Anda di halaman 1dari 134

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN DAN BBL

Dosen pengampu: Julietta Hutabarat, SST, M.Keb

Disusun Oleh :

Elsa Febrianti Sinaga (P07524419055)

KELAS : DIV/ 3B

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN DIV KEBIDANAN MEDAN
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-NYA makalah ini dapat di buat dan disampaikan tepat pada waktunya.Adapun
penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan.

Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah  ini. saya juga berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi
salah satu sumber literatur atau sumber informasi pengetahuan bagi pembaca.

Namun saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena
itu, saya memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan dan saya sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan ini lebih sempurna. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua

Medan, Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB 1.........................................................................................................................................................6
PENDAHULUAN......................................................................................................................................6
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................6
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................6
1.3 TUJUAN MAKALAH................................................................................................................7
BAB II...................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN....................................................................................................................................8
2.1 Konsep Dasar Persalinan...................................................................................................................8
2.2 Mekanisme Persalinan, Tahapan Persalinan dan Faktor 5 P...........................................................13
2.3 Adaptasi Fisiologi Dan Psikologi Pada Kala 1 & 2.........................................................................15
2.4 Perubahan Fisik Dan Adaptasi Psikologis Pada Kala Iii Dan Iv………………………………..…21
2.5 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala I...................................................................................28
2.6 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala Ii..................................................................................39
2.7 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala Ii..................................................................................43
BAB III................................................................................................................................................46
PENUTUP...........................................................................................................................................46
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................47

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tingginya komplikasi obstetri seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan
komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di negara
berkembang. Persalinan yang terjadi di Indonesia masih di tingkat pelayanan primer dimana
tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan tersebut masih
belum memadai.
Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kematian dan
kesakitan ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar
mampu mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi; menerapkan asuhan
persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi; dan segera
melakukan rujukan; maka para ibu dan bayi baru lahir akan terhindar dari ancaman kesakitan
dan kematian. Mata kuliah ini memberikan materi tentang asuhan kebidanan pada ibu dalam
persalinan dengan pendekatan manajemen kebidanan yang didasarkan pada konsep, sikap
dan keterampilan serta hasil evidence based.
Pokok materi yang dibahas adalah konsep dasar persalinan, beberapa faktor yang
mempengaruhi persalinan, tahapan dalam persalinan, asuhan pada setiap kala persalinan,
deteksi dini komplikasi persalinan dan cara penanganannya, serta cara pendokumentasian
asuhan masa persalinan. Mata kuliah ini membahas konsep tentang asuhan persalinan sesuai
dengan kewenangannya pada ibu bersalin, baik di sarana pelayanan kesehatan ataupun di
rumah sesuai dengan prasyarat, serta kondisi pasien dan tanggap budaya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Konsep Dasar Persalinan?
2. Apa yang dimaksud dengan Mekanisme Persalinan, Tahapan Persalinan dan Faktor 5
P?
3. Apa yang dimaksud dengan Adaptasi Fisiologi Dan Psikologi Pada Kala 1 & 2 ?
4. Apa yang dimaksud dengan Perubahan Fisik Dan Adaptasi Psikologis Pada Kala 3
Dan 4?
5. Apa yang dimaksud dengan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala 1?
6. Apa yang dimaksud dengan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala 2?
7. Apa yang dimaksud dengan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala 2?

1
1.3 TUJUAN MAKALAH
1. Agar mahasiswa tau apa yang dimaksud dengan Konsep Dasar Persalinan?
2. Agar mahasiswa tau apa yang dimaksud dengan Mekanisme Persalinan, Tahapan
Persalinan dan Faktor 5 P ?
3. Agar mahasiswa tau apa yang dimaksud dengan Adaptasi Fisiologi Dan Psikologi Pada
Kala 1 & 2 ?
4. Agar mahasiswa tau apa yang dimaksud dengan Perubahan Fisik Dan Adaptasi
Psikologis Pada Kala 3 Dan 4?
5. Agar mahasiswa apa yang dimaksud dengan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala
1?
6. Agar mahasiswa tau apa yang dimaksud dengan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
Kala 2?
7. Agar mahasiswa tau apa yang dimaksud dengan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
Kala 2?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Persalinan

A.Pengertian Persalinan

Persalinan Normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian secara alami dengan
adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan bayi. Dari
Pengertian diatas Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi servik, lahirnya bayi
dan plasenta dari rahim ibu. Persalinan Normal disebut juga alami karena terjadi secara alami.
Jadi secara umum Persalinan Normal adalah proses persalinan yang melalui kejadian secara
alami dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan
bayi. Jika Persalinan Normal tidak termungkinkan karena masalah posisi bayi harus dilakukan
bedah sesar. Pada saat persalinan normal, bayi dilahirkan melalui vagina.

Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang diawali dengan
kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai dengan
pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses persalinan ini akan berlangsung selama 12
sampai 14 jam (Kurniarum, 2016).

Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian kejadian pengeluaran bayi
yang sudah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan ibu sendiri).

Ada beberapa pengertian persalinan, yaitu sebagai berikut :

1. Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian perubahan yang
besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melaui jalan lahir (Moore, 2001).

2. Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita melahirkan bayi yang diawali dengan
kontraksi uterus yang teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai dengan
pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses persalinan ini akan berlangsung selama 12
sampai 14 jam (Mayles, 1996).

3. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus ke dunia luar (Prawirohardjo, 2002).

3
4. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo,
2002)

Adapun macam - macam persalinan adalah sebagai berikut:

1. Persalinan Spontan Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui
jalan lahir ibu tersebut.

2. Persalinan Buatan Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forceps,
atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.

3. Persalinan Anjuran Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.

Adapun dibawah ini adalah persalinan berdasarkan umur kehamilan:

1.Abortus

Pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu atau bayi dengan berat badan
kurang dari 500 gr.

2.Partus immaturus

Pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan
antara 500 gram dan 999 gram.

3.Partus prematurus

Pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan
antara 1000 gram dan 2499 gram.

4.Partus maturus atau a’terme

Pengeluaran buah kehamilan antara 37 minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat badan
2500 gram atau lebih.

5.Partus postmaturus atau serotinus

Pengeluaran buah kehamilan setelah kehamilan 42 minggu.

4
B. Tujuan Dari Asuhan Persalinan

Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajad
kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal dengan asuhan kebidanan persalinan yang adekuat sesuai
dengan tahapan persalinan sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga
pada tingkat yang optimal.

C. Teori Penyebab Persalinan

Beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan menurut Manuaba

1)Teori Estrogen-Progesteron

Pada 1-2 minggu sebelum persalinan dimulai, terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan penurunan
progesteron akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesteron turun.

2)Teori Oksitosin

Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan


oleh hipofise part posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.

3)Teori Distensi Rahim

Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim, sehingga
mengganggu sirkulasi utero plasenta. 10

4)Teori Iritasi Mekanik

Di belakang serviks terletak ganglion servikal (Fleksus Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser
dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

5)Teori Prostaglandin

5
Konsentrasi prostaglandin yang dikeluarkan oleh desidua meningkat sejak umur hamil 15
minggu. Prostaglandin dianggap dapat memicu persalinan, semakin tua umur kehamilan maka
konsentrasi prostaglandin makin meningkat sehingga dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.

6)Teori Hipotalhamus-Pituitari dan Glandula Suprarenal

Teori ini menunjukkan bahwa pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipothalamus dan glandula suprarenal yang merupakan
pemicu terjadinya persalinan.

7)Induksi Persalinan (Induction of Labour)

Partus yang ditimbulkan dengan jalan :

a)Memecahkan ketuban ( amniotomi)

Pemecahan ketuban akan mengurangi keregangan otot rahim sehingga kontraksi segera dapat
dimulai.

b) Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi

Dengan pemberian oksitosin drip/prostaglandin dapat mengakibatkan kontraksi otot rahim


sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.

c) Induksi persalinan dengan mekanis

Dengan menggunakan beberapa gagang laminaria yang dimasukkan dalam kanalis servikalis
dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.

d) Induksi persalinan dengan tindakan operasi dengan cara seksio caesaria

D. Tanda-Tanda Persalinan

Untuk mendukung deskripsi tentang tanda dan gejala persalinan, akan dibahas materi sebagai
berikut :

1. Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat

a. Lightening

6
Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa keadaannya menjadi lebih
enteng. Ia merasa kurang sesak, tetapi sebaliknya ia merasa bahwa berjalan sedikit lebih sukar,
dan sering diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota bawah.

b. Pollikasuria

Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium kendor, fundus uteri
lebih rendah dari pada kedudukannya dan kepala janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas
panggul. Keadaan ini menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk
sering kencing yang disebut Pollakisuria.

c. False labor

Tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon ibu diganggu oleh his pendahuluan
yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan
ini bersifat:

1) Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah

2) Tidak teratur

3) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya waktu dan bila dibawa jalan
malah sering berkurang

4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan cervix

d. Perubahan cervix

Pada akhir bulan ke-9 hasil pemeriksaan cervix menunjukkan bahwa cervix yang tadinya
tertutup, panjang dan kurang lunak, kemudian menjadi lebih lembut, dan beberapa
menunjukkan telah terjadi pembukaan dan penipisan. Perubahan ini berbeda untuk
masingmasing ibu, misalnya pada multipara sudah terjadi pembukaan 2 cm namun pada
primipara sebagian besar masih dalam keadaan tertutup.

e. Energy Sport

Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira 24-28 jam sebelum persalinan
mulai. Setelah beberapa hari sebelumnya merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka
ibu mendapati satu hari sebelum persalinan dengan energi yang penuh. Peningkatan energi ibu
ini tampak dari aktifitas yang dilakukannya seperti membersihkan rumah, mengepel, mencuci
perabot rumah, dan pekerjaan rumah lainnya sehingga ibu akan kehabisan tenaga menjelang
kelahiran bayi, sehingga persalinan menjadi panjang dan sulit.

7
f. Gastrointestinal Upsets

Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti diare, obstipasi, mual dan muntah
karena efek penurunan hormon terhadap sistem pencernaan.

2.Tanda-Tanda Pasti Persalinan

Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah :

a.Timbulnya kontraksi uterus

Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang mempunyai sifat sebagai
berikut :

1. Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.

2. Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan

3. Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya makin besar 4.
Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.

5. Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Kontraksi
yang terjadi dapat menyebabkan pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.

b.Penipisan dan pembukaan servix

Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya pengeluaran lendir dan darah sebagai
tanda pemula.

c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)

Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar disertai dengan sedikit
darah. Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian
bawah segmen bawah rahim hingga beberapa capillair darah terputus.

8
d. Premature Rupture of Membrane

Adalah keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini terjadi
akibat ketuban pecah atau selaput janin robek. Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan
lengkap atau hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang lambat
sekali. Tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil, malahan kadang-kadang
selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun demikian persalinan diharapkan akan mulai
dalam 24 jam setelah air ketuban keluar.

E. 5 Benang Merah

Ada lima aspek dasar atau Lima Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik
normal maupun patologis. Lima Benang Merah tersebut adalah :

1. Membuat Keputusan Klinik

Membuat keputusan merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan
menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif
dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan.

Tujuan langkah dalam membuat keputusan klinik :

a) Pengumpulan data utama dan relevan untuyk membuat keputusan

b) Menginterpretasikan data dan mengidentifikasi masalah

c) Membuat diagnosa atau menentukan masalah yang terjadi dihadapi

d) Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan

2. Asuhan sayang ibu

Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan

9
a) Panggil ibu sesuai dengan namanya, hargai dan perlakukan ibu sesuai martabatnya

b) Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu sebelum memulai asuhan

c) Jelaskan proses persalinan

d) Anjurkan ibu untuk bertanya

e) Dengarkan dan tanggapi pertanyaan ibu

f) Berikan dukungan pada ibu

g) Anjurkan ibu untuk ditemani suami/keluarga

h) Ajarkan keluarga cara memperhatikan dan mendukung ibu

i) Lakukan praktek pencegahan infeksi yang baik

j) Hargai privasi ibu

k) Anjurkan ibu memilih posisi persalinan

l) Anjurkan ibu untuk makan dan minum

m) Hargai praktek tradisional yang tidak merugikan kesehatan ibu

n) Hindari tindakan berlebihan yang membahaykan ibu

o) Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya sesegera mungkin

p) Membantu memulai IMD

q) Siapkan rencana rujukan (bilaperlu)

r) Mempersiapkan persalinan dengan baik

3. Pencegahan infeksi

Tindakan pencegahan infeksi

a) Cuci tangan

b) Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya

c) Menggunakan teknik asepsis atau aseptic

10
d) Memproses alat bekaspakai

e) Menangani peralatan tajam dengan aman

f) Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan

4. Pencatatan ( Rekam Medik ) Asuhan Persalinan

Pencatatan (pendokumentasian) adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik
karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan yang
diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Partograf adalah bagian terpenting dari
proses pencatatan selama persalinan.Pencatatan rutin adalah penting karena :

a)Sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi kesesuaian dan
keefektifan asuhan atau perawatan, mengidentifikasi kesenjangan pada asuhan yang diberikan
dan untuk membuat perubahan dan peningkatan pada rencana asuhan atau perawatan.

b)Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam proses membuat keputusan klinik.

c)Sebagai catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang diberikan.

d) Dapat dibagikan di antara para penolong persalinan sehingga lebih dari satu penolong
persalinan akan memberikan perhatian dan asuhan pada ibu atau bayi baru lahir.

e)Dapat mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya,


dari satu penolong persalinan ke penolong persalinan lainnya, atau dari seorang penolong
persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya.

f)Dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus.

g) Diperlukan untuk memberi masukan data statistik nasional dan daerah, termasuk catatan
kematian dan kesakitan ibu atau bayi baru lahir.

Aspek – aspek penting dalam pencatatan adalah :

11
a) Tanggal dan waktu asuhan diberikan

b) Identifikasi penolong persalinan.

c) Paraf atau tanda tangan (dari penolong persalinan) pada semua catatan.

d) Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat, dicatat dengan jelas dan dapat dibaca.

e) Suatu sistem untuk memelihara catatan pasien sehingga selalu siap tersedia.

f) Kerahasiaan dokumen – dokumen medis.

Harus diberikan salinan catatan (catatan klinik antenatal, dokumen – dokumen rujukan, dan lain
– lain) beserta panduan yang jelas mengenai :

(a) Maksud dari dokumen – dokumen tersebut

(b) Kapan harus dibawa

(c) Kepada siapa harus diberikan

(d) Bagaimana menyimpan dan mengamankannya, baik di rumah atau selama perjalanan ke
tempat rujukan.

Beberapa hal yang perlu diingat :

(a) Catat semua data, hasil pemeriksaan, diagnosis, obat – obat, asuhan atau perawatan, dan
lain – lain

(b) Jika tidak dicatat, maka dapat dianggap bahwa asuhan tersebut tidak dilakukan

(c) Pastikan setiap partograf bagi setiap pasien diisi dengan lengkap dan benar (JNKP-KR,
2017)

5. Rujukan

Jika ditemukan suatu masalah dalam persalinan, sering kali sulit untuk melakukan upaya
rujukan dengan cepat, hal ini karena banyak faktor yang mempengaruhi. Penundaan dalam

12
membuat keputusan dan pengiriman ibu bersalin ke tempat rujukan akan menyebabkan
tertundanya ibu bersalin mendapat penatalaksanaan yang memadai, sehingga dapat
menyebabkan tingginya angka kematian ibu bersalin. Rujukan tepat waktu merupakan bagian
dari asuhan sayang ibu dan menunjang terwujudnya program Safe Motherhood . Di bawah ini
merupakan akronim yang dapat di gunakan petugas kesehatan dalam mengingat hal-hal
penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu dan bayi :

a) B (Bidan)

Pastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalianan yang kompeten
untuk melaksanakan gawat darurat obstetri dan BBL untuk dibawa ke fasilitas rujukan.

b) A (Alat)

Membawa perlengkapan dan alat-alat untuk asuhan persalinan, masa nifas, dan BBL(tambung
suntik, selang iv, alat resusitasi, dan lain-lain) ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-
bahan tersebut meungkin diperlukan jika melahirkan dalam perjalanan ke fasilitas rujukan.

c) K (Keluarga)

Memberitahu Ibu dan Keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan bayi dan mengapa ibu dan
bayi perlu dirujuk. Menjelaskan alasan dan tujuan merujuk ibu ke fasilitas rujukan tersebut.

d) S (Surat)

Berikan surat keterangan rujukan ke tempat rujukan. Surat ini memberikan identifikasi
mengenai ibu dan BBL cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil penyakit, asuhan atau obat-
obatan yang diterima ibu dan BBL.

e) O (obat)Bawa obat-obat esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan.

f) K (Kendaraan)

13
Mempersiapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk dalam kondisi cukup
nyaman.

g) U (Uang)

Membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan
bahan-bahan kesehatan lainnya selama ibu dan bayi di fasilitas rujukan.

h) Da (Darah dan Doa)

Persiapan darah baik dari anggota keluarga maupun kerabat sebagai persiapan jika terjadi
penyulit (JNPK-KR, 2017).

2.2 Mekanisme Persalinan, Tahapan Persalinan dan Faktor 5 P

A.MEKANISME PERSALINAN NORMAL

14
Mekanisme persalinan merupakan gerakan janin dalam menyesuaikan dengan ukuran dirinya
dengan ukuran panggul saat kepala melewati panggul. Mekanisme ini sangat diperlukan
mengingat diameter janin yang lebih besar harus berada pada satu garis lurus dengan diameter
paling besar dari panggul.

Mekanisme persalinan normal dibagi menjadi beberapa fase, yakni :

1. Masuknya kepala janin dalam PAP (Engagement)

a. Masuknya kepala ke dalam PAP terutama pada primigravida terjadi pada bulan terakhir
kehamilan tetapi pada multipara biasanya terjadi pada permulaan persalinan.

b. Masuknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang


menyesuaikan dengan letak punggung (Contoh: apabila dalam palpasi didapatkan punggung kiri
maka sutura sagitalis akan teraba melintang kekiri/ posisi jam 3 atau sebaliknya apabila
punggung kanan maka sutura sagitalis melintang ke kanan/posisi jam 9) dan pada saat itu kepala
dalam posisi fleksi ringan.

c. Jika sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP maka masuknya kepala
akan menjadi sulit karena menempati ukuran yang terkecil dari PAP

d. Jika sutura sagitalis pada posisi di tengah-tengah jalan lahir yaitu tepat di antara
symphysis dan promontorium, maka dikatakan dalam posisi ”synclitismus” pada posisi
synclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya.

e. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphisis atau agak ke belakang mendekati
promontorium, maka yang kita hadapi adalah posisi ”asynclitismus”

f. Acynclitismus posterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati symphisis dan os


parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan.

g. Acynclitismus anterior adalah posisi sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga


os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang

15
h. Pada saat kepala masuk PAP biasanya dalam posisi asynclitismus posterior ringan. Pada
saat kepala janin masuk PAP akan terfiksasi yang disebut dengan engagement.

2. Majunya Kepala janin (Desent)

a. Pada primi gravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga
panggul dan biasanya baru mulai pada kala II

b. Pada multi gravida majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi
bersamaan.

c. Majunya kepala bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu: fleksi, putaran paksi
dalam, dan ekstensi

d. Majunya kepala disebabkan karena:

1) Tekanan cairan intrauterin

16
2) Tekanan langsung oleh fundus uteri oleh bokong

3) Kekuatan mengejan

4) Melurusnya badan bayi oleh perubahan bentuk rahim

3. Fleksi

a. Fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil yaitu
dengan diameter suboccipito bregmatikus (9,5 cm) menggantikan suboccipito frontalis (11 cm)

b. Fleksi disebabkan karena janin didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari
pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau dasar panggul

c. Akibat adanya dorongan di atas kepala janin menjadi fleksi karena momement yang
menimbulkan fleksi lebih besar daripada moment yang menimbulkan defleksi

d. Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam posisi fleksi maksimal. Kepala turun
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan

17
e. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intra uterin yang disebabkan
oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang disebut sebagai putaran paksi
dalam

4. Putaran paksi dalam

a. Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga
bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symphisis

b. Pada presentasi belakang kepala bagian terendah adalah daerah ubun-ubun kecil dan
bagian ini akan memutar ke depan ke bawah symphisis

c. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran paksi
merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya
bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul

d. Putaran paksi dalam terjadi bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum
kepala sampai di Hodge III, kadang-kadang baru terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul

e. Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam:

1) Pada letak fleksi, bagian kepala merupakan bagian terendah dari kepala

2) Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan
atas dimana terdapat hiatus genitalis antara muskulus levator ani kiri dan kanan

18
3) Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior

5. Defleksi

a. Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah
ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan di atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk dapat
melewati pintu bawah panggul.

19
b. Dalam rotasi UUK akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul UUK berada
di bawah simfisis, dengan suboksiput sebagai hipomoklion kepala mengadakan gerakan defleksi
untuk dapat dilahirkan.

c. Pada saat ada his vulva akan lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum
menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.

d. Dengan kekuatan his dan kekuatan mengejan, maka berturut-turut tampak bregmatikus,
dahi, muka, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi.

e. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar

6. Ekstensi

a. Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah
ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan di atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk dapat
melewati pintu bawah panggul

b. Jika tidak terjadi ekstensi maka kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya

c. Kepala bekerja dengan 2 kekuatan yaitu satu mendesak ke bawah dan satunya lagi
menolak ke atas karena adanya tahanan dasar panggul

d. Setelah subocciput tertahan di pinggir bawah symphysis, maka yang dapat maju adalah
bagian yang berhadapan dengan subocciput

7. Putaran paksi luar

20
a. Putaran paksi luar adalah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk
menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung janin.

b. Bahu melintasi PAP dalam posisi miring.

c. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang
dilaluinya hingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan bahu akan berada dalam
posisi depan belakang.

d. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dulu baru kemudian bahu belakang, kemudian
bayi lahir seluruhnya.

21
8. Ekspulsi

Setelah paksi luar, bahu depan sampai dibawah simpisis dan menjadi hypomochlion untuk
kelahiran bahu belakang. Setelah kedua bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi
dilahirkan searah dengan sumbu jalan lahir.

II. TAHAPAN PERSALINAN

Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 sm. Kala I
dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga kala pengeluaran, oleh karena kekuatan
his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga
kala urie, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya
plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post
partum.

a. Kala I

Persalinan Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan his kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat
sehingga ibu masih dapat berjalan-jalan. Klinis dinyatakan mulai terjadi partus jika timbul his
dan ibu mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Proses ini berlangsung kurang
lebih 18-24 jam, yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm
sampai pembukaan 3 cm, dan fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan
10 cm. Dalam fase aktif masih dibagi menjadi 3 fase lagi, yaitu: fase akselerasi, dimana dalam
waktu 2 jam pembukaan 3 menjadi 4 cm; fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm menjadi 9 cm; dan fase deselerasi,
dimana pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi 10
cm.

22
Kemajuan persalinan Kondisi janin
Kondisi pasien
tenaga penumpang
Periksa detak jantung
Periksa nadi dan tekanan
janin setiap 15 menit
darah selama 30 menit
Usaha mengedan atau lebih sering
Respons keseluruhan
dilakukan dengan
pada kala II :
Palpasi kontraksi uterus makin dekatnya
( kontrol setiap 10 menit ) 1. Keadaan
kelahiran
1. Frekuensi dehidrasi
2. Lamanya 2. Perubahan sikap /
Penurunan presentasi
3. Kekuatan perilaku
dan perubahan posisi
3. Tingkat tenaga
(yang memiliki)
Warna cairan tertentu

Fisiologi Kala I

1. Uterus

Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus menyebar ke depan dan ke bawah abdomen.
Kontraksi berakhir dengan masa yang terpanjang dan sangat kuat pada fundus. Selagi uterus
kontraksi berkontraksi dan relaksasi memungkinkan kepala janin masuk ke rongga pelvik.

2. Serviks

Sebelum onset persalinan, serviks berubah menjadi lembut:

a) Effacement (penipisan) serviks berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan


penipisan serviks. Panjang serviks pada akhir kehamilan normal berubah – ubah (beberapa mm
sampai 3 cm). Dengan mulainya persalinan panjangnya serviks berkurang secara teratur sampai
menjadi pendek (hanya beberapa mm). Serviks yang sangat tipis ini disebut sebagai menipis
penuh

23
b) Dilatasi berhubungan dengan pembukaan progresif dari serviks. Untuk mengukur
dilatasi/diameter serviks digunakan ukuran centimeter dengan menggunakan jari tangan saat
peeriksaan dalam. Serviks dianggap membuka lengkap setelah mencapai diameter 10 cm

c) Blood show (lendir show) pada umumnya ibu akan mengeluarkan darah sedikit atau
sedang dari serviks

b. Kala II (Pengeluaran)

Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat kurang
lebih 2-3 menit sekali.

Tanda dan gejala kala II

Tanda-tanda bahwa kala II persalinan sudah dekat adalah:

1. Ibu ingin meneran

2. Perineum menonjol

3. Vulva vagina dan sphincter anus membuka

4. Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat

5. His lebih kuat dan lebih cepat 2-3 menit sekali.

6. Pembukaan lengkap (10 cm )

7. Pada Primigravida berlangsung rata-rata 1.5 jam dan multipara rata-rata 0.5 jam

24
8. Pemantauan

a) Tenaga atau usaha mengedan dan kontraksi uterus

b) Janin yaitu penurunan presentasi janin dan kembali normalnya detak jantung bayi setelah
kontraksi

c) Kondisi ibu sebagai berikut:

Kemajuan persalinan tenaga Kondisi pasienKondisi janin penumpang

Usaha mengedan

Palpasi kontraksi uterus

( kontrol setiap 10 menit )

1. Frekuensi

2. Lamanya

3. Kekuatan Periksa nadi dan tekanan darah selama 30 menit

Respons keseluruhan pada kala II :

1. Keadaan dehidrasi

2. Perubahan sikap / perilaku

3. Tingkat tenaga (yang memiliki) Periksa detak jantung janin setiap 15 menit atau
lebih sering dilakukan dengan makin dekatnya kelahiran

25
Penurunan presentasi dan perubahan posisi

Warna cairan tertentu

Fisiologi Kala II

1. His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50 -100 detik, datangnya tiap 2-3 menit

2. Ketuban biasanya pecah pada kala ini ditandai dengan keluarnya cairan
kekuningkuningan sekonyong-konyong dan banyak

3. Pasien mulai mengejan

4. Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul, perineum
menonjol, vulva menganga dan rectum terbuka

5. Pada puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan hilang lagi waktu his berhenti,
begitu terus hingga nampak lebih besar. Kejadian ini disebut “Kepala membuka pintu”

6. Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva sehingga tidak bisa mundur
lagi, tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan subocciput ada di bawah symphisis disebut
“Kepala keluar pintu”

7. Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun besar, dahi dan mulut pada
commissura posterior. Saat ini untuk primipara, perineum biasanya akan robek pada pinggir
depannya karena tidak dapat menahan regangan yang kuat tersebut

8. Setelah kepala lahir dilanjutkan dengan putaran paksi luar, sehingga kepala melintang,
vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak keluar
lendir dan cairan

9. Pada his berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu depan disusul seluruh badan
anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan paksi jalan lahir

26
10. Setelah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar waktu ketuban pecah,
kadang-kadnag bercampur darah 20 menit 50 menit pada multi 11. Lama kala II pada primi

c. Kala III (Pelepasan Uri)

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30
menit. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa
menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Peregangan
Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian oksitosin untuk kontraksi uterus dan
mengurangi perdarahan.

Tanda-tanda pelepasan plasenta :

1. Perubahan ukuran dan bentuk uterus

2. Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta sudah terlepas dari
Segmen Bawah Rahim

3. Tali pusat memanjang

4. Semburan darah tiba tibaFisiologi Kala III Segera setelah bayi dan air ketuban sudah
tidak lagi berada di dalam uterus, kontraksi akan terus berlangsung dan ukuran rongga uterus
akan mengecil. Pengurangan dalam ukuran uterus ini akan menyebabkan pengurangan dalam
ukuran tempat melekatnya plasenta. Oleh karena tempat melekatnya plasenta tersebut menjadi
lebih kecil, maka plasenta akan menjadi tebal atau mengkerut dan memisahkan diri dari dinding
uterus. Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan robek saat plasenta lepas.
Tempat melekatnya plasenta akan berdarah terus hingga uterus seluruhnya berkontraksi. Setelah
plasenta lahir, dinding uterus akan berkontraksi dan menekan semua pembuluh-pembuluh darah
ini yang akan menghentikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta tersebut. Sebelum
uterus berkontraksi, wanita tersebut bisa kehilangan darah 350-360 cc/menit dari tempat
melekatnya plasenta tersebut. Uterus tidak bisa sepenuhnya berkontraksi hingga plasenta lahir
dahulu seluruhnya. Oleh sebab itu, kelahiran yang cepat dari plasenta segera setelah ia
melepaskan dari dinding uterus merupakan tujuan dari manajemen kebidanan dari kala III yang
kompeten.

27
Tanda-tanda Klinik dari Pelepasan Plasenta

1. Semburan darah

2. Pemanjatan tali pusat

3. Perubahan dalam posisi uterus:uterus naik di dalam abdomen

Pemantauan Kala III

1. Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua. Jika ada maka tunggu
sampai bayi kedua lahir

2. Menilai apakah bayi beru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak rawat bayi

d. Kala IV (Observasi)

Dimulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Paling kritis karena proses
perdarahan yang berlangsung. Masa 1 jam setelah plasenta lahir. Pemantauan 15 menit pada jam
pertama setelah kelahiran plasenta, 30 menit pada jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu
tidak stabil, perlu dipantau lebih sering Observasi intensif karena perdarahan yang terjadi pada
masa ini. Observasi yang harus dilakukan pada Kala IV adalah:

1. Tingkat kesadaran ibu

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernapasan

3. Kontraksi uterus

4. Terjadinya perdarahan Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi
500 cc

Fisiologi Kala IV

28
Setelah plasenta lahir tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari dibawah pusat. Otot-otot uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang ada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.

Tujuh (7) Langkah Pemantauan Yang Dilakukan Kala IV

1. Kontraksi rahim
2. Kontraksi dapat diketahui dengan palpasi. Setelah plasenta lahir dilakukan pemijatan
uterus untuk merangsang uterus berkontraksi. Dalam evaluasi uterus yang perlu
dilakukan adalah mengobservasi kontraksi dan konsistensi uterus. Kontraksi uterus
yang normal adalah pada perabaan fundus uteri akan teraba keras. Jika tidak terjadi
kontraksi dalam waktu 15 menit setelah dilakukan pemijatan uterus akan terjadi
atonia uteri.
3. Perdarahan
4. Perdarahan: ada/tidak, banyak/biasa

29
3. Kandung kencing

Kandung kencing: harus kosong, kalau penuh ibu diminta untuk kencing dan kalau tidak bisa
lakukan kateterisasi. Kandung kemih yang penuh mendorong uterus keatas dan menghalangi
uterus berkontraksi sepenuhnya.

4. Luka-luka: jahitannya baik/tidak, ada perdarahan/tidak

Evaluasi laserasi dan perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi
perineum. Derajat laserasi perineum terbagi atas :

a. Derajat I

Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior dan kulit perineum. Pada derajat I ini tidak perlu
dilakukan penjahitan, kecuali jika terjadi perdarahan

b. Derajat II

Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum dan otot perineum. Pada derajat II
dilakukan penjahitan dengan teknik jelujur

c. Derajat III

Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot spingter ani
external

d. Derajat IV

Derajat III ditambah dinding rectum anterior

e. Pada derajat III dan IV segera lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan teknik dan
prosedur khusus

30
5. Uri dan selaput ketuban harus lengkap

6. Keadaan umum ibu: tensi, nadi, pernapasan, dan rasa sakit

a. Keadaan Umun Ibu

1) Periksa Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan dan setiap 30 menit pada
jam kedua setelah persalinan jika kondisi itu tidak stabil pantau lebih sering

2) Apakah ibu membutuhkan minum

3) Apakah ibu akan memegang bayinya

b. Pemeriksaan tanda vital.

c. Kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri:

Rasakan apakah fundus uteri berkontraksi kuat dan berada dibawah umbilicus.

31
Periksa fundus :

1) 2-3 kali dalam 10 menit pertama

2) Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan.

3) Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan

4) Masage fundus (jika perlu) untuk menimbulkan kontraksi

7. Bayi dalam keadaan baik.

III. FAKTOR 5 P DALAM PERSALINAN (PASSAGE, PASSENGER, POWER, PSYCHE,


PREPARATION) SINKRONISASI DAN HARMONISASI FAKTOR 5 P DALAM PROSES
PERSALINAN

A. PASSAGE (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul, vagina, dan
introitus (lubang luar vagina).

Bidang - Bidang Hodge

Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk menentukan kemajuan persalinan
yaitu seberapa jauh penurunan kepala melalui pemeriksaan dalam/vagina toucher (VT), Adapun
bidang hodge sebagai berikut:

1. Hodge I : Bidang yang setinggi dengan Pintu Atas Panggul (PAP) yang dibentuk oleh
promontorium, artikulasio-iliaca, sayap sacrum, linea inominata, ramus superior os pubis, tepi
atas symfisis pubis

32
2. Hodge II : Bidang setinggi pinggir bawah symfisis pubis berhimpit dengan PAP (Hodge
I)

3. Hodge III : Bidang setinggi spina ischiadika berhimpit dengan PAP (Hodge I)

4. Hodge IV : Bidang setinggi ujung os soccygis berhimpit dengan PAP (Hodge I)

Ukuran-Ukuran Panggul :

1. Panggul luar

a. Distansia Spinarum yaitu diameter antara kedua Spina Iliaka anterior superior kanan dan
kiri ; 24-26 cm

b. Distansia kristarum yaitu diameter terbesar antara kedua crista iliaka kanan dan kiri : 28-
30 cm

c. Distansia boudeloque atau konjugata eksterna yaitu diameter antara lumbal ke-5 dengan
tepi atas sympisis pubis : 18-20 cm

d. Lingkar panggul yaitu jarak antara tepi atas sympisis pubis ke pertengahan antara
trokhanter dan spina iliaka anterior superior kemudian ke lumbal ke-5 kembali ke sisi sebelahnya
sampai kembali ke tepi atas sympisis pubis. Diukur dengan metlin. Normal: 80-90 cm

2. Panggul dalam

a. Pintu atas panggul

1) Konjugata Vera atau diameter antero posterior yaitu diameter antara promontorium dan
tepi atas symfisis: 11 cm. Konjugata obstetrika adalah jarak antara promontorium dengan
pertengahan symfisis pubis.

33
2) Diameter transversa (melintang), yaitu jarak terlebar antara kedua linea inominata: 13 cm

3) Diameter oblik (miring) yaitu jarak antara artikulasio sakro iliaka dengan tuberkulum
pubicum sisi yang bersebelah : 12 cm

b. Bidang tengah panggul

1) Bidang luas panggul terbentuk dari titik tengah symfisis, pertengahan acetabulum dan
ruas sacrum ke-2 dan ke-3. Merupakan bidang yang mempunyai ukuran paling besar, sehingga
tidak menimbulkan masalah dalam mekanisme penurunan kepala. Diameter anteroposterior
12,75 cm, diameter tranversa 12,5 cm.

2) Bidang sempit panggul. Merupakan bidang yang berukuran kecil, terbentang dari tepi
bawah symfisis, spina ischiadika kanan dan kiri, dan 1-2 cm dari ujung bawah sacrum. Diameter
antero-posterior : 11,5 cm ; diameter tranversa : 10 cm

c. Pintu bawah panggul

1) Terbentuk dari dua segitiga denan alas yang sama, yaitu diameter tuber ischiadikum.
Ujung segitiga belakang pada ujung os sacrum, sedangkan ujung segitiga depan arkus pubis.

2) Diameter antero posterior yaitu ukuran dari tepi bawah symfisis ke ujung sacrum : 11,5
cm

3) Diameter tranversa: jarak antara tuber ischiadikum kanan dan kiri : 10,5 cm

4) Diameter sagitalis posterior yaitu ukuran dari ujung sacrum ke pertengahan ukuran
tranversa : 7,5 cm

34
Inklinatio pelvis

Adalah kemiringan panggul, sudut yang terbentuk antara bidang semu pintu atas panggul dengan
garis lurus tanah sebesar 55-60 derajat. Empat jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai
berikut:

a. Ginekoid (tipe wanita klasik)

b. Android (mirip panggul pria)

c. Antropoid (mirip panggul kera anthropoid)

d. Platipeloid (panggul pipih)

B. PASSENGER (Janin dan Plasenta)

Pasenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor,
yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus
melewati jalan lahir, maka ia dianggap juga sebagai bagian dari pasenger yang menyertai janin.
Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kehamilan normal.

Ukuran Kepala Janin :

1. Diameter

a. Diameter Sub Occipito Bregmatika 9,5 cm

b. Diameter occipitofrontalis. Jarak antara tulang oksiput dan frontal, ± 12 cm

c. Diameter vertikomento / supraoksipitomental / mento occipitalis ± 13,5 cm, merupakan


diameter terbesar terjadi pada presentasi dahi

35
d. Diameter submentobregmatika ± 9,5 cm/Diameter anteroposterior pada presentasi muka

Diameter melintang pada tengkorak janin adalah:

a. Diameter Biparietalis 9,5 cm

b. Diameter Bitemporalis ± 8 cm

2. Ukuran Circumferensia (Keliling)

a. Circumferensial fronto occipitalis ± 34 cm

b. Circumferensia mento occipitalis ± 35 cm

c. Circumferensia sub occipito bregmatika ± 32 cm

Ukuran badan lain :

a. Bahu

1) Jaraknya ± 12 cm (jarak antara kedua akromion)

2) Lingkaran bahu ± 34 cm

b. Bokong

1) Lebar bokong (diameter intertrokanterika) ± 12 cm

36
2) Lingkaran bokong ± 27 cm

Presentasi Janin

Presentasi adalah bagian jain yang pertama kali memasuki pintu atas panggul dan terus melalui
jalan lahir saat persalinan mencapai aterm. Bagian presentasi adalahbagian tubuh janin yang
pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan pemeriksaan dalam. Faktor-faktor yang
menentukan bagian presentasi adalah letak janin, sikap janin, dan ekstensi atau fleksi kepala
janin.

Letak Janin

Letak adalah hubungan antarasumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang
(punggung ibu). Ada dua macam letak (1) memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin
paralel dengan sumbu panjang ibu; (2) melintang atau horizontal, dimana sumbu panjang janin
membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu. Letak memanjang dapat berupa presentasi kepala
atau presentasi sacrum (sungsang). Presentasi in tergantung pada struktur janin yang pertama
memasuki panggul ibu.

Sikap Janin

Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian tubuh yang lain. Janin
mempunyai postur yang khas (sikap) saat berada dalam rahim. Hal ini sebagian merupakan
akibat pola pertumbuhan janin dan sebagian akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga
rahim. Pada kondisi normal, punggung janin sangat fleksi kepala fleksi ke arah dada, dan paha
fleksi kearah sendi lutut. Sikap ini disebut fleksi umum. Tangan disilangkan di depan toraks dan
tali pusat terletak diantara lengan dan tungkai. Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan
kesulitan saat anak dilahirkan. Misalkan pada presentasi kepala, kepala janin dapat berada dalam
sikap ekstensi atau fleksi yang menyebabkan diameter kepala berada dala posisi yang tidak
menguntungkan terhadap batas-batas pangul ibu. Diameter biparietal adalah diameter lintang
terbesar kepala janin. Dari semua diameter anteroposterior, terlihat bahwa sikap ekstensi atau
fleksi memungkinkan bagian presentasi dengan ukuran diameter memasuki panggul ibu. Kepala
yang berada dalam sikap fleksi sempurna memungkinkan diameter suboksipitobregmatika
(diameter terkecil) memasuki panggul dengan mudah.

Posisi Janin

37
Posisi adalah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sacrum, mentum/dagu, sinsiput/puncak
kepala yang defleksi/menengadah) terhadap empat kuadran panggul ibu. Yaitu posisi oksipito
Anterior Kanan (OAKa). Oksipito tranversa kanan (OTKa), oksipito posterior kanan (OPKa),
oksipito posterior kiri (OPKi), oksipito tranversa kiri (OTKi), oksipito anterior kiri (OAKi).

Engagement menunjukkan bahwa diameter tranversa terbesar bagian presentasi telah memasuki
pintu atas panggul. Pada presentasi kepala yang fleksi dengan benar, diameter biparietal
meruakan diameter terbesar.

C. POWER (Kekuatan)

Power adalah sumber kekuatan ibu yang membantu mendorong janin keluar, yang terdiri dari :

1. His (Kontraksi Otot)

His merupakan kontraksi otot rahim ketika persalinan yang terdiri dari kontraksi otot dinding
perut, kontraksi diafragma pelvis, atau biasa disebut kekuatan mengejan dan kontraksi
ligamentum rotundum.Adanya his ketika melahirkan dipengaruhi oleh peran hormon yang
meningkat guna menjalankan proses yang dialami setiap wanita. Menjelang persalinan terjadi
penurunan hormon progesteron. Hormon ini berfungsi menyiapkan kondisi rahim supaya dapat
di tempati calon janin. Pada awal kehamilan, progesteron sangat dibutuhkan agar tidak terjadi
keguguran. Akan tetapi, menjelang persalinan fungsi tersebut sudah tidak diperlukan lagi
sehingga produksinya menurun. Namun, disisi lain produksi hormon estrogen, oksitosin, dan
prostaglandin meningkat pesat sehingga memperbaiki kekuatan his menjadi lebih adekuat.
Peningkatan tersebut juga dipengaruhi hormon lain dari hipofise seperti somatomamotropin,
luteinizing hormone, relaksin, dan lainnya (Adrian, 2017).

Kontraksi uterus terdiri dari kontraksi involunter dan volunteer, kontraksi uterus involunter
disebut kekuatan/kontraksi primer, menandai dimulainya persalinan disebut juga his. His dimulai
pada bulan terakhir kehamilan sebelum persalinan disebut his pendahuluan atau his palsu
merupakan reaksi peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan bersifat tidak
teratur, tidak mengakibatkan nyeri dibagian perut dan lipat paha, tidak menyebabkan nyeri, akan
bertambah sering dan sakit seiring bertambahnya waktu yang menjalar dari pinggang ke perut
bagian bawah, tidak bertambah kuat dan seiring berjalannya waktu (makin lama makin sering
dan sakit).

38
Kontraksi involunter berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada lapisan otot di segmen
uterus bagian atas, kemudian dihantarkan ke bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi
periode istirahat singkat. Kontraksi involunter mengakibatkan servik menipis (effacement) dan
berdilatasi, serta mengakibatkan janin turun (Kostania, 2012) Kontraksi volunter (Kekuatan
Sekunder) bersifat mendorong keluar dan menimbulkan perasaan ibu ingin mengejan, timbul
setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul. Kontraksi volunter tidak dipengaruhi dilatasi
servik, namun setelah dilatasi/pembukaan lengkap, kekuatan ini penting untuk mendorong janin
keluar dari uterus dan vagina, sifat kekuatan reflek sekunder tanpa disadari otot diafragma dan
abdomen, berkontraksi dan mendorong janin keluar menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong keluar. Reflek
mengejan akan timbul saat bagian terendah janin sudah turun ke dasar panggul, mengakibatkan
tekanan bagian terendah janin pada reseptor regang dasar panggul sehingga mengakibatkan
hipofisis posterior melepaskan hormon oksitosin.

2. Hormon-hormon yang mempengaruhi proses persalinan :

a. Estrogen

Bersama hormon lainnya estrogen meningkat menjelang persalinan bekerja merangsang kelenjar
mammae dan menyebabkan kontraksi rahim. Hormon dihasilkan oleh plasenta selama proses
kehamilan sampai persalinan.

b. Oksitosin

Hormon ini banyak diproduksi menjelang persalinan, menyebabkan kontraksi otot-otot polos
uterus yang berfungsi mendorong turunnya kepala bayi. Hormon oksitosin bertugas menyiapkan
laktasi dengan membuka saluran ASI dari alveolus ke puting payudara. Produksi hormon ini
akan bertambah apabila dilakukan stimulasi puting susu. Cara ini dilakukan jika kontraksi rahim
tidak adekuat. Jika cara tersebut tidak juga membantu maka dapat dilakukan cara yang lebih
efektif yaitu melakukan teknik pemijatan akupresur pada titik SP6 dan LI4.

39
Menurut (Helena Laksmi Dewi, 2017) gangguan yang paling sering terjadi saat persalinan adalah
adanya hambatan dalam meridian. Dengan merangsang acupoints sepanjang saluran,
menggunakan akupresur dapat membantu menghindari penghalang, memulihkan hambatan pada
meridian, dan membantu mengembalikan kesehatan. Beberapa ilmuwan telah menunjukan
bahwa mengapa akupresur dapat berpengaruh terhadap nyeri dan lamanya persalinan kala I, ada
hal yang mengganggu meningkatkan rangsangan nyeri dan memungkinkan meningkatnya kadar
hormon endorphin dalam darah. Akupresur juga dapat merangsang pelepasan oksitosin dari
kelenjar hipofisis, yang dapat secara langsung ikut merangsang kontraksi rahim, oleh karenanya
jika proses persalinan lambat, kontraksinya juga lemah atau leher rahim yang lambat membesar
dapat merangsang acupoint membantu mengatur kontraksi serta mengembalikan keseimbangan
proses persalinan.

c. Prolaktin

Hormon yang dihasilkan dari kelenjar hipofise anterior bertugas menstimulasi pertumbuhan
alveolus pada payudara. Pengeluaran hormon dipacu oleh estrogen. Menjelang persalinan,
prolaktin juga bertugas memproduksi air susu untuk bayi setelah dilahirkan.

d. Prostaglandin

Hormon ini bekerja untuk merangsang otot polos yang dihasilkan oleh rahim dan produksinya
meningkat pada akhir kehamilan. Terkadang wanita mendapatkan prostaglandin dari sperma saat
berhubungan seksual, sehingga pada akhir persalinan disarankan untuk melakukan hubungan
seksual (Adrian, 2017).

3. Tenaga mengejan

Power yang membantu mendorong bayi keluar kontraksi uterus akibat otot-otot polos rahim yang
bekerja secara sempurna dengan sifat-sifat :

40
a. Kontraksi simetris

b. Fundus yang dominan

c. Relaksasi yang baik dan benar

d. Terjadi diluar kesadaran/kehendak

e. Terasa sakit

f. Terkoordinasi dengan baik

g. Terkadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia, dan psikis.

D. PSYCHE

Psychology yaitu respon psikologis ibu tentang proses persalinan. Faktor ini terdiri dari
persiapan fisik maupun mental pada saat melahirkan, nilai serta kepercayaan sosialbudaya,
pengalaman melahirkan, harapan tehadap persalinan, kesiapan ketika melahirkan, tingkatan
pendidikannya, dukungan orang disekitar dan status emosional. Kepercayaan beragama dan
spiritual dapat mempengaruhi ibu terhadap pemilihan penyedia asuhan layanan kesehatan,
penyebab nyeri, dan terhadap penyembuhan. Kepercayaan-kepercayaan tersebut dapat menjadi
salah satu sumber kekuatan dan rasa nyaman ibu pada saat keadaan kritis maupun tidak.

Faktor psikologis ibu merupakan faktor utama saat menghadapi persalin karena tingkat
kecemasan perempuan selama bersalin akan semakin meningkat. Perilaku dan penampilan
perempuan serta pasangannya merupakan petunjuk berharga tentang dukungan yang diberikan.
Dukungan dari orang-orang terdekat akan semakin membantu memperlancar proses persalinan.
Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan membuat suasana yang nyaman, memberikan
asuhan sayang ibu dengan sentuhan, massase punggung (Indrayani, 2016).

41
E. PREPARATION (Posisi Ibu)

Posisi ibu juga sangat berpengaruh terhadap adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi
tegak memberikan beberapa keuntungan. Merubah posisi memberikan kenyamanan, membuat
rasa letih berkurang, dan melancarkan sirkulasi darah. Pada posisi tegak meliputi duduk diatas
gym ball (pelvic rocking), berdiri, jongkok, berjalan. Posisi tegak memungkinkan untuk
penurunan bagian terbawah janin. Kontraksi uteus yang lebih kuat dan efisien untuk membantu
penipisan serta dilatasi serviks sehingga persalinan akan lebih cepat. (Indrayani, 2016)

Dengan posisi duduk tegak diatas Birthing Ball memiliki banyak kegunaan pada akhir
kehamilan, karena Anda akan merasa lebih nyaman. Posisi duduk tegak rileks diatas gym ball
(pelvic rocking) efektif untuk melonggarkan daerah pengeluran bayi sehingga dapat
mempercepat proses kelahiran bayi, juga sangat membantu ibu merasa lebih rileks, mengurangi
ketegangan dengan mengalihkan fokus fikiran saat bersalin sehingga berkurang rasa sakit.

Dalam proses persalinan, bola bisa menjadi alat penting, dan dapat digunakan dalam berbagai
posisi. Duduk tegak diatas bola sambil mendorong seperti melakukan ayunan atau membuat
gerakan memutar panggul, dapat membantu proses penurunan janin. Bola memberikan dukungan
pada perineum tanpa banyak tekanan dan membantu menjaga janin sejajar di panggul. Posisi
duduk diatas bola, diasumsikan mirip dengan berjongkok membuka panggul, sehingga
membantu mempercepat proses persalinan. Gerakan lembut yang dilakukan diatas bola sangat
mengurangi rasa sakit saat kontraksi. Dengan bola ditempatkan di tempat tidur, klien bisa berdiri
dan bersandar dengan nyaman diatas bola, mendorong dan mengayunkan panggul untuk
mobilisasi (Hypnobirthing, 2014)

Mobilisasi persalinan kala I dengan pelvic rocking adalah salah satu latihan yang sangat efektif
dan memberikan beberapa manfaat utama. Goyangan panggul meningkatan kelenturan otot-otot
perut dan otot-otot dasar panggul. Mampu mengurangi tekanan pada pembuluh darah di daerah
area rahim, serta tekanan pada kandung kemih ibu. Dilakukan pada trimester ke 3 (>34 minggu)
atau pada saat kala I persalinan untuk mempercepat proses persalinan, dilakukan setiap
hari/setiap waktu secara bertahap sesuai kebutuhan(Hypno-birthing, 2014).

Dengan bola dilantai atau ditempat tidur, klien dapat berlutut dan membungkuk dengan berat
badan tertumpu diatas bola, bergerak mendorong panggul yang dapat membantu bayi berubah ke
posisi yang benar (belakang kepala), sehingga memungkinkan kemajuan proses persalinan
menjadi lebih cepat (Hypno-birthing, 2014)

42
2.3 Adaptasi Perubahan Fisiologis Dan Psikologis Pada Kala I Persalinan
Normal

A. Adaptasi Fisiologi Persalinan Kala I

a. Uterus

Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium berkontraksi dan berelaksasi sepertiotot pada
umumnya. Pada saat otot retraksi , ia tidak akan kembali ke ukuran semula tapiberubah ke ukuran yang
lebih pendek secara progresif. Dengan perubahan bentuk ototuterus pada proses kontraksi, relaksasi,
dan retraksi maka kavum uterus lama kelamaanmenjadi semakin mengecil. Proses ini merupakan salah
satu faktor yang menyebabkanjanin turun ke pelviks. Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus
melebar sampai kebawah abdomen dengan dominasi tarikan ke arah fundus (fundal
dominan).Kontraksiuterus berakhir dengan masa yang terpanjang dan sangat kuat pada fundus.

b. Serviks

Sebelum onset persalinan, serviks mempersiapkan kelahiran dengan berubah menjad lembut.Saat
persalinan mendekat, serviks mulai menipis dan membuka.

 Penipisan serviks (effacement)

Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan penipisan serviks.Seiring denganbertambah efektifnya


kontraksi, serviks mengalami perubahan bentuk menjadi lebihtipis.Hal ini disebabkan oleh kontraksi
uterus yang bersifat fundal dominan sehinggaseolah - olah serviks tertarik ke atas dan lama - kelamaan
menjadi tipis.Batas antarasegmen atas dan bawah rahim (retraction ring) mengikuti arah tarikan ke atas
sehinggaseolah - olah batas ini letaknya bergeser ke atas.Panjang serviks pada akhir kehamilan normal
berubah-ubah (dari beberapa mm – 3cm).Dengan dimulainya persalinan, panjang serviks berkurang
secara teratur sampaimenjadi sangat pendek (hanya beberapa mm).Serviks yang sangat tipis ini
deisebutdengan “menipis penuh”.

 Dilatasi

Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah serviks dalam kondisi menipispenuh, maka
tahap berikutnya adalah pembukaan.Serviks membuka disebabkan dayatarikan otot uterus ke atas
secara terus - menerus saat uterus berkontraksi.Dilatasi dan diameter serviks dapat diketahui melalui
pemeriksaan intravagina.Berdasarkan diameter pembukaan serviks, proses ini terbagi dalam 2 fase,
yaitu:

1) Fase Laten, Berlangsung selama kurang lebih 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampaimencapai diameter 3 cm.

2) Fase Aktif, Dibagi dalam 3 fase :

43
• Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm kini menjadi 4 cm.

• Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangatcepat, dari 4 cm
menjadi 9 cm.

• Fase deselerasi. Pembukaan melambat kembali, dalam 2 jam pembukaan dari9 cm menjadi
lengkap (10 cm). Pembukaan lengkap berarti bibir serviks dalamkeadaan tak teraba dan diameter lubang
serviks adalah 10 cm.

Fase di atas dijumpai pada primigravida. Pada multigravida tahapannya samanamun waktunya lebih
cepat untuk setiap fasenya. Kala I selesai apabila pembukaanserviks telah lengkap.Pada primigravida
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam.Mekanisme membukanya
serviks berbeda antara primigravida dan multigravida.

Pada primigravida ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan mendatar
dan menipis, kemudian ostium uteri eksternum membuka. Namun pada multigravida, ostium uteri
internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama.

c. Lendir percampur darah

Pendataran dan dilatasi serviks melonggarkan membran dari daerah internal os dengansedikit
perdarahan dan menyebabkan lendir bebas dari sumbatan atau operculum.Terbebasnya lendir dari
sumbatan ini menyebabkan terbentuknya tonjolan selaput ketuban yang teraba saat dilakukan
pemeriksaan intravagina. Pengeluaran lendir dandarah ini disebut dengan sebagai “show” atau “bloody
show” yang mengindikasikantelah dimulainya proses persalinan.

d. Ketuban

Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau sudah lengkap.Tidak jarang
ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan sudah lengkap.Bila ketuban telah pecah sebelum
pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini (KPD).

e. Tekanan darah

• Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi, disertai peningkatan sistol ratarata15 - 20
mmHg dan diastole rata-rata 5 – 10 mmHg.

• Pada waktu-waktu tertentu di antara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkatsebelum


persalinan. Untuk memastikan tekanan darah yang sebenarnya, pastikanuntuk melakukan cek tekanan
darah selama interval kontraksi.

• Dengan mengubah posisi pasien dari telentang ke posisi miring kiri, perubahan

• tekanan darah selama persalinan dapat dihindari.

• Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan darah.

44
• Apabila pasien merasa sangat takut atau khawatir, pertimbangkan kemungkinanbahwa rasa
takutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah (bukan preeklampsi).Cek parameter lain untuk
menyingkirkan kemungkinan pre-eklampsi.Berikan perawatan dan obat - obat penunjang yang dapat
merelaksasi pasiensebelum menegakkan diagnosis akhir, jika pre-eklampsi tidak terbukti.

f. Metabolisme

• Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun anaerobmeningkat dengan


kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama diakibatkan olehkecemasan dan aktivitas otot rangka.

• Peningkatan aktivitas metabolisme terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyutnadi,


pernapasan, curah jantung, dan cairan yang hilang.

g. Suhu tubuh

• Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan segera setelahmelahirkan.

• Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5 – 1° C dianggap normal, nilai tersebutmencerminkan
peningkatan metabolisme selama persalinan

• Peningkatan suhu tubuh sedikit adalah normal dalam persalinan, namun bilapersalinan
berlangsung lebih lama peningkatan suhu tubuh dapat mengindikasidehidrasi, sehingga parameter lain
harus di cek. Begitu pula pada kasus ketubanpecah dini, peningkatan suhu dapat mengindikasikan
infeksi dan tidak dapatdianggap normal pada keadaan ini.

h. Detak jantung

Selama kala I kontraksi menurunkan aliran darah menuju uterus sehingga jumlah darah dalam sirkulasi
ibu meningkat dan resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat rata-rata 15 mmHg.
Saat mengejan kardiak output meningkat 40-50%. Oksigen yang menurun selama kontraksi
menyebabkan hipoksia tetapi dengan kadar yang masih adekuat sehingga tidak menimbulkan masalah
serius. Pada persalinan kala I curah jantung meningkat 20% dan lebih besar pada kala II, 50% paling
umum terjadi saat kontraksi disebabkan adanya usaha ekspulsi.

Perubahan kerja jantung dalam persalinan disebabkan karena his persalinan, usaha ekspulsi, pelepasan
plasenta yang menyebabkan terhentinya peredaran darah dari plasenta dan kembali kepada peredaran
darah umum.Peningkatan aktivitas direfleksikan dengan peningkatan suhu tubuh, denyut jantung,
respirasi cardiac output dan kehilangan cairan.

i. Perubahan pernapasan

• Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal selama persalinan,hal tersebut


mencerminkan peningkatan metabolisme. Meskipun sulit untukmemperoleh temuan yang akurat
mengenai frekuensi pernapasan, karena sangatdipengaruhi oleh rasa senang, nyeri, rasa takut, dan
penggunaan teknik pernapasan.

45
• Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkanalkalosis.
Amati pernapasan pasien dan bantu ia mengendalikannya untukmenghindari hiperventilasi
berkelanjutan, yang ditandai oleh rasa kesemutanpada ekstremitas dan perasaan pusing.

j. Perubahan renal

• Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan karenapeningkatan lebih
lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinanpeningkatan laju filtrasi glomerolus dan aliran
plasma ginjal. Poliuri menjadi kurangjelas pada posisi telentang karena posisi ini membuat aliran urine
berkurangselama kehamilan.

• Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam) untuk mengetahui adanyadistensi, juga
harus dikosongkan untuk mencegah obstruksi persalinan akibatkandung kemih yang penuh, yang akan
mencegah penurunan bagian presentasijanin dan trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang
lama, yang akanmenyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine selama periode
pascapersalinan.

• Sedikit proteinuria (+1), umum ditemukan pada sepertiga sampai setengah jumlahibu bersalin.
Lebih sering terjadi pada primipara, pasien yang mengalami anemia,atau yang persalinannya lama.

• Proteinuria yang nilainya +2 atau lebih adalah data yang abnormal. Hal inimengindikasikan
preeklamsi.

k. Gastointestinal

• Motilitas dan absorpsi lambung terhadap makanan padat jauh berkurang. Apabilakondisi ini
diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi asam lambungselama persalinan, maka saluran cerna
bekerja dengan lambat sehingga waktupengosongan lambung menjadi lebih lama. Cairan tidak
dipengaruhi dan waktuyang dibutuhkan untuk pencernaan di lambung tetap seperti biasa. Makanan
yangdimakan selama periode menjelang persalinan atau fase prodormal atau fase latenpersalinan
cenderung akan tetap berada di dalam lambung selama persalinan.

• Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan selama masatransisi. Oleh karena
itu, pasien dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi besaratau minum berlebihan, tetapi makan dan
minum ketika keinginan timbul gunamempertahankan energi dan hidrasi.

• Mual dan muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai akhir fasepertama
persalinan. Pemberian obat-obatan oral tidak efektif selama persalinan.

• Perubahan saluran cerna kemungkinan timbul sebagai respon terhadap salah satukombinasi
antara faktor-faktor seperti kontaksi uterus, nyeri, rasa takut, khawatir,obat atau komplikasi.

l. Hematologi

• Hemoglobin meningkat rata-rata 1.2 mg% selama persalinan dan kembali ke kadarsebelum
persalinan pada hari pertama pasca persalinan jika tidak ada kehilangandarah yang abnormal.

46
• Jangan terburu-buru yakin bahwa seorang pasien tidak anemia. Tes darah yangmenunjukkan
kadar darah berada dalam batas normal membuat kita terkecohsehingga mengabaikan resiko
peningkatan resiko pada pasien anemia selama masapersalinan

• Selama persalinan, waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatanfibrinogen


plasma lebih lanjut. Perubahan ini menurunkan resiko perdarahanpasca persalinan pada pasien normal.

• Hitung sel darah putih secara progresif meningkat selama kala I sebesar kuranglebih 5 ribu/ul
hingga jumlah rata-rata 15 ribu/ul pada saat pembukaan lengkap,tidak ada peningkatan lebih lanjut
setelah ini. Peningkatan hitung sel darah putihtidak selalu mengindikasikan proses infeksi ketika jumlah
ini dicapai. Apabilajumlahnya jauh di atas nilai ini, cek parameter lain untuk mengetahui adanyaproses
infeksi.

• Gula darah menurun selama proses persalinan yang lama dan sulit. Hal inikemungkinan besar
terjadi akibat peningkatan aktivitas otot uterus dan rangka.Penggunaan uji laboratorium untuk menapis
(menyaring) seorang pasien terhadapkemungkinan diabetes selama masa persalinan akan menghasilkan
data yang tidakakurat dan tidak dapat dipercaya.

B. Psikologis Persalinan Kala I

Menurut Marmi (2011) perubahan dan adaptasi psikologi kala I yaitu:

a. Fase laten

Pada fase laten ini, wanita mengalami emosi yang bercampur aduk, wanita merasa gembira, bahagia
dan bebas karena kehamilan dan penantian yang panjang akan segera berakhir, tetapi ia
mempersiapkan diri sekaligus memiliki kekhawatiran apa yang akan terjadi. Secara umum ibu tidak
terlalu merasa tidak nyaman dan mampu menghadapi keadaan tersebut dengan baik. Namun wanita
yang tidak pernah mempersiapkan diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten persalinan akan
menjadi waktu dimana ibu akan banyak berteriak dalam ketakutan bahkan pada kontraksi yang paling
ringan sekalipun dan tampak tidak mampu mengatasinya seiring frekuensi dan intensitas kontraksi
meningkat, semakin jelas bahwa ibu akan segera bersalin. Bagi wanita yang telah banyak menderita
menjelang akhir kehamilan dan pada persalinan palsu, respon emosionalnya pada fase laten persalinan
kadang-kadang dramatis, perasaan lega, relaksasi dan peningkatan kemampuan koping tanpa
memperhatikan tempat persalinan.

b. Fase aktif

Pada fase ini kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap dan ketakutan wanita pun meningkat,
pada kontraksi semakin kuat, lebih lama dan terjadi lebih sering, semakin jelas baginya bahwa semua itu
berada diluar kendalinya, dengan kenyataan ini wanita ingin seseorang mendampinginya karena dia
takut ditinggal sendiri dan tidak mampu mengatasi kontraksi. Dia mengalami sejumlah kemampuan dan
ketakutan yang tidak dapat dijelaskan.

47
c. Fase transisi

Pada fase ini biasanya ibu merasakan perasaan gelisah yang mencolok, rasa tidak nyaman yang
menyeluruh, bingung, frustrasi, emosi akibat keparahan kontraksi, kesadaran terhadap martabat diri
menurun drastis, mudah marah, takut dan menolak hal-hal yang ditawarkan padanya.

Selain perubahan yang spesifik, kondisi psikologis seorang wanita yang sedang menjalani persalinan
sangat bervariasi, tergantung persiapan dan bimbingan antisipasi yang diterima, dukungan yang
diterima dari pasangannya, orang dekat lain, keluarga, dan pemberi perawatan, lingkungan tempat
wanita tersebut berada, dan apakah bayi yang dikandung merupakan bayi yang diinginkan.

Beberapa keadaan dapat terjadi pada ibu dalam persalinan, terutama pada ibu yang pertama kali
bersalin yaitu :

• Perasaan tidak enak dan kecemasan

• Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi

• Menganggap persalinan sebagai cobaan

• Apakah bayi normal atau tidak

• Apakah ibu sanggup merawat bayinya.

C. Asuhan Sayang Ibu Pada Kala I

Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap.Asuhan yang
dapat dilakukan pada ibu adalah:

1. Memberikan dukungan emosional.

2. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiranbayinya.

3. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.

4. Peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara:

• Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.

• Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.

• Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.

• Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.

• Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

48
5. Mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.

6. Memberikan cairan nutrisi dan hidrasi – memberikan kecukupan energi danmencegah dehidrasi.
Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teraturdan kurang efektif.

7. Memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur danspontan –


Kandung kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinandan menghambat turunnya kepala;
menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkanresiko perdarahan pasca persalinan; mengganggu
penatalaksanaan distosia bahu;meningkatkan resiko infeksi saluran kemih pasca persalinan.

8. Pencegahan infeksi – Tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkanpersalinan yang
bersih dan aman bagi ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditasdan mortalitas ibu dan bayi baru lahir.

2. ADAPTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS PADA KALA 2

A. Adaptasi Fisiologis Pada Kala 2

Menurut Rukiah AY, kala dua persalinan adalah kala pengeluaran dimulai saat serviks telah membuka
lengkap dan berlanjut hingga bayi lahir. Pada kala II, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat
yaitu setiap 2 menit sekali dengan durasi >40 detik, intensitas semakin lama semakin kuat. Karena
biasanya pada tahap ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan
adanya tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflex menimbulkan rasa ingin meneran.
Pasien merasakan adanya tekanan pada Rectum dan merasa seperti ingin BAB (Sulistiyawati A, 2010)

Menurut Damayanti et al (2014) Perubahan fisiologis pada kala II adalah sebagai berikut.

a. Serviks

Serviks akan mengalami pembukaan yang biasanya didahului oleh pendataran serviks yaitu
pemendekan dari kanalis servikalis, yang semula berupa sebuah saluran yang panjangnya 1-2 cm,
menjadi suatu lubang saja dengan pinggir yang tipis. Lalu akan terjadi pembersaran ostium eksternum
yang tadinya berupa suatu lubang dengan beberapa milimeter mejadi lubang yang dapat dilalui anak,
kira-kira 10 cm. Pada pembukaan lengkap tidak teraba bibir portio, segmen bawah rahim, serviks dan
vagina telah merupakan satu saluran.

b. Uterus

Saat ada his, uterus teraba sangat keras karena seluruh ototnya berkontraksi. Proses ini akan efektif
hanya jika his bersifat fundal dominan, yaitu kontraksi didominasi oleh otot fundus yang menarik otot
bawah rahim keatas sehinga akan menyebabkan pembukaan serviks dan dorongan janin ke bawah
secara alami.

c. Vagina

49
Sejak kehamilan vagina mengalami perubahan-perubahan sedemikian rupa, sehingga dapat dilalui bayi.
Setelah ketuban pecah, segala perubahan, terutama pada dasar panggul diregang menjadi saluran
dengan dinding-dinding yang tipis oleh bagian depan anak. Waktu kepala sampai di vulva, lubang vulva
menghadap ke depan atas.

d. Pergeseran organ dasar panggul

Tekanan pada otot dasar panggul oleh kepala janin akan menyebabkan pasien ingin meneran, serta
diikuti dengan perenium yang menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tak lama kemudiaan kepala janin tampak pada vulva saat ada his.

e. Ekspulsi janin

Dengan his serta kekuatan meneran maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah
simfisis, kemudian dahi, muka, dan dagu melewati perenium. Setelah istirhatat sebentar, his mulai lagi
untuk mengeluarkan badan dan anggota tubuh bayi. Pada primigravida, kala II berlangsung kira-kira
satu setengah jam sedangkan pada multigravida setengah jam.

f. Sistem Cardiovaskuler

1) Kontraksi menurunkan aliran darah meuju uterus sehingga jumlah darah dalam sirkulasi ibu
meningkat

2) Resistensi perifer meningkat sehingga tekanan darah meningkat

3) Saat mengejan, cardiac output meningkat 40-50%

4) Tekanan darah sistolik meningkat rata-rata 15mmHg saat kontraksi. Upaya meneran juga akan
memengaruhi tekanan darah, dapat meningkatkan dan kemudian menurun kemudian akhirnya kembali
lagi sedikit di atas normal. Rata-rata normal peningkatan tekanan darah selama kala II adalah 10 mmHg.

5) Janin normalnya dapat beradaptasi tanpa masalah

6) Oksigen yang menurun selama kontraksi menyebabkan hipoksia tetapi dengan kadar yang masih
adekuat tidak menimbulkan masalah serius.

g. Respirasi

1) Respon terhadap perubahan sistem kardiovaskuler : konsumsi oksigen meningkat

2) Percepatan pematangan surfaktan (fetus labor speed maturation of surfactant) : penekanan


pada dada selama proses persalinan membersihkan paru-paru janin dari cairan yang berlebihan

h. Pengaturan Suhu

1) Aktivitas otot yang meningkat menyebabkan sedikit kenaikan suhu

50
2) Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses persalinan dan segera setelahnya,
peningkatan suhu normal adalah 0,5-1 C.

3) Keseimbangan cairan : kehilangan cairan meningkat oleh karena meningkatnya kecepatan dan
kedalaman respirasi yang menyebabkan restriksi cairan.

i. Urinaria Penekanan kepala janin menyebabkan tonus vesical kandung kencing menurun.

j. Musculoskeletal

1) Hormon relaxin menyebabkan pelunakan kartilago di antara tulang

2) Fleksibilitas pubis meningkat

3) Nyeri punggung

4) Tekanan kontraksi mendorong janin sehingga terjadi flexi maksimal

k. Saluran cerna

1) Praktis inaktif selama persalinan

2) Prose pencernaan dan pengosongan lambung memanjang

3) Penurunan motilitas lumbung dan absorbsi yang hebat berlanjut sampai pada kala II. Biasanya
mual dan muntah pada saat transisi akan mereda selama kala II persalinan, tetapi bisa terus ada pada
beberapa pasien. Bila terjadi muntah, normalnya hanya sesekali. Muntah yang konstan dan menetap
selama persalinan merupakan hal yang abnormal dan mungkin merupakan indikasi dari komplikasi
obstetric, seperti ruptur uterus atau toksemia.

A. System syaraf

Kontraksi menyebabkan penekanan pada kepala janin, sehingga denyut jantung janin menurun.

m. Metabolisme

Peningkatan metabolisme terus berlanjut hingga kala II persalinan. Upaya meneran pasien menambah
aktivita otot-otot rangka sehingga meningkatkan metabolisme.

n. Denyut nadi

Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien meneran. Secara keseluruhan frekuensi nadi meningkat
selama kala II disertai takikardi yang nyata ketika mencapai puncak menjelang kelahiran bayi.

B. Adaptasi Psikologi Persalinan Pada Kala 2

51
Menurut Sondakh (2013) mengungkapkan bahwa perubahan emosional atau psikologi dari ibu bersalin
pada kala II ini semakin terlihat, diantaranya yaitu.

a. Emotional distress

b. Nyeri menurunkan kemampuan mengendalikan emosi, dan cepat marah

c. Lemah

d. Takut

e. Kultur (respon terhadap nyeri, posisi, pilihan kerabat yang mendampingi, perbedaan kultur juga
harus diperhatikan)

C. Asuhan Sayang Ibu Pada Kala 2

Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya

bayi. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah:

1. Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suamidan anggota
keluarga yang lain.

2. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain:

• Membantu ibu untuk berganti posisi.

• Melakukan rangsangan taktil.

• Memberikan makanandan minuman.

• Menjadi teman bicara/pendengar yang baik.

• Memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiranbayinya.

3. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran - dengan:

• Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga.

• Menjelaskan tahapan dan kemajuan persalinan.

• Melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran.

4. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan - dengan caramemberikan
bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.

52
5. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk menerandengan cara
memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.

6. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II.

7. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara:

• Mengurangi perasaan tegang.

• Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi.

• Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong.

• Menjawab pertanyaan ibu.

• Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya.

• Memberitahu hasil pemeriksaan.

8. Pencegahan infeksi pada kala II dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.

9. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.

53
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Peran dan tanggungjawab bidan dalam memberikan asuhan kehamilan adalah:

1. Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan kedaruratan


yang mungkin terjadi.
2. Mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul selama kehamilan, baik
yang bersifat medis, bedah maupun tindakan obstetrik. .
3. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta bayi
dengan memberikan pendidikan, suplemen dan imunisasi.
4. Membantu mempersiapkan ibu untuk menyususi bayi, melalui masa nifas yang
normal serta menjaga kesehatan anak secara fisik, psikologis dan social

Tujuan utama antenatal care adalah menurunkan/ mencegah kesakitan dan


kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya adalah:

1. Memonitor kemajuan kehamilan guna memastikan kesehatan ibu dan perkembangan bayi
yang normal.

2. Mengenali secara dini penyimpangan dari normal dan memberikan penatalaksanaan yang
diperlukan.

3. Membina hubungan saling percaya antara ibu dan bidan dalam rangka mempersiapkan ibu dan
keluarga secara fisik, emosional, dan logis untuk menghadapi kelahiran serta kemungkinan
adanya komplikasi.

2.4 PERUBAHAN FISIK DAN ADAPTASI PSIKOLOGIS

PADA KALA III DAN IV

54
1. PENGERTIAN PERSALINAN

Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung selama 18 jam
produk konsepsi dikeluarkan sebagai akibat kontraksi teratur, progresif sering dan kuat
(Walyani, 2016).

Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada persalinan aterm (bukan premature atau
postmature), mempunyai onset yang spontan (tidak induksi), selesai setelah 4 jam dan sebelum
24 jam setelah saat awitanya, mempunyai janin tunggal dengan presentase puncak kepala,
terlaksana tanpa bantuan artificial, tidak mencakup komplikasi, plasenta lahir normal (Elisabeth
Siwi Walyani, 2016).

Tujuan asuhan persalinan adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai


derajad kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal dengan asuhan kebidanan persalinan yang adekuat sesuai
dengan tahapan persalinan sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada
tingkat yang optimal.

2. PERSALINAN KALA III

Persalinan kala III di sebut juga dengan uri atau kala pengeluaran plasenta dan selaput ketuban.
Menurut Hidayat (2010) dimulai dari bayi lahir sampai dengan plasenta lahir. Setelah bayi lahir
uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus
berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam
waktu 6-15 menit setelah bayi lahir secara spontan maupun dengan tekanan pada fundus uteri.

Tanda- tanda pelepasan plasenta :

• Perubahan ukuran dan bentuk uterus

• Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta sudah terlepas dari
segmen bawah Rahim.

55
• Tali pusat memanjang

• Semburan darah tiba tiba

Manajemen aktif kala III :

• Memberikan Oksitosin 10 IU

• Jepit dan gunting tali pusat sedini mungkin

• Lakukan PTT (Penegangan Tali Pusat Terkendali)

• Masase fundus

1. Fisiologi Kala III

a. Perubahan Uterus

Involusi uterus merupakan suatu porses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil dengan
berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot
polos uterus (Ambarwati, 2010; 73).

Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi . Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan semakin kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dindng uterus. Setelah lepas, plasenta
akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini : Perubahan
bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.

Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi
kanan) Tali pusat memanjang Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda ahfeld)
Semburan darah mendadak dan singkat Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi . apabila kumpulan darah
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Perubahan Serviks

56
Segera setelah selesainya kala III persalinan serviks dan segmen bawah uteri dan menjadi
struktur yang tipis kolaps dan kendur. Mulut serviks mengecil perlahan-lahan. Selama beberapa
hari, segera setelah persalinan, mulutnya dengan mudah dapat di masuki dua jari, tetapi pada
akhir minggu pertama telah terjadi demikian sempit sehingga sulit untuk memasukkan satu jari.
Setelah minggu pertama servik mendapatkan kembali tonus nya pada saat saluran kembali
terbentuk dan tulang internal tertutup.

Tulang eksternal dianggap sebagi penangkapan yang menyerupai celah. Setelah kelahiran,
miometrium segmen bawah uterus yang sangat menipis berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak
sekuat korpus uteri. Dalam perjalanan beberapa minggu, segmen bawah di ubah dari struktur
yang jelas-jelas cukup besar untuk membuat kebanyakan kepala jani cukup bulan menjadi
istamus uteri hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantara korpus diatas dan os interna servik
dibawah. Segera setelah melahirkan, servik menjadi lembek, kendor, terpulai, dan berbentuk
seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan servik tidak
berkontraksi, sehingga pembatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk cincin. Warna servik
merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan
pemeriksa masih dapat dimasukkan dua sampai tiga jari . dan setelah 1 mingguhanya 1 saja yang
dapat masuk. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi servik, robekan servik dapat sembuh.

Perubahan Kardiovaskuler

Berhubungan dengan peningkatan metabolisme, detak jantung secara dramatis naik selama
kontraksi. Antara kontraksi, detak jantung sedikit meningkat dibandingkan sebelum persalinan.

Perubahan Tekanan Darah

Tekanan sistolik dan distolik mulai kembali ketingkat sebelum persalian. Peningkatan atau
penurunan tekanan darah masing-masing merupakan indikasi gangguan hipertensi pada
kehamilan atau syok. Peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan diastolik dalam batas normal
dapat mengindikasikan ansietas atau nyeri.

Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Penurunan takanan
darah bisa mengindikasikan adanya hipovolemia yang berkaitan dengan hemorhagi uterus.
Peningkatan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan
gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia (Maryunani, 2009; h. 26).

Perubahan Nadi

Nadi >100 x/mnt, Nadi secara bertahap kembali ketingkat sebelum melahirkan. Peningkatan
denyut nadi dapat menunjukkan infeksi, syok, ansietas, atau dehidrasi. Denyut nadi yang
meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum.

57
Apabila denyut nadi diatas 100 selama puerpurium, hal tersebut abnormal dan mungkin
menunjukkan adanya infeksi/ hemoragi pascapartum lambat (Varney, 2007; 61).

Perubahan Suhu

Suhu tidak lebih dari 37,5° . Suhu tubuh kembali meningkat perlahan. Peningkatan suhu
menunjukkan proses infeksi atau dehidrasi. Suhu maternal kembali normal dari suhu yang sedikit
meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24 jam pertama pascapartum (Varney,
2007; h. 961).

Perubahan Pernafasan

Pernapasan kembali normal, pada peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunujukan syok
atau ansietas. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke
enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009; h. 27).

Sistem pernafasan juga beradaptasi. Peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan pemakaian
oksigen terlihat dari peningkatan frekuensi pernafasan. Hiperventilasi dapat menyebabkan
alkalosis respiratorik (pH meningkat), hipoksia dan hipokapnea (karbondioksida menurun), Pada
tahap kedua persalinan. Jika ibu tidak diberi obat-obatan, maka ia akan mengkonsumsi oksigen
hampir dua kali lipat. Kecemasan juga meningkatkan pemakaian oksigen.

Pernafasan terjadi kenaikan sedikit dibanding dengan sebelum perssalinan, kenaikan ini dapat
disebabkan karena adanya rasa nyeri, kekkhawatiran serta penggunaan tehnik pernafasan yang
tidak benar. Untuk itu diperlukan tindakan untuk mengendalikan pernafasan (untuk menghindari
hiperventilasi) yang ditandai oleh adanya perasaan pusing.

Perubahan Metabolisme

Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun anaerob meningkat


dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh ansietas dan aktivitas otot
rangka. Peningkatan aktivitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi,
pernafasan, curah jantung, dan cairan yang hilang.

Peningkatan curah jantung dan cairan yang hilang mempengaruhi fungsi ginjal dan perlu
mendapat perhatian serta ditindaklanjuti guna mencagah terjadinya dehidrasi.

Perubahan Ginjal

Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan peningkatan lebih lanjut
curah jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan aliran

58
plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang karena posisi ini membuat
aliran urine berkurang selama kehamilan.

Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap 2 jam) untuk mengetahui adanya distensi, untuk
mencegah (1) obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan mencegah
penurunan bagian presentasi janin. Dan (2) trauma pada kandung kemih akibat penekanan yang
lama, yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine selama periode
pascapartum awal.

Perubahan Gastrointestinal

Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena kurangnya makanan padat
selama persalinan dan karena wanita menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defekasi
karena perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia kurang pengetahuan dan takut akan
merobek atau merusak jahitan jika melakukan defekasi (Varney, 2007; h. 961).

Perubahan Hematologi

Hemoglobin meningkat sampai 1,2 gr/100 ml, selama persalinan dan akan kembali pada tingkat
seperti sebelum persalinan sehari setelah pasca salin kecuali ada perdarahan postpartum.

Haemoglobin akan meningkat 1,2 gr/100 ml selama persalinan dan kembali ketingkat pra
perssalinan pada hari pertama setelah persalinan apabila tidak terjadi kehilangan darah selama
persalinan, waktu koagulasi berkurang dan akan mendapat tambahan plasma selama persalinan.
Jumlah sel-sel darah putih meningkat secara progresif selama kala satu persalinan sebesar 500
s/d 15.000 WBC sampai dengan akhir pembukaan lengkap, hal ini teidak berindikasi adanya
infeksi. Setelah itu turun lagi kembali keadaan semula. Gula darah akan turun selama persalinan
dan akan turun secara menyolok pada persalinan yang mengalami penykit atau persalinan lama,
hal ini disebsbkan karena kegiatan uterus dan otot-otot kerangka tubuh. Penggunaan uji
laboratorium untuk penapsian ibu yang menderita diabetes militus akan memberikan hasil yang
tidak tepat dan tidak dapat diandalkan.

2. Perubahan Psikologi Kala III

1) Bahagia

59
Bahagia saat-saat yang telah lama di tunggu akhirnya datang juga yaitu kelahiran bayinya dan ia
merasa bahagia karena merasa sudah menjadi wanita yang sempurna (bisa melahirkan,
memberikanan aku untuk suami dan memberikan anggota keluarga yang baru), bahagia karena
bisa melihat anaknya.

2) Cemas dan Takut

Cemas dan takut kalau terjadi bahaya atas dirinya saat persalinan karena persalinan di anggap
sebagai suatu keadaan antara hidup dan mati. Cemas dan takut karena pengalaman yang lalu.
Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya.

3) Ibu ingin melihat, meyentuh, dan memeluk bayinya

4) Memeusatkan dirinya dan kerap bertanya apakah vaginanya perlu di jahit dan menaruh
perhatian terhadap plasenta

Pemantauan Pada Kala III

1) Palpasi uterus untuk menentukan apakah ada bayi yang kedua. Jika ada maka tunggu
sampai bayi kedua lahir

2) Menilai apakah bayi beru lahir dalam keadaan stabil, jika tidak rawat bayi segera.

Kebutuhan ibu kala III

Asuhan sayang ibu membantu ibu dan keluarganya untuk merasa aman dan
nyaman selama proses persalinan. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling
menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu.

Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan yang
dapat dilakukan pada ibu adalah :

1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.

2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.

3. Pencegahan infeksi pada kala III.

4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).

60
5. Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.

6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.

7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III

Adapun pemenuhan kebutuhan pada ibu dikala III diantaranya :

a. Menjaga kebersihan

Disini ibu harus tetap dijaga kebersihan pada daerah vulva karena untuk menghindari
infeksi. Untuk menghindari infeksi dan bersarangnya bakteri pada daerah vulva dan perineum.
Cara pembersihan perineum dan vulva yaitu dengan menggunakan air matang
(disinfeksitingkattinggi) dan dengan menggunakan kapas atau kassa yang bersih. Usapkan dari
atas kebawah mulai dari bagian anterior vulva kea rah rectum untuk mencegah kontaminasi tinja
kemudian menganjurkan ibu untuk mengganti pembalut kurang lebih dalam sehari tiga kali atau
pun bila saat ibu BAK dirasa pembalut sudah basah. (tidakmungkinuntukdipakailagi). Jangan
lupa menganjurkan ibu untuk mengeringkan bagian perineum dan vulva.

b. Pemberian cairan dan nutrisi

Memberikan asupan nutrisi (makanan ringan dan minuman) setelah persalinan, karena
ibu telah banyak mengeluarkan tenaga selama kelahiran bayi. Dengan pemenuhan asupan nutrisi
ini diharapkan agar ibu tidak kehilangan energi.

c. Kebutuhan istirahat

Setelah janin dan plasenta lahir kemudian ibu sudah dibersihkan ibu dianjurkan untuk
istirahat setelah pengeluaran tenaga yang banyak pada saat persalinan. Disini pola istiraha tibu
dapat membantu mengembalikan alat-alat reproduksi dan meminimalisasikan trauma pada saat
persalinan.

3. PERSALINAN KALA IV

Persalinan kala IV Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu. Pada kala
IV termasuk masa Paling kritis karena proses perdarahan yang berlangsung, Setelah masa 1 jam

61
setelah plasenta lahir. Pemantauanpada kala IV di lakukanpada saat 15 menit pada jam pertama
setelah kelahiran plasenta, 30 menit pada jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak
stabil, perlu dipantau lebih sering. Pada klaa IV observasi intensif karena perdarahan yang
terjadi pada masa ini, Observasi yang dilakukan

• Tingkat kesadaran penderita.

• Pemeriksaan tanda vital.

• Kontraksi uterus.

• Perdarahan, dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400- 500cc

Fisiologi Kala IV

Kala IV persalinan dimulai dengan lahirnya plasenta dan berakhir satu jam kemudian. Dalam
kala IV pasien belum boleh dipindahkan kekamarnya dan tidak boleh ditinggalkan oleh bidan
karena ibu masih butuh pengawasan yang intensif disebabkan perdarahan atonia uteri masih
mengancam sebagai tambahan, tanda-tanda vital manifestasipsikologi lainnya dievaluasi sebagai
indikator pemulihan dan stres persalinan. Melalui periode tersebut, aktivitas yang paling pokok
adalah perubahan peran, hubungan keluarga akan dibentuk selama jam tersebut, pada saat ini
sangat penting bagi proses bonding, dan sekaligus inisiasi menyusui dini.

a) Uterus

Uterus Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-tengah


abdomen kurang lebih 2/3-¾ antara simfisis pubis dan umbilikus. Jika uterus ditemukan
ditengah, diatas simpisis, maka hal ini menandakan adanya darah di kavum uteri dan butuh untuk
ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada di atas umbilikus dan bergeser paling umum ke
kanan menandakan adanya kandung kemih penuh, sehingga mengganggu kontraksi uterus dan
memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika pada saat ini ibu tidak dapat berkemih secara
spontan, maka sebaiknya dilakukan kateterisasi untuk mencegah terjadinya perdarahan.

62
Uterus yang berkontraksi normal harus terasa keras ketika disentuh atau diraba. Jika segmen atas
uterus terasa keras saat disentuh, tetapi terjadi perdarahan, maka pengkajian segmen bawah
uterus perlu dilakukan. Uterus yang teraba lunak, longgar, tidak berkontraksi dengan baik,
hipotonik, dapat menjadi pertanda atonia uteri yang merupakan penyebab utama perdarahan post
partum.

b) Servik, Vagina dan Perineum

Segera setelah lahiran servik bersifat patulous, terkulai dan tebal. Tepi anterior selama persalinan
atau setiap bagian servik yang terperangkap akibat penurunan kepala janin selam periode yang
panjang, tercermin pada peningkatan oedema dan memar pada area tersebut. Perineum yang
menjadi kendur dan tonus vagina juga tampil jaringan, dipengaruhi oleh peregangan yang terjadi
selama kala II persalinan. Segera setelah bayi lahir tangan bisa masuk, tetapi setelah 2 jam
introitus vagina hanya bisa dimasuki 2 atau 3 jari.

c) Tanda vital

Tekanan darah, nadi dan pernafasan harus kembali stabil pada level pra persalinan selama jam
pertama post partum. Pemantauan tekanan darah dan nadi yang rutin selama interval ini
merupakan satu sarana mendeteksi syok akibat kehilangan darah berlebihan. Sedangkan suhu
tubuh ibu meningkat, tetapi biasanya dibawah 38ºC. Namun jika intake cairan baik, suhu tubuh
dapat kembali normal dalam 2 jam post partum.

d) Sistem Gastrointestinal

Sistem gastrointestinal rasa mual dan muntah selama masa persalinan akan menghilang. Pertama
ibu akan merasa haus dan lapar, hal ini disebabkan karena proses persalinan yang mengeluarkan
atau memerlukan banyak energi.

e) Sistem Renal Urin

Sistem renal urin yang tertahan menyebabkan kandung kemih lebih membesar karena trauma
yang disebabkan oleh tekanan dan dorongan pada uretra selama persalinan. Mempertahankan
kandung kemih wanita agar tetap kosong selama persalinan dapat menurunkan trauma. Setelah

63
melahirkan, kandung kemih harus tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan terjadi
atonia. Uterus yang berkontraksi dengan buruk meningkatkan resiko perdarahan dan keparahan
nyeri. Jika ibu belum bisa berkemih maka lakukan kateterisasi

Perubahan Psikologi Kala IV

Pada kala IV persalinan, setelah kelahiran bayi dan plasenta dengan segera ibu akan meluapkan
perasaan untuk melepaskan tekanan dan ketegangan yang dirasakannya, dimana ibu mendapat
tanggung jawab baru untuk mengasuh dan merawat bayi yang telah dilahirkannya (Cunningham,
2005, hlm. 360)

1. Phase Honeymoon

Phase Honeymoon ialah Phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang lama antara
ibu – ayah – anak. Hal ini dapat dikatakan sebagai “ Psikis Honeymoon “ yang tidak
memerlukan hal-hal yang romantik. Masing-masing saling memperhatikan anaknya dan
menciptakan hubungan yang baru.

2. Ikatan kasih ( Bonding dan Attachment )

Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak, dan tetap dalam ikatan
kasih, penting bagi perawat untuk memikirkan bagaimana agar hal tersebut dapat terlaksana
partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk proses ikatan kasih
tersebut.

3. Phase Pada Masa Nifas

a. Phase ( Taking in )

Perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif dan tergantung berlangsung 1
– 2 hari. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya tetapi bukan berarti tidak
memperhatikan. Dalam Phase yang diperlukan ibu adalah informasi tentang bayinya, bukan cara
merawat bayi.

64
b. Phase ( Taking hold )

Phase kedua masa nifas adalah phase taking hold ibu berusaha mandiri dan berinisiatif. Perhatian
terhadap kemampuan mengatasi fungsi tubuhnya misalnya kelancaran buang air besar hormon
dan peran transisi. Hal-hal yang berkontribusi dengan post partal blues adalah rasa tidak nyaman,
kelelahan, kehabisan tenaga. Dengan menangis sering dapat menurunkan tekanan. Bila orang tua
kurang mengerti hal ini maka akan timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan depresi.
Untuk itu perlu diadakan penyuluhan sebelumnya, untuk mengetahui bahwa itu adalah normal.

4. Bounding Attachment

Bounding merupakan satu langkah awal untuk mengungkapkan perasaan afeksi ( kasih
sayang )sedangkan Atachmen merupakan interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang
waktu.Jadi Bounding Atachmen adalah kontak awal antara ibu dan bayi setelah kelahiran, untuk
memberikan kasih sayang yang merupakan dasar interaksi antara keduanya secara terus menerus.
Dengan kasih sayang yang diberikan terhadap bayinya maka akan terbentuk ikatan antara orang
tua dan bayinya.

5. Respon Antara Ibu dan Bayinya Sejak Kontak Awal Hingga Tahap Perkembangannya.

a. Touch ( sentuhan ).

Ibu memulai dengan ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan ekstremitas bayinya.
Dalam waktu singkat secara terbuka perubahan diberikan untuk membelai tubuh. Dan mungkin
bayi akan dipeluk dilengan ibu. Gerakan dilanjutkan sebagai gerakan lembut untuk menenangkan
bayi. Bayi akan merapat pada payudara ibu. Menggenggam satu jari atau seuntai rambut dan
terjadilah ikatan antara keduanya.

b. Eye To Eye Contact ( Kontak Mata )

Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan kemudian dengan segera. Kontak mata
mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan dimulainya hubungan dan rasa percaya
sebagai factor yang penting sebagai hubungan manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat
memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu jam setelah kelahiran pada jarak sekitar 20-25 cm,

65
dan dapat memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia kira-kira 4 bulan, perlu
perhatian terhadap factor-faktor yang menghambat proses

Mis ; Pemberian salep mata dapat ditunda beberapa waktu sehingga tidak mengganggu adanya
kontak mata ibu dan bayi.

c. Odor ( Bau Badan )

Indra penciuman bayi sudah berkembang dengan baik dan masih memainkan peranan dalam
nalurinya untuk mempertahankan hidup.

Penelitian menunjukan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola bernapasnya
berubah setiap kali hadir bau yang baru, tetapi bersamaan makin dikenalnya bau itu sibayipun
berhenti bereaksi.Pada akhir minggu I seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan
air susu ibunya.Indra Penciuman bayi akan sangat kuat, jika seorang ibu dapat memberikan
bayinya ASI pada waktu tertentu.

d. Body Warm ( Kehangatan Tubuh )

Jika tidak ada komplikasi yang serius seorang ibu akan dapat langsung meletakan bayinya diatas
perut ibu, baik setalah tahap kedua dari proses melahirkan atau sebelum tali pusat dipotong.

Kontak yang segera ini memberikan banyak manfaat baik bagi ibu maupun sibayi kontak kulit
agar bayi tetap hangat.

e. Voice ( Suara )

Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing-masing orang tua akan menantikan tangisan
pertama bayinya. Dari tangisan tersebut ibu merasa tenang karena merasa bayinya baik ( hidup ).

Bayi dapat mendengar sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan bila ia dapat mendengar
suara-suara dan membedakan nada dan kekuatan sejak lahir, meskipun suara-suara itu terhalang
selama beberapa hari terhalang cairan amniotic dari rahim yang melekat pada telinga.

Banyak Penelitian memperhatikan bahwa bayi-bayi baru lahir bukan hanya mendengar secara
pasif melainkan mendengarkan dengan sengaja dan mereka nampaknya lebih dapat
menyesuaikan diri dengan suara-suara tertentu

daripada yang lain.Contoh ; suara detak jantung ibu.

66
f. Entrainment ( gaya bahasa )

BBL menemukan perubahan struktur pembicaraan dari orang dewasa artinya perkembangan bayi
dalam bahasa dipengaruhi diatur, jauh sebelum ia menggunakan bahasa dalam berkomunikasi
( komunikasi yang positip

g. Biorhytmicity ( Irama Kehidupan )

Janin dalam rahim dapat dikatakan menyesuaikan dengan irama alamiah ibunya seperti halnya
denyut jantung. Salah satu tugas bayi setelah adalah menyesuaikan irama dirinya sendiri. Orang
tua dapat membantu proses ini dengan memberikan perawatan penuh kasih yang secara konsisten
dan dengan menggunakan tanda bahaya untuk mengembangkan respon bayi dan interaksi social
serta kesempatan untuk belajar.

Pemantauan Pada Kala IV

1. Kontraksi rahim Kontraksi dapat diketahui dengan palpasi. Setelah plasenta lahir
dilakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi. Dalam evaluasi uterus yang
perlu dilakukan adalah mengobservasi kontraksi dan konsistensi uterus. Kontraksi uterus yang
normal adalah pada perabaan fundus uteri akan teraba keras. Jika tidak terjadi kontraksi dalam
waktu 15 menit setelah dilakukan pemijatan uterus akan terjadi atonia uteri.

2. Perdarahan Perdarahan: ada/tidak, banyak/biasa

3. Kandung kencing Kandung kencing: harus kosong, kalau penuh ibu diminta untuk
kencing dan kalau tidak bisa lakukan kateterisasi. Kandung kemih yang penuh mendorong uterus
keatas dan menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya.

4. Luka-luka: jahitannya baik/tidak, ada perdarahan/tidak Evaluasi laserasi dan perdarahan


aktif pada perineum dan vagina. Nilai perluasan laserasi perineum. Derajat laserasi perineum
terbagi atas :

a. Derajat I Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior dan kulit perineum. Pada derajat I
ini tidak perlu dilakukan penjahitan, kecuali jika terjadi perdarahan

b. Derajat II Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum dan otot
perineum. Pada derajat II dilakukan penjahitan dengan teknik jelujur

c. Derajat III Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, otot perineum
dan otot spingter ani external

d. Derajat IV Derajat III ditambah dinding rectum anterior

67
e. Pada derajat III dan IV segera lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan teknik dan
prosedur khusus

5. Uri dan selaput ketuban harus lengkap

6. Keadaan umum ibu: tensi, nadi, pernapasan, dan rasa sakit

a. Keadaan Umun Ibu

• Periksa Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan dan setiap 30 menit pada
jam kedua setelah persalinan jika kondisi itu tidak stabil pantau lebih sering

• Apakah ibu membutuhkan minum

• Apakah ibu akan memegang bayinya

b. Pemeriksaan tanda vital.

c. Kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri:

Rasakan apakah fundus uteri berkontraksi kuat dan berada dibawah umbilicus. Periksa fundus :

• 2-3 kali dalam 10 menit pertama

• Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan.

• Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan

• Masage fundus (jika perlu) untuk menimbulkan kontraksi

7. Bayi dalam keadaan baik.

2.5 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala I


2.1 Pengunaan Partograf

Beberapa pengertian dari partograf adalah sebagai berikut:

• Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik (JNPK- KR, 2007).

68
• Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan (Sarwono,2008).

• Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian pada
perjalanan persalinan (Farrer, 2001).

Partograf adalah alat pencatatan persalinan, untuk menilai keadaan ibu, janin dan seluruh proses
persalinan. Partograf digunakan untuk mendeteksi jika ada penyimpangan / masalah dari
persalinan, sehingga menjadi partus abnormal dan memerlukan tindakan bantuan lain untuk
menyelesaikan persalinan.

Partograf merupakan lembaran form dengan berbagai grafik dan kode yang menggambarkan
berbagai parameter untuk menilai kemajuan persalinan.

Gambaran partograf dinyatakan dengan garis tiap parameter (vertikal) terhadap garis perjalanan
waktu (horisontal).

1. Tujuan

Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:

1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui
pemeriksaan dalam.

2) Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan demikian dapat pula
mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.

3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan
proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium,
membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan
secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir ( JNPK-KR, 2008).

Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan
untuk :

1) Mencatat kemajuan persalinan

2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya

3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran

4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan

5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan
tepat waktu (JNPK-KR, 2008).

2. Cara Penggunaan partograf

69
Partograf harus digunakan:

• Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik normal maupun
patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan
penyulit

• Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, Puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit, dll)

• Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan kepada
ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter Umum, Residen dan
Mahasiswa Kedokteran) (JNPK-KR,2008).

1. Pengisian partograf

Pengisian partograf antara lain:

1) Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama fase laten, semua
asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat dilakukan secara terpisah, baik
di catatan kemajuan persalinan maupun di Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan
waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan
dan intervensi juga harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan
seksama, yaitu :

• Denyut jantung janin : setiap 30 menit

• Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit

• Nadi : setiap 30 menit

• Pembukaan serviks : setiap 4 jam

• Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam

• Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam

• Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam

• Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan (JNPK-KR,2008).

2) Pencatatan selama fase aktif persalinan

70
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang dimulai pada fase aktif
persalinan; dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil – hasil pemeriksaan selama
fase aktif persalinan, meliputi:

a) Informasi tentang ibu :

• Nama, umur

• Gravida, para, abortus (keguguran)

• Nomor catatan medik nomor Puskesmas

• Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah : tanggal dan waktu penolong
persalinan mulai merawat ibu)

b) Waktu pecahnya selaput ketuban

c) Kondisi janin:

• DJJ (denyut jantung janin)

• Warna dan adanya air ketuban)

• Penyusupan ( moulase) kepala janin.

d) Kemajuan persalinan

• Pembukaan serviks

• Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin

• Garis waspada dan garis bertindak

e) Jam dan waktu

• Waktu mulainya fase aktif persalinan

• Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.

f) Kontraksi uterus : frekuensi dan lamanya

g) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:

• Oksitisin

• Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

h) Kondisi ibu :

71
• Nadi, tekanan darah, dan temperatur

• Urin ( volume , aseton, atau protein)

i) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom tersedia di sisi
partograf atau di catatan kemajuan persalinan) (Sarwono, 2009).

4. Mencatat temuan pada partograf

Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah :

1) Informasi Tentang Ibu

Lengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan. Waktu
kedatangan ( tertulis sebagai :

„jam atau pukul‟ pada partograf ) dan perhatikan kemungkinan ibu datang pada fase laten. Catat
waktu pecahnya selaput ketuban.

2) Kondisi Janin

Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin ( DJJ ), air
ketuban dan penyusupan (kepala janin)

a) Denyut jantung janin

Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak
di bagian atas partograf menunjukan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang
sesuai dengan angka yang menunjukan DJJ.

Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas bersambung.

Kisaran normal DJJ terpapar pada patograf diantara 180 dan

100. Akan tetapi penolong harus waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160.

b) Warna dan adanya air ketuban

Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam dan nilai warna air ketuban
jika selaput ketuban pecah. Catat semua temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur
DJJ. Gunakan lambang-lambang berikut ini :

U : Selaput ketuban masih utuh ( belum pecah ) J : Selaput ketuban sudah


pecah dan air ketuban jernih M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium

D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah

72
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi ( kering )

c) Penyusupan (Molase) tulang kepala janin

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri
terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupannya atau tumpang
tindih antara tulang kepala semakin menunjukan risiko disporposi kepala panggul ( CPD ).
Ketidak mampuan untuk berakomodasi atau disporposi ditunjukan melalui derajat penyusupan
atau tumpang tindih ( molase ) yang berat sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit
untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan disporposi kepala panggul maka penting untuk tetap
memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan.

Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada dikotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-
lambang berikut ini :

0 : Tulang-tulang kepala janin terpish, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan

3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan (JNPK-
KR,2008).

6. Kemajuan persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10
yang tertera di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai
dengan besarnya dilatasi serviks dalam satuan sentimeter dan menempati lajur dan kotak
tersendiri. Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukan
penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian
terbawah janin tercantum angka 1-5 yang sesaui dengan metode perlimaan. Setiap kotak segi
empat atau kubus menunjukan waktu 30 menit untuk pencatatan waktu pemeriksaan, DJJ,
kontraksi uterus dan frekwensi nadi ibu.

1) Pembukaan servik Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap
temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda „X‟ harus dicantumkan di garis waktu yang
sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.

Perhatikan :

a) Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai dengan besarnya
pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dalam

73
b) Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan (pembukaan serviks dari
hasil pemeriksaan dalam harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai dengan
bukaan serviks ( hasil periksa dalam ) dan cantumkan tanda „X‟ pada ordinat atau titik silang
garis dilatasi serviks dan garis waspada

c) Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus)
(JNPK-KR,2008).

2) Penurunan bagian terbawah janin

Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukan seberapa jauh
bagian terendah bagian janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan
pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya,
penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm (JNPK-
KR,2008).

Berikan tanda „O‟ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil
palpasi kepala diatas simfisis pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4.
Hubungkan tanda „O‟ dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.

3) Garis waspada dan garis bertindak

Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan
lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase
aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah
kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan
adanya penyulit .Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak
maka hal ini menunjukan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan (JNPK-
KR,2008)

7. Jam dan waktu

Setiap kotak pada partograf untuk kolom waktu (jam) menyatakan satu jam sejak dimulainya
fase aktif persalinan (JNPK-KR,2008).

8. Kontraksi uterus

Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan “ kontraksi per 10 menit “ di
sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba
dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan
jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang
tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerminkan temuan dari hasil pemeriksaan

74
kontraksi. Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka
lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi (JNPK-KR,2008).

9. Obat-obatan dan cairan yang diberikan

1) Oksitosin

Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam tetes per menit.

2) Obat-obatan lain

Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan I.V dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya (JNPK- KR,2008).

10. Halaman belakang partograf

Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal- hal yang terjadi selama
proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I
hingga IV ( termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan
persalinan. Nilau dan catatkan asuhan yang telah diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama
selama persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya
penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV ( mencegah
terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan ( yang sudah diisi dengan
lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai memantau sejauh mana telah dilakukan
pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman (JNPK- KR,2008).

11. Kontraindikasi pelaksanaan patograf

Berikut ini adalah kontraindikasi dari pelaksanaan patograf.

1) Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.

2) Perdarahan antepartum

3) Preeklampsi berat dan eklampsi

4) Persalinan prematur

5) Persalinan bekas sectio caesaria (SC)

6) Persalinan dengan hamil kembar

75
7) Kelainan letak

8) Keadaan gawat janin

9) Persalinan dengan induksi

10) Hamil dengan anemia berat

11) Dugaan kesempitan panggul (Ujiningtyas, 2009).

12. Keuntungan dan kerugian pelaksanaan partograf

1) Keuntungan

a) Tersedia cukup waktu untuk melakukan rujukan (4 jam) setelah perjalanan persalinan
melewati garis waspada.

b) Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk melakukan tindakan.

c) Mengurangi infeksi karena pemeriksaan dalam yang terbatas

2) Kerugian

Kemungkinan terlalu cepat lakukan rujukan, yang sebenarnya dapat dilakukan di tempat
(Ujiningtyas, 2009).

DUKUNGAN PERSALINAN

Dukungan persalinan

Dukungan selama persalinan meliputi:

1) Lingkungan

Suasana yang rileks dan bernuansa rumah membantu ibu dan pasangan merasa nyaman sikap
para staff sangatlah penting dibandingkan visit ruangan.

76
2) Teman yang mendukung

Bidan harus menjadi teman yang mendukung bersama dengan keluarga, bidan diharapkan
terampil dan peka serta berfungsi untuk mengembangkan hubungan dengan wanita asuhan nya
dan keluarga.

3) Mobilitas

Diusahakan ibu didorong untuk tetap tegar dan bergerak, persalinan akan berjalan lebih cepat
dan ibu merasa dapat menguasai keadaan, ibu didorong untuk berusaha berjalan bila
memungkinkan dan merubah posisi tidur miring kiri, jongkong, atau merangkak.

4) Memberi informasi

Ibu dan keluarga diberikan informasi tentang selengkapnya kemajuan persalinan dan semua
perkembang selama persalinan. Setiap intervensi harus dijelaskan. Ibu harus dilibatkan dalam
pengambilan keputusan klinis.

5) Teknik Relaksasi

Diharapkan saat ANC ibu sudah mendapatkan informasi tentang teknik relaksasi apabila belum
pernah maka harus diajarkan saat inpartu, terutama saat teknik bernafas.

6) Percakapan

Pada masa inpartu ibu membutuhkan sikap akrab dan simpatik. Saat kontraksi ibu akan
memerlukan konsentrasi penuh semua emosi dan fisik dikerahkan dan akan menutup semua
pembicaraan. Saat kontraksi sentuhan ekspresi wajah dari orang orang sekita sangatlah
dibutuhkan.

7) Dorongan semangat

Sebagai bidan harus memberikan dorongan semangat selama proses persalinan dengan ucapan
beberapa pujian dan semangat.

Secara psikologis, istri membutuhkan pendampingan suami selama proses persalinan.


Proses persalinan merupakan masa yang paling berat bagi ibu. Ibu membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak, terutama suami agar dapat menjalani proses persalinan sampai melahirkan
dengan aman dan nyaman (Hidayatul, 2009). Perhatian yang didapat seorang ibu pada masa
persalinan akan terus dikenang oleh ibu terutama bagi mereka yang pertama kali melahirkan dan
dapat menjadi modal lancarnya persalinan serta membuat ibu menjadi merasa aman dan tidak
takut menghadapi persalinan (Suliswati, 2008).

Dukungan yang terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses
persalinan dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan

77
rasa nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta
mengurangi kebutuhan tindakan medis (Taufik, 2010).

Dukungan suami dalam proses persalinan merupakan sumber kekuatan bagi ibu yang tidak dapat
diberikan oleh tenaga kesehatan. Dukungan suami dapat berupa dorongan, motivasi terhadap istri
baik secara moral maupun material serta dukungan fisik, psikologis, emosi, informasi, penilaian
dan finansial (Bahiyatun, 2010).

Banyak penelitian yang mendukung kehadiran orang kedua (suami) saat persalinan berlangsung.
Penelitian dari Depkes tahun 2011 menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua
(suami) sebagai pendamping dalam persalinan akan memberikan kenyamanan pada saat
persalinan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping pada saat
persalinan dapat menimbulkan efek positif terhadap hasil persalinan, dapat menurunkan rasa
sakit, persalinan berlangsung lebih singkat dan menurunkan persalinan dengan operasi termasuk
bedah caesar (Herlina, 2011).

Penelitian lain tentang pendamping atau kehadiran orang kedua dalam proses persalinan, yaitu
oleh Kristina (2010) menemukan bahwa para ibu yang didampingi seorang sahabat atau keluarga
dekat (khususnya suami) selama proses persalinan berlangsung, memiliki resiko lebih kecil
mengalami komplikasi yang memerlukan tindakan medis daripada mereka yang tanpa
pendampingan. Ibu-Ibu dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat
dan lebih mudah. Dalam penelitian tersebut, ditemukan pula bahwa kehadiran suami atau kerabat
dekat akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari stress dan kecemasan yang
dapat mempersulit proses kelahiran dan persalinan, kehadiran suami akan membawa pengaruh
positif secara psikologis, dan berdampak positif pula pad a kesiapan ibu secara fisik (Hidayatul
& Alfaina 2009).

PENGURANGAN RASA SAKIT

b. Pengurangan Rasa Sakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa sakit:

• Rasa takut dan cemas

Rasa takut dan cemas akan meningkatkan respon seseorang terhadap rasa sakit.

• Kepribadian

Secara alamiah wanita yang tegang dan cemas akan lebih lemah menghadapi stress dibanding
wanita yang rileks dan percaya diri.

• Kelelahan

78
Wanita yang lelah akan kurang mampu dalam mentolerir rasa sakitnya.

• Budaya dan Sosial

Beberapa budaya mengharapkan stoitisme (sabar dan membiarkannya) sedangkan budaya yang
lainnya mendorong keterbukaan untuk menyatakan perasaan.

• Pengharapan

PEMENUHAN KEBUTUHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS PADA IBU DAN KELUARGA

Pemenuhan Kebutuhan Fisik Pada Ibu

A. A. Mengatur Aktivitas Dan Posisi Ibu

Disaat mulainya persalianan sambil menunggu pembukaan lengkap. Ibu masih dapat
diperbolehkan melakukan aktivitas, namun harus sesuai dengan kesanggupan ibu agar ibu tidak
terasa jenuh dan rasa kecemasan yang dihadapi oleh ibu saat menjelang persalinan dapat
berkurang. Di dalam kala I ibu dapat mencoba berbagai posisi yang nyaman selama persalinan
dan kelahiran. Peran suami di sisi adalah untuk membantu ibu berganti posisi yang nyaman agar
ibu merasa ada orang yang menemani di saat proses menjelang persalinan. Disini ibu di
perbolehkan berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau merangkak. Posisi tegak
seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali
mempersingkat waktu persalnan. Untuk itu kita sebagai tenaga kesehatan di sarankan agar
membantu ibu untuk sesering mungkin berganti posisi selama persalina. Perlu di ingat bahwa
jangan menganjurkan ibu untuk mengambil posisi terlentang. Sebab jika ibu berbaring terlentang
maka berat uterus, janin, cairan ketuban, dan plasenta akan menekan vena cava inferior. Hal ini
akan menyebabkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini akan
menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen pada janin). Posisi terlentang juga akan
memeperlambat proses persalinan. ( Enkin, et,al. 2002)

b. B. Membimbing Ibu Untuk Rileks Sewaktu Ada HIS

His merupakan kontraksi pada uterus yang mana his ini termasuk tanda-tanda persalinan yang
mempunyai sifat intermitten, terasa sakit, terkoordinasi, dan simetris serta terkadang dapat
dipengaruhi dari luar secara fisik dan psikis. Karena his sifatnya menimbulkan rasa sakit, maka
ibu di sarankan menarik nafas panjang dan kemudian anjurkan ibu untuk menahan nafas
sebentar, kemudian dilepaskan dengan cara meniup sewaktu ada his.

c. C. Menjaga Kebersihan Ibu

79
Saat persalinan akan berlangsung anjurkan ibu untuk mengososngkan kandung kemihnya secara
rutin selama persalinan. Disini ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam atau lebih atau jka
ibu terasa ingin berkemih. Selain itu, tenaga kesehatan perlu memeriksa kandung kemih pada
saat memeriksa denyut jantungj janin (saat palpasi di lakukan) tepat di atas simpisis pubis untuk
mengetahui apakah kandung kemih penuh atau tidak. Jika ibu tidak dapat berkemih di kamar
mandi, maka ibu dapat diberikan penampung urin. Apabila terjadi kandung kemih yang penuh
maka akan mengakibatkan:

1.memperlambat turunnya bagian terbawah janin dan mungkinakna menyebabkan partus


macet.

2.menyebabkan ibu tidak nyaman.

3.meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri.

4.mengganggu penatalaksanaan distosis bahu

5.meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pasca persalinan.

Disaat persalinan berlangsung tenaga kesehatan (bidan) tidak dianjurkan untuk melakukan
kateterisasi kandung kemih secara rutin. Sebab kateterisasi ini hanya di lakukan pada kandung
kemih yang penuh dan ibu tidak dapat berkemih sendiri. Kateterisasi ini akan menimbulkan
beberapa masalah seperti menimbulkan rasa sakit, menimbulkan risiko infeksi dan perlukaan
melalui kemih ibu.

D. D. Pemberian Cairan Dan Nutrisi

Tindakan kita sebagai tenaga kesehatan yaitu memastikan ibu untuk mendapat asupan
(makanan ringan dan minum air) selama persalinan dan kelahiran bayi. Karena fase aktif ibu
hanya ingin mengkonsumsi cairan. Maka bidan menganjurkan anggota keluarga untuk
menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makan ringan selama persalinan , karena
makanan ringan dan cairan yang cukup selama persalinan berlangsung akan memberikan lebh
banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi ini bila terjadi akan memperlambat kontraksi
atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur.

2.3 PEMENUHAN DAN KEBUTUHAN FISIK

a. Kebersihan Dan Kenyamanan

80
Wanita yang sedang bersalin akan merasa sangat panas dan berkeringat banyak,karena itu
biasanya ia sanagt mendambakan kesempatan untuk mandi atau bersiran jika bisa. Jika ibu bisa
berdiri maka ia akan senang bila bisa digosok tubuhnya dengan air dingin dengan spons.
Mulutnya bisa disegarkan dengan jalan menggosok gigi atau mungkin ingin mengulum es.

b. Posisi

Persalinan dan kelahiran merupakan suatu peristiwa yang normal dan harus berlangsung. Bidan
mendukung ibu dalam memilih posisi apa pun yang diinginkan atau menyarankan alternative-
alternative apabila tindakan ibu tidak efektif atau membahayakan diri sendiri atau bayi nya. Bila
ada anggota keluarga yang hadir untuk melayani sebagai pendukung ibu maka bidan bisa
menawarkan dukungan pada orang yang mendukung ibu tersebut.

Posisi Persalinanan

No Posisi Alasan/Rasionalisasi

1 Duduk/setengah duduk Lebih mudah bagi bidan untuk membimbing kelahiran


kepala bayi dan mengamati / men-support perineum

2 Merangkak Baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit ,membantu bayi
melakukan rotasi,peregangan minimal pada perineum

3 Jongkok/berdiri Membantu penurunan kepala bayi ,memperbesar ukuran


panggul,memperbesar dorongan untuk meneran.

4 Berbaring miring kekiri Member rasa santai bagi ibu yang letih,member oksigenasi
yang baik bagi bayi,mambantu mencegah terjadinya laserasi.

c. Kontak Fisik

Ibu mungkin tidak ingin berbincang tetapi ia mungkin akan merasa nyaman dengan kontak fisik.
Pendamping ibu hendaknya didorong untuk mau berpegangan tangan dengan ibu,menggosok
punggung,menyeka wajah dengan spons, atau mungkin hanya memberikan dukungan. Mereka
yang menginginkan kelahiran aktif bisa mencoba dengan stimulasi putting dan klitoris untuk
mendorong pelepasan oksitosin dari kelenjer pituitary sehingga akan merangsang kontraksu
uterus secara alamiah.

d. Pijatan

Ibu yang menderita sakit punggung atau nyeri selama persalinan mungkin akan merasa bahwa
pijatan akan sangat mengerikan . sebagian wanita mungkin akan merasa bahwa pijatan pada
abdominal adalah suatu yang menyenangkan : belaian ringan diatas seluruh perut dapat
menimbulkan rasa nyaman yaitu dengan menggunakan kedua tangan dan ujung jari menyentuh
daerah simpisis pubismelintas diatas fundus uterus dan kemudian turun kedua sisi perut.

81
2.4 Pemenuhan Kebutuhan Psikologis

A. Persiapan Untuk Persalinan

Pada suatu tahap dalam masa persalinannya semua wanita akan menyadari keharusan untuk
melahirkan anaknya.

B. Memberikan Informasi

Idealnya setiap wanita yang hamil haruslah memperoleh kesempatan untuk membentuk
hubungan dengan seorang bidan tertentu agar supaya advis bisa diberikan secara konsisten dan
wanita tersebut akan merasa rileks dan bisa bebas meminta informasi. Dengan cara demikian
setiap wanita akan bisa mendapatkan informasi sebanyak yang diinginkannya.

C. Mengurangi Kecemasan

Meskipun setiap wanita mungkin akan merasa sedikit takut tentang beberapa aspek dari
kehamilan dan persalinan, banyak diantaranya merasa bahwa hal tersebut tidaklah berdasar.

D.Keikutsertaan Dalam Perencanaan

Pasangan – pasangan yang bisa berpartisipasi dalam perencanaan asuhan mereka dengan cara ini
akan merasa bahwa hal tersebut akan dianggap penting bagi para pemberi asuhan dan akan
merasa lebih tenang dalam menghadapi seluruh pengalaman memasuki rumah sakit. Bidan harus
ingat bahwa bagi pasangan – pasangan muda, sebuah rumah sakit itu bagaikan benda asing,
lingkungan yang belum dikenal yang dihubungkan dengan sakit dan mati dan bahwa mungkin
saja mereka belum pernah datang ke tempat seperti itu.

82
MANAJEMEN NYERI PADA PERSALINAN

1. Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual maupun potensial. Sedangkan nyeri persalinan merupakan pengalaman
subyektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan
serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi
peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan
otot.

Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan
kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon
fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, keringat,
diameter pupil, dan ketegangan otot.

Nyeri persalinan ditandai dengan adanya kontraksi rahim, kontraksi sebenarnya telah terjadi pada
minggu ke-30 kehamilan yang disebut kontraksi braxton hicks akibat perubahan-perubahan dari
hormon estrogen dan progesteron tetapi sifatnya tidak teratur, tidak nyeri dan kekuatan
kontraksinya sebesar 5 mmHg, dan kekuatan kontraksi braxton hicks ini akan menjadi kekuatan
his dalam persalinan dan sifatnya teratur. Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang
biasanya pecah menjelang pembukaan lengkap, tetapi dapat juga keluar sebelum proses
persalinan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam waktu 24
jam.

Dalam persalinan, pijat juga membuat ibu merasa lebih dekat orang yang merawatnya. Sentuhan
seseorang yang peduli dan ingin menolong merupakan sumber kekuatan saat ibu sakit, lelah, dan
kuat. Banyak bagian tubuh ibu bersalin dapat dipijat, seperti kepala, leher, punggung, dan
tungkai. Saat memijat, pemijat harus memperhatikan respon ibu, apakah tekanan yang diberikan
sudah tepat.

Bidan mempunyai andil yang sangat besar dalam mengurangi nyeri nonfarmakologi. Intervensi
yang termasuk dalam pendekatan nonfarmakologi adalah analgesia psikologis yang dilakukan
sejak awal kehamilan, relaksasi, massage, stimulasi cuteneus, aroma terapi, hipnotis, akupuntur
dan yoga.

Tingkat nyeri seseorang dalam Anonim (2013) dapat diukur dengan skala nyeri, berikut skala
nyeri yang dapat digunakan sebagai patokannya

2. Management Nyeri Persalinan

83
a. Massage

Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau
ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri,
menghasilkan relaksasi, dan atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan- gerakan dasar meliputi:
gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan
dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk-nepuk, meremas-remas, dan gerakan meliuk-
liuk.

Beberapa metode message antara lain:

1) Metode Effluerage

Memperlakukan pasien dalam posisi setengah duduk, lalu letakkan kedua tangan pada perut dan
secara bersamaan digerakkan melingkar ke arah pusat simpisis atau dapat kjuga menggunakan
satu telapak tangan menggunakan gerakan melingkat atau satu gerakan.

2) Metode deep back massage

Memperlakukan pasien berbaring miring, kemudian bidan atau keluarga pasien menekan daerah
sacrum secara mantap dengan telapak tangan, lepaskan dan tekan lagi, begitu seterusnya.

Deep back massage adalah penekanan pada sakrum yang dapat mengurangi ketegangan pada
sendi sakroiliakus dari posisi oksiput posterior janin. Selama kontraksi dapat dilakukan
penekanan pada sakrum yang dimulai saat awal kontraksi dan diakhiri setelah kontraksi berhenti.
Jika klien menggunakan fetal monitor, dapat melihat garis kontraksi untuk memulai dan
mengakhiri penekanan. Penekanan dapat dilakukan dengan tangan yang dikepalkan seperti bola
tenis pada sakrum 2,3,4. Metode deep back massage memperlakukan pasien berbaring
miring, kemudian bidan atau keluarga pasien menekan daerah sakrum secara mantap dengan
telapak tangan, lepaskan dan tekan lagi, begitu seterusnya.

Gambar Lokasi pemijatan pada nyeri persalinan kala 1

84
Selain itu dapat dilakukan dengan menggunakan metode rubbing massage yaitu teknik pijatan
yang dilakukan pada punggung diantara kontraksi.

Persalinan disertai rasa nyeri dan 7-14% tidak disertai nyeri. Pada kala I terjadi kontraksi yang
dapat menekan ujung syaraf sehingga menimbulkan rangsangan nyeri dan berdampak timbulnya
ketakutan dan rasa takut. Ada rasa takut sehingga dapat berdampak pada kecepatan pembukaan
serviks sehingga dibutuhkan intervensi untuk mengurangi rasa takut tersebut salah satunya
dengan memberikan pijatan pada ibu bersalin.

3) Metode rubbing massage

Gerakan pemijatan pada daerah pnggung bagian belakang secara lembut yang dilakukan dari atas
sampai ke bawah menggunakan telapak tangan atau jari tangan.

4) Metode firm counter pressure

Memperlakukan pasien dalam kondisi duduk kemudian bidan atau keluarga pasien menekan
sacrum secara bergantian dengan tangan yang dikepalkan secara mantap dan beraturan.

5) Abdominal lifting

Memperlakukan pasien dengan cara membaringkan pasien pada posisi kepala agak tinggi.
Letakkan kedua telapak tangan pada pinggang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan
usapan yang berlawanan ke arah puncak perut tanpa menekan ke arah dalam, kemudian ulangi
lagi.

b. Relaksasi

Ada beberapa posisi relaksasi yang dapat dilakukan selama dalam keadaan istirahat atau selama
proses persalinan :

1) Berbaring terlentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka sedikit, kedua tangan rileks di
samping di bawah lutut dan kepala diberi bantal

2) Berbaring miring, kedua lutut dan kedua lengan ditekuk, di bawah kepala diberi bantal
dan di bawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung

3) Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan di samping
telinga

4) Duduk membungkuk, kedua lengan diatas sandaran kursi atau diatas tempat tidue. Kedua
kaki tidak boleh menggantung

Keempat posisi tersebut dapat dipergunakan selama ada his.

85
2.6 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala Ii

Pada proses persalinan kala Il ini ternyata ada beberapa hal yang dahulunya kita lakukan ternyata
setelah di lakukan penelitian ternyata tidak bermanfaat atau bahkan dapat merugikan pasien

Adapun hal-hal yang tidak bermanfaat pada kala Il persalinan berdasarkan EBM
adalah:

No. Tindakan yang Sebelum EBM Setelah EBM


dilakukan
1. Asuhan saying ibu Ibu bersalin dilarang untuk Ibu bebas melakukan
makan dan minum bahkan aktifitas apapun yang mereka
untuk membersihkan sukai
dirinya
2. Pengaturan posisi Ibu hanya boleh bersalin Ibu bebas untuk memilih
persalinan dengan posisi terlentang posisi yang mereka inginkan
3. Menahan nafas saat Ibu harus menahan nafas Ibu boleh bernafas seperti
mengejan pada saat mengejan biasa pada saat mengejan
4. Tindakan episiotomy Bidan rutin melakukan Hanya dilakukan pada saat
episiotomy pada persalinan tertenu saja

Semua tindakan tersebut diatas telah dilakukan penelitian sehingga dapat di kategorikan aman
jika dilakukan pada saat ibu bersalin. Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada:

a. Asuhan sayang ibu pada persalinan setiap kala

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan
keinginan sang ibu. Sehingga saat penting sekali diperhatikan pada saat seorang ibuakan
bersalin.

Adapun asuhan sayang ibu berdasarkan EBM yang dapat meningkatkan tingkat kenyamanan
seorang ibu bersalin antara lain:

86
1) Ibu tetap di perbolehkan makan dan minum karenan berdasarkan EBM diperleh
kesimpulan bahwa:

• Pada saat bersalin ibu mebutuhkan energy yang besar, oleh karena itu jika ibu tidak
makan dan minum untuk beberapa waktu atau ibu yang mengalami kekurangan gizi dalam
proses persalinan akan cepat mengalami kelelahan fisiologis, dehidrasi dan ketosis yang dapat
menyebabkan gawat janin.

• Ibu bersalin kecil kemungkinan menjalani anastesi umum, jadi tidak ada alasan untuk
melarang makan dan minum.

• Efek mengurangi/mencegah makan dan minum mengakibatkan pembentukkan glukosa


intravena yang telah dibuktikan dapat berakibat negative terhadap janin dan bayi baru lahir oleh
karena itu ibu bersalin tetap boleh makan dan minum. Ha ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Larence 1982, Tamow-mordi Starw dkk 1981, Ruter Spence dkk 1980, Lucas
1980.

2) Ibu diperbolehkan untuk memilih siapa pendamping persalinannya

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan
keinginan sang ibu. Dimana dengan asuhan sayang ibu ini kita dapat membantu ibu merasakan
kenyamanan dan keamanan dalam menghadapi proses persalinan. Salah satu hal yang dapat
membantu proses kelancaran persalinan adalah hadirnya seorang pendamping saat proses
persalinan ini berlangsung. Karena berdasarkan penelitian keuntungan hadirnya seorang
pendemping pada proses persalinan adalah:

• Pendamping persalinan dapat meberikan dukungan baik secara emosional maupun pisik
kepada ibu selama proses persalinan.

• Kehadiran suami juga merupakan dukungan moral karena pada saat ini ibu sedang
mengalami stress yang sangat berat tapi dengan kehadiran suami ibu dapat merasa sedikit rileks
karena merasa ia tidak perlu menghadapi ini semua seorang diri.

• Pendamping persalinan juga dapat ikut terlibat langsung dalam memberikan asuhan
misalnya ikut membantu ibu dalam mengubah posisi sesuai dengan tingkat kenyamanannya
masing - masing, membantu memberikan makan dan minum.

• Pendamping persalinan juga dapat menjadi sumber pemberi semangat dan dorongan
kepada ibu selama proses persalinan sampai dengan kelahiran bayi.

• Dengan adanya pendamping persalinan ibu merasa lebih aman dan nyaman karena
merasa lebih diperhatikan oleh orang yang mereka sayangi.

87
• Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan mengalami waktu
persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih
baik.

A. Asuhan Sayang Ibu

1. Kala I

Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap. Asuhan
yang dapat dilakukan pada ibu adalah:

a. Memberikan dukungan emosional.

b. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya.

c. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.

d. Peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara:

a) Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.

b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.

c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.

d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.

e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

e. Mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.

f. Memberikan cairan nutrisi dan hidrasi – memberikan kecukupan energi dan mencegah
dehidrasi. Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurang efektif.

g. Memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan -
Kandung kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat turunnya
kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan pasca persalinan;
mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko infeksi saluran kemih pasca
persalinan.

h. Pencegahan infeksi – Tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan


persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
ibu dan bayi baru lahir.

2. Kala II

88
Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya bayi.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah:

a. Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dan
anggota keluarga yang lain.

b. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain:

a) Membantu ibu untuk berganti posisi.

b) Melakukan rangsangan taktil.

c) Memberikan makanandan minuman.

d) Menjadi teman bicara/pendengar yang baik.

e) Memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya.

c. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran – dengan:

a) Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga.

b) Menjelaskan tahapan dan kemajuan persalinan.

c) Melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran.

d. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan - dengan cara memberikan
bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.

e. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk - dengan cara
memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.

f. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II.

g. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara:

a) Mengurangi perasaan tegang.

b) Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi.

c) Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong.

d) Menjawab pertanyaan ibu.

e) Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya.

f) Memberitahu hasil pemeriksaan.

h. Pencegahan infeksi pada kala II dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.

89
i. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.

Kehadiran Pendamping Persalinan Pada Persalinan

Ditolong Tenaga Kesehatan

3. Kala III

Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan yang
dapat dilakukan pada ibu adalah:

a. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.

b. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.

c. Pencegahan infeksi pada kala III.

d. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).

e. Melakukan kolaborasi/rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.

f. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.

g. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.

4. Kala IV

Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta. Asuhan yang dapat dilakukan
pada ibu adalah:

a. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.

b. Membantu ibu untuk berkemih.

c. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan massase
uterus.

d. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.

e. Mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum seperti perdarahan,
demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusuibayinya dan terjadi
kontraksi hebat.

f. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.

90
g. Pendampingan pada ibu selama kala IV.

h. Nutrisi dan dukungan emosional.

B. Pengaturan Posisi Persalinan Pada Kala II

Pada saat proses persalinan akan berlangsung, ibu biasanya di anjurkan untuk mulai mengatur
posisi telentang/litotomi. Tetapi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata posisi
telentang ini tidak boleh dilakukan lagi secara rutin pada proses persalinan, hal ini dikarenankan:

• Bahwa posisi telentang pada proses persalinan dapat mengakibatkan berkurangnya aliran
darah ibu ke janin.

• Posisi telentang dapat berbahaya bagi ibu dan janin , selain itu posisi telentang juga
mengalami konntraksi lebih nyeri, lebih lama, trauma perineum yang lebih besar.

• Posisi telentang/litotomi juga dapat menyebabkan kesulitan penurunan bagian bawah


janin.

• Posisi telentang bisa menyebabkan hipotensi karena bobot uterus dan isinya akan
menekan aorta, vena kafa inferior serta pembluh-pembuluh lain dalam vena tersebut. Hipotensi
ini bisa menyebabkan ibu pingsan dan seterusnya bisa mengarah ke anoreksia janin.

• Posisi litotomi bisa menyebabkan kerusakan pada syaraf di kaki dan di punggung dan aka
nada rasa sakit yang lebih banyak di daerah punggung pada masa post partum (nifas).

Adapun posisi yang dianjurkan pada proses persalinan antara lain posisi setengah duduk,
berbaring miring, berlutut dan merangkak. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Bhardwaj, Kakade alai 1995, Nikodeinn 1995, dan Gardosi 1989. Karenan posisi ini mempunyai
kelebihan sebagai barikut:

• Posisi tegak dilaporkan mengalami lebih sedikit rasa tak nyaman dan nyeri.

• Posisi tegak dapat membantu proses persalinan kala Il yang lebih seingkat.

• Posisi tegak membuat ibu lebih mudah mengeran, peluang lahir spontan lebih besar, dan
robekan perineal dan vagina lebih sedikit.

• Pada posisi jongkok berdasarkan bukti radiologis dapat menyebabkan terjadinya


peregangan bagian bawah simfisis pubis akibat berat badan sehingga mengakibatkan 28%
terjadinya perluasan pintu panggul.

91
• Posisi tegak dalam persalinan memiliki hasil persalinan yang lebih baik dan bayi baru
lahir memiliki nilai apgar yang lebih baik.

• Posisi berlutut dapat mengurangi rasa sakit, dan membantu bayi dalam mengadakan
posisi rotasi yang diharapkan (ubun-ubun kecil depan) dan juga mengurangi keluhan haemoroid.

• Posisi jongkok atau berdiri memudahkan dalam pengosongan kandung kemih. Karena
kandung kemih yang penuh akan memperlambat proses penurunan bagian bawah janin.

• Posisi berjalan, berdiri dan bersandar efektif dalam membantu stimulasi kontraksi uterus
serta dapat memanfatkan gaya gravitasi.

Posisi bersalin menurut buku Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir oleh
Mika Oktarina.

1. Posisi Berbaring Atau Litotomi

Ibu terlentang di tempat tidur bersalin dengan menggantung kedua pahanya pada penopang kursi
khusus untuk bersalin. Kalangan medis akrab menyebutnya dengan posisi litotomi. Pada posisi
ini, ibu dibiarkan telentang seraya menggantung kedua pahanya pada penopang kursi khusus
untuk bersalin.

a. Kelebihan

Bidan bisa lebih leluasa membantu proses persalinan. Jalan lahir pun menghadap ke depan,
sehingga bidan dapat lebih mudah mengukur perkembangan pembukaan dan waktu persalinan
pun bisa diprediksi secara lebih akurat. Kepala bayi lebih mudah dipegang dan diarahkan.
Sehingga apabila terjadi perubahan posisi kepala bayi, maka bidan langsung bisa mengarahkan
pada posisi yang seharusnya. Lainnya, waktu persalinan pun bisa diprediks secara lebih akurat.

b. Kelemahan

Posisi berbaring membuat ibu sulit untuk mengejan. Hal ini karena gaya berat tubuh ibu yang
berada di bawah dan sejajar dengan posisi bayi. Posisi ini pun diduga bisa mengakibatkan
perineum (daerah di antara anus dan vagina) meregang sedemikian rupa sehingga menyulitkan
persalinan. Kekurangan dari cara bersalin konvesional ini, letak pembuluh besar berada di bawah
posisi bayi dan tertekan oleh massa/berat badan bayi. Apalagi jika letak ari-ari juga berada di
bawah si bayi. Akibatnya, tekanan pada pembuluh darah bisa meninggi dan menimbulkan
perlambatan peredaran darah balik ibu. Pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari si
ibu ke janin melalui plasenta pun jadi relatif berkurang. Posisi terlentang ini sering dihindari
karena dapat menyebabkan:

a) Hipotensi dapat berisiko terjadinya syok dan berkurangnya suplay oksigen dalam
sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat menyebabkan hipoksia bagi janin.

92
b) Rasa nyeri yang bertambah

c) Kemajuan persalinan bertambah lama

d) Ibu mengalami gangguan untuk bernafas

e) Buang air kecil terganggu

f) Mobilisasi ibu kurang bebas

g) Ibu kurang semangat

h) Risiko laserasi jalan lahir bertambah

i) Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.

2. Duduk atau setengah duduk

Pada posisi ini, ibu duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke
arah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman. Posisi yang paling umum diterapkan di
berbagai RS/RSB di segenap penjuru tanah air.

3. Merangkak

Posisi merangkak sangat cocok untuk mengurangi rasa nyeri pada punggung dan
memepermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang.

4. Jongkok atau berdiri

Biasanya ibu berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi.
Walau tidak lazim pada orang Indonesia bagian barat, cara bersalin jongkok sudah dikenal
sebagai posisi bersalin yang alami bagi ibu di beberapa suku di Papua dan daerah lainnya. Oleh
karena memanfaatkan gravitasi tubuh, ibu tidak usah terlalu kuat mengejan. Sementara bayi pun
lebih cepat keluar lewat jalan lahir.

a. Kelebihan:

Merupakan posisi melahirkan memanfaatkan gaya gravitasi bumi, sehingga ibu tidak usah terlalu
kuat mengejan.

b. Kekurangan: Selain berpeluang membuat cedera kepala bayi, posisi ini dinilai kurang
menguntungkan karena menyulitkan pemantauan perkembangan pembukaan dan tindakan-
tindakan persalinan lainnya, semisal episiotomi.

93
5. Berbaring miring ke kiri

Ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan dengan salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki
lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat.
Cara ini memang tidak lazim dilakukan ibu-ibu di Indonesia. Posisi ini akrab disebut posisi
lateral. Posisi melahirkan ini juga sangat cocok bagi ibu yang merasa pegal-pegal di punggung
atau kelelahan karena mencoba posisi yang lain, umumnya dilakukan bila posisi kepala bayi
belum tepat.

Normalnya, posisi ubun-ubun bayi berada di depan jalan lahir. Posisi kepala bayi dikatakan tidak
normal jika posisi ubun-ubunnya berada di belakang atau di samping. Dalam kondisi tersebut
biasanya bidan akan mengarahkan ibu untuk mengambil posisi miring. Ke arah mana posisi
miring si ibu tergantung pada di mana letak ubun- ubun bayi. Jika berada di kiri, maka ibu
dianjurkan mengambil posisi miring ke kiri sehingga bayi diharapkan bisa memutar. Demikian
pula sebaliknya.

a. Kelebihan

Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik ibu bisa mengalir lancar. Pengiriman oksigen dalam
darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu.

b. Kelemahan:

Posisi miring ini menyulitkan bidan untuk membantu proses persalinan karena letak kepala bayi
susah dimonitor, dipegang, maupun diarahkan. Bidan pun akan mengalami kesulitan saat
melakukan tindakan episiotomy.

C. Pertolongan Persalinan Normal

Pertolongan persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin / uri) yang
dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir

Pengertian pertolongan / asuhan persalinan normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan aman
dari setiap tahapan persalinan yaitu mulai dari kala satu sampai dengan kala empat dan upaya
pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermi serta asfiksia pada bayi
baru lahir (JNPK-KR, 2013).

94
Tahun 2000 ditetapkan langkah-langkah APN yaitu 60 langkah, tahun 2001 langkah APN
ditambah dengan tindakan resusitasi. Tahun 2004 APN ditambah dengan inisiasi menyusu dini
(IMD), pengambilan keputusan klinik (PKK), pemberian tetes mata profilaksis, pemberian
vitamin K1 dan imunisasi HBo. Langkah APN pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan,
namun pada tahun 2008 langkah APN dilakukan perubahan dari 60 langkah menjadi 58 langkah
(JNPK-KR, 2008).

Menurut JNPK-KR (2013), asuhan persalinan normal memiliki tujuan yaitu mengupayakan
kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta dengan intervensi yang minimal
sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan tetap terjaga pada tingkat yang optimal.

Rohani, dkk. (2011) menyatakan bahwa tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan
yang memadai selama proses persalinan berlangsung, dalam upaya mencapai pertolongan
persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.

Menurut Astuti (2012), dalam asuhan persalinan normal mengalami pergeseran paradigma dari
menunggu terjadinya dan menangani komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Beberapa
contoh yang menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut adalah:

1. Mencegah perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri (tidak adanya
kontraksi uterus)

a. Pencegahan perdarahan pascapersalinan dilakukan pada tahap paling dini

b. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pasca


persalinan diantaranya: manipulasi minimal proses persalinan, penatalaksanaan aktif kala III dan
pengamatan dengan seksama terhadap kontraksi uterus pascapersalinan.

c. Upaya rujukan obstetrik dimulai dari pengenalan dini terhadap persalinan patologis dan
dilakukan saat ibu masih dalam kondisi yang optimal.

2. Laserasi (robekan jalan lahir)/Episiotomi (tindakan memperlebar jalan lahir dengan


menggunting perineum)

a. Dengan paradigma pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin.

b. Dilakukan perasat khusus yaitu penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu
dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau hanya terjadi robekan minimal pada
perineum.

3. Retensio Plasenta (tidak lepasnya plasenta setelah 30 menit bayi lahir)

95
a. Penatalaksanaan aktif kala tiga dilakukan untuk mencegah perdarahan, mempercepat
proses pelepasan plasenta dan melahirkan plasenta, dengan pemberian uterotonika segera setelah
bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali.

4. Partus Lama (persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida atau lebih
dari 18 jam pada multigravida).

a. Asuhan persalinan normal untuk mencegah partus lama dengan mengandalkan partograf
untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan

b. Dukungan suami atau kerabat diharapkan dapat memberikan rasa tenang dan aman
selama proses persalinan berlangsung.

c. Pendampingan diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin


kebersamaan, berbagi tanggung jawab antara penolong dan keluarga klien.

5. Asfiksia Bayi Baru Lahir

Pencegahan Asfiksia pada BBL dilakukan melalui upaya pengenalan penanganan sedini
mungkin misalnya:

a. Memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama proses persalinan.

b. Mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan
sirkulasi utero plasenta terhadap bayi.

c. Tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi

Bila terjadi asfiksia maka dilakukan:

a. Menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat

b. Menempatkan bayi dalam posisi yang tepat

c. Penghisapan lendir secara benar

d. Memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernafasan buatan (bila perlu)

Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan dasar yang
dilakukan oleh Depkes RI bekerjasama dengan POGI (Perkumpulan Obstetri Ginekologi
Indonesia), IBI, JNPK-KR dengan bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME menunjukkan
adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan
bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang
diharapkan mampu untuk memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dalam meningkatkan
kemampuan pelaksanaan asuhan persalinan normal bidan terlebih dahulu diharapkan memiliki
pengetahuan dan juga sikap yang baik (JNPK-KR, 2013).

96
Menurut APN (JNPK-KR 2013), tindakan pencegahan komplikasi yang dilakukan selama proses
persalinana adalah:

a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti cuci
tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai bagi proses
persalinan, kebutuhan bayi dan proses dekontaminasi serta sterilisasi peralatan bekas pakai.

b. Memberikan asuhan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong persalinan


serta kelahiran bayi. Menggunakan partograf untuk membuat keputusan klinik, sebagai upaya
pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar dapat memberikan
tindakan paling tepat dan memadai.

c. Memberikan asuhan sayang ibu di setiap tahapan persalinan, kelahiran bayi dan masa
nifas, termasuk memberikan penjelasan bagi ibu dan keluarga tentang proses persalinan dan
kelahiran bayi serta menganjurkan suami atau anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam
proses persalinan dan kelahiran bayi.

d. Merencanakan persiapan dan melakukan rujukan tepat waktu dan optimal bagi ibu di
setiap tahapan persalinan dan tahapan baru bagi bayi baru lahir.

e. Menghindar berbagai tindakan yang tidak perlu dan atau berbahaya seperti misalnya
kateterisasi urin atau episiotomi secara rutin, amniotomi sebelum terjadi pembukaan lengkap,
meminta ibu untuk meneran secara terus-menerus, penghisapan lendir secara rutin pada bayi
baru lahir.

f. Melaksanakan penatalaksanaan aktif kala tiga untuk mencegah perdarahan pasca


persalinan.

g. Memberikan asuhan segera pada bayi baru lahir termasuk mengeringkan dan
menghangatkan bayi, pemberian ASI sedini mungkin dan eksklusif, mengenali tanda-tanda
komplikasi dan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk menyelamatkan ibu dan bayi
baru lahir.

h. Memberikan asuhan dan pemantauan pada masa awal nifas untuk memastikan kesehatan,
keamanan dan kenyamanan ibu dan bayi baru lahir, mengenali secara dini gejala dan tanda
bahaya komplikasi pasca persalinan/bayi baru lahir dan mengambil tindakan yang sesuai .

i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya pada
masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir.

j. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.

Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah (JNPK-KR 2013) adalah:

I. Mengenali gejala dan tanda kala dua

97
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua

a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran (desakan janin)

b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.

c. Perineum tampak menonjol

d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.

II. Menyiapkan pertolongan persalinan

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong


persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk bayi asfiksia
persiapkan: tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt
dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi

a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set steril atau
DTT.

b. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.

3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci kedua tangan dengan
sabun dan air bersih yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali
pakai/handuk pribadi yang bersih.

4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.

5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan memakai sarung tangan DTT
atau steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).

III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik.

6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke


belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.

a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan ke belakang

b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia

c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam
larutan klorin 0,5% ).

7. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan sudah lengkap.

98
a. Bila selaput ketuban belum pecah, dan pembukaan sudah lengkap, maka lakukan
amniotomi.

8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan
terbalik di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

9. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.

10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).

a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian


serta asuhan lainnya pada partograf.

IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran

11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. serta
bantu ibu berada dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) sertadokumentasikan
semua temuan yang ada.

b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaiman peran mereka untuk mendukung dan
memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin meneran dan
terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan
dan pastikan ibu merasa nyaman).

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran :

a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.

b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya
tidak sesuai.

c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring
terlentang dalam waktu yang lama).

d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.

99
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu. Berikan asupan cairan
per-oral (minum) yang cukup.

f. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 2 jam meneran pada
primigravida atau setelah 1 jam meneran pada multigravida.

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.

18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

VI. Persiapan pertolongan kelahiran bayi.

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan
ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.

20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi :

a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat, dan potong diantara
dua klem tersebut.

21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga
bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk
melahirkan bahu belakang.

100
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri & memegang
lengan dan siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong,
tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-
masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)

VII. Penanganan bayi baru lahir

25. Lakukan penilaian (selintas)

a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan ?

b. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?

Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-mengap lakukan langkah resusitasi (lanjut
ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).

26. Keringkan tubuh bayi

a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan
tanpa membersihkan verniks.

b. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.

27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal).

28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.

29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler)
di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat
bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat 2 cm bagian distal
dari klem pertama.

31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), lakukan
pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.

b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

101
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap di dada
ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala berada
diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga

34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.

35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk mendeteksi,
sedangkan tangan lain memegang tali pusat.

36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah
inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.

a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk melakukan
stimulasi puting susu.

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah
atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).

b. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari
vulva dan lahirkan plasenta.

c. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :

1) Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.

2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.

3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

4) Ulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan,
segera lakukan plasenta manual.

38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang
dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta
pada wadah yang telah disediakan.

102
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT untuk mengeluarkan
bagian selaput yang tertinggal.

39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak
tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras).

IX. Menilai perdarahan

40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban
lengkap & utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan.

X. Melakukan prosedur pasca persalinan

42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan per vaginam.

43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.

a. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60
menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari
satu payudara.

b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.

44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral.

45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha
kanan anterolateral.

a. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan. Letakkan
kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan
biarkan sampai bayi berhasil menyusu.

46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah perdarahan pervaginam

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan

103
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka lakukan asuhan yang sesuai untuk
menangani antonia uteri.

47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

a. Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.

b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit)
serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 0C).

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
(10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.

52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam ke
luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala
IV.

D. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu
sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain
mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan

104
kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir. Cara bayimelakukan inisiasi
menyusu dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara.

Sejak disadari bayi baru lahir dapat merangkakke arah payudara, menemukan puting susu,
kemudian menyusu sendiri, kita semua -orang tua, ibu, ayah, bahkan tenaga kesehatan sangat
terpesona menyaksikan keajaiban ini. Bayangkan, selama berpuluh-puluh tahun, baik tenaga
kesehatan maupun orang tua berpendapat bahwa bayi baru lahir tidak mungkin dapat menyusu
sendiri. Kita berpikir untuk mendapatkan ASI yang pertama kalinya, kita harus membantu bayi
dengan memasukkan puting susu ke mulut bayi atau menyusuinya. Padahal, bayi baru lahir
belum siap menyusu sehingga jika ibu menyusui bayi untuk pertama kali, kadang ia hanya
melihat dan menjilat puting susu, bahkan kadang menolak tindakan yang mengganggunya ini.
Sebenarnya, saat dilahirkan, bayi mungkin lebih mengerti akan hal ini daripada ibu dan kita.

Ada beberapa intervensi" yang dapat mengganggu kemam- puan alami bayi untuk mencari dan
menemukan sendiri payudara ibunya. Di antaranya, obat kimiawi yang diberikan saat ibu
melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit menyusu
pada payudara ibu. Kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan, seperti operasi Caesar, vakum,
forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi dapat pula
mengganggu kemampuan alamiah ini. Penting untuk menyampaikan informasi tentang IMD
pada tenaga kesehatan yang belum menerima informasi ini. Dianjurkan juga kepada tenaga
kesehatan untuk menyampaikan informasi IMD pada orang tua dan keluarga sebelum melakukan
IMD. Juga dianjurkan untuk menciptakan suasana yang tenang, nyaman, dan penuh kesabaran
untuk memberi kesempatan bayi merangkak mencari payudara ibu atau “the breast craw”.

a. Inisiasi Menyusu Dini yang Kurang Tepat

Saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu dini seperti berikut.

• Begitu lahir, bayi dikletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.

• Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat dipotong, lalu dikat.

• Karena takut kedinginan, bayi dibungkus (dibedong) dengan selimut bayi.

• Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan di dada ibu (tidak terjadi kontak dengan kulit
ibu). Bayi dibiarkan di dada ibu (bonding') untuk beberapa lama (10-15 menit) atau sampai
tenaga kesehatan selesai menjahit perinium.

• Selanjutnya, diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting susu ibu
ke mulut bayi.

• Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk
ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K, dan kadang diberi tetes
mata.

105
b. Inisiasi Menyusu Dini yang Dianjurkan

Berikut ini langkah-langkah melakukan inisiasi menyusu dini yang dianjurkan.

• Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.

• Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangannya.

• Tali pusat dipotong, lalu dikat.

• Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena
zat ini membuat nyaman kulit bayi.

• Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak
kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi di selimuti bersama-sama. Jika perlu, bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

• Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk
ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K.

2.7 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala Ii


1. Pengertian Amniotomi

Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan
kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di
dalam rongga amnion (Sarwono, 2006).

Amniotomi juga merupakan proses merobek kantong ketuban yang dilakukan secara sengaja
oleh dokter atau bidan. Prosedur ini dilakukan untuk mempercepat proses persalinan, sekaligus
memungkinkan pemantauan kondisi janin secara lebih langsung, dan penilaian kualitatif cairan
ketuban.

Amniotomi umumnya dikombinasikan dengan metode induksi lain, baik itu melalui pemberikan
obat maupun secara mekanik dengan menggunakan peralatan medis.

Mengapa prosedur amniotomi perlu dilakukan?

Umumnya dokter atau bidan merekomendasikan amniotomi untuk alasan berikut ini:

106
• Menginduksi (memulai) persalinan

• Mempercepat persalinan jika sudah terhambat selama beberapa jam

• Memasang perangkat pemantauan ke kepala bayi untuk merekam detak jantung dalam
persalinan yang berlangsung lama atau berisiko tinggi

• Memeriksa mekonium (feses janin) pada cairan ketuban. Jika menemukan mikonium,
maka tim medis segera melakukan tindak lanjut untuk menghindari gagal janin.

2. Resiko Amniotomi

Komplikasi akibat amniotomi tidak umum terjadi. Namun tetap ada risiko berikut ini:

• Infeksi pada ibu atau bayi

• Cedera pada bayi

• Prolaps tali pusat, yang terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum bayi keluar.
Tali pusat bisa terjepit antara bayi dan ibu sehingga dapat memutus asupan darah ke bayi.
Prolaps tali pusat dapat membutuhkan operasi Caesar darurat.

• Perdarahan vagina

3.Prosedur Amniotomi

Cara melakukan amniotomi menurut Sarwono (2006) :

1) Persiapan alat:

a. Bengkok.

b. Setengah kocker.

c. Sarung tangan satu pasang.

d. Kapas saflon ½%.

2) Persiapan pasien:

a. Posisi dorsal rekumbent.

3) Persiapan pelaksanaan:

a. Memberitahu tindakan.

b. Mendekatkan Alat.

c. Memeriksakan DJJ dan mencatat pada partograf.

107
d. Cuci tangan dan keringkan.

e. Memakai sarung tangan pada dua tangan.

f. Melakukan periksa dalam dengan hati-hati diantara kontraksi. Meraba dengan hati-hati
selaput ketuban untuk memastikan apakah kepala sudah masuk kedalam panggul dan memeriksa
tali pusat atau bagian-bagian tubuh kecil janin tidak dipalpasi. Bila selaput ketuban tidak teraba
diantara kontraksi, tunggu sampai ada kontraksi berikutnya sehingga selaput ketuban terdorong
kedepan sehingga mudah dipalpasi.

g. Tangan kiri mengambil klem ½ kocker yang telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga
dalam mengambilnya mudah.

h. Dengan menggunakan tangan kiri tempatkan klem ½ kocker desinfeksi tingkat tinggi atau
steril dimasukkan kedalam vagina menelusuri jari tangan kanan yang yang berada didalam
vagina sampai mencapai selaput ketuban.

i. Pegang ujung klem ½ kocker diantara ujung jari tangan kanan pemeriksa kemudian
menggerakkan jari dengan menggerakkan jari dengan lembut dan memecahkan selaput ketuban
dengan cara menggosokkan klem ½ kocker secara lembut pada selaput ketuban.

j. Kadang-kadang hal ini lebih mudah dikerjakan diantara kontraksi pada saat selaput
ketuban tidak tegang. Tujuannya adalah ketika selaput ketuban dipecah air ketuban tidak
nyemprot.

k. Biarkan air ketuban membasahi jari pemeriksa.

l. Ambil klem ½ kocker dengan menggunakan tangan kiri dan masukkan ke dalam larutan
klorin ½% untuk dekontaminasi.

m. Jari tangan kanan pemeriksa tetap berada di dalam vagina melakukan pemeriksaan
adakah tali pusat atau bagian kecil janin yang teraba dan memeriksa penurunan kepala janin.

n. Bila hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya tali pusat atau bagian-bagian tubuh janin
yang kecil dan hasil pemeriksaan penurunan kepala sudah didapatkan, maka keluarkan tangan
pemeriksa secara lembut dari dalam vagina.

o. Lakukan pemeriksaan warna cairan ketuban adakah mekonium, darah, apakah jernih.

p. Lakukan langkah-langkah gawat darurat apabila terdapat mekonium atau darah.

q. Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam larutan klorin ½ %
kemudian lepaskan sarung tangan kedalam larutan klorin ½ % kemudian lepaskan sarung tangan
dalam keadaan terbaik dan biarkan terendam selama 10 menit.

108
r. Cuci tangan.

s. Periksa DJJ.

t. Lakukan dokumentasi pada partograf tentang warna ketuban, kapan pecahnya ketuban,
dan DJJ.

B.EPISIOTOMI

1. Pengertian Episiotomi

Episiotomi merupakan prosedur yang umum dilakukan dalam persalinan normal. Prosedur ini
dilakukan untuk memperbesar jalan lahir agar bayi lebih mudah dilahirkan. Oleh karena itu, ibu
hamil perlu mengetahui hal-hal seputar episiotomi sebagai persiapan menjelang persalinan.

Episiotomi dilakukan dengan membuat sayatan pada perineum atau area antara vagina dan anus
saat proses persalinan. Prosedur ini diawali dengan menyuntikkan obat bius lokal ke area sekitar
vagina agar ibu tidak merasakan sakit. Selanjutnya, bidan akan membuat sayatan di vagina dan
perineum yang nantinya akan dijahit setelah bayi dilahirkan.

2. Jenis Episiotomi

1) Episiotomi Mediolateral

Pada prosedur ini, irisan dibuat secara diagonal. Irisan memanjang dari bukaan vagina ke
tuberositas ischial. Irisan ini tegak lurus seperti posisi jarum pada pukul enam tepat. Episiotomi
mediolateral mengurangi risiko robekan di area vagina, terutama jenis robekan parah yang
bersifat membuat kerusakan dalam jangka panjang.

Namun demikian, episiotomi jenis ini juga memiliki kekurangan sebagai berikut:

• Menyebabkan pendarahan dan ibu kehilangan darah cukup banyak

• Terkadang proses penyembuhannya cukup menyakitkan

• Menimbulkan bekas luka yang besar

• Sulit untuk pulih dan sembuh seperti sediakala

2) Episiotomi Midline (median incision)

Episiotomi jenis ini akan membuat irisan dari bukaan vagina dan memanjang hingga ke anus.
Irisan ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:

109
• Irisan dibuat dengan mudah dan tanpa kesulitan

• Pendarahan yang timbul jauh lebih sedikit dibanding episiotomi mediolateral

• Proses penyembuhan cukup mudah dan tidak menyakitkan

• Bekas luka tidak separah episiotomi mediolateral

3. Penyebab Episiotomi

Meski dahulu dianggap sebagai prosedur wajib dalam persalinan, kini episiotomi hanya
dilakukan untuk kondisi-kondisi tertentu, seperti:

1. Persalinan bayi yang berukuran besar

Melahirkan bayi dengan bobot di atas rata-rata atau berukuran besar, berisiko menimbulkan
persalinan lama. Oleh karena itu, untuk memudahkan proses keluarnya bayi dari jalan lahir,
dokter atau bidan akan melakukan episiotomi.

2. Posisi bayi tidak normal

Bayi sungsang, melintang, atau memiliki posisi kepala yang tidak normal perlu dilahirkan
dengan bantuan episiotomi untuk memudahkan dokter atau bidan dalam membantu proses
persalinan. Jika bayi tidak memungkinkan untuk dilahirkan secara normal, dokter akan
membantu proses persalinan melalui operasi caesar.

3. Kondisi penyulit pada ibu

Beberapa kondisi pada ibu, seperti penyakit jantung dan gangguan pernapasan, bisa membuat ibu
perlu menjalani proses persalinan sesingkat mungkin. Pada situasi ini, episiotomi diperlukan
untuk mengurangi durasi waktu persalinan. Selain itu, episiotomi juga terkadang diperlukan saat
ibu sudah sangat kelelahan karena telah berjam-jam mengejan atau pada kondisi persalinan lama.

4. Gawat janin (fetal distress)

Gawat janin ditandai dengan peningkatan atau penurunan detak jantung bayi secara drastis. Bila
kondisi ini terjadi pada janin, tindakan persalinan dan episiotomi untuk mengeluarkan bayi harus
segera dilakukan agar terhindar dari risiko meninggal atau cacat lahir.

5. Persalinan dengan bantuan alat tertentu

Bayi yang sulit dilahirkan secara normal terkadang perlu dilahirkan dengan bantuan alat khusus,
seperti forsep atau vakum. Saat hendak menggunakan alat tersebut, dokter akan melebarkan jalan
lahir ibu terlebih dahulu dengan melakukan episiotomi.

110
4. Penatalaksanaan Episiotomi

1. Persiapan Pasien

Persiapan untuk tindakan episiotomi meliputi permintaan informed consent dari pasien,
memastikan pencahayaan cukup, menilai perineum dan menentukan jenis episiotomi yang akan
dilakukan, serta memastikan ada anestesi yang memadai.

2. Peralatan

Beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk tindakan episiotomi adalah:

• Gunting episiotomi

• Needle holder

• Jarum dan benang jahit (chromic catgut, sintetis)

• Obat anestesi lokal

• Doek steril

• Hemostatic/tissue forceps

• Sim’s speculum

• Foley catheter

• Spuit dan jarum suntik

•!Scalpel

• Nierbekken

3. Posisi Pasien

Tindakan episiotomi dilakukan dengan posisi pasien berbaring dalam posisi litotomi. Bidan perlu
memastikan bahwa kondisi ruangan tertutup dengan baik dan memastikan bahwa privasi pasien
tetap terjaga.

4. Prosedural

Prosedur episiotomi dapat dilakukan setelah anestesi diberikan. Umumnya, jari telunjuk dan jari
tengah dimasukkan ke dalam vagina, di antara kepala janin dan perineum. Hal ini bermaksud
untuk menyediakan ruang untuk membuat sayatan dan menghindari cedera pada kepala janin.
Episiotomi dilakukan dengan menggunakan gunting atau scalpel. Terdapat 7 macam teknik
episiotomi berdasarkan arah insisi, yaitu episiotomi medial, medial dengan modifikasi, J shaped,
mediolateral, lateral, radikal-lateral atau insisi Schuchardt, dan anterior.
111
Dua jenis teknik yang paling sering dilakukan adalah teknik medial dan mediolateral. Episiotomi
medial lebih sering digunakan di Amerika karena lebih mudah untuk diperbaiki, tetapi
episiotomi ini dikaitkan dengan risiko ruptur perineum derajat 3–4 yang lebih tinggi daripada
episiotomi mediolateral. Episiotomi mediolateral dapat memaksimalkan ruang perineum untuk
persalinan dengan risiko ruptur perineum lebih rendah. Kekurangan dari episiotomi mediolateral
adalah perbaikan yang lebih sulit, perdarahan lebih banyak, dan rasa tidak nyaman selama
periode awal postpartum.

Sayatan episiotomi medial harus dimulai dari fourchette posterior untuk menghindari kelenjar
bartholin, lalu berjalan ke bawah melalui perineum. Panjang sayatan yang ideal berbeda untuk
setiap pasien karena bergantung pada anatomi dan ukuran perineum.

Sayatan episiotomi mediolateral juga dimulai dari fourchette posterior, ke arah lateral kanan atau
kiri pada sudut 45–60 derajat, menghindari otot sphincter anal. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sudut 60 derajat dikaitkan dengan risiko ruptur perineum derajat 3–4 yang
lebih rendah.

5. Pemulihan Setelah Episiotomi

Episiotomi umumnya akan meninggalkan rasa sakit selama beberapa minggu, terutama saat
berjalan, duduk, dan buang air kecil. Oleh karena itu, dokter akan menyarankan ibu untuk
menunda beberapa aktivitas selama pemulihan setelah melahirkan, khususnya pada ibu yang
menjalani episiotomi.

1. Mengompres bekas luka

Berikan kompres dingin di lokasi episiotomi untuk meredakan nyeri, tetapi hindari menempatkan
es langsung di area bekas luka. Sebaiknya bungkus es dengan kain terlebih dulu sebelum
digunakan untuk mengompres. Untuk mempercepat penyembuhan, biarkan bekas jahitan
terpapar udara dengan cara tengkurap di atas tempat tidur selama 10 menit dan lakukan secara
rutin 1-2 kali sehari.

2. Menggunakan alas ketika duduk

Agar bekas luka tidak tertekan, gunakan alas bantal yang berbentuk menyerupai donat agar lebih
nyaman saat duduk. Cara ini juga bisa mengurangi rasa nyeri ketika duduk.

3. Mengonsumsi obat pereda nyeri

Untuk mengurangi nyeri setelah melahirkan, dapat mengonsumsi obat pereda nyeri yang aman
dikonsumsi oleh ibu menyusui, seperti paracetamol. Sementara itu, jenis obat pereda nyeri lain,
seperti ibuprofen dan aspirin, tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu menyusui, ibu yang
melahirkan bayi prematur, serta ibu dengan gangguan lambung atau masalah pembekuan darah.

4. Membersihkan luka setelah buang air kecil atau buang air besar
112
Setelah melahirkan dan menjalani episiotomi, akan merasa lebih nyaman untuk menggunakan
toilet jongkok saat buang air kecil atau buang air besar. Setelah buang air kecil atau buang air
besar, basuhlah vagina dengan air hangat dan bersihkan area tersebut dengan gerakan dari depan
ke belakang atau dari arah vagina menuju anus untuk mencegah infeksi bakteri pada luka jahitan
episiotomi.

5. Menggunakan obat pencahar

Mengonsumsi obat pencahar dapat mencegah dan mengatasi konstipasi atau sembelit. Hal ini
bisa memudahkan saat buang air besar, sehingga tidak perlu mengejan. Selain dengan obat
pencahar, cara lain untuk mengatasi sembelit adalah dengan mencukupi asupan serat, minum air
putih yang cukup, dan selalu aktif bergerak.

6. Menunda berhubungan seksual

Umumnya, luka episiotomi membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk sembuh. Namun, tidak ada
patokan pasti kapan sebaiknya wanita yang menjalani episiotomi dapat kembali berhubungan
seksual.

7. Melakukan latihan panggul

Olahraga ringan dengan latihan otot panggulatau senam Kegel dapat menguatkan otot-otot di
sekitar vagina dan anus, sehingga mengurangi tekanan pada sayatan dan jaringan sekitarnya.
Jaga dan rawat luka dengan baik agar terhindar dari risiko infeksi. Infeksi ditandai dengan nyeri
yang tidak kunjung reda pada area luka, kulit merah dan bengkak di sekitar luka jahitan, demam,
serta keluar nanah dari jahitan. Jika situasi ini terjadi, segera periksakan diri ke dokter.

6. Hal Yang Harus Dilakukan untuk Menghindari Episiotomi

Melahirkan dengan perineum utuh atau tanpa robekan bisa saja terjadi. Ada beberapa persiapan
yang bisa dilakukan untuk mencegah perineum robek dan menghindari prosedur episiotomi.

Pertama adalah latihan pernapasan. Cara ini dapat dilakukan agar kepala bayi dapat keluar secara
perlahan, sehingga memungkinkan otot dan kulit perineum merenggang tanpa robek.

Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa memijat area perineum mulai dari usia kehamilan
34 minggu dapat mengurangi risiko episiotomi. Pijat perineum dilakukan dengan cara
memasukkan satu atau dua jari ke vagina, kemudian menekannya ke arah perineum. Anda dapat
melakukannya sendiri atau meminta bantuan pasangan untuk memijat perineum. Berikut ini
adalah panduan memijat perineum:

• Cuci tangan dengan air hangat dan sabun dan pastikan kuku telah dipotong pendek.

• Gunakan pelumas di bagian ujung jari, jika perlu.

113
• Tempatkan jari di dalam vagina, kemudian tekan secara perlahan selama 2 menit dan
ulangi pijatan.

• Lakukan setidaknya 2 kali seminggu

C.PERTOLONGAN PADA PERSALINAN SUNGSANG

1.Definisi Persalinan Sungsang

Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah dimana letak bayi sesuai dengan sumbu
badan ibu, kepala berada pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah atau
di daerah pintu atas panggul atau simfisis. (Sarwono, 2006; h. 520)

Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah jika letak bayi memanjang dengan bokong
sebagai bagian yang terendah. (Sulaiman dkk, 2005; h. 132)

Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah jika letak bayi membujur dengan kepala
janin di fundus uteri. (Manuaba, 2001; h. 237)

Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah dimana letak janin memanjang dengan
kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah, penunjuknya adalah sacrum.
(Harry & William, 2010; h. 195)

Persalinan sungsang dengan presentasi bokong adalah posisi dimana bayi di dalam rahim berada
dengan kepala di atas sehingga pada saat persalinan normal, pantat atau kaki si bayi yang akan
keluar terlebih dahulu dibandingkan dengan kepala pada posisi normal. (Sujiyatini dkk, 2011; h.
119)

Dari beberapa definisi persalinan sungsang dengan presentasi bokong menurut beberapa sumber
di atas, dapat disimpukan bahwa persalinan sungsang adalah persalinan dengan letak atau posisi
bayi tidak normal yaitu bokong berada di bagian bawah atau di daerah pintu atas panggul
sedangkan kepala berada pada fundus uteri.

Menurut Sulaiman, Djamhoer, dan Firman (2005; h. 132) klasifikasi letak sungsang dibagi
menjadi :

1.Letak bokong murni : presentasi bokong murni, dalam bahasa inggris “ Frank breech ".
Bokong saja yang menjadi bagian depan, sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.

Gambar : 2.1 Frank breech Sumber : Sarwono, 2007; h. 608

114
2.Letak bokong kaki : Presentasi bokong kaki di samping bokong teraba kaki, dalam bahasa
inggris " Complete breech ". Disebut letak bokong kaki sempurna atau tidak sempurna jika
disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.

Gambar : 2.2 Complete breech Sumber : Sarwono, 2007; h. 608

3.Letak lutut Presentasi lutut.

Gambar 2.3 Presentasi lutut Sumber : Oxorn, 2010; h. 197

4.Letak kaki Presentasi kaki, dalam bahasa inggris kedua letak yang terakhir ini disebut "
Incomplete breech presentation ".

Gambar 2.4 : Incomplete breech Sumber : Sarwono, 2007; h. 608

2.Etiologi

115
Menurut Myles(2009; h. 551-552) penyebab dari letak sungsang sering kali tidak ada penyebab
yang bisa diidentifikasikan, tetapi berbagai kondisi berikut ini mendorong terjadinya presentasi
bokong diantaranya :

a. Persalinan prematur. Presentasi bokong relatif sering terjadi sebelum usia gestasi 34
minggu sehinggga presentasi bokonglebih sering terjadi pada persalinan prematur.

b. Tungkai ekstensi. Versi sefalik spontan dapat terhambat jika tungkai janin mengalami
ekstensi dan membelit panggul.

c. Kehamilan kembar. Kehamilan kembar membatasi ruang yang tersedia untuk perputaran
janin, yang dapat mennyebabkan salah satu janin atau lebih memiliki presentasi bokong

d. Polihidroamnion. Distensi rongga uterus oleh cairan amnion yang berlebihan dapat
meyebabkan presentasi bokong.

e. Hidrosefalus. Peningkatan ukuran kepala janin lebih cenderung terakomodasi didalam


fundus.

f. Abnormalitas uterus. Distorsi ronggauterus oleh septum atau jaringan fibroid dapat
menyebabkan presentasi bokong.

g. Plasenta previa. Plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas ruangan dalam
rahim.

h. Panggul sempit. Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya menjadi
sungsang (Sarwono, 2007; h. 611).

i. Multiparitas. Pernah melahirkan anak sebelumnya sehingga rahim elastis dan membuat
janin berpeluang untuk berputar (Sarwono, 2007; h. 611).

j. Bobot janin relatif rendah. Hal ini mengakibatkan janin bebas bergerak (Sujiyatini dkk,
2011:119).

k. Rahim yang sangat elastis. Hal ini biasanya terjadi karena ibu telah melahirkan beberapa
anak sebelumnya, sehingga rahim sangat elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk
berputar hingga minggu ke-37 dan seterusnya (Sujiyatini dkk, 2011; h. 119).

3.Patofisiologi

Menurut Sarwono (2007; h.611) letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin
terhadap ruangan di dalam uterus. Padakehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan
demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak

116
lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban
relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar dari pada
kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan
kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus.

4.Prognosis

Bagi ibu : Perdarahan, robekan jalan lahir dan infeksi (Manuaba, 2010;h. 493). Jika ketuban
pecah dini (KPD) dapat terjadi partus lama, dan infeksi (Ai yeyeh & lia, 2010; h. 243).

Bagi bayi : Dapat menimbulkan asfiksia karena adanya gangguan peredaran darah plasenta
setelah bokong dan perut lahir dimana tali pusat terjepit antara kepala dan panggul (Sumarah,
Yani, Nining, 2009:126) trauma persalinan dan infeksi. (Manuaba, 2010; h. 493)

5.Diagnosa

a. Data subjektif

Menurut Sulaiman, Djamhoer, Firman (2005:132-133) mengatakan bahwa pergerakan anak


teraba oleh si ibu di bagian perut bawah, di bawah pusat, dan ibu sering merasa benda keras
(kepala) mendesak tulang iga. Ibu juga mengeluh rasa nyeri oleh karena janin menyepak-nyepak
rectum (Oxorn,2010:195).Apabila ibu pernah hamil sebelumnya maka kehamilannya dengan
letak sungsang akan terasa lain dari pada kehamilan yang terdahulu, karena terasa penuh di
bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah (Sarwono, 2007; h. 609).

b.Data objektif

a. Pemeriksaan palpasi Leopold :

Leopold I : untuk mengetahui bagian yang berada pada bagian atas fundus. Pada presentasi
bokong akan teraba kepala janin yang keras, bulat.

Leopold II : untuk mengetahui letak janin pada bagian kanan atau kiri fundus. Bagian kanan dan
kiri teraba punggung dan bagian-bagian kecil janin.

Leopold III : untuk mengetahui bagian bawah janin. Pada presentasi bokong akan teraba bokong,
agak bulat, tidak melenting.

Leopold IV : setelah terjadi engagement, menunjukkan posisi bokong yang mapan di bawah
simfisis. (Cunningham, 2006; 561-562)

b.Pemeriksaan auskultasi

117
Pada pemeriksaan ini punktum maksimum/letak DJJ biasanya terdengar paling keras pada daerah
sedikit di atas umbilikus, sedangkan bila telah terjadi engagement kepala janin, suara jantung
terdengar paling keras di bawah umbilikus.

c.Pemeriksaan USG

Untuk memastikan perkiraan klinis presentasi bokong dan bila mungkin untuk mengidentifikasi
adanya anomali janin.

d.Pemeriksaan dalam

Pada presentasi bokong murni, teraba sacrum, anus, kedua tuberositas iskiadika, dan setelah
terjadi penurunan lebih lanjut, genitalia eksterna dapat dikenali (Cunningham, 2006; h. 562).
Perlu diperhatikan perbedaan dengan presentasi muka. Cara membedakannya dengan melakukan
pemeriksaan dalam dan hasilnya sebagai berikut :

• Apabila menemukan lubang kecil tanpa tualng, tidak ada hisapan, terdapat mekonium,
kesimpulannya adalah anus.

• Apabila menemukan lubang, menghisap, lidah prosesus zigomatikus, maka kesimpulan


tersebut adalah mulut.

• Apabila menemukan tumit, sudut 90° dengan jari-jari rata, maka kesimpulan hal tersebut
adalah kaki.

• Apabila menemukan jari-jari panjang tidak rata dan tidak terdapat sudut maka
disimpulkan hal tersebut adalah tangan.

• Apabila teraba patella dan poplitea maka kesimpulannya adalah lutut. (Sumarah, Yani
dan Nining, 2009; h. 124).

6.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan USG : Pemeriksaan ini dapat dilakukan untukmemastikan perkiraan


klinis presentasi bokong dan bila mungkin untuk mengidentifikasi adanya anomali janin
(Cunningham, 2006; h. 562).

Pemeriksaan sinar X : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkandiagnosis maupun


memperkirakan ukuran dan konfigurasi panggul ibu (Oxorn, 2010; h. 198)

7.Penatalaksanaan Medis

a. Mekanisme

Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung dengan persalinan bokong, persalinan bahu,
dan persalinan kepala. Bokong masuk pintu atas panggul dapat melintang atau miring mengikuti

118
jalan lahir dan melakukan putar paksi dalam sehingga trochanter depan berada di bawah
simpisis. Dengan trochanter depan sebagai hipomoklion, akan lahir trochanter belakang, dan
selanjutnya seluruh bokong lahir. Sementara itu bahu memasuki jalan lahir dan mengikuti jalan
lahir untuk melakukan putar paksi dalam sehingga bahu depan berada di bawah simpisis. Dengan
bahu depan sebagai hipomoklion akan lahir bahu belakang bersama dengan tangan belakang
diikuti kelahiran bahu depan dan tangan depan. Bersamaan dengan kelahiran bahu, kepala bayi
memasukki jalan lahir dapat melintang atau miring, serta melakukan putar paksi dalam sehingga
suboksiput berada dibawah simpisis. Suboksiput menjadi hipomoklion, berturut- turut akan lahir
dagu, mulut, hidung, muka, dan kepala seluruhnya (Manuaba, 2010; h. 492).

Menurut Wiknjosastro (2005; h. 104-105) prosedur pertolongan persalinan spontan pada


presentasi bokong dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:

• Tahap pertama : Fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusar (skapula depan).
Disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk melahirkan bokong, yaitu bagian janin yang
tidak berbahaya.

• Tahap kedua : Fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya mulut. Disebut
fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk pintu atas panggul, sehingga
kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat
segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat mulut.

• Tahap ketiga : Fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruanganan yang bertekanan tinggi (uterus),
ke dunia luar yang tekanan nya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-
lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intrakranial.

b. Jenis persalinan

Menurut Oxorn dan William (2010; h. 211) penanganan presentasi bokong yaitu dengan
persalinan pervaginam dan persalinan per abdominal (sectio caesarea).

1.Persalinan pervaginam

a. Spontan yaitu persalinan yang terjadi sepenuhnya merupakan hal yang terjadi secara
spontan dengan tenaga ibu dan kontraksi uterus tanpa dilakukan tarikan atau manipulasi
sedikitpun selain memegang janin yang dilahirkan. Jenis persalinan ini disebut persalinan dengan
cara bracht.

b. Ekstraksi parsial yatu persalinan yang terjadi secara spontan sampai umbilikus, tetapi
selanjutnya dilakukan ekstraksi. Jadi janin lahir dengan kekuatan ibu, his, dan tenaga penolong,
misalnya dengan cara klasik, muller, mouritceau.

119
c. Ekstraksi total yaitu persalinan yang terjadi dengan cara seluruh tubuh janin di ekstraksi
oleh tenaga penolong persalinan atau dokter kebidanan.

2.Persalinan per abdominal : sectio caesarea.

Insidensinya sekitar 10 persen. Menurut Wiknjosastro (2005; h. 121) ada beberapa kriteria yang
dapat dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus dilahirkan per abdominam, misalnya :

• primigravida tua.

• nilai sosial janin tinggi ( high social value baby ).

• Riwayat persalinan yang buruk (bad obstetric history).

• Janin besar, lebih dari 3,5 kg – 4 kg.

• Dicurigai adanya kesempitan panggul.

• Prematuritas.

c.Tindakan pertolongan persalinan partus sungsang :

o Lakukan periksa dalam untuk menilai besarnya pembukaan, selaput ketuban, dan
penurunan bokong serta kemungkinan adanya penyulit

o Instruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada his. Mengedan dengan
benar mulai dengan menarik nafas dalam, katupkan mulut, upayakan tenaga mendorong ke
abdomen dan anus. Kedua tangan menarik lipat lutut, angkat kepala dan lihat ke pusar.

o Pimpin berulang hingga bokong turun kedasar panggul. Lakukan episiotomi saat bokong
membuka vulva dan perinium sudah tipis.

o Melahirkan bayi dengan cara brach :

 Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam secara brach yaitu kedua ibu jari penolong
sejajar dengan panjang paha, jari-jari yang lain memegang daerah panggul.

 Jangan melakukan intervensi, ikuti saja proses keluarnya janin.

 Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut dan sebagian dada.

 Lakukan hiperlordosis janin pada saat angulus skapula inferior tampak di bawah simfisis
(dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan ke arah perut ibu tanpa
tarikan) disesuaikan dengan lahirnya badan bayi.

120
Gambar : 2.5 Bracht

Sumber : Wiknjosastro, 2005; h. 107

 Gerakan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi dan kepala.

o Apabila terjadi hambatan pengeluaran saat tubuh janin mencapai daerah skapula inferior,
segera lakukan pertolongan dengan cara klasik atau muller dan lovset (manual aid).

o Jika dengan cara brach bahu dan tangan tidak bisa lahir maka bahu dan tangan dilahirkan
secara klasik yaitu :

 Segera setelah bokong lahir, bokong dicekam dan dilahirkan sehingga bokong dan kaki
lahir.

 Kemudian mengendorkan tali pusat

 Pegang kaki pada pergelangan kaki dengan satu tangan dan tarik ke atas. Dengan tangan
kiri dan menariknya ke arah kanan atas ibu, untuk melahirkan bahu kiri bayi yang berada di
belakang. Dengan tangan kanan dan menariknya ke arah kiri atas ibu, untuk melahirkan bahu
kanan bayi yang berada di belakang.

 Masukkan dua jari tangan kanan atau kiri (sesuai letak bahu belakang) sejajar dengan
lengan bayi, untuk melahirkan lengan belakang bayi.

Gambar : 2.6 Klasik

Sumber : Saifuddin, 2001; h. 109

 Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik ke arah bawah kontra lateral
dari langkah sebelumnya untuk melahirkan bahu dan lengan bayi depan dengan cara yang sama.

Gambar : 2.7 Klasik Sumber : Saifuddin, 2001; h.109

o Apabila sulit untuk melahirkan bahu belakang maka lakukan dengan cara muller yaitu :

121
 Melahirkan bahu depan terlebih dahulu dengan menarik kedua kaki dengan cara yang
sama seperti klasik, ke arah belakang kontra lateral dari bahu depan.

Gambar : 2.8 Muller

Sumber : Manuaba,2010; h. 496

• Setelah bahu dan lengan depan lahir dilanjutkan langkah yang sama untuk
melahirkan bahu dan lengan belakang.

Gambar : 2.9 Muller

Sumber : Manuaba,2010; h.497

o Cara lovset (dilakukan bila ada lengan bayi yang terjungkit di belakang kepala/nuchal
arm) :

 Setelah bokong dan kaki bayi lahir, pegang dengan kedua tangan. Tarik ke bawah sampai
skapula berda di bawah simpisis.

 Kemudian bayi diputar 180 derajat sampai bahu belakang berubah menjadi bahu depan
dan lahir.

Gambar : 2.10 Lovset Sumber : Saifuddin,2001; h. 522

 Dengan arah yang berlainan dengan putaran pertama, bayi diulangi diputar 180 derajat
sampai kedua bahu lahir.

Gambar : 2.11 Lovset

Sumber : Saifuddin,2001; h. 522

o Melahirkan kepala bayi dengan cara Mauriceau, dilakukan bila bayi dilahirkan secara
manual aid atau bila dengan bracht kepala belum lahir yaitu dengan cara :

122
 Letakkan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi seolah-olah menunggang kuda
( untuk penolong kidal meletakkan bayi di atasa tangan kanan ).

 Satu jari dimasukkan di mulut dan dua jari di maksila.

 Tangan kanan memegang atau mencengkam bahu tengkuk bayi.

 Meminta seorang asisten menekan fundus uteri.

 Bersamaan dengan adanya his, asisten menekan fundus uteri, penolong persalinan
melakukan tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir dibimbing jari yang dimasukkan
untuk menekan dagu atau mulut.

Gambar : 2.12

Sumber : Saifuddin, 2001; h. 522

o Ekstraksi kaki dilakukan bila kala II tak maju atau tampak gejala kegawatan ibu dan
bayi.

o Tangan kanan masuk secara obstetrik menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut,
kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi,
tangan yang lain mendorong fundus ke bawah. Setelah kaki fleksi pergelangan kaki dipegang
dengan dua jari dan dituntun ke luar dari vagina sampai batas lutut.

o Kedua tangan penolong memegangbetis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di belakang
betis sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan betis, kaki ditarik curam ke bawah
sampai pangkal paha lahir.

o Pegangan dipindah ke pangkal paha setinggi mungkin dengan kedua ibu jari di belakang
paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari lain di depan paha.

o Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal
paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas hingga trokhanter belakang lahir. Bila kedua
trokhanter telah lahir berarti bokong lahir.

o Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahulu, maka yang akan lahir lebih
dahulu adalah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter depan maka pangkal paha
ditarik terus curam ke bawah.

o Setelah bokong lahir maka dilanjutkan dengan manual aid.

123
o Teknik ekstraksi bokong dikerjakan jika presentasi bokong murni dan bokong sudah
turun di dasar panggul, bila kala II tidak maju atau tampak keadaan janin/ibu yang
mengharuskan bayi segera dilahirkan. Caranya yaitu :

• Jari telunjuk penolong yang searah dengan bagian kecil janin, dimasukkan ke dalam jalan
lahir dan diletakkan dilipatan paha bagian depan. Dengan jari ini lipat/krista iliaka dikaitkan dan
ditarik curam ke bawah. Untuk memperkuat tenaga tarikan ini, maka tangan penolong yang lain
mencekam pergelangan tadi dan turut menarik curam ke bawah.

• Bila dengan tarikan ini trokhanter depan mulai tampak di bawah simpisis, maka jari
telunjuk penolong yang lain mengkait lipatan paha ditarik curam ke bawah sampai bokong lahir.

• Setelah bokong lahir, bayi dilahirkan dengan manual aid.

o Cunam piper digunakan kalau pengeluaran kepala bayi dengan bracht atau mauriceau
gagal. Caranya : tangan dan badan bayi dibungkus kain steril, diangkat ke atas, cunam piper
dipasang melintang terhadap panggul dan kepala kemudian ditarik.

D. PERTOLONGAN PADA PERSALINAN DENGAN EKSTRAKSI VAKUM PADA


KEPALA DI DASAR PANGGUL PADA KASUS KEGAWATDARURATAN

1. Pengertian Ekstraksi Vakum

124
Ekstraksi vakum adalah salah satu prosedur untuk membantu proses persalinan normal.
Persalinan dengan bantuan ekstraksi vakum dilakukan dengan alat yang disebut vakum
ekstraktor. Umumnya, tindakan ini baru dilakukan ketika proses persalinan normal mengalami
hambatan.

Vakum ekstraktor adalah instrumen medis yang digunakan sebagai alat bantu untuk menarik bayi
keluar dari vagina dalam proses persalinan. Dokter biasanya akan membantu persalinan dengan
ekstraksi vakum apabila bayi sulit dilahirkan secara normal tanpa alat bantu. Ada dua jenis
vakum ekstraktor yang dapat digunakan selama proses melahirkan normal, yakni:

1) Metal Cup

Perangkat vakum dengan berbahan metal cupatau logam memiliki bentuk bulat dengan ukuran
diameter antara 40-60 milimeter (mm). Tepat di bagian atas bulatan logam, terdapat rantai yang
menghubungkan logam dengan gagang yang bisa dilepas pasang untuk memudahkannya saat
digunakan. Kelebihan penggunaan alat vakum berbahan dasar logam yaitu lebih mudah
ditempatkan untuk menyedot kepala bayi saat melahirkan.

Selain itu, tingkat keberhasilannya juga terbilang lebih tinggi ketimbang vakum soft cup. Namun
di sisi lain, alat vakum melahirkan dari logam ini cenderung lebih kaku sehingga agak sulit dan
tidak nyaman saat digunakan. Bahan logam penyusun vakum untuk membantu proses
melahirkan normal ini juga berisiko menimbulkan cedera pada kulit kepala bayi.

2) Soft Cup

Berbeda dengan metal cup, soft cup adalah bahan penyusun vakum melahirkan yang terbuat dari
plastik. Vakum melahirkan soft cup awalnya berbentuk seperti corong atau lonceng. Akan tetapi,
kini vakum melahirkan berbahan plastik ini sudah dimodifikasi menyerupai bentuk vakum metal
cup. Dengan begitu, vakum melahirkan jenis ini seolah menggabungkan keunggulan yang
dimiliki vakum berbahan logam dan plastik. Dikarenakan terbuat dari plastik, jenis vakum untuk
memudahkan persalinan ini lebih lunak sehingga tidak akan menyakiti kepala bayi.

2. Penggunaan Vakum Ekstraktor pada Persalinan

Vakum ekstraktor terdiri dari 2 jenis, yaitu vakum yang menggunakan tenaga manusia dan
vakum dengan tenaga mesin. Namun, cara penggunaannya kurang lebih sama. Alat ini
digunakan dengan cara menempelkan cup vakum ekstraktor ke permukaan kepala bayi saat
mulai terlihat keluar dari vagina. Jika perlu, bidan akan melakukan episiotomi untuk
memperlebar jalan lahir, sehingga bayi bisa dikeluarkan dengan mudah.

Ketika vakum sudah berada di kepala bayi, bidan akan meminta ibu untuk mengejan saat
merasakan kontraksi. Jika ibu mendapat suntik epidural dan tidak merasakan kontraksi, bidan
yang akan memberikan isyarat. Selanjutnya, bidan akan menggunakan pompa vakum dan
menarik bagian bawah vakum, sehingga kepala bayi akan tertarik keluar. Bila dalam 3 kali upaya

125
penarikan dengan ekstraksi vakum bayi belum bisa dikeluarkan, bidan mungkin akan
mempertimbangkan penggunaan alat bantu lain, seperti forceps atau memulai prosedur operasi
caesar.

3. Kondisi Persalinan yang Membutuhkan Ekstraksi Vakum

Alat bantu persalinan sering kali menjadi solusi ketika proses persalinan berjalan terlalu
lamaatau dirasa melelahkan bagi ibu. Persalinan dengan alat bantu, termasuk vakum, biasanya
dilakukan ketika fase kedua persalinan dianggap terlalu lama. Bagi ibu yang baru pertama kali
melahirkan, durasi fase kedua persalinan yang normal adalah sekitar 3 jam secara alami atau 4
jam dengan suntik epidural. Sementara itu, bagi ibu yang melahirkan untuk kedua kali atau
seterusnya, fase kedua yang dinilai terlalu lama adalah sekitar 1 jam secara alami dan 2 jam
dengan suntik epidural. Hambatan dalam persalinan yang mengharuskan bidan untuk
menggunakan alat bantu persalinan seperti vakum, di antaranya:

• Bayi mengalami gawat janin saat ibu mengejan

• Ibu sudah merasa sangat lelah dan bayi tidak kunjung lahir

• Ibu memiliki kondisi medis tertentu yang membuatnya tidak boleh mengejan terlalu
lama, misalnya penyakit jantung atau gangguan pada retina

Meski demikian, ada beberapa kondisi saat melahirkan yang menyebabkan alat vakum dilarang
untuk digunakan, yaitu pada kelahiran prematur atau saat usia kandungan kurang dari 34
minggu, bayi dalam posisi sungsang, dan posisi wajah bayi menghadap vagina atau jalan lahir.

4. Tahapan Prosedur dan Proses Melahirkan Vakum

Berikut ini adalah tahapan proses melahirkan dengan menggunakan vakum:

a. Sebelum prosedur ekstraksi vakum

Sebelum prosedur ekstraksi vakum dilakukan, bidanakan melakukan beberapa langkah untuk
membantu proses persalinan agar berlangsung dengan cepat dan lancar, misalnya dengan induksi
persalinan menggunakan obat-obatan atau dengan prosedur episiotomi. Bila semua upaya
tersebut sudah dilakukan namun bayi masih sulit dilahirkan,bidan akan mencoba melakukan
ekstraksi vakum. Sebelum melakukannya, bidan akan menjelaskan manfaat dan risiko dari
tindakan tersebut dan meminta persetujuan ibu dan keluarga.

b. Selama prosedur ekstraksi vakum

Setelah mendapatkan persetujuan dari ibu, bidan akan mulai melakukan prosedur ekstraksi
vakum. Seperti halnya ketika melahirkan normal, ibu akan diminta untuk berbaring dengan
posisi kedua kaki terbuka lebar. Agar lebih kuat dan bertenaga saat melakukan kontraksi, ibu
dapat memegang kedua sisi tempat tidur atau tempat lain yang dirasa lebih nyaman. Setelah

126
kepala bayi sudah tampak di jalan lahir, bidan akan memasukkan vakum ekstraktor ke dalam
vagina dan menempelkannya ke kepala bayi. Selanjutnya, pompa vakum diaktifkan agar
penarikan bisa dilakukan dan bayi dapat segera keluar melalui vagina.

Setelah kepala bayi berhasil dikeluarkan, dokter kemudian akan melepaskan alat vakum
ekstraktor dari kepala bayi dan menarik tubuh bayi keluar dari vagina. Jika ekstraksi vakum tidak
berhasil mengeluarkan bayi, bidan mungkin akan mempertimbangkan penggunaan alat bantu
lain, yaitu forceps, atau melahirkan bayi dengan operasi caesar.

c. Setelah penggunaan vakum

Setelah ibu selesai melahirkan, dokter dan bidan atau perawat akan memeriksa kemungkinan
adanya cedera pada ibu maupun bayi akibat penggunaan vakum. Jika sebelumnya bidan
melakukan prosedur episiotomi dengan membuat sayatan di bagian vagina untuk mempermudah
proses persalinan, bagian ini akan dijahit usai persalinan. Selain itu, bidan juga akan melakukan
pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui adanya tanda-tanda komplikasi akibat ekstraksi vakum
pada bayi, misalnya cedera pada kepala bayi.

5.Risiko Melahirkan dengan Bantuan Vakum

1. Resiko Bagi Ibu

Ibu yang melahirkan dengan alat bantu persalinan memiliki risiko mengalami pembekuan atau
penggumpalan pada pembuluh darah kaki atau panggul. Untuk mencegahnya, ibu dapat mencoba
untuk tetap bergerak setelah melahirkan (apabila sudah diperbolehkan oleh dokter/bidan),
menggunakan stoking khusus, atau mendapatkan suntikan heparin. Terkadang, ibu yang
melahirkan dengan bantuan ekstraksi vakum dan mengalami robekan perineum berat, memiliki
risiko lebih tinggi mengalami inkontinensia urine atau feses, yaitu kondisi sulit menahan buang
air kecil atau buang air besar.

2. Risiko Bagi Bayi

Bayi yang terlahir dengan bantuan ekstraksi vakum berisiko tinggi mengalami cedera atau lebam
di kepalanya. Namun, kondisi ini umumnya akan membaik dalam waktu beberapa hari.
Terkadang, bayi yang terlahir dengan bantuan ekstraksi vakum bisa mengalami cedera yang
lebih berat, misalnya lebam otak atau perdarahan otak. Kondisi ini perlu segera ditangani oleh
dokter spesialis anak. Pada kasus tertentu, terlahir dengan bantuan ekstraksi vakum juga dapat
meningkatkan risiko bayi mengalami penyakit kuning dan perdarahan di retina mata.

127
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/1136/1/BAB%20I.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/7508/3/Bab%202%20fix.pdf

http://bppsdmk.kemkes.go.id/

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/121/jtptunimus-gdl-iinnuraziz-6014-2-babii.pdf

http://bppsdmk.kemkes.go.id/

http://digilib.unisayogya.ac.id/1558/1/NASKAH%20PUBLIKASI_Yana%20Surya
%20Patma.pdf

1. Enny,Fitriahadi.Istri,Utami.2019. “Buku Ajar Asuhan Persalinan & Managemen Nyeri


Persalinan”. Diunduh dari file:///C:/Users/user/Downloads/BUKU-AJAR-Asuhan-Persalinan-
Managemen-Nyeri-Persalinan_NEW_2.pdf. pada tanggal 14 Agustus 2021

2. Dunggio,Isma.2017. “Makalah Mekanisme Persalinan Normal”. Diunduh dari


https://123dok.com/document/zx322w4z-makalah-mekanisme-persalinan-normal.html. Pada
tanggal 14 Agustus 2021

3. Kurniarum,Ari.2016. “Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir”. Diunduh dari
file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/Asuhan-Kebidanan-Persalinan-dan-BBL-
Komprehensif.pdf. pada tanggal 14 Agustus 2021

4. Trisnawati,NurAiniNia.2017. “Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Persalinan Pada


Ny.D G1P0A0 Umur 19 Tahun Usia Kehamilan 38 Minggu Dengan Ketuban Pecah Dini Di
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang”. Diunduh dari
http://repository.unimus.ac.id/1311/. Pada tanggal 14 Agustus 2021

5. Ari Kurniarum, S.SiT. M.Kes.”ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN


BBL”.http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Asuhan-
Kebidanan-Persalinan-dan-BBL-Komprehensif.pdf. Diakses pada Agustus 2021

6. Ratna Dewi Putri , Husnaini , Sunarsih.” YOGA PRENATAL TRIMESTER III DAPAT
MEMPERCEPAT LAMA KALA II PERSALINAN PADA IBU PRIMIGRAVIDA”.
file:///C:/Users/User/Downloads/1441-5257-2-PB.pdf. diakses pada Agustus 2021

128
Sella(2014). INC Perubahan Psikologi kala I II III IV. http://bidanbasilahsilmi
.blogspot.co.id/2014/10/inc-perubahan- psikologis-kala-i-ii-iii.html. diakses pada tanggal 03
April 2017.

Grant N, Strevens H, Thor J (2015). Physiology of labor. Dalam : Capogna G (ed). Epidural
labor analgsia : Childbirth without pain. New York: Springer Cham Heidelberg, p:1.

Hidayat, Asri dan Clervo. 2012. Asuhan Persalinana Normal. Yogyakarta: Nuha Medika.

Seran Seraina.2019. Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Pada Ny.R.P.S Di Puskesmas Halilulik


Kecamatan Tasifeto Barat Kabupaten Belu Periode 20 April - 15 Juni 2019.Poltekkes Kupang

Yulizawati dkk.2019.Buku Ajar : Asuhan Kebidanan Pada Persalinan.Sidoarjo:Indomedika


Pustaka

Anasari, T., & Pantiawati, I. (2016). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PERSALINAN PRETERM DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO.
Jurnal Kebidanan, 8(01), 94–109. https://doi.org/10.35872/jurkeb.v8i01.203

Antenatal, D., Anc, C., & Kundre, R. M. (2016). Perbedaan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil
Menghadapi Persalinan Dengankepatuhan Antenatal Care (Anc) Di Puskesmas Bahukota
Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 4(1), 114256.

Ardhiyanti, Y., & Susanti, S. (2016). Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Persalinan
Lama di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Komunitas, 3(2), 83–87.
https://doi.org/10.25311/jkk.vol3.iss2.108

Ayu, N. G., & Supliyani, E. (2017). Karakteristik Ibu Bersalin Kaitannya Dengan Intensitas
Nyeri Persalinan Kala 1 Di Kota Bogor. Jurnal Kebidanan Malahayati, 3(4), 204–210.
http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kebidanan/article/viewFile/629/563

Desa, B. (2016). Model Kelas Ibu Hamil Untuk Pemetaan Risiko Kehamilan Dan Pencegahan
Komplikasi Persalinan. Jurnal Abdimas, 20(1), 11–18.

Ersila, W., Prafitri, L. D., & Zuhana, N. (2019). PERBEDAAN EFEKTIVITAS MASSAGE
EFFLEURAGE DAN KOMPRES Jurnal SIKLUS Volume 08 Nomor 02 , Juni 2019. Jurnal
SIKLUS, 08(2), 107–115.

Janiarli, M., & Fahmi, Y. F. (2018). Hubungan Antara Pendamping Persalinan Dengan
Kelancaran Proses Persalinan Kala II di PUskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten
Rokan Hulu. Jurnal Maternitas Kebidanan, 3(2), 68–75.

129
Lestari, R. H., & Aprilia, E. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Rangsangan
Puting Susu Di Bpm Lilik Kustono Diwek Jombang. Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(2), 38–
42. https://doi.org/10.30994/sjik.v6i2.7

Lubis, D. S. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Riwayat Persalinan Sectio Caesarea
(Sc) Di Rsia Norfa Husada Bangkinang Tahun 2018. Doppler, 2(2), 62–69.
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/doppler/article/view/198

Martini, T., Keb, S. S. T., Damayanti, W., Fratidhina, Y., & Kes, M. (2016). Perbedaan Posisi
Miring Dengan Posisi Setengah Duduk Terhadap Kemajuan Persalinan KALA II Pada multipara
di Puskesmas Balaraja Tahun 2016. Rakernas AIPKEMA, 361–365.

Nufra, Y. A. (2019). PENURUNAN RASA NYERI PERSALINAN KALA I KECAMATAN


JEUMPAKABUPATEN BIREUEN TAHUN 2019 The Effect Of Giving Warm Compress To
The Reduction Of Pain In Maternal Stage I Of Active Phase In The Independent Practical
Midwife Yulia Fonna Skm Lipah Rayeuk Village J. Journal of Healthcare Technology and
Medicine, 5(2), 362–372. http://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/download/481/218

Nur Hasanah, & Utrifah, F. (2010). Asuhan kebidanan komprehensif pada. Universitas
Nusantara PGRI Kediri, 2(1), 9–13. http://www.albayan.ae

Puspitasari, L., & . E. (2018). Manfaat Penguatan Otot Abdomen Dan Pemijatan Lumbal
Terhadap Percepatan Proses Persalinan Kala I. Jurnal Kebidanan, 10(01), 17.
https://doi.org/10.35872/jurkeb.v10i01.295

Rahmawati, D., & Iswari, I. (2016). Efektivitas Akupresur Selama Persalinan. Jurnal Ilmiah
Bidan, 1(2), 14–18.

Sari Wahyuni, Nurul Komariah, N. N. (2019). PERBEDAAN NYERI PERSALINAN PADA


IBU YANG MENDAPATKAN TERAPI MUROTTAL QUR ’ AN DAN MUSIK KLASIK DI
KLINIK BERSALIN KOTA PALEMBANG THE DIFFERRENCE OF LABOR PAIN ON
MOTHERS GET MURROTAL QUR ’ AN AND CLASICCAL MUSIC AT MATERNITY
CLINIC IN PALEMBANG Sari Wahyu. Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang, 14(2), 7–12.

1. Wahyuni, R., & Rohani, S. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaru

Mutmainnah, Annisa UI. 2017. Asuhan Persalinan Normal & Bayi Baru Lahir. Yogyakarta :
Andi.

Oktarina, Mika. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta : Deepublish.

130
Yulizawati,dkk. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.

1.Elizabeth, Jessica. 20 Mei 2021. .Diunduh dari


https://www.alomedika.com/tindakan-medis/obstetrik-dan-ginekologi/episiotomi/teknik pada
tanggal 15 Agustus 2021 pada pukul 09.00 WIB.

2.Felicia, Levina. 16 September 2020. Episiotomi. Diunduh dari


https://www.sehatq.com/tindakan-medis/episiotomy pada tanggal 14 Agustus 2021 pada pukul
19.30 WIB.

3.Rafiqua, Nurul. 08 Juni 2020. Amniotomi. Diunduh dari https://www.sehatq.com/tindakan-


medis/amniotomi pada tanggal 14 Agustus 2021 pada pukul 15.00 WIB.

4.Setiaputri, Karinta Ariani. 25 Maret 2021. Diunduh dari


https://hellosehat.com/kehamilan/melahirkan/persalinan/melahirkan-vakum-bayi/#231310-
kapan-vakum-digunakan-saat-melahirkan-normal pada tanggal 15 Agustus 2021 pada pukul
08.00 WIB.

5.Zulfiana, Nur Solakha. 2017. BAB II Tinjauan Pustaka. Diunduh dari


http://repository.ump.ac.id/1951/3/Nur%20Solakha%20Zulfiana%20BAB%20II.pdf pada
tanggal 14 Agustus 2021 pada pukul 21.00 WIB.

131

Anda mungkin juga menyukai