Disusun Oleh:
P17124020063
Kelas 3 B Kebidanan
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan Basic Life Support mengenai
Persalinan Dengan Penyulit dapat selesai pada waktunya.
1. Tuhan yang selalu menjadi penuntun dan yang menyertai kami dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan kami.
3. Fitrah Ivana Paisal, SST, M.Keb selaku dosen pembimbing praktik mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan Basic Life Support di Jurusan
Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1.
Materi yang kami sampaikan dalam makalah ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, karena kami juga masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu
arahan, koreksi, dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
3.1 Kesimpulan27
3.2 Saran28
DAFTAR PUSTAKA29
LEMBAR PERSETUJUAN30
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pengendalian nyeri dengan farmakologi antara lain dengan pemberian analgetik
non opioid, analgetik opiod, Adjuvan / koanalgetik. Sedangkan pengendalian
nyeri dengan non farmakologi dilakukan dengan cara stimulasi kutaneus
(rangsangan permukaan kulit); akupunktur, dan distraksi yakni dengan cara
mengalihkan perhatian melalui kegiatan membaca, mendengarkan radio serta
dapat dilakukan dengan teknik relaksasi yang merupakan kombinasi dari distraksi
dan terapi kognitif yang terdiri dari relaksasi otot, imajinansi terpimpin dan nafas
dalam (Mander, 2003)
1.2 Rumusan Masalah
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa kebidanan
dapat lebih memahami tentang komplikasi yang terjadi pada persalinan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Persalinan lama adalah persalinan (partus) lama yang ditandai dengan fase
laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa
kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf
(Wiknjosastro, 2002). Partus kasep adalah fase terakhir dari suatu persalinan yang
macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul komplikasi pada ibu dan bayi
(Mochtar, 1998). Partus tak maju adalah persalinan dengan his adekuat tidak
menunjukkan kemajuan pembukaan serviks, penurunan kepala, dan putar paksi
selama 2 jam terakhir (Mochtar, 1998)
B. Etiologi
3
1. His tidak efisien (in adekuat)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak
dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2. Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong,
dahi, wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative
terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam
keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama
atau partus macet (Saifudin AB, 2007)
3. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar
dan pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian serviks
yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor).
Kegunaan pelvimetre klinis terbatas (Saifudin AB, 2007).
Kelainan dalam bentuk atau ukuran jalan lahir bisa menghalangi kemajuan
persalinan atau menyebabkan kemacetan. Jalan lahir atau rongga panggul
kecil. Sekitar 1 dari 5 wanita memiliki rongga panggul tipe android yang
lebih sempit. Tipe panggul ini sering membuat bayi berada pada posisi
posterior, di mana punggung bayi mengarah ke belakang atau ke arah
punggung ibu. Seringkali hal ini menyulitkan bayi untuk melewati jalan lahir.
4
adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya, bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin (Wiknjosastro, 2007). KPD pada usia kehamilan yang lebih dini
biasanya disertai oleh periode laten yang lebih panjang. Pada kehamilan
aterm periode laten 24 jam pada 90% pasien (Scott RJ, 2002).
C. Tanda dan Gejala
D. Penanganan
Fase laten memanjang
1. Jika his berhenti, pasien disebut belum inpartu atau persalinan palsu. Jika
his makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm,
masuk dalam fase laten.
2. Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan,
lakukan penilaian ulang terhadap serviks:
a. Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks
dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu.
b. Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin (lakukan penilaian setiap 4 jam; jika pasien tidak
masuk fase aktif setelah pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan
SC).
5
c. Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau),
maka lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin, berikan
antibiotik kombinasi sampai persalinan.
d. Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin (lakukan penilaian setiap 4 jam; jika pasien tidak
masuk fase aktif setelah pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan
SC).
e. Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau),
maka lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin, berikan
antibiotik kombinasi sampai persalinan.
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit
untuk multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas
tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha
mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin.
Sebaliknya, pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau
dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat,
6
maka kala dua dapat sangat memanjang. Kilpatrick dan Laros melaporkan bahwa
rata-rata persalinan kala II, sebelum pengeluaran janin spontan, memanjang
sekitar 25 menit oleh anestesia regional.
Seperti telah disebutkan, tahap panggul atau penurunan janin pada persalinan
umumnya berlangsung setelah pembukaan lengkap. Selain itu, kala II melibatkan
banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir.
Selama ini terdapat aturan-aturan yang membatasi durasi kala II. Kala II
persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila
digunakan analgesia regional. Untuk multipara satu jam adalah batasnya,
diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesia regional.
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu atau
keduanya sekaligus
1. Infeksi Intrapartum
7
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan
jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus.
Pemeriksaan ini harus dibatasi sela ma persalinan, terutama apabila
dicurigai terjadi persalinan lama.
2. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala
janin dan panggul sedemikian besar sehing ga kepala tidak cakap
(engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi
sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura, Pada kasus ini,
mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai
sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus
antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan
persalinan perabdominam segera.
3. Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-
otot dasar panggul atau persarafan atau fasia penghubungnya merupakan
konsekuensi yang tidak terelak kan pada persalinan pervaginam, terutama
apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat
tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya
mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul
sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan
jaringan ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada
otot dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan
inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul. Karena
kekhawatiran ini, dalam sebuah jajak pendapat baru-baru ini terhadap ahli
8
kebidanan perempuan di Inggris, 30 persen menyatakan kecenderungan
melakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam dan menyebut
alasan pilihan mereka yaitu menghindari cedera dasar panggul.
C. Efek Pada Janin
Partus lama itu sendiri dapat merugikan. Apabila panggul sempit dan juga
terjadi ketu ban pecah lama serta infeksi intrauterus, risiko janin dan ibu akan
muncul. Infeksi in trapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius pada
ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan neonatus. Hal
ini disebabkan bakteri di dalam cairan amnion menembus selaput amnion dan
menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi bakterimia pada ibu
dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya.
1. Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang be sar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan me nyebabkan kesalahan diagnostik yang
serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar pang gul sementara kepala
sendiri belum cakap. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan
upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forseps.
Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan
menghilang dalam beberapa hari.
2. Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu
proses yang disebut molase (molding, moulage). Biasanya batas median
tulang parietal yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih
dengan tulang di sebelahnya, hal yang sama terjadi pada tulang-tulang
frontal. Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal.
Perubahan perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang
nyata. Di lain pihak apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat
menyebabkan robekan tentorium. laserasi pembuluh darah janin, dan
perdarahan intrakranial pada janin. Molase paling besar terjadi pada
9
diameter suboksipitobregmatika dan besarnya rata-rata 0,3 cm dengan
kisaran sampai 1,5 cm.
D. Penanganan
Kala II lama
1 Memimpin ibu meneran jika ada dorongan untuk meneran spontan.
2 Jika tidak ada malposisi/malpresentasi berikan drip oksitosin.
3 Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
• Jika letak kepala lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian
tulang kepala dari stasion (0) lakukan ekstraksi vakum.
• Jika kepala antara 1/5 – 3/5 di atas simfisis pubis lakukan ekstraksi
vakum.
• Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis lakukan SC
2.3 Distosia Bahu
A. Pengertian
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif
untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala
dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik, pada distosia bahu 79 detik. Mereka
mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60
detik. American College of Obstetrician and Gynecologist (2002): angka kejadian
distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%.
10
Distosia bahu adalah kondisi darurat oleh karena bila tidak segera ditangani akan
menyebabkan kematian janin dan terdapat ancaman terjadinya cedera syaraf daerah
leher akibat regangan berlebihan/terjadinya robekan (Widjanarko, 2012).
B. Etiologi
● Maternal
● Kelainan bentuk panggul
● Diabetes gestasional
● Kehamilan postmature
● Riwayat persalinan dengan distosia bahu
● Ibu yang pendek.
● Fetal
● Dugaan macrosomia
● Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah
● Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan
janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram.
1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada
distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar
paksi luar normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar.
Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak
melahirkan bahu.
D. Komplikasi.
1. Pada janin
a. Meninggal, Intrapartum atau neonatal
b. Paralisis plexus brachialis
11
c. Fraktur klavikula
d. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurologis permanen
e. Fraktura humerus
2. Pada ibu:
a. Terjadi Robekan di perineum derajat III atau IV
b. Perdarahan pasca persalinan
c. Rupture uteri (Hakimi, 2003).
E. Pencegahan
Upaya pencegahan distosia bahu dan cidera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara:
1. Tawarkan untuk melakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko
tinggi janin luar biasa besar(>5 kg) janin sangat besar(>4,5 kg) dengan ibu
diabetes janin besar(>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan
sebelumnya kala II yang memanjang dengan janin besar.
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu
3. Selalu bersiap bila waktu-waktu terjadi
4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin menekan suprapubis atau fundus
dan traksi berpotensi meningkatkan cidera pada janin.
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui,
bantuan diperlukan untuk membuatan posisi Mcrobert, pertolongan persalinan,
resusitasi bayi dan tindakan anestesi (bila perlu).
F. Penatalaksanaan Distosia Bahu
Penatalaksanaan distosia bahu (APN 2007)
12
4. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada di atas
● Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan
● Tekan kepala janin mantap ke bawah untuk melahirkan bahu belakang
2. Memanggil dokter. Bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir
sebelum dokter datang, maka dokter akan menangani perdarahan yang
mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.
3. Siapkan peralatan tindakan resusitasi.
4. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan.
5. Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan.
6. Atur posisi Mc Robert.
7. Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi diameter
oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari satu tangan
diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya pada
punggung janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati karena tindakan ini
dapat menyebabkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis.
8. Meminta pendamping persalinan untuk menekan daerah supra pubik untuk
menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam melaksanakan tarikan
ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis. Cara
menekan daerah supra pubik dengan cara kedua tangan saling menumpuk
diletakkan di atas simpisis. Selanjutnya ditekan ke arah luar bawah perut.
9. Bila persalinan belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung kemih
karena dapat menganggu turunnya bahu, melakukan episiotomy,
13
melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya penyebab
lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan :
10. Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan dapat
dilahirkan.
11. Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol
(corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood. Lakukan
pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum jam,
kemudian di putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu depan
berlawanan arah dengan jarum jam putar 180 o C. Lakukan gerakan pemutaran
paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu dengan menekan kepada ke
arah luar belakang disertai dengan penekanan daerah suprapubik.
12. Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti langkah
11.
13. Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya mematahkan klavikula
anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior, dan badan janin.
14. Melakukan maneuver Zavenelli, yaitu suatu tindakan untuk memasukkan
kepala kembali ke dalam jalan lahir dengan cara menekan dinding posterior
vagina, selanjutnya kepala janin di tahan dan dimasukkan, kemudian dilakukan
SC
Malposisi adalah kepala janin relatif terhadap pelvis degan oksiput sebagai
titik referensi, atau malposisi merupakanabnormal dari vertek kepala janin (dengan
ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Dalam keadaan malposisi
dapat terjadi partus macet atau partus lama. Penilaian posisi normal apabila kepala
dalam keadaan fleksi, bila fleksi baik maka kedudukan oksiput lebih rendah dari pada
sinsiput, keadaan ini disebut posisi oksiput transversal atau anterior. Sedangkan
keadaan dimana oksiput berada di atas posterior dari diameter transversal pelvis
14
adalah suatu malposisi. Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin
dalam keadaan fleksi dalam keadaan tertentu fleksi tidak terjadi sehingga kepala
defleksi.
Persalinan dan pelahiran tidak berbeda banyak dari yang terjadi pada
janin dengan posisi oksiput anterior. Akan tetapi, terdapat perbedaan penting
antara posisi oksiput posterior persisten dan posisi oksiput anterior. Persalinan
per vaginam dengan tindakan pada para janin ini lebih sulit dilakukan dan
lebih besar kemungkinannya menyebabkan laserasi perineum daripada pada
janin dengan presentasi oksiput anterior. Pada persalinan persentasi belakang
kepala, kepala janin turun melalui Pintu Atas Panggul dengan sutura sagitaris
melintang/miring, sehingga Ubun Ubun Kecil dapat berada di kiri melintang,
kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang.
B. Etiologi
a. Diameter antero posterior biasanya pada panggul android
b. Segmen depan menyempit biasanya pada panggul android
c. Otot – otot dasar panggul yang lembek pada multipara
d. Kepala janin kecil.
C. Tanda Dan Gejala
Persalinan cenderung lebih lama dan insidensi intervensi operatif,
termasuk forsep dan sesar, lebih tinggi, pada janin dengan posisi oksiput
posterior persisten.
D. Penanganan
15
1. Lakukan pengawasan dengan seksama dengan harapan dapat lahir
spontan.
2. Tindakan baru dilakukan jika kala II terlalu lama/ada tanda bahaya
terhadap janin.
Pada persalinan dapat terjadi robekan peremium yang teratur atau extensi
dari episiotomi :
1. Periksa ketuban bila intake, pecah ketuban.
2. Bila penurunan kepala 3/5 diatas PAP atau diatas 2 SC.
3. Bila pembukaan belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, beri
oksitosin drip.
4. Bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran,
ulangi apakah ada obstruksi.
5. Bila pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai tidak kurang 1/5 atau o
ekstraksi vaccum atau forseps.
6. Bila ada tanda obstruksi/gawat janin lakukan Secio Cesaria.
2. Presentasi Puncak Kepala
A. Pengertian
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam
keadaan fleksi, dalam keadaan tertentu fleksi tidak terjadi, sehingga ke
defleksi. Presentasi puncak kepala disebut juga presentasi sinsiput.
B. Etiologi
1) Kelainan Panggul
2) Anak kecil/mati
3) Kerusakan dasar panggul.
C. Tanda Dan Gejala
Pada kasus ini fleksi tidak terjadi sehingga kepala dalam keadaan
defleksi, jadi yang melewati jalan lahir adalah sirkumferensia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis
ialah glabella (Sarwono,2005).
D. Penanganan
1. Usahakan lahir pervaginam karena kira kira 75% bisa lahir pervaginam
karena kira-kira 75 % bisa lahir spontan.
2. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forcep bisanya anak yang
lahir didapat caput dengan Ubun Ubun Besar.
3. Presentasi Dahi
A. Pengertian
16
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
sehingga dahi merupakan bagian teredah. Posisi ini biasanya akan berubah
menjadi letak muka atau belakang kepala.
B. Etiologi
1. Panggul sempit
2. Janin besar
3. Multiparitas
4. Kelainan janin
5. Kematian janin intra uterin.
B. Etiologi
17
Terjadinya ektensi yang penuh dari kepala janin. Yang teraba pada
muka janin adalah mulut, hidung dan pipi.
D. Penanganan
a. Dagu posterior
Bila pembukaan lengkap :
1. Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam.
2. Bila kemajuan persalinan lembut lakukan oksitosin drip.
3. Bila penurunan kurang lancer.
Bila pembukaan belum lengkap:
Tidak didapatkan tanda obstruksi, lakukkan oksitosin drip. Lakukan
evaluasi persalinan sama dengan persalinan vertek.
b. Dagu anterior
1. Bila pembukaan lengkap Secio Caesaria
2. Bila pembukaan tidak lengkap, lakukan penilaian penurunan rotasi, dan
kemajuan persalinan, jika macet lakukan Secio Caesaria.
2.5 Persalinan Preterm/Prematur
A. Pengertian
B. Etiologi
18
persalinan prematur, misalkan trauma, ketuban pecah dini, atau distensi uterus
yang berlebihan. bab terjadinya persalinan. Faktor penyebab preterm masih belum
diketahui secara pasti, menurut Penny (2008) sebesar 28% persalinan preterm
dündikasikan disebabkan oleh preeklamsi (43%), gawat janin (27%),
pertumbuhan janin terhambat atau IUGR (10%), oblasia plasenta (7%), dan
kematian janin (7%), sisanya sebesar 72% persalinan preterm disebabkan oleh
persalinan preterm spontan dengan atau tanpa pecah ketuban, ibu dengan plasenta
previa dan kehamilan gemeli, yang keduanya sering disertai dengan kejadian
kelahiran preterm.
C. Faktor Predisposisi
19
● Ibu yang mengalami stress psikologis
● Ibu yang memakai narkotika
● Ibu yang merupakan perokok berat
● Ibu yang mengalami trauma, baik fisik maupun psikologis
● Ibu yang memiliki riwayat persalinan preterm atau abortus habitualis
4. Tanda dan Gejala
Kejadian persalinan prematur ditandai dengan gejala sebagai berikut:
● nyeri punggung dan adanya rasa berat di panggul;
● kejang uterus yang mirip dengan dismenorhea;
● adanya perdarahan pervaginam;
● adanya kontraksi uterus dan pembukaan serviks;
● adanya ketuban pecah dini.
D. Diagnosis
20
2. Pemberian obat-obatan tokolitik, meliputi:
● Nifedipin 10 mg diulang tia 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3 x10 mg
● Salbutamol yang diberikan peroral 4 mg 2-4 kali/hari atau diberikan
perinfus 20-50 g/menit.
● Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral 4-6 gr/iv atau
pemberian bolus selama 20-30 menit infus 2-4gr/jam.
1. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama, tetapi sebaiknya jangan pula
terlalu cepat.
2. Apabila selaput ketuban belum pecah, jangan memecahkan ketuban sebelum
pembukaan lengkap.
3. Lakukan episiotomy medisialis.
4. Jika persalinan perlu diselesaikan segera, pilih forsep daripada ekstraksi
vacuum untuk membantu mengeluarkan bayi.
5. Gunting tali pusat secepat mungkin untuk menghindari terjadinya icterus
neonatorum yang berat.
6. Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
7. Berikan kortikosteroid 24 jam sebelum persalinan untuk mematangkan paru
janin.
F. Komplikasi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Beck, et al. (2009), anak-anak yang
lahir prematur memiliki risiko lebih tinggi untuk menderital cerebral palsy, defisit
sensorik, dan kurangnya kemampuan belajar dibandingkan dengan anak anak
yang lahir aterm (cukup bulan).
A. Pengertian
21
Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah dini
(KPD) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan
lahir/vagina sebelum proses persalinan.
B. Etiologi
Etiologi ketuban pecah dini Menurut Sulistyowati (2013), sebab-sebab
terjadinya ketuban pecah dini antara lain:
a. Faktor maternal
1. Infeksi dari rahim, leher rahim, dan vagina seperti Chlamydia,
Gonorrhea.
2. Stress maternal.
3. Malnutrisi (gizi buruk, kekurangan vitamin C).
4. Merokok.
5. Telah menjalani operasi biopsi serviks.
6. Memiliki riwayat KPD.
7. Belum menikah.
8. Status ekonomi rendah.
9. Anemia.
10. Trauma abdomen.
11. Mengkonsumsi narkoba.
12. Genetik.
b. Faktor uteroplasental
1. Uterus abnormal (misalnya septum uteri).
2. Plasenta abruption (cacat plasenta didefinisikan sebagai kegagalan
fisiologi transformasi dari segmen miometrium arteriolae spiralis
sering menyebabkan KPD dan pre-eklampsia).
3. Serviks insufisiensi.
4. Peregangan uterus (hidramnion, kehamilan kembar).
5. Chorioamnionitis (infeksi intra ketuban).
6. Infeksi karena transvaginal USG.
7. Peregangan uterus.
8. Trombosis dan perdarahan desidua.
9. Faktor fetal : kehamilan kembar
C. Tanda Dan Gejala
⮚ Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa
(lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi
bau.
⮚ Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat
cairan ketuban pada forniks posterior.
⮚ USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion.
22
⮚ Terdapat infeksi genital (sistemik).
⮚ Gejala chorioamnionitis.
D. Penanganan
Ada dua macam penatalaksanaan pada ketuban pecah dini, yaitu :
a. Penatalaksanaan aktif
Merupakan manajemen yang melibatkan klinisi untuk
lebih aktif mengintervensi persalinan. Pada
kehamilan ≥ 37 minggu, lebih baik diinduksi lebih
awal (terminasi). Namun, apabila pasien memilih
manajemen ekspetatif, perlu didiskusikan terlebih
dahulu dengan pasien maupun keluarga pasien.
Berdasarkan penelitian, penggunaan oksitosin lebih
dipilih daripada prostaglandin, dikarenakan
prostaglandin dapat meningkatkan risiko
chorioamnionitis dan infeksi neonatal lebih tinggi
daripada induksi persalinan dengan oksitosin.
Penggunaan kortikosteroid juga telah diuji dapat
menurunkan risiko respiratory distress syndrome,
perdarahan intraventrikkular, enterokolitis
nekrotikan dan mungkin dapat menurunkan angka
kematian neonatus (Departement of Health,
Government of Western Australia, 2015).
b. Penatalaksanaan ekspetatif
Merupakan penanganan dengan pendekatan tanpa melakukan intervensi.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia
gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin serta adanya tanda-
tanda persalinan :
⮚ Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
berupa penanganan konservatif, antara lain :
a. Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat di Rumah Sakit selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Sediaan terdiri atas betametason 12 mg sehari
23
dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa (-), beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
⮚ Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa
penanganan aktif, antara lain :
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan
seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan di akhiri :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
2.7 Tali Pusat dan Ekstremitas Menumbung
Tali Pusat Menumbung
A. Pengertian
Tali pusat menumbung disebut juga prolapsus funikuli adalah jika tali
pusat teraba keluar atau berada di samping dan melewati bagian terendah
janin di dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau
bahkan di luar vagina setelah ketuban pecah.
B. Etiologi
Salah satu penyebab utama tali pusat menumbung adalah pecah
membran yang terjadi terlalu dini atau prematur. Artinya kantung ketuban ibu
hamil tersebut pecah sebelum bersalin dan kepala bayi mulai masuk ke jalan
lahir. beberapa komplikasi persalinan juga dapat meningkatkan risiko prolaps
tali pusat, di antaranya: Posisi bayi sungsang menjelang persalinan.
Melahirkan dua atau lebih bayi, maka bayi kedua lebih berisiko mengalami
24
prolaps tali pusat. Persalinan premature. Hydramnion (terlalu banyak cairan
ketuban). Persalinan yang berlangsung lama.
C. Tanda Dan Gejala
Jika Denyut jantung rendah kurang dari 120 denyut per menit ini
merupakan gejala bahwa bayi berada dalam kesulitan pada prolaps tali pusat.
D. Penanganan
Jika ini terjadi, maka bayi harus segera dilahirkan, jika perlu dengan
cara caesar. Persalinan yang dilakukan dengan cepat ini menghindari potensi
risiko prolaps tali pusat, salah satunya bayi kurang mendapat aliran oksigen.
Ekstremitas Menumbung
A. Pengertian
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih
ekstremitas pada presentasi kepala ataupun bokong. Dalam pengertian
presentasi majemuk tidak termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu,
atau prolaps tali pusat. Apabila bagian terendah janin tidak menutupi dengan
sempurna pintu atas panggul, maka presentasi majemuk dapat terjadi.
B. Etiologi
Meliputi semua keadaan yang menghalangi pengisian dan penutupan
PAP sepenuhnya oleh bagian terendah janin. Faktor penyebab yang paling
umum adalah prematuritas, selain itu adalah bagian terendah yang tinggi
disertai dengan pecahnya ketuban, panggul sempit, dan gemeli. Faktor yang
meningkatkan kejadian presentasi majemuk adalah : Prematuritas,
multiparitas, panggul sempit, dan kehamilan ganda.
C. Tanda Dan Gejala
Kepala memasuki panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan.
Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala bokong memasuki panggul
bersamaan dengan tangan.
D. Penanganan
Penanganan presentasi majemuk dimulai dengan menetapkan adanya
prolaps tali pusat atau tidak, adanya prolaps tali pusat menimbulkan keadaan
emergensi bagi janin, dan penanganan dengan melakukan bedah sc ditujukan
untuk mengalami akibat prolaps talipusat tersebut daripada presentasi
25
majemuknya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin, ada
tidaknya prolaps tali pusat, pembukaan serviks, keadaan selaput ketuban,
kondisi dan ukuran janin, serta ada tidaknya kehamilan kembar. Bergantung
pada keadaan-keadaan tersebut persalinan dapat berlangsung vaginal ataupun
abdominal. Apabila tidak ada prolapsus tali pusat, maka dilakukan
pengamatan kemajuan persalinan dengan seksama. Pada kasus-kasus
presentasi majemuk dengan kemajuan persalinan yang baik, umumnya akan
terjadi reposisi spontan. Setelah pembukaan lengkap, dengan semakin
turunnya kepala, maka ekstremitas yang prolaps akantertinggal dan tidak
memasuki panggul. Selanjutnya pertolongan persalinan dilakukan
sebagaimana biasanya.
2.8 Tali Pusat Terkemuka
A. Pengertian
Tali pusat terkemuka adalah tali pusat yang teraba dibawah bagian terendah
janin sedangkan ketuban masih intak (utuh). Dengan tanda gejala berikut ini :
Denyut jantung fetus abnormal yang rekuren, tiba-tiba berat, dan terus menerus
selama beberapa menit, merupakan tanda awal prolaps tali pusat. Pemeriksaan
fisik yang harus dilakukan adalah pemeriksaan palpasi dalam vagina. Prolaps tali
pusat dapat ditegakkan dengan dijumpai massa yang terpalpasi lembut dan
pulsatil pada vagina. Pada pemeriksaan inspeksi spekulum akan terlihat tali pusat
keluar dari serviks.
26
penting untuk menentukan sikap terbaik yang akan diambil. Persalinan
pervaginam segera hanya mungkin bila pembukaan lengkap, bagian teren dah
janin telah masuk panggul, dan tidak ada CPD.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persalinan lama adalah persalinan (partus) lama yang ditandai dengan fase
laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa
kelahiran bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf
(Wiknjosastro, 2002).
Kala dua memanjang tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap
dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk
nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi.
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria
objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara
lahirnya kepala dengan seluruh tubuh.
Malposisi adalah kepala janin relatif terhadap pelvis degan oksiput sebagai
titik referensi, atau malposisi merupakanabnormal dari vertek kepala janin
(dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Dalam keadaan
malposisi dapat terjadi partus macet atau partus lama.
Persalinan preterm/prematur/prematurus adalah persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan bayi lahir antara 500 sampai
dengan 2499 gram (Moeloek, 2003).
Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah dini (KPD)
atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan
lahir/vagina sebelum proses persalinan.
Tali pusat menumbung disebut juga prolapsus funikuli adalah jika tali pusat
teraba keluar atau berada di samping dan melewati bagian terendah janin di dalam
jalan lahir, tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan di luar vagina
setelah ketuban pecah.
27
Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas pada
presentasi kepala ataupun bokong. Dalam pengertian presentasi majemuk tidak
termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu, atau prolaps tali pusat. Apabila
bagian terendah janin tidak menutupi dengan sempurna pintu atas panggul, maka
presentasi majemuk dapat terjadi.
Tali pusat terkemuka adalah tali pusat yang teraba dibawah bagian terendah
janin sedangkan ketuban masih intak (utuh).
3.2 Saran
Bagi pembaca semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa.
Namun, manusia tidaklah ada yang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan guna perbaikan makalah ini.
28
DAFTAR PUSTAKA
Djanah, Nur, Munica Rita Hermayanti dan Yuliasti Eka Purnamaningrum. 2018. Modul
Praktik Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Yogyakarta: Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
29
LEMBAR PERSETUJUAN
Dosen Pengampu
30