Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

Persalinan dengan Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Persalinan

Oleh
NABILAH VISTA
PO.71.24.4.21.025

PRODI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN PALEMBANG
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN

“Asuhan Kebidanan Holistik pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya (KPSW) ”

Disusun Oleh

Nabilah Vista
PO.71.24.4.21.025

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Rosyati Pastuty, S.SiT, M.Kes Rina Angraini, AM,Keb, SST


NIP : 197210141992032002 Badge : 06143

Palembang, Desember 2021

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Elita Vasra, SST, M.Keb


NIP : 197305191993012001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pendahuluan terkait
Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin. Penulisan Laporan Pendahuluan ini dilakukan
dalam rangka memenuhi tugas praktik Asuhan Kebidanan Holistik Persalinan pada Ibu
Bersalin Program Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Palembang. Laporan ini
terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Palembang,
2. Ketua Jurusan Kebidanan dan jajaran yang telah memfasilitasi dalam
pelaksanaan kegiatan praktik profesi
3. Pembimbing Akademik Ibu Rosyati Pastuty S.SiT, M.Kes dan ibu Rina,
A.Md.Keb, SST selaku pembimbing lahan praktik.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun laporan ini yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penulisan laporan pendahuluan
ini, sehingga masukan yang membangun kami harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.

Palembang, Desember 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................................iii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv

BAB I TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................7


A. Konsep Dasar Persalinan........................................................................................7
B. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)......................................................10

BAB II TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN..................................................................21


A. Data Subjektif.........................................................................................................21
B. Data Objektif..........................................................................................................22
C. Rencana Tindakan dan Penatalaksanaan............................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................v

iv
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Persalinan


1. Definsi Persalinan
Persalinan adalah serangkaian proses pengeluaran bayi yang dikandung
dengan usia kehamilan aterm atau usia kehamilan hampir cukup bulan,
dilanjutkan dengan lahirnya plasenta serta selaput janin dari jalan lahir atau
melalui jalan lain. Serangkaian persalinan itu bisa berlangsung dengan
bantuan atau intervensi ataupun dengan kekuatan ibu sendiri (Bagian
Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2011).
Sedangkan pengertian persalinan menurut Sarwono dalam Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal disebutkan bahwa
persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks sehingga
janin mengalami penurunan menuju jalan lahir. Persalinan merupakan
peristiwa fisiologis, dimana persalinan normal terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin,
serta waktunya kurang lebih 18 jam (Prawirohardjo, 2014).
Pengertian lain dari persalinan yaitu pengeluaran seluruh hasil konsepsi
(janin dan plasenta) yang dapat hidup dari lingkungan intrauterine ke
lingkungan ekstrauterine. Dapat disimpulkan persalinan merupakan
serangkaian peristiwa keluarnya bayi yang sudah cukup bulan atau dapat
hidup di luar kandungan, disusul dengan placenta dan selaput janin dari
tubuh ibu.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan jika persalinan adalah proses
fisiologis dari pengeluaran janin, plasenta, dan ketuban melalui jalan lahir
atau jalan lainnya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi jalannya persalinan. Lima


faktor esensial yang sangat berpengaruh terhadap proses persalinan dan kelahiran.
dikenal dengan istilah 5P yaitu (power, passage, passenger, position, dan
psychologic respons). Persalinan dapat berjalan dengan normal apabila semua
faktor tersebut dapat berkoordinasi dengan baik. Selain itu faktor-faktor ini juga
berfungsi sebagai acuan untuk melakukan intervensi atau Tindakan tertentu dalam
persalinan (Bobak et al., 2012)
a. Power

Menurut Suhartika dalam Teori dan Asuhan Kebidanan, Power


merupakan kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang membantu
janin untuk lahir adalah kontraksi uterus atau yang dikenal dengan his,
kontraksi diagfragma, kontraksi otot-otot perut, dan aksi dari ligament.
Terdapat banyak hal yang dapat mempengaruhi power pada saat persalinan
diantaranya adalah kontraksi yang adekuat, riwayat atau kejadian infeksi
antepartum, dan distensi berlebihan dari serviks (Dutton, Densmore and
Turner, 2012)
Dalam Buku Obstetri Fisiologi FK UNPAD (2011) dijelaskan bahwa
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, kontraksi otot-otot dinding
perut menjadi tenaga yang mendorong bayi keluar. Kontraksi ini
mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal sehingga ibu memiliki
tenaga mengejan. Tenaga ini sama seperti tenaga yang dikeluarkan saat buang
air besar tetapi lebih kuat. Ketika kepala janin sampai ke pintu bawah panggul
akan timbul refleks untuk menutup glottis, mengkontraksikan otot perutnya
dan menekan diafragmanya ke bawah.
His atau kontraksi uterus merupakan kekuatan utama dalam persalinan.
Sedangkan tenaga mengejan ibu merupakan kekuatan sekunder yang
membantu untuk mendorong bayi keluar. Tenaga mengejan hanya dapat
berhasil, jika pembukaan sudah lengkap dan paling efektif dilakukan saat his
terjadi.
b. Passage

Jalan lahir atau passage merupakan kondisi panggul ibu. Terdapat dua
bagian yaitu bagian keras dan bagian lunak. Bagian keras adalah tulang-tulang
panggul ibu, sedangkan bagian lunak terdiri dari otot, jaringan dan ligament.
Bagian lunak yang berperan dalam persalinan diantaranya segmen bawah
rahim, otot dasar panggul, vagina dan perinium. Selain itu otot-otot, jaringan
ikat dan ligament alat urogenital juga mempengaruhi persalinan (Fitriana and
Nurwiandani, 2018). Kemudian menurut Dutton, et al (2012) faktor jalan lahir
dapat mempengaruhi jalannya persalinan misalnya bagaimana panggul ibu,
riwayat cedera atau bedah panggul, kandung kemih penuh, prolaps kandung
kemih, dan rektokel.
c. Passenger

Aspek passanger terdiri dari janin, plasenta, dan air ketuban. Pada janin,
faktor yang mempengaruhi diantaranya berat badan janin, posisi janin didalam
perut ibu, presentasi dan bagian terbawah janin, sikap dan letak janin seperti
rasio kepala terhadap bahu, serta kondisi tali pusat. Selain itu, plasenta dan air
ketuban termasuk ke dalam bagian passenger. Letak perlekatan dan berat
plasenta, serta kondisi air ketuban juga dapat mempengaruhi proses
persalinan.
d. Position

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan.


Dalam persalinan memilih posisi yang tepat mempunyai dampak terhadap
kenyamanan ibu dan berpengaruh terhadap durasi persalinan. Posisi yang
efektif bisa mempercepat persalinan dan mengurangi ketidaknyamanan ibu
dengan mengurangi tekanan-tekanan pada jalan lahir. Mengubah posisi dapat
mengurangi nyeri, memberi rasa nyaman, serta memperbaiki sirkulasi
(Fauziah, 2015).

e. Psychologic Response

Respon psikologi ibu merupakan bagian yang krusial saat persalinan. Saat
persalinan biasanya ibu merasa cemas atau menurunnya kemampuan ibu
karena ketakutan untuk mengatasi nyeri persalinan. Respon fisik terhadap
kecemasan dan ketakutan ibu yaitu dikeluarkannya hormon katekolamin.
Hormon tersebut menghambat kontraksi uterus dan aliran darah plasenta
(Manurung, 2011).
Terdapat banyak factor yang mempengaruhi psikologis ibu menurut
(Rohani, Sasmita and Marisa, 2011) diantaranya adalah emosi dan persiapan
intelektual, pengalaman melahirkan sebelumnya, kebiasaan adat, dan
dukungan dari orang terdekat. Sejalan dengan itu, kondisi psikis ibu bersalin
dipengaruhi oleh adanya support system berupa dorongan positif, persiapan
persalinan, pengalaman lalu, dan strategi adaptasi atau coping (Sukarni and
Wahyu. P, 2015)

3. Penyebab terjadinya Persalinan


Sebab mulainya persalinan meliputi :
a. Penurunan hormon progesteron
Pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun menjadikan otot rahim
sensitif sehingga menimbulkan his
b. Keregangan otot-otot
Otot rahim akan meregang dengan majunya kehamilan, oleh karena isinya
bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya atau mulai
persalinan
c. Peningkatan hormon oksitosin
Pada akhir kehamilan hormon oksitosin bertambah sehingga dapat
menmbulkan kontaksi uterus (his) .

d. Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal pada janin memegang peranan dalam
proses persalinan, oleh karena itu pada ananchepalus kehamilan lebih lama
dari biasanya.
e. Teori Prostaglandin
Protaglandin yang dihasilkan dari desidua meningkat saat umur
kehamilan 15 minggu. Hasil percobaan menunjukan bahwa prostaglandin
menimbulkan kotraksi miometrium pada setiap umur kehamilan, plasenta
menjadi tua. Dengan tuanya kehamilan plasentapun menjadi tua, vili corilais
mengalami perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun.

4. Tanda Persalinan
a. Terjadinya His Permulaan
His persalinan memiliki sifat :
1) Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan
2) Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya makin
besar
3) Kontraksi uterus menyebabkan perubahan uterus
4) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin bertambah.
b. Bloody Show
Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat dikanalis servikalis lepas,
kapiler pembuluhan darah pecah, yang menjadikan perdarahan sedikit.
c. Terjadinya Pengeluaran Cairan
Terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek. Sabagian
besar KPD menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang pecah pada
pembukaan kecil (Asrinah, 2014).

5. Tahapan Persalinan Normal

Tahapan persalinan normal terbagi atas 4 fase atau yang dikenal dengan istilah
kala dalam persalinan. Berdasarkan Buku Obstetri Fisiologi FK UNPAD (2011),
empat fase dalam persalinan normal adalah sebagai berikut:
a. Kala I

Persalinan kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus (his) dan


pembukaan serviks sampai pembukaan sempurna. Fase ini merupakan tahapan
terpanjang dalam persalinan. Kala I persalinan dibagi menjadi dua tahapan
yaitu fase laten (awal kontraksi hingga pembukaan 3) dan fase aktif
(pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap).
Pada fase ini, datangnya his sekitar 10-15 menit. Semakin lama, intensitas
kontraksi bertambah kuat, frekuensinya lebih sering sehingga interval menjadi
lebih singkat dan durasinya lebih lama. Hal ini biasanya diiringi dengan
pengeluaran lendir bercampur darah yang lebih banyak dari sebelumnya.
Durasi normal kala 1 pada primigravida adalah 12 jam sedangkan untuk
multigravida adalah 8 jam.
b. Kala II
Persalinan kala II dimulai sejak pembukaan lengkap hingga lahirnya bayi.
Pada fase ini, his menjadi lebih kuat dengan durasi kontraksi sekitar 50-100
detik dan intervalnya 2-3 menit sekali. Umumnya dalam kala ini disertai
dengan pecahnya ketuban pada saat pembukaan lengkap maupun belum
lengkap. Pada fase ini ibu dianjurkan mengejan saat pembukaan sudah
lengkap dan ketika ada keinginan untuk mengejan.
Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala janin sudah berada di Pintu
Bawah Panggul (PBP), didapat tanda dan gejala kala II yaitu perineum
menonjol, vulva dan sphincter ani membuka. Penurunan janin menyebabkan
kepala janin membuka pintu panggul hingga kepala keluar pintu. Kepala janin
akan secara otomatis ekstensi dan diakhiri dengan ekspulsi, yaitu lahirnya
bahu belakang, depan dan disusul oleh seluruh badan bayi dengan posisi fleksi
lateral. Pada primigravida durasi kala II sekitar 90 menit, sedangkan pada
multigravida durasinya hanya sekitar 30 menit (Fitriana and Nurwiandani,
2018).
c. Kala III

Kala III atau yang dikenal dengan kala uri dimulai dari lahirnya bayi
hingga lahirnya plasenta. Pada fase ini dilakukan manajemen aktif kala III.
Setelah bayi lahir, terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta seperti uterus
membulat, terjadinya semburan darah, tali pusat memanjang, dan naiknya
fundus uteri, yang disebabkan oleh jatuhnya plasenta di Segmen Bawah
Rahim (SBR) yang disertai dengan kontraksi uterus. Pelepasan dan
pengeluaran plasenta serta membran, terjadi karena factor mekanis dan
hemostatis yang saling berhubungan. Lamanya kala uri yaitu hingga plasenta
lahir lengkap adalah 15-30 menit pada primigravida maupun multigravida
(Fitriana and Nurwiandani, 2018).
d. Kala IV

Satu hingga dua jam setelah pengeluaran plasenta dalam persalinan


disebut dengan kala IV. Fase ini merupakan fase evaluasi pada ibu karena
biasanya perdarahan pasca persalinan terjadi pada 4 jam pertama setelah
kelahiran bayi. Apabila tanda-tanda vital, kontraksi uterus, dan perdarahan
dalam batas normal, kemungkinan tidak terjadi perdarahan pasca persalinan.
Pemantauan kala IV meliputi observasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus,
kandung kemih dan perdarahan. Hal ini dilakukan setiap 15 menit pada satu
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan pada serviks, vagina, dan perinium untuk mengetahui apakah
terdapat laserasi dan perlu tidaknya dilakukan hecting.

6. Standar Asuhan Sayang Ibu dalam Persalinan

Saat ini, fokus utama dalam asuhan persalinan normal sudah mengalami
pergeseran paradigma. Awalnya fokus utama dalam asuhan persalinan adalah
menangani komplikasi, namun kini telah berubah menjadi mencegah komplikasi
baik pada ibu maupun bayi. Pencegahan komplikasi persalinan dapat dilakukan
dengan menerapkan pendekatan. Salah satunya dengan asuhan sayang ibu.
Asuhan sayang ibu merupakan salah satu aspek dari 5 benang merah dalam
persalinan. Asuhan ini adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan, dan keinginan ibu. Dengan menggunakan prinsip ini sangat membantu
ibu agar merasa aman dan nyaman dalam melalui proses persalinan. Pada persalinan
dengan prinsip ini, pada kala I ibu diberikan makan dan minum dalam rangka
memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu bersalin yang tetap mengacu pada
filosofi kebidanan.
Menurut (WHO, UNFPA and UNICEF, 2015) dalam Buku Pedoman Praktik
Esensial Manajemen Terintegrasi dalam Asuhan Kehamilan, Persalinan, Pasca
Persalinan, dan Bayi Baru Lahir Edisi ke-3 dijelaskan mengenai rekomendasi
terbaru perihal pedoman kesehatan maternal dan perinatal. Panduan baru yang telah
direvisi memberikan bukti terbaru berlandaskan norma dan standar yang dapat
diterapkan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer. Panduan ini
bertujuan untuk memberikan asuhan yang berkualitas dan terintegrasi selama
kehamilan, persalinan dan nifas baik bagi ibu maupun bagi bayi. Dalam buku ini
WHO, UNFPA (United Nations Population Fund), UNICEF (United Nations
Children’s Fund), dan Bank Dunia bersama-sama berfokus dalam upaya
menurunkan angka mortalitas serta mordibitas maternal dan perinatal dengan
prinsip asuhan sayang ibu. Prinsip dan peraturan pada setiap organisasi diatur oleh
keputusan relevan dari pihak organisasi dan setiap organisasi mengimplementasikan
intervensi yang disebutkan di buku ini berdasarkan prinsip dan peraturan antara
bidang yang difokuskan. Adapun standar asuhan pada persalinan berdasarkan
pedoman dari buku ini adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi
1) Menjelaskan semua prosedur, meminta izin dan inform consent serta
mendiskusikan hasil temuan pada ibu.
2) Memberi informasikan mengenai progres persalinan kepada ibu.
3) Memberikan pujian dan dukungan selama proses persalinan kepada
ibu.
4) Melindungi privasi ibu selama melakukan tindakan, pemeriksaan dan
diskusi
5) Apabila ibu diketahui adalah ODHA, cari tahu apa yang ibu inginkan
dari pendamping persalinannya dan hargai keinginannya.
b. Hygine
1) Menganjurkan ibu untuk mandi atau melakukan personal hygine
termasuk pada daerah genital ibu selama proses persalinan
berlangsung.
2) Melakukan vulva hygine setiap sebelum pemeriksaan dalam
3) Mencuci tangan menggunakan sabun setiap sebelum dan sesudah
melakukan pemeriksaan dalam.
4) Menggunakan sarung tangan steril ketika melakukan pemeriksaan
dalam
5) Memastikan kebersihan tempat persalinan dan lingkungannya, serta
membersihkan tempat persalinan jika terdapat kotoran
6) Tidak melakukan praktik pemasangan huknah (enema)
c. Nutrisi
1) Menganjurkan ibu untuk makan dan minum sesuai keinginannya
selama persalinan berlangsung.
2) Meminum cairan yang bernutrisi sangat penting, bahkan di masamasa
akhir persalinan.
3) Jika ibu terlihat letih dan lelah selama persalinan, pastikan ibu makan
dan minum

d. Eliminasi

Menganjurkan ibu untuk berkemih agar kandung kemih tetap kosong


secara berkala dengan mengingatkan ibu untuk buang air kecil setiap 2 jam
e. Mobilitas
1) Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan selama persalinan kala I
2) Mendukung pilihan ibu mengenai posisi persalinan yang diinginkan
(miring kiri, jongkong, merangkak, berdiri yang dibantu oleh
pendamping persalinan) setiap kala dalam persalinan.
3) Membebaskan ibu untuk menggunakan alat bantu dalam persalinan
seperti gymball atau peanutball selama tidak menjadi kontraindikasi
dalam kasusnya.
f. Teknik Rileksasi
1) Mengajarkan ibu untuk mengatur pernapasan dengan teknik bernapas
yang benar dengan teknis pernafasan perlahan dan tetap rileks di setiap
pengambilan napas.
2) Mengajarkan ibu untuk mengetahui pola pernapasannya yang normal
3) Mengajarkan ibu teknik bernafas dengan mulut terbuka dan
mengambil napas pendek dan keluarkan secara perlahan Jika ibu
merasa pusing, merasa tidak nyaman atau muka, tangan dan kaki ibu
terasa kebas,
4) Menganjurkan ibu untuk bernapas dengan sangat perlahan untuk
mencegah ibu mengejan terlalu dini pada kala I persalinan.
5) Memberitahu ibu untuk tidak mengejan saat melahirkan kepala, tetapi
ibu harus bernapas secara teratur.
g. Manajemen Pengurangan Nyeri
1) Menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi dengan merubah posisi
senyamannya.
2) Mengajarkan suami atau keluarga untuk memijat punggung ibu jika
ibu merasa itu bisa mengurangi nyeri dan membuat ibu nyaman
3) Memberitahu suami atau keluarga untuk menggenggam tangan ibu dan
mengusap wajah ibu diantara kontraksi
4) Menganjurkan ibu untuk menerapkan teknis napas dalam
5) Menganjurkan ibu untuk berendam di air hangat jika terdapat fasilitas
tersebut.
h. Pendamping Persalinan
1) Menganjurkan ibu untuk memilih pendamping persalinan untuk
memberikan dukungan kepada ibu selama proses persalinan.
2) Menjelaskan kepada pendamping persalinan apa yang harus ia lakukan
selama persalinan (selalu berada disamping ibu, memberikan
dukungan, membantu ibu untuk bernapas dan relaks, menggosok
punggung ibu, mengusap dahi ibu dengan kain basah dan tindakan
lainnya)
3) Memberikan dukungan dengan praktik tradisional yang dipercayai
tanpa mengganggu proses persalinan.
4) Memberitahu pendamping persalinan untuk tidak melakukan hal- hal
seperti menganjurkan ibu untuk mengejan, memberikan nasihat lain
yang tidak diberikan oleh petugas kesehatan dan segera panggil
petugas kesehatan jika terdapat hal yang membahayakan ibu dan bayi.

B. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)


1. Definisi Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. (Prawirohardjo, 2016). KPSW adalah keadaan
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dan setelah satu jam ditunggu belum
ada tanda-tanda inpartu (Kennedy et al., 2019). KPSW merupakan pecahnya
ketuban sebelum waktu melahirkan yang dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Rukiyah, 2010). Ketuban dinyatakan
pecah sebelum waktunya bila terjadi pada saat sebelum persalinan berlangsung
(Saifuddin et al., 2014). KPD aterm dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37
minggu. Jika terjadi sebelum usia gestasi 37 minggu disebut KPD preterm atau
preterm premature rupture membranes (PPROM) (POGI, 2016)

2. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPSW, namun penyebab pasti KPSW
belum diketahui dan tidak dapat di tentukan secara pasti (Tahir, 2021). Beberapa
laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPSW, namun
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Menjelang usia kehamilan cukup
bulan, terjadi kelemahan pada selaput janin yang memicu robekan. Selain itu hal-
hal yang bersifat patologis seperti perdarahan dan infeksi juga dapat menyebabkan
terjadinya KPSW (Rukiyah, 2010). Penyebab terjadinya KPSW diantaranya
karena trauma pada perut ibu, kelainan letak janin dalam rahim, atau pada
kehamilan grande multipara (Manuaba, 2014). KPSW disebabkan oleh
berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine ataupun oleh kedua
faktor tersebut (Saifuddin et al., 2014).
Pada kehamilan aterm, kelemahan dari membran janin merupakan salah satu
penyebab terjadinya pecahnya selaput ketuban. Prosedur pemerikaan invasif yang
dilakukan selama persalinan (amniosintesis, chorionic villus sampling, fetoskopi,
dan sirklase) dapat merusak membran ketuban, dan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban, namun hal ini sangat jarang dilakukan. Adapun hasil penelitian
yang dilakukan (Rahayu & Sari, 2017) mengenai penyebab kejadian ketuban
pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPSW mayoritas pada ibu multipara,
usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan
letak janin preskep.

3. Faktor Risiko
Dikutip dari (Wang et all, 2016) Faktor risiko KPSW dapat terjadi dari faktor
maternal maupun faktor janin.
a. Faktor Maternal
1) Riwayat pecah ketuban sebelumnya (angka rekurensi 20-30%,
dibandingkan dengan 4% pada wanita tanpa komplikasi persalinan
sebelumnya)
2) Perdarahan pervaginam.
3) Terapi steroid jangka panjang
4) Trauma abdomen langsung
5) Persalinan preterm
6) Merokok dan penggunaan kokain
7) Sosial ekonomi rendah
8) Faktor uteroplasenter
9) Anomali uterus, serviks insufisiensi/ serviks inkompeten
10) Solusio plasenta (mungkin terjadi pada 10-15% dari persalinan
preterm)
11) Polihidramnion
12) Infeksi intra amnion (korioamnionitis)
13) Pemeriksaan vagina berulang
14) Senggama
b. Faktor Janin
Kehamilan multipel (ketuban pecah dini terjadi pada 7-10% dari
persalinan multipel). Peregangan secara mekanis seperti polihidramnion,
kehamilan ganda dan berat badan bayi besar akan menyebabkan regangan
pada selaput ketuban. Distensi uterus yang berlebihan juga 11 mengakibatkan
meningkatnya tekanan intrauterine sehingga mengakibatkan melemahnya
selaput membrane ketuban.

4. Patofisiologi
Penyebab KPD adalah multifaktorial. Adapun penyebab yang memudahkan
pecahnya selaput ketuban adalah :
a. Korioamnionitis, menyebabkan selaput ketuban menjadi rapuh.
b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan kembar, hidramnion.
c. Inkompetensia serviks yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka.
d. Kelainan letak sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup
PAP yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Paritas, yakni ukuran terhadap jumlah melahirkan dari seorang ibu, tanpa
membedakan lahir hidup atau lahir mati.
f. Umur kehamilan, yaitu saat dimana umur kehamilan ibu rentan terjadinya
KPD yakni kurang dari 34 minggu.
g. Grandemultipara, jumlah melahirkan dari seorang ibu yang lebih dari
empat kali.
h. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk PAP dan CPD.
i. Trauma yang menyebabkan tekanan intrauterin (intraamniotik) mendadak
meningkat misalnya karena koitus pada masa kehamilan.
Selanjutnya, data dari penelitian in vitro yang telah dilakukan didapatkan
bukti yang menyatakan bahwa infeksi bakteri akan menyebabkan terjadinya
KPSW dan persalinan preterm. Invasi bakteri pada rongga koriodesidua akan
melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin
untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk tumor necrosis factor, interleukin-
1, interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating
factor. Sitokin, endotoksin, dan eksotoksin merangsang sintesis dan pelepasan
prostaglandin, mengaktifkan neutrophil kemotaksis, infiltrasi, dan aktivasi, yang
memuncak dalam sintesis dan pelepasan matrix metalloproteinases (MMPs) dan
zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan MMPs
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. MMPs juga
meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya (Hackenhaar et all,
2014)
Prostaglandin dehidrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi
prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai
miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas
dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk
mencapai miometrium. Pada janin dengan infeksi, peningkatan aktivasi pada
hipotalamus fetus dan produksi corticotropin-releasing hormone (CRH)
menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali
meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol akan
menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Ketika fetus terinfeksi,
produksi sitokin fetus meningkat dan waktu persalinan berkurang. Kontribusi
relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respons peradangan secara
keseluruhan belum diketahui (Chong et all, 2010).
Infeksi intrauterin dapat terjadi kronik dan biasanya asimptomatik hingga
persalinan dimulai atau pecah ketuban. Bahkan selama persalinan, sebagian besar
wanita dengan korioamnionitis yang dibuktikan dengan temuan histologis dan
kultur tidak menunjukkan gejala klinis (demam, leukositosis, uterine tenderness,
takikardia ibu, dan takikardia janin) selain terjadinya ketuban pecah dini (Kunze et
all, 2016).

5. Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina,
aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai
kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah
terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk
sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sunarti, 2017)
6. Mekanisme KPSW
Mekanisme yang terjadi yaitu selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu mengalami perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
mengalami kelemahan. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah
(Irsam et al., 2017). Selaput ketuban sangat kuat pada awal trimester kehamilan.
Akan tetapi di trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah karena melemahnya
kekuatan selaput ketuban yang berhubungan dengan pembesaran uterus, kontraksi
rahim serta gerakan janin. Pada trimester akhir ini terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Jika ketuban pecah pada kehamilan aterm adalah hal fisiologis.
Namun, jika terjadi pada kehamilan premature dapat disebabkan oleh faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. (Prawirohardjo, 2016).
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam mekanisme ketuban pecah dini
menurut Negara, dkk (2017), diantaranya adalah :
a. Peran infeksi pada KPSW
Infeksi merupakan penyebab tersering pada persalinan preterm dan
KPSW. Bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion memicu
terjadinya inflamasi dan mengakibatkan persalinan preterm dan ketuban pecah
dini. Membran amniochorionic merupakan tempat diproduksinya
inflammatory cytokine sebagai respon terhadap infeksi, oleh karena itu
infeksi, inflamasi berhubungan dengan infeksi. Terdapat berbagai bakteri yang
dihubungkan dengan persalinan preterm dan KPSW diantaranya Chlamydia,
Mycoplasma homnis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan
Hempohilus vaginalis. Mikroorganisme dapat menyebar secara ascending dari
vagina dan serviks, penyebaran secara hematogen melalui plasenta, serta
paparan secara tidak sengaja saat dilakukan operasi/tindakan. Pada vagina
terdapat berbagai macam mikroorganisme berupa pathogen maupun flora
normal. Mikroorganisme pathogen pada vagina dapat menyebabkan infeksi
maupun masalah medis lainnya.
b. Peran nutrisi pada KPSW
Faktor nutrisi seperti kekurangan gizi merupakan salah satu faktor
predisposisi untuk terjadinya gangguan struktur kolagen yang meningkatkan
resiko pecahnya selaput ketuban. Vitamin C meupakan kofaktor pembentukan
kolagen. Defisiensi vitamin C menyebabkan struktur kolagen tidak sempurna.
Selaput ketuban mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin
C di dalam darah ibu. Kurangnya asupan vitamin C selama kehamilan
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini. Pemberin
vitamin C 100 mg per hari setelah umur kehamilan 20 minggu efektif
menurunkan insiden terjadinya KPSW.
c. Peran hormone relaksin pada KPSW
Relaksin adalah hormone peptide kolagenolitik yang diproduksi oleh
korpus luteum dan plasenta selama kehamilan sebagai respon terhadap
rangsangan oleh human gonadotropin (hCG). Kenaikan kadar hormon relaksin
di dalam plasenta beresiko mengalami persalinan premature atau PPROM.
d. Peran mekanik dalam KPSW
Peregangan secara mekanis seperti polihidramnion, kehamilan ganda dan
berat badan bayi besar akan menyebabkan regangan pada selaput ketuban.
Distensi uterus yang berlebihan juga 11 mengakibatkan meningkatnya tekanan
intrauterine sehingga mengakibatkan melemahnya selaput membrane ketuban.
e. Peran ROS pada KPSW
Reactive oxygen species (ROS) merupakan molekul tidak stabil yang
diproduksi dalam tubuh, yang sedang dipertimbangkan bertanggung jawab
atas kerusakan kantung chorioamniotic yang akhirnya akan menyebabkan
rupture. Normalnya terdapat keseimbangan antara produksi dan eleminasi
ROS. Ibu perokok, infeksi, perdarahan antepartum diketahui bisa
memproduksi ROS yang akan menyebabkan kolagenolisis dari membran
janin.

f. Peran apoptosis pada KPSW


Pecahnya selaput ketuban tidak hanya berkaitan dengan faktor mekanis
dan kimia. Namun adanya proses kematian sel terprogram (apoptosis) dari sel-
sel yang terdapat pada selaput ketuban juga berperan serta didalamnya.
Selaput ketuban dari ibu hamil dengan ketuban pecah dini menunjukan indeks
apoptosis yang tinggi. Proses apoptosis berpotensi melemahkan selaput
ketuban dengan mengeliminasi sel fibroblas yang berfungsi menyusun
kolagen baru dan secara secara simultan mengkativasi enzim yang mengurai
kolagen yang ada.
Faktor predisposisi KPSW terjadi karena multifaktorial dan berbagai
mekanisme. Faktor epidemiologi dan faktor klinis dipertimbangkan sebagai
pencetus dari ketuban pecah dini. Faktor reproduksi wanita (Bakterial
vaginosis, Trikomoniasis, Gonorhea, Chlamydia, dan Korioamnionitis
subklinis). Faktor perilaku (merokok, penggunaan narkoba, status nutrisi, dan
koitus). Komplikasi obstetric (polihidramnion, kehamilan multiple,
insufisiensi servik, trauma antenatal dan perdarahan dalam kehamilan)
(Rosyad, 2019).

7. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya
yaitu infeksi, dan persalinan preterm. Selaput ketuban yang utuh merupakan
barrier atau penghalang terhadap masuknya kuman penyebab infeksi. Dengan
tidak adanya selaput ketuban seperti pada kasus KPSW, flora vagina yang normal
dapat menjadi patogen dan akan membahayakan baik ibu maupun pada janinnya.
Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang cepat seperti induksi persalinan
untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan
risiko terjadinya infeksi (Kunze et all, 2016).
Masalah yang sering timbul pada bayi kurang bulan adalah sindroma gawat
nafas yang disebabkan belum matangnya paru. KPSW sering kali menimbulkan
konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun
bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang
cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus
buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPSW.
Adapun pengaruh pecahnya ketuban dini terhadap ibu dan janin menurut
(Sunarti, 2017) yaitu
a. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan ketuban pecah dini pada ibu yaitu
infeksi intrapartal atau infeksi dalam persalinan, infeksi puerperalis atau yaitu
terjadinya infeksi pada masa nifas, partus lama, perdarahan post partum,
meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan
mortalitas maternal.
b. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas
(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan
neonatal), retinopati prematur, perdarahan intraventrikular, enterecolitis
necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,
anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia
sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah,
ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres
pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan
mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016)

8. Penatalaksanaan
Penanganan Ketuban Pecah Dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada kehamilan ibu dan janin, serta adanya tanda-tanda persalinan
(Prawirohardjo, 2016)
a. KPSW pada kehamilan aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan “admission test” bila ada kecendrungan
dilakukan terminasi kehamilan
3) Observasi temperature setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan
terminasi
4) Bila temperature tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetric
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS):
a) Bila PS ≥ 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
b) Bila PS > 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol µ gr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali
pemberian.
b. KPSW pada kehamilan preterm
Penanganan dirawat di Rumah Sakit
1) Diberikan antibiotika : Ampicilin 4x500 mg selama 7 hari
2) Untuk merangsang maturase paru diberikan kortikosteroid ( untuk
UK < 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
3) Observasi di kamar bersalin
a) Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
Obstetrik
b) Dilakukan observasi temperature tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C,
segera dilakukan terminasi
4) Di ruang obstetri :
a) Temperatur diperiksa tiap 6 jam
b) Dilakukan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju
endap darah (LED) setiap 3 hari
5) Tata cara perawatan konservatif :
a) Dilakukan sampai janin viable
b) Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam. Dalam observasi 1 minggu, dilakukan
pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban, bila air
ketuban cukup, kehamilan diteruskan, dan bila air ketuban
kurang (oligohidramnion) dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
c) Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke 7
dengan saran tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan
manipulasi vagina, dan segera kembali ke Rumah Sakit bila
ada keluar air ketuban lagi.
d) Bila masih keluar air, perawatan konservatif
dipertimbangkan dengan melihat pemeriksaan laboratorium.
Bila terdapat leukositosis dan peningkatan LED, lakukan
terminasi
c. Terminasi Kehamilan
1) Induksi persalinan dengan drip oksitosin
2) SC bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan Misoprostol 50 gr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali
pemberian.

BAB II
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A. Data Subjektif
1. Biodata Istri dan Suami
Nama Nama perlu ditanyakan agar tidak keliru bila ada
kesamaan nama dengan klien lain
Umur Untuk mengetahui klasifikasi usia istri/suami Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan istri/suami
Untuk mengetahui aktivitas sehari hari dan juga sosial
Pekerjaan ekonomi istri/suami
Untuk mengetahui karakteristik geografis istri/suami
Alamat berasal

2. Keluhan Utama
Apa yang dirasakan ibu pada saat ini, baik keluhan fisik, psikis maupun
sosial.
3. Status Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan dan perkawinan ke berapa klien.
4. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui riwayat haid pertama haid terakhir, siklus, lama, serta
jumlah haid ibu.
5. Riwayat Kehamilan ini
Untuk mengetahui riwayat kehamilan ibu saat ini.
6. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang telah
dilalui klien.

7. Riwayat Kesehatan
Untuk mengetahui penyakit sistematik, ginekologis, keturunan yang
pernah atau sedang diderita ibu.
8. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi

Untuk mengetahui nutrisi yang dikonsumsi ibu menjelang persalinan.


b. Eliminasi

BAK hendaknya 3-4x/hari berwarna kuning jernih tidak terdapat


endapan ataupun busa.BAB 1x/hari konsistensi lembek dan berwarna
khas.
c. Istirahat/tidur

Minimal tidur malam selama 6 jam hal ini bermanfaat untuk


menjaga kesehatan dan metabolisme.
d. Personal hygiene

Untuk mengetahui pola kebersihan yang dilakukan ibu terhadap


tubuhnya terutama organ reproduksinya.
9. Keadaan Psikososial
Untuk mengetahui tanggapan ibu dan keluarga terhadap persalinan,
persiapan persalinan yang dilakukan, serta pendamping persalinan nanti.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum :
Perlu dikaji untuk melihat tampilan umum ibu
b. Kesadaran :
Perlu dikaji untuk melihat keadaan umum umum ibu
c. Berat Badan :
Untuk mengetahui berat badan pada ibu agar dapat mengetahui
kenaikan BB ibu dari kunjungan sebelumnya
d. Tinggi Badan:
Untuk mengetahui tinggi badan pada ibu agar dapat menghitung IMT
e. LILA :
Untuk mengetahui lingkar lengan atas ibu
f. Pemeriksaan Vital Sign
1) Tensi normal : 90 / 50 mmHg – 120 / 80 mmHg
2) Nadi normal : 80 – 100x / menit
3) Suhu normal : 36,5°C – 37,5° C
4) Nafas normal : 18 – 25x / menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Untuk mengetahui kebersihan kulit kepala dan keadaan rambut
(kerontokkan, warna rambut, tebal rambut)
b. Muka
Untuk melihat keadaan muka (pucat, oedema)
c. Mata
Untuk melihat keadaan sklera ikterik atau tidak dan keadaan
konjungtiva apakah anemis atau tidak
d. Telinga
Untuk mengetahui fungsi pendengaran dan melihat apakah ada
serumen dan sekret yang abnormal
e. Hidung
Untuk mengetahui apakah terdapat polip dan secret yang abnormal
f. Mulut dan Gigi
Untuk melihat kebersihan mulut dan gigi, apakah terdapat stomatitis,
keadaan gusi, lidah, dan gigi
g. Leher
Untuk mengetahui apakah terdapat pembengkakan kelenjar tiroid dan
limfe serta pelebaran vena jugularis
h. Dada
Untuk melihat keadaan payudara, hiperpigmentasi pada areola, dan
melihat apakah kolostrum sudah keluar atau belum
i. Abdomen
1) Inspeksi
Untuk mengetahui pembesaran perut, melihat apakah ada bekas
luka operasi dan striae
2) Palpasi
Melakukan leopold I-IV dan mengukur TFU
3) Auskultasi
Mendengar DJJ dan letaknya
4) HIS
Menghitung frekuensi, lamanya dan jarak setiap kontraksi
j. Genetalia
Melihat pengeluaran vagina (lender darah, air-air), melihat apakah
terdapat bekas jahitan yang lalu dan haemoroid
k. Ekstremitas
1) Atas : Mengetahui adakah eodema ataupun cacat
2) Bawah : Mengetahui adakah varises, oedema ataupun cacat
3. Pemeriksaan Dalam
Untuk menilai majunya persalinan dengan melakukan pemeriksaan pada
vulva, portio, pembukaan, ketuban, presentasi, penurunan kepala, molase,
kesan panggul, dan pengeluaran vagina
4. Pemerksaan Penunjang
1) Uji Nitrazin
Untuk memastikan bahwa cairan yang keluar adalah cairan
amnion dengan menggunakan kertas lakmus
2) USG
Untuk memeriksa oligohidramnion, usia kehamilan, dan kondisi
fetus.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mengetahui hasil tes laboratorium yang telah dijalani ibu
(darah rutin, kimia darah dan urine).
4) CTG
Untuk memantau aktivitas dan denyut jantung janin, serta
kontraksi rahim saat bayi berada di dalam kandungan.
5) Swab Antigen
Untuk melakukan skrining covid-19 sebelum ibu dirawat di rumah
sakit

C. Rencana Tindakan dan Penatalaksanaan

1. Menegakkan diagnosa
Menyimpulkan hasil pengkajian yang telah dilakukan untuk menegakkan
diagnosa utama
2. Mengantisipasi Masalah Potensial
Masalah yang dapat timbul dari diagnosa dan sebagai bidan harus
mempertimbangkan upaya pencegahan
3. Menentukan Kebutuhan Segera
Kebutuhan yang segera diberikan adalah melakukan penatalaksanaan
sesuai data subjektif dan objektif yang telah dikaji.
4. Menyusun Rencana Tindakan
a. Memberitahukan hasil pemeriksaan.
b. Memantau kemajuan proses persalinan dari kala I-IV.
c. Berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan apabila terjadi
masalah di luar wewengan bidan

5. Melakukan penatalaksanaan
Perencanaan yang sudah disusun dilaksanakan sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan Bidan.
6. Evaluasi
Langkah ini sebagai evaluasi asuhan yang sudah diberikan kepada ibu
bersalin dan tindak lanjut yang diambil Bidan.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (2011) Obstetri
Fisiologi. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Bobak, I. M. et al. (2012) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. 4th edn. Jakarta: EGC.
Chong JK, Romero R, Juan PK, Wonsuk Y, Zhong D. The frequency, clinical significance,
and pathological features of chronic chorioamnionitis: a lesion associated with
spontaneous preterm birth. Department of Pathology Johns Hopkins Hospital: USA.
2010:23:1000-1011.
Dutton, L. A., Densmore, J. . and Turner, M. . (2012) Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta:
EGC.
Fauziah, S. (2015) Keperawatan Maternitas Volume 2 Persalinan. 1st edn. Jakarta: Kencana.
Fitriana, Y. and Nurwiandani, W. (2018) Asuhan Persalinan. Yogyakarta: PT.Pustaka Baru.
Hackenhaar AA, Albernaz EP, Fonseca TMV Da. 2014. Preterm Premature Rupture of The
Fetal Membranes: Association With Sociodemographic Factors and Maternal
Genitourinary Infections. J Pediatr (Rio J);90:197–202.
Irsam, M., Dewi, A. K., & Wulandari, E. 2017. Jumlah Paritas dan Anemia sebagai Faktor
Prediktor Kejadian Ketuban Pecah Dini. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 5(2).
Kennedy, B. B., Ruth, D. J., & Martin, E. J. 2019. Modul manajemen
intrapartum.Jakarta:EGC
Kunze M, Klar M, Morfeld CA, Thorns B, Schild RL, Markfeld-Erol F, et al. 2016.
Cytokines in noninvasive prediction of histologic chorioamnitis in women with
membranes. American Journal of Obstetrics & Gynecology. Vol 215(1):96.
Manurung, S. (2011) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Asuhan Keperawatan Intranatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Prawirohardjo, S. (2014) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. 2nd edn. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan Cetakan Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono
POGI, H. K. F. M. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini.
Clinical Characteristics and Outcome of Twin Gestation Complicated by Preterm
Premature Rupture of the Membranes.
Rohani, Sasmita, R. and Marisa (2011) Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba
Medika.
Rukiyah, A. Y. 2010. Asuhan Kebidanan IV ( Patologi Kebidanan ). Trans Info Media.
Sukarni, I. and Wahyu. P (2015) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. 2nd edn. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sunarti, S. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal pada Ny “R” Gestasi 37-38
Minggu dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Tahun 2017. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Wang Y, Wang LH, Chen J, Sun JX. 2016. Clinical and prognostic value of combined
measurement of cytokines and vascular cell adhesion molecule-1 in premature rupture of
membranes. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 132(1) : 85-88.
WHO, UNFPA and UNICEF (2015) Pregnancy, Childbirth, Postpartum and Newborn Care
A Guide for Essential Practice. 3rd edn.

Anda mungkin juga menyukai