasenta toksoplasmosis,
lanjut  Solusio plasenta syphilis
 Hemoglobinopati kronik  Kelainan
 Penyakit  Plasenta previa kromosom/geneti
autoimun  Kelainan insersi k (Trisomy 13,
 Malnutrisi tali pusat 18,
 Merokok  Kelainan tali dan 21, triploidy,
 Narkotika pusat Turner’s syndrome,
 Kelainan uterus penyakit
 Trombofilia metabolisme)

5. Manifestasi Klinis
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat,
dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu dibanding
pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari
berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak
mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup untuk perkembangan dan
pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah

25
janin, ukuran kecil untuk masa kehamilan bisa diakibatkan karena faktor
genetik (kedua orangtua kecil).
PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat
dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu.
Sementara, PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan
dengan problem lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ
janin menjadi terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan
menerima hanya sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung
janin menjadi abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-
bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut :
1. Penurunan level oksigenasi
2. Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi
bayi segera setelah lahir)
3. Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan)
yang dapat berakibat sindrom gawat nafas
4. Hipoglikemi (kadar gula rendah)
5. Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
6. Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)4

6. Patofisiologi
Penyebab multifaktoral dari PJT ini disebabkan oleh 3 kumungkinan : (1)
gangguan fungsi plasenta. (2) faktor ibu: berkurangnya suplai oksigen dan/atau
asupan gizi. (3) faktor janin: penurunan kemampuan janin untuk menggunakan
asupan gizi. Plasenta memainkan peranan penting dalam dua kategori yang
pertama. Perkembangan abnormal, berkurangnya perfusi, dan disfungsi vili-vili
plasenta sering menyebabkan PJT, khususnya pada tipe simetris.
Pada plasenta ibu dengan preeklamsia terjadi invasi sitotrofoblas (CTB) yang
dangkal pada rahim dan differensiasi CTB yang abnormal. Kegagalan atau
gangguan invasi CTB ini akan mencegah remodeling desidual distal menyebabkan
berkurangnya perfusi maternal-vili plasenta, hipoksia plasenta setempat yang akan
menyebabkan terjadinya PJT. Disfungsi vili plasenta yang disebabkan oleh

26
apoptosis pada trofoblas, stress oksidatif, infark dan kerusakan sitokin akan
mengakibatkan terjadinya angiogenesis yang tidak menentu pada plasenta,
sehingga menghambat pemulihan pada plasenta. (Susilawati, 2009)
Baru-baru ini ditemukan faktor spesifik lain sebagai penyebab terjadinya PJT.
Yakni, insulin dan insulin growth like faktor (IGF)-1 dan 2. Yang merupakan
hormon anabolik untuk pertumbuhan janin pada PJT ditemukan kadar IGF-1
rendah dan IGF binding protein yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian lain
dimana terjadinya delesi parsial pada IGF-1 yang ditemui pada bayi PJT dengan
berat badan yang ekstrim. Disamping itu IGF-1 juga berperan pada invasi dan
differensiasi trofoblas serta pertumbuhan dari plasenta. (Susilawati, 2009)
Faktor lain yang berperan ialah adalah glial cell missing-1 (GCM-1) yang
dibutuhkan untuk morfogenesis dan differensiasi dari trofoblast. Pada percobaan
binatang dan manusia ditemui bahwa leptin juga berperan dalam regulasi dan
pertumbuhan janin. Leptin adalah hormon polipeptida yang diproduksi oleh
jaringan lemak, kadar yang rendah pada sirkulasi janin dan plasenta, menunjukkan
adanya gangguan pertumbuhan. Disamping itu leptin juga mempunyai hubungan
yang erat dengan hormon pertumbuhan lainnya, yakni: insulin, kortisol dan IGF-1.
Oligohidramnion sering berhubungan dengan PJT terutama yang asimetrikal,
hal ini menunjukkan penurunan aliran darah ginjal dan produksi urin. Bila terdapat
oligohidramnion angka mortalitas perinatal akan meningkat lebih dari 50 kali lipat
akibat komplikasi asfiksia. Kemungkinan adanya kelainan bawaan yang
menyebabkan oligohidramnion, seperti agenesis atau disgenesis ginjal yang
menyertai PJT juga perlu disingkirkan.

7. Diagnosis
a. Faktor Ibu
Adanya faktor risiko, termasuk riwayat PJT sebelumnya meningkatkan
kemungkinan terjadinya PJT berulang.Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
meningkatkan terjadinya PJT hingga 15-20 kali lipat. Faktor risiko lain meliputi
penyakit ginjal, penyakit jantung paru dan kehamilan kembar. Pada wanita
dengan faktor risiko disarankan untuk menjalani USG serial untuk melihat

27
perkembangan bayi. Walaupun demikian diagnosis pasti biasanya tidak dapat
ditegakkan sampai bayi lahir.

b. Tinggi Fundus Uteri


Cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada
kehamilan kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan
dari simpisis pubis sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di
dapat panjang fundus uteri 2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran
normal untuk masa kehamilan itu maka kita dapat mencurigai bahwa janin
tersebut mengalami hambatan pertumbuhan. Cara ini tidak dapat diterapkan
pada kehamilan multipel, hidramnion, janin letak lintang.

c. USG Fetomaternal
DBP Memiliki variasi fisiologi yang sangat tinggi dengan semakin
bertambahnya usia kehamilan,sehingga bukan merupakan penentu yang ideal.
Hal ini disebabkan oleh lambatnya penurunan pertumbuhan tulang tengkorak
karena malnutrisi dan adanya berubah bentuk tengkorak oleh kekuatan luar
(oligohidramnion, presentasi bokong). Campbell (1972), mengenali dua pola
teknik pemeriksaan. Pada pola low-profile, pertumbuhan kepala terus rendah di
sepanjang kehamilan dan keadaan ini berkaitan dengan anomali
kongenital,infeksi serta abnormalitas kromosom, sedangkan pada pola late-
flattening ditandai dengan pertumbuhan kepala janin yang sebelumnya normal
diikuti dengan perlambatan pada trimester ketiga. Pola ini berkaitan dengan
faktor maternal dan plasental seperti hipertensi. (David, 2016)
Rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen. Normalnya lingkar kepala
lebih besar dari lingkar abdomen sampai kehamilan mencapai usia kurang dari
32 minggu. Pada usia kehamilan antara 32 dan 36 minggu, kedua
sirkumferensia tersebut sama besarnya. Setelah usia 36 minggu, sirkumferensia
abdomen biasanya melampaui sirkuferensia kepala. Lingkar perut (AC), diukur
melewati hati. Merupakan parameter yang paling baik dengan sensitivitas
mencapai 82 % dan berguna secara klinik untuk menggambarkan status nutrisi

28
janin. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi retardasi pertumbuhan
janin, disamping itu dapat pula di bedakan pola pertumbuhan yang simetris
ataupun yang tidak simetris. (David, 2016)

Perkiraan kualitatif terhadap volume cairan amnion. Selain


dari USG adalah memperkirakan jumlah cairan ketuban. 

Penurunan volume cairan ketuban terkait erat dengan PJT. Morbiditas


yang signifikan telah ditemukan ada dalam kehamilan dengan nilai
indeks cairan amnion kurang dari 5cm.
Indeks cairan amnion diperoleh dengan menjumlahkan saku vertikal di
masing-masing dari empat kuadran rahim yang sama dibagi. Persentil untuk
indeks cairan ketuban pada setiap usia kehamilan ditunjukkan pada gambar

29
dibawah. Kombinasi oligohidramnion dan IUGR menandakan tanda yang
bahaya, dan persalinan awal harus dipertimbangkan. 

Berat janin. Berbagai rumus yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran


diameter janin, sikumferensia dan daerah dari semua bagian tubuh dapat
digunakan untuk mengukur taksiran berat janin yang dapat pula digunakan
untuk mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan.
Derajat plasenta. Plasenta derajat III berhubungan dengan hampir 60%
janin dengan PJT. Derajat plasenta ditentukan berdasarkan lempeng korion.
Derajat I memiliki lempeng korion yang halus, biasanya terdapat pada
kehamilan 30-32 minggu dan dapat bertahan hingga aterm. Derajat II memiliki
densitas berbentuk koma dan derajat III memiliki indentasi lempeng korion.
Derajat I, II dan II memiliki rasio L/S yang matang sebanyak 68%, 88% dan
100%. (David, 2016)

d. Doppler
Pada penelitian Doppler, aliran darah uterus dan janin dapat diukur, dengan
demikian disfungsi sirkulasi utero-plasenta dapat dinilai. Aliran darah normal
vena umbilikalis pada trimester ketiga sekitar 122 ml/menit/kg dan aliran darah
aorta janin 246 ml/menit/kg. Pada janin yang mengalami IUGR aliran dapat
lebih rendah dari normal. Rasio sistolik terhadap diastolik arteri umbilikalis
menjadi abnormal.

8. Komplikasi PJT

30
PJT yang tidak segera diberi tindakan penanganan dapat menyebabkan
bahaya bagi janin hingga menyebabkan kematian. Komplikasi yag dapat terjadi
adalah :

Antenatal : gagal nafas dan kematian janin


Intranatal : hipoksia dan asidosis
Setelah lahir :
a. Langsung:
 Asfiksia
 Hipoglikemi
 Aspirasi mekonium
 DIC
 Hipotermi
 Perdarahan pada paru
 Polisitemia
 Hiperviskositas sindrom
 Gangguan gastrointestinal

b. Tidak langsung
Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak
kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat
kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang
disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom. (Nurul 2016)

9. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah
membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat.
Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada
pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.

31
Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang
paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia
dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang
harus dilakukan adalah :

a. Tatalaksana umum :
I. Istirahat
Mungkin merupakan satu-satunya terapi yang paling sering
direkomendasikan. Secara teori istirahat akan menurunkan aliran
darah ke perifer dan meningkatkan aliran darah ke sirkulasi
uteroplasenta, yang diduga dapat memperbaiki pertumbuhan janin.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Laurin Dkk, menunjukkan
bahwa rawat inap di rumah sakit tidak bermanfaat, tidak terdapat
perbedaan berat badan lahir antara pasien yang dirawat inap dengan
rawat jalan.
II. Suplementasi Nutrisi Ibu
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa kurangnya nutrisi ibu
memilki sedikit efek pada berat lahir. Kekurangan kalori yang berat
hingga lebih kecil 1500 kalori per hari dihubungkan dengan
penurunan berat bayi lahir rata-rata hampir 300 gram. Terdapat data
yang menunjukkan bahwa suplementasi nutrisi dalam bentuk asupan
kalori oral dan atau suplemen protein memilki sedikit efek dalam
meningkatkan berat badan lahir.
Defisiensi beberapa logam pada asupan makanan ibu juga
dihubungkan dengan PJT. Walles Dkk. membuktikan bahwa kadar
seng pada leukosit perifer, yang merupakan indikator sensitif
keadaan seng jaringan, menurun pada ibu dengan janin dengan PJT.
(susilawati, 2009)
Asam eikosapentanoid yang terdapat pada minyak ikan, diduga dapat
meningkatkan berat lahir dan dapat digunakan dalam pencegahan
dan terapi PJT. Asam ini bekerja secara kompetisi dengan asam

32
arakhidonat yang merupakan substrat dari enzim siklooksigenase.
Zat vasoaktif, tromboksan A2 (TxA2) dan prostasiklin I2 (PGI2)
telah diteliti sebagai mediator yang dapat menurunkan aliran
uteroplasenta pada PJT idiopatik. Prostasiklin merupakan
vasodilator, dan tromboksan merupakan vasokonstriktor yang kuat.
Keseimbangan antara dua zat ini menghasilkan tonus vaskuler pada
uteroplasenta. Konsumsi minyak ikan diduga menghasilkan
penurunan sintesis tromboksan dan meningkatkan konsentrasi
prostasiklin. Perubahan rasio ini akan menghasilkan vasodilatasi
yang menyebabkan peningkatan aliran darah utreroplasenta dan
meningkatkan berat lahir, sehingga berguna dalam pencegahan dan
terapi PJT.
b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya
dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila
penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat  maka nutrisi harus
diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan
alkohol, maka semuanya harus dihentikan
c. Tatalaksana farmakologis :
I. Aspirin dan Dipiridamol
Aspirin atau asam asetilsalisilat, menghambat enzim
siklooksigenase secara ireversibel. Pemberian aspirin dosis rendah
1-2 mg/kg/hari menghambat aktifitas siklooksigenase dan
menghasilkan penurunan sintesis tromboksan. Pemberian aspirin
dosis rendah berkaitan dengan peningkatan berat lahir rata-rata
sebesar 516 gram. Juga ditemukan peningkatan yang bermakna pada
berat plasenta.
Dipiridamol, merupakan inhibitor enzim fosfodiesterase, dapat
menghambat penghancuran cyclic adenosine monophosphate
(cAMP). Ini akan meningkatkan konsentrasi cAMP yang dapat
menyebabkan trombosit lebih sensitif terhadap efek prostasiklin dan

33
juga merangsang sintesis prostasiklin yang menghasilkan
vasodilatasi.
II. Beta mimetik
Obat ini memilki berbagai efek pada aliran daerah uteroplasenta.
Salah satunya adalah merangsang adenilat siklase miometrium yang
menyebabkan relaksasi uterus. Relaksasi ini akan menurunkan
resistensi aliran darah uterus dan meningkatkan perfusi. Efek
vasodilatasi langsung pada arteri uterina juga meningkatkan perfusi
uterus. Secara teori hal ini bermanfaat pada pengobatan PJT.
10. Pencegahan
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga,
faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah
komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil makan
makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan
narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang
cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik
dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana
dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.
Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar
kondisi ibu dan janin dapat selalu terpantau. Termasuk, jika ada kondisi PJT, dapat
diketahui sedini mungkin. Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan
setiap 4 minggu sampai dengan usia kehamilan 28 minggu. Kemudian, dari minggu
ke 28-36, pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap 2 minggu sekali. Selanjutnya,
lakukan pemeriksaan setiap 1 minggu sampai dengan usia kelahiran atau 40
minggu. Semakin besar usia kehamilan, semakin mungkin pula terjadi hambatan
atau gangguan. Jadi, pemeriksaan harus dilakukan lebih sering seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. (Nurul, 2016)

11. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi daripada
kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal antara lain prematuritas,

34
oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatnya angka SC, asfiksia
intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi,
hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal
dipengaruhi beberapa faktor, termasuk derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT,
umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil berat badan makin
tinggi angka kematian perinatal.
Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan tinggi badan
dan berat badan bayi preterm KMK yang PJT lebih lambat dibandingkan bayi
preterm yang sesuai masa kehamilan dan tidak mengalami PJT. Bukti
epidemiologis menunjukkan adanya KMK dengan peningkatan risiko kejadian
kadar lipid darah yang abnormal, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
iskemik pada masa dewasa (hipotesis Barker).

35
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pemantauan secara teratur pada ibu hamil pertama (primigravidarum)
terutama pada trimester I kehamilan sangatlah penting. Mengingat ibu
cenderung mengalami gangguan dalam proses kehamilannya seperti misalnya
abortus dalam kehamilan yang akan sangat berpengaruh terhadap psikologis
ibu yang tentunya sangat berharap keselamatan bayinya dapat dipertahankan.
Plasenta berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan
kelangsungan hidup bayi. Tanpa plasenta, janin mustahil bertahan hidup. Plasenta
merupakan organ yang telah memiliki letak,bentuk,ukuran,bagian-bagian dan
fungsi yang apabila semuanya terbentuk dan melakukan fungsinya dengan
baik,maka akan menjamin kehidupan dan pertumbuhan janin yang berkembang di
dalam rahim.
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau Intra Uterine Growth Restriction
(IUGR). merupakan suatu bentuk deviasi atau reduksi pola pertumbuhan janin.
Yang terjadi pada PJT adalah proses patologi yang menghambat janin untuk
mencapai potensi pertumbuhannya. Pertumbuhan Janin Terhambat ditentukan bila
janin kurang dari 10 persentil dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan
tertentu

3.2  Saran
Plasenta merupakan organ yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan bayi dalam
rahim, oleh karena itu pemenuhan kebutuhan nutrisi serta gizi harus tercukupi
melalui ibu yang sedang mengandung. Proses pertumbuhan plasenta sangat
berpengaruh besar bagi kehidupan janin dalam kandungan, pasokan makanan pada
ibu sangat mempengaruhi tumbuh kembang pada plasenta, kerusakan pada plasenta
juga merupakan akibat dari buruknya pasokan makanan yang dikonsumsi ibu. Oleh
sebab itu perlu bagi ibu yang sedang mengandung untuk mengetahui proses

36
pertumbuhan plasenta, organ yang merupakan hubungan pengikat antara ibu dan
bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian


Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.
Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
CA, Ardy. 2013. G3p2a0, 38 Tahun, Gravid 28 Minggu, Janin Tunggal Mati,
Intrauterin, Presentasi Bokong, Letak Sungsang, Belum Inpartu Dengan
Intrauterine Fetal Death (Iufd). Medula, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013
David Chelmow, MD , 2011 Intrauterine Growth Restriction (IUGR),
http://www.americanpregnancy.org/pregnancycomplications/iugr.html diunduh
pada 20 Oktober 2016
David Peleg, M.D., Colleen M. Kennedy, M.D., and Stephen K. Hunter, M.D., PH.D.,
1998, Intrauterine Growth Restriction: Identification and Management,
http://www.aafp.org/afp/1998/0801/p453.html diunduh pada 20 Oktober 2016
Donna D. Ignatavicius (1991), Medical Surgical Nursing: A Nursing Process
Approach, WB. Sauders Company, Philadelphia.
Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta
Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.

37
Ilmia, Nurul. Pertumbuhan Janin Terhambat. Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Bandung.
2016
Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit
Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000),
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Maryunani, Anik dan Puspita, Eka. 2013. Asuhan keperawatan kegawatdaruratan
maternal dan neoatal. Jakarta : Trans Info Media
Susilawati H, Dessy. Volume dan Fungsi Sekresi Ginjal Pada Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Normal Dengan Pemeriksaan Ultrasonografi. Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Medan; 2009.

38

Anda mungkin juga menyukai