Oleh
NABILAH VISTA
PO.71.24.4.21.025
“Asuhan Kebidanan Holistik pada ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya (KPSW) ”
Disusun Oleh
Nabilah Vista
PO.71.24.4.21.025
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pendahuluan terkait
Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin. Penulisan Laporan Pendahuluan ini dilakukan
dalam rangka memenuhi tugas praktik Asuhan Kebidanan Holistik Persalinan pada Ibu
Bersalin Program Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Palembang. Laporan ini
terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Palembang,
2. Ketua Jurusan Kebidanan dan jajaran yang telah memfasilitasi dalam
pelaksanaan kegiatan praktik profesi
3. Pembimbing Akademik Ibu Rosyati Pastuty S.SiT, M.Kes dan ibu Rina,
A.Md.Keb, SST selaku pembimbing lahan praktik.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun laporan ini yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada penulisan laporan pendahuluan
ini, sehingga masukan yang membangun kami harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER...................................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................v
iv
BAB I
TINJAUAN TEORI
Jalan lahir atau passage merupakan kondisi panggul ibu. Terdapat dua
bagian yaitu bagian keras dan bagian lunak. Bagian keras adalah tulang-tulang
panggul ibu, sedangkan bagian lunak terdiri dari otot, jaringan dan ligament.
Bagian lunak yang berperan dalam persalinan diantaranya segmen bawah
rahim, otot dasar panggul, vagina dan perinium. Selain itu otot-otot, jaringan
ikat dan ligament alat urogenital juga mempengaruhi persalinan (Fitriana and
Nurwiandani, 2018). Kemudian menurut Dutton, et al (2012) faktor jalan lahir
dapat mempengaruhi jalannya persalinan misalnya bagaimana panggul ibu,
riwayat cedera atau bedah panggul, kandung kemih penuh, prolaps kandung
kemih, dan rektokel.
c. Passenger
Aspek passanger terdiri dari janin, plasenta, dan air ketuban. Pada janin,
faktor yang mempengaruhi diantaranya berat badan janin, posisi janin didalam
perut ibu, presentasi dan bagian terbawah janin, sikap dan letak janin seperti
rasio kepala terhadap bahu, serta kondisi tali pusat. Selain itu, plasenta dan air
ketuban termasuk ke dalam bagian passenger. Letak perlekatan dan berat
plasenta, serta kondisi air ketuban juga dapat mempengaruhi proses
persalinan.
d. Position
e. Psychologic Response
Respon psikologi ibu merupakan bagian yang krusial saat persalinan. Saat
persalinan biasanya ibu merasa cemas atau menurunnya kemampuan ibu
karena ketakutan untuk mengatasi nyeri persalinan. Respon fisik terhadap
kecemasan dan ketakutan ibu yaitu dikeluarkannya hormon katekolamin.
Hormon tersebut menghambat kontraksi uterus dan aliran darah plasenta
(Manurung, 2011).
Terdapat banyak factor yang mempengaruhi psikologis ibu menurut
(Rohani, Sasmita and Marisa, 2011) diantaranya adalah emosi dan persiapan
intelektual, pengalaman melahirkan sebelumnya, kebiasaan adat, dan
dukungan dari orang terdekat. Sejalan dengan itu, kondisi psikis ibu bersalin
dipengaruhi oleh adanya support system berupa dorongan positif, persiapan
persalinan, pengalaman lalu, dan strategi adaptasi atau coping (Sukarni and
Wahyu. P, 2015)
d. Pengaruh Janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal pada janin memegang peranan dalam
proses persalinan, oleh karena itu pada ananchepalus kehamilan lebih lama
dari biasanya.
e. Teori Prostaglandin
Protaglandin yang dihasilkan dari desidua meningkat saat umur
kehamilan 15 minggu. Hasil percobaan menunjukan bahwa prostaglandin
menimbulkan kotraksi miometrium pada setiap umur kehamilan, plasenta
menjadi tua. Dengan tuanya kehamilan plasentapun menjadi tua, vili corilais
mengalami perubahan sehingga kadar progesteron dan estrogen menurun.
4. Tanda Persalinan
a. Terjadinya His Permulaan
His persalinan memiliki sifat :
1) Pinggang terasa sakit yang menjalar ke depan
2) Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya makin
besar
3) Kontraksi uterus menyebabkan perubahan uterus
4) Makin beraktivitas (jalan), kekuatan makin bertambah.
b. Bloody Show
Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat dikanalis servikalis lepas,
kapiler pembuluhan darah pecah, yang menjadikan perdarahan sedikit.
c. Terjadinya Pengeluaran Cairan
Terjadi akibat pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek. Sabagian
besar KPD menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang pecah pada
pembukaan kecil (Asrinah, 2014).
Tahapan persalinan normal terbagi atas 4 fase atau yang dikenal dengan istilah
kala dalam persalinan. Berdasarkan Buku Obstetri Fisiologi FK UNPAD (2011),
empat fase dalam persalinan normal adalah sebagai berikut:
a. Kala I
Kala III atau yang dikenal dengan kala uri dimulai dari lahirnya bayi
hingga lahirnya plasenta. Pada fase ini dilakukan manajemen aktif kala III.
Setelah bayi lahir, terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta seperti uterus
membulat, terjadinya semburan darah, tali pusat memanjang, dan naiknya
fundus uteri, yang disebabkan oleh jatuhnya plasenta di Segmen Bawah
Rahim (SBR) yang disertai dengan kontraksi uterus. Pelepasan dan
pengeluaran plasenta serta membran, terjadi karena factor mekanis dan
hemostatis yang saling berhubungan. Lamanya kala uri yaitu hingga plasenta
lahir lengkap adalah 15-30 menit pada primigravida maupun multigravida
(Fitriana and Nurwiandani, 2018).
d. Kala IV
Saat ini, fokus utama dalam asuhan persalinan normal sudah mengalami
pergeseran paradigma. Awalnya fokus utama dalam asuhan persalinan adalah
menangani komplikasi, namun kini telah berubah menjadi mencegah komplikasi
baik pada ibu maupun bayi. Pencegahan komplikasi persalinan dapat dilakukan
dengan menerapkan pendekatan. Salah satunya dengan asuhan sayang ibu.
Asuhan sayang ibu merupakan salah satu aspek dari 5 benang merah dalam
persalinan. Asuhan ini adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan, dan keinginan ibu. Dengan menggunakan prinsip ini sangat membantu
ibu agar merasa aman dan nyaman dalam melalui proses persalinan. Pada persalinan
dengan prinsip ini, pada kala I ibu diberikan makan dan minum dalam rangka
memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu bersalin yang tetap mengacu pada
filosofi kebidanan.
Menurut (WHO, UNFPA and UNICEF, 2015) dalam Buku Pedoman Praktik
Esensial Manajemen Terintegrasi dalam Asuhan Kehamilan, Persalinan, Pasca
Persalinan, dan Bayi Baru Lahir Edisi ke-3 dijelaskan mengenai rekomendasi
terbaru perihal pedoman kesehatan maternal dan perinatal. Panduan baru yang telah
direvisi memberikan bukti terbaru berlandaskan norma dan standar yang dapat
diterapkan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer. Panduan ini
bertujuan untuk memberikan asuhan yang berkualitas dan terintegrasi selama
kehamilan, persalinan dan nifas baik bagi ibu maupun bagi bayi. Dalam buku ini
WHO, UNFPA (United Nations Population Fund), UNICEF (United Nations
Children’s Fund), dan Bank Dunia bersama-sama berfokus dalam upaya
menurunkan angka mortalitas serta mordibitas maternal dan perinatal dengan
prinsip asuhan sayang ibu. Prinsip dan peraturan pada setiap organisasi diatur oleh
keputusan relevan dari pihak organisasi dan setiap organisasi mengimplementasikan
intervensi yang disebutkan di buku ini berdasarkan prinsip dan peraturan antara
bidang yang difokuskan. Adapun standar asuhan pada persalinan berdasarkan
pedoman dari buku ini adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi
1) Menjelaskan semua prosedur, meminta izin dan inform consent serta
mendiskusikan hasil temuan pada ibu.
2) Memberi informasikan mengenai progres persalinan kepada ibu.
3) Memberikan pujian dan dukungan selama proses persalinan kepada
ibu.
4) Melindungi privasi ibu selama melakukan tindakan, pemeriksaan dan
diskusi
5) Apabila ibu diketahui adalah ODHA, cari tahu apa yang ibu inginkan
dari pendamping persalinannya dan hargai keinginannya.
b. Hygine
1) Menganjurkan ibu untuk mandi atau melakukan personal hygine
termasuk pada daerah genital ibu selama proses persalinan
berlangsung.
2) Melakukan vulva hygine setiap sebelum pemeriksaan dalam
3) Mencuci tangan menggunakan sabun setiap sebelum dan sesudah
melakukan pemeriksaan dalam.
4) Menggunakan sarung tangan steril ketika melakukan pemeriksaan
dalam
5) Memastikan kebersihan tempat persalinan dan lingkungannya, serta
membersihkan tempat persalinan jika terdapat kotoran
6) Tidak melakukan praktik pemasangan huknah (enema)
c. Nutrisi
1) Menganjurkan ibu untuk makan dan minum sesuai keinginannya
selama persalinan berlangsung.
2) Meminum cairan yang bernutrisi sangat penting, bahkan di masamasa
akhir persalinan.
3) Jika ibu terlihat letih dan lelah selama persalinan, pastikan ibu makan
dan minum
d. Eliminasi
2. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPSW, namun penyebab pasti KPSW
belum diketahui dan tidak dapat di tentukan secara pasti (Tahir, 2021). Beberapa
laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPSW, namun
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Menjelang usia kehamilan cukup
bulan, terjadi kelemahan pada selaput janin yang memicu robekan. Selain itu hal-
hal yang bersifat patologis seperti perdarahan dan infeksi juga dapat menyebabkan
terjadinya KPSW (Rukiyah, 2010). Penyebab terjadinya KPSW diantaranya
karena trauma pada perut ibu, kelainan letak janin dalam rahim, atau pada
kehamilan grande multipara (Manuaba, 2014). KPSW disebabkan oleh
berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine ataupun oleh kedua
faktor tersebut (Saifuddin et al., 2014).
Pada kehamilan aterm, kelemahan dari membran janin merupakan salah satu
penyebab terjadinya pecahnya selaput ketuban. Prosedur pemerikaan invasif yang
dilakukan selama persalinan (amniosintesis, chorionic villus sampling, fetoskopi,
dan sirklase) dapat merusak membran ketuban, dan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban, namun hal ini sangat jarang dilakukan. Adapun hasil penelitian
yang dilakukan (Rahayu & Sari, 2017) mengenai penyebab kejadian ketuban
pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPSW mayoritas pada ibu multipara,
usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan
letak janin preskep.
3. Faktor Risiko
Dikutip dari (Wang et all, 2016) Faktor risiko KPSW dapat terjadi dari faktor
maternal maupun faktor janin.
a. Faktor Maternal
1) Riwayat pecah ketuban sebelumnya (angka rekurensi 20-30%,
dibandingkan dengan 4% pada wanita tanpa komplikasi persalinan
sebelumnya)
2) Perdarahan pervaginam.
3) Terapi steroid jangka panjang
4) Trauma abdomen langsung
5) Persalinan preterm
6) Merokok dan penggunaan kokain
7) Sosial ekonomi rendah
8) Faktor uteroplasenter
9) Anomali uterus, serviks insufisiensi/ serviks inkompeten
10) Solusio plasenta (mungkin terjadi pada 10-15% dari persalinan
preterm)
11) Polihidramnion
12) Infeksi intra amnion (korioamnionitis)
13) Pemeriksaan vagina berulang
14) Senggama
b. Faktor Janin
Kehamilan multipel (ketuban pecah dini terjadi pada 7-10% dari
persalinan multipel). Peregangan secara mekanis seperti polihidramnion,
kehamilan ganda dan berat badan bayi besar akan menyebabkan regangan
pada selaput ketuban. Distensi uterus yang berlebihan juga 11 mengakibatkan
meningkatnya tekanan intrauterine sehingga mengakibatkan melemahnya
selaput membrane ketuban.
4. Patofisiologi
Penyebab KPD adalah multifaktorial. Adapun penyebab yang memudahkan
pecahnya selaput ketuban adalah :
a. Korioamnionitis, menyebabkan selaput ketuban menjadi rapuh.
b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan kembar, hidramnion.
c. Inkompetensia serviks yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka.
d. Kelainan letak sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup
PAP yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Paritas, yakni ukuran terhadap jumlah melahirkan dari seorang ibu, tanpa
membedakan lahir hidup atau lahir mati.
f. Umur kehamilan, yaitu saat dimana umur kehamilan ibu rentan terjadinya
KPD yakni kurang dari 34 minggu.
g. Grandemultipara, jumlah melahirkan dari seorang ibu yang lebih dari
empat kali.
h. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk PAP dan CPD.
i. Trauma yang menyebabkan tekanan intrauterin (intraamniotik) mendadak
meningkat misalnya karena koitus pada masa kehamilan.
Selanjutnya, data dari penelitian in vitro yang telah dilakukan didapatkan
bukti yang menyatakan bahwa infeksi bakteri akan menyebabkan terjadinya
KPSW dan persalinan preterm. Invasi bakteri pada rongga koriodesidua akan
melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin
untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk tumor necrosis factor, interleukin-
1, interleukin-1ß, interleukin-6, interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating
factor. Sitokin, endotoksin, dan eksotoksin merangsang sintesis dan pelepasan
prostaglandin, mengaktifkan neutrophil kemotaksis, infiltrasi, dan aktivasi, yang
memuncak dalam sintesis dan pelepasan matrix metalloproteinases (MMPs) dan
zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan MMPs
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. MMPs juga
meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya (Hackenhaar et all,
2014)
Prostaglandin dehidrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi
prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai
miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas
dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk
mencapai miometrium. Pada janin dengan infeksi, peningkatan aktivasi pada
hipotalamus fetus dan produksi corticotropin-releasing hormone (CRH)
menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali
meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol akan
menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Ketika fetus terinfeksi,
produksi sitokin fetus meningkat dan waktu persalinan berkurang. Kontribusi
relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respons peradangan secara
keseluruhan belum diketahui (Chong et all, 2010).
Infeksi intrauterin dapat terjadi kronik dan biasanya asimptomatik hingga
persalinan dimulai atau pecah ketuban. Bahkan selama persalinan, sebagian besar
wanita dengan korioamnionitis yang dibuktikan dengan temuan histologis dan
kultur tidak menunjukkan gejala klinis (demam, leukositosis, uterine tenderness,
takikardia ibu, dan takikardia janin) selain terjadinya ketuban pecah dini (Kunze et
all, 2016).
7. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya
yaitu infeksi, dan persalinan preterm. Selaput ketuban yang utuh merupakan
barrier atau penghalang terhadap masuknya kuman penyebab infeksi. Dengan
tidak adanya selaput ketuban seperti pada kasus KPSW, flora vagina yang normal
dapat menjadi patogen dan akan membahayakan baik ibu maupun pada janinnya.
Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang cepat seperti induksi persalinan
untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan
risiko terjadinya infeksi (Kunze et all, 2016).
Masalah yang sering timbul pada bayi kurang bulan adalah sindroma gawat
nafas yang disebabkan belum matangnya paru. KPSW sering kali menimbulkan
konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun
bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang
cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan
kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus
buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPSW.
Adapun pengaruh pecahnya ketuban dini terhadap ibu dan janin menurut
(Sunarti, 2017) yaitu
a. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan ketuban pecah dini pada ibu yaitu
infeksi intrapartal atau infeksi dalam persalinan, infeksi puerperalis atau yaitu
terjadinya infeksi pada masa nifas, partus lama, perdarahan post partum,
meningkatnya tindakan operatif obstetric (khususnya SC), morbiditas dan
mortalitas maternal.
b. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu prematuritas
(sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian makanan
neonatal), retinopati prematur, perdarahan intraventrikular, enterecolitis
necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy, hiperbilirubinemia,
anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat, hipoksia dan asfiksia
sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR rendah,
ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres
pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia paru,
deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan
mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016)
8. Penatalaksanaan
Penanganan Ketuban Pecah Dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada kehamilan ibu dan janin, serta adanya tanda-tanda persalinan
(Prawirohardjo, 2016)
a. KPSW pada kehamilan aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
2) Dilakukan pemeriksaan “admission test” bila ada kecendrungan
dilakukan terminasi kehamilan
3) Observasi temperature setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan
terminasi
4) Bila temperature tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi
5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetric
6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS):
a) Bila PS ≥ 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
b) Bila PS > 5, dilakukan pematangan servik dengan
Misoprostol µ gr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali
pemberian.
b. KPSW pada kehamilan preterm
Penanganan dirawat di Rumah Sakit
1) Diberikan antibiotika : Ampicilin 4x500 mg selama 7 hari
2) Untuk merangsang maturase paru diberikan kortikosteroid ( untuk
UK < 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
3) Observasi di kamar bersalin
a) Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
Obstetrik
b) Dilakukan observasi temperature tiap 3 jam, bila ada
kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C,
segera dilakukan terminasi
4) Di ruang obstetri :
a) Temperatur diperiksa tiap 6 jam
b) Dilakukan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju
endap darah (LED) setiap 3 hari
5) Tata cara perawatan konservatif :
a) Dilakukan sampai janin viable
b) Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan
pemeriksaan dalam. Dalam observasi 1 minggu, dilakukan
pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban, bila air
ketuban cukup, kehamilan diteruskan, dan bila air ketuban
kurang (oligohidramnion) dipertimbangkan untuk terminasi
kehamilan
c) Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke 7
dengan saran tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan
manipulasi vagina, dan segera kembali ke Rumah Sakit bila
ada keluar air ketuban lagi.
d) Bila masih keluar air, perawatan konservatif
dipertimbangkan dengan melihat pemeriksaan laboratorium.
Bila terdapat leukositosis dan peningkatan LED, lakukan
terminasi
c. Terminasi Kehamilan
1) Induksi persalinan dengan drip oksitosin
2) SC bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan Misoprostol 50 gr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali
pemberian.
BAB II
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A. Data Subjektif
1. Biodata Istri dan Suami
Nama Nama perlu ditanyakan agar tidak keliru bila ada
kesamaan nama dengan klien lain
Umur Untuk mengetahui klasifikasi usia istri/suami Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan istri/suami
Untuk mengetahui aktivitas sehari hari dan juga sosial
Pekerjaan ekonomi istri/suami
Untuk mengetahui karakteristik geografis istri/suami
Alamat berasal
2. Keluhan Utama
Apa yang dirasakan ibu pada saat ini, baik keluhan fisik, psikis maupun
sosial.
3. Status Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan dan perkawinan ke berapa klien.
4. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui riwayat haid pertama haid terakhir, siklus, lama, serta
jumlah haid ibu.
5. Riwayat Kehamilan ini
Untuk mengetahui riwayat kehamilan ibu saat ini.
6. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang telah
dilalui klien.
7. Riwayat Kesehatan
Untuk mengetahui penyakit sistematik, ginekologis, keturunan yang
pernah atau sedang diderita ibu.
8. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum :
Perlu dikaji untuk melihat tampilan umum ibu
b. Kesadaran :
Perlu dikaji untuk melihat keadaan umum umum ibu
c. Berat Badan :
Untuk mengetahui berat badan pada ibu agar dapat mengetahui
kenaikan BB ibu dari kunjungan sebelumnya
d. Tinggi Badan:
Untuk mengetahui tinggi badan pada ibu agar dapat menghitung IMT
e. LILA :
Untuk mengetahui lingkar lengan atas ibu
f. Pemeriksaan Vital Sign
1) Tensi normal : 90 / 50 mmHg – 120 / 80 mmHg
2) Nadi normal : 80 – 100x / menit
3) Suhu normal : 36,5°C – 37,5° C
4) Nafas normal : 18 – 25x / menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Untuk mengetahui kebersihan kulit kepala dan keadaan rambut
(kerontokkan, warna rambut, tebal rambut)
b. Muka
Untuk melihat keadaan muka (pucat, oedema)
c. Mata
Untuk melihat keadaan sklera ikterik atau tidak dan keadaan
konjungtiva apakah anemis atau tidak
d. Telinga
Untuk mengetahui fungsi pendengaran dan melihat apakah ada
serumen dan sekret yang abnormal
e. Hidung
Untuk mengetahui apakah terdapat polip dan secret yang abnormal
f. Mulut dan Gigi
Untuk melihat kebersihan mulut dan gigi, apakah terdapat stomatitis,
keadaan gusi, lidah, dan gigi
g. Leher
Untuk mengetahui apakah terdapat pembengkakan kelenjar tiroid dan
limfe serta pelebaran vena jugularis
h. Dada
Untuk melihat keadaan payudara, hiperpigmentasi pada areola, dan
melihat apakah kolostrum sudah keluar atau belum
i. Abdomen
1) Inspeksi
Untuk mengetahui pembesaran perut, melihat apakah ada bekas
luka operasi dan striae
2) Palpasi
Melakukan leopold I-IV dan mengukur TFU
3) Auskultasi
Mendengar DJJ dan letaknya
4) HIS
Menghitung frekuensi, lamanya dan jarak setiap kontraksi
j. Genetalia
Melihat pengeluaran vagina (lender darah, air-air), melihat apakah
terdapat bekas jahitan yang lalu dan haemoroid
k. Ekstremitas
1) Atas : Mengetahui adakah eodema ataupun cacat
2) Bawah : Mengetahui adakah varises, oedema ataupun cacat
3. Pemeriksaan Dalam
Untuk menilai majunya persalinan dengan melakukan pemeriksaan pada
vulva, portio, pembukaan, ketuban, presentasi, penurunan kepala, molase,
kesan panggul, dan pengeluaran vagina
4. Pemerksaan Penunjang
1) Uji Nitrazin
Untuk memastikan bahwa cairan yang keluar adalah cairan
amnion dengan menggunakan kertas lakmus
2) USG
Untuk memeriksa oligohidramnion, usia kehamilan, dan kondisi
fetus.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mengetahui hasil tes laboratorium yang telah dijalani ibu
(darah rutin, kimia darah dan urine).
4) CTG
Untuk memantau aktivitas dan denyut jantung janin, serta
kontraksi rahim saat bayi berada di dalam kandungan.
5) Swab Antigen
Untuk melakukan skrining covid-19 sebelum ibu dirawat di rumah
sakit
1. Menegakkan diagnosa
Menyimpulkan hasil pengkajian yang telah dilakukan untuk menegakkan
diagnosa utama
2. Mengantisipasi Masalah Potensial
Masalah yang dapat timbul dari diagnosa dan sebagai bidan harus
mempertimbangkan upaya pencegahan
3. Menentukan Kebutuhan Segera
Kebutuhan yang segera diberikan adalah melakukan penatalaksanaan
sesuai data subjektif dan objektif yang telah dikaji.
4. Menyusun Rencana Tindakan
a. Memberitahukan hasil pemeriksaan.
b. Memantau kemajuan proses persalinan dari kala I-IV.
c. Berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan apabila terjadi
masalah di luar wewengan bidan
5. Melakukan penatalaksanaan
Perencanaan yang sudah disusun dilaksanakan sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan Bidan.
6. Evaluasi
Langkah ini sebagai evaluasi asuhan yang sudah diberikan kepada ibu
bersalin dan tindak lanjut yang diambil Bidan.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (2011) Obstetri
Fisiologi. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Bobak, I. M. et al. (2012) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. 4th edn. Jakarta: EGC.
Chong JK, Romero R, Juan PK, Wonsuk Y, Zhong D. The frequency, clinical significance,
and pathological features of chronic chorioamnionitis: a lesion associated with
spontaneous preterm birth. Department of Pathology Johns Hopkins Hospital: USA.
2010:23:1000-1011.
Dutton, L. A., Densmore, J. . and Turner, M. . (2012) Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta:
EGC.
Fauziah, S. (2015) Keperawatan Maternitas Volume 2 Persalinan. 1st edn. Jakarta: Kencana.
Fitriana, Y. and Nurwiandani, W. (2018) Asuhan Persalinan. Yogyakarta: PT.Pustaka Baru.
Hackenhaar AA, Albernaz EP, Fonseca TMV Da. 2014. Preterm Premature Rupture of The
Fetal Membranes: Association With Sociodemographic Factors and Maternal
Genitourinary Infections. J Pediatr (Rio J);90:197–202.
Irsam, M., Dewi, A. K., & Wulandari, E. 2017. Jumlah Paritas dan Anemia sebagai Faktor
Prediktor Kejadian Ketuban Pecah Dini. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 5(2).
Kennedy, B. B., Ruth, D. J., & Martin, E. J. 2019. Modul manajemen
intrapartum.Jakarta:EGC
Kunze M, Klar M, Morfeld CA, Thorns B, Schild RL, Markfeld-Erol F, et al. 2016.
Cytokines in noninvasive prediction of histologic chorioamnitis in women with
membranes. American Journal of Obstetrics & Gynecology. Vol 215(1):96.
Manurung, S. (2011) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Asuhan Keperawatan Intranatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Prawirohardjo, S. (2014) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. 2nd edn. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan Cetakan Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono
POGI, H. K. F. M. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini.
Clinical Characteristics and Outcome of Twin Gestation Complicated by Preterm
Premature Rupture of the Membranes.
Rohani, Sasmita, R. and Marisa (2011) Asuhan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba
Medika.
Rukiyah, A. Y. 2010. Asuhan Kebidanan IV ( Patologi Kebidanan ). Trans Info Media.
Sukarni, I. and Wahyu. P (2015) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. 2nd edn. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sunarti, S. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal pada Ny “R” Gestasi 37-38
Minggu dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa
Tahun 2017. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Wang Y, Wang LH, Chen J, Sun JX. 2016. Clinical and prognostic value of combined
measurement of cytokines and vascular cell adhesion molecule-1 in premature rupture of
membranes. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 132(1) : 85-88.
WHO, UNFPA and UNICEF (2015) Pregnancy, Childbirth, Postpartum and Newborn Care
A Guide for Essential Practice. 3rd edn.