Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh :
Zira Rizka Armidia, S. Ked
71 2021 080

Pembimbing:
dr. Msy. Yenny Indriani, Sp.OG

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Referat yang Berjudul:


MOLA HIDATIDOSA
Oleh Zira Rizka Armidia, S.Ked
71 2021 080

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang periode 5 Juni – 9 Juli 2023.

Palembang, Juni 2023


Pembimbing,

dr. Msy. Yenny Indriani, Sp.OG

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, referat yang berjudul “Mola Hidatidosa” dapat saya selesaikan.
referat ini disusun sebagai bagian dari proses belajar selama kepaniteraan klinik di
stase Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Saya menyadari bahwa referat ini
tidaklah sempurna, untuk itu saya mohon maaf atas segala kekurangan dan
kesalahan dalam pembuatan.
Saya berterima kasih kepada dokter pembimbing dr. Msy. Yenny
Indriani, Sp.OG atas bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini. Saya
sangat menghargai segala kritik dan saran sehingga referat ini bisa menjadi lebih
baik dan dapat lebih berguna bagi pihak-pihak yang membacanya di kemudian
hari.

Pamekasan, Juni 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii


KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2
2.1 Definisi .................................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 3
2.3 Etiologi .................................................................................................. 3
2.4 Patogenesis ............................................................................................ 4
2.5 Klasifikasi ............................................................................................. 5
2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................. 6
2.7 Diagnosis ............................................................................................... 8
2.8 Diagnosis Banding ................................................................................ 10
2.9 Tatalaksana............................................................................................ 10
2.10 Monitoring .......................................................................................... 11
2.11 Komplikasi .......................................................................................... 14
2.12 Prognosis ............................................................................................. 15
BAB III PENUTUP ................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 16
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 17

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patogenesis dari mola komplit dan partial…………………………...4


Gambar 2.2 Pemeriksaan USG mola hidatidosa…………………………………..9
Gambar 2.3 Mola Hidatidosa secara makroskopis……………………………….10
Gambar 2.4 Kurva Regresi β hCG normal dan abnormal………………………..13

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.1 Pada
kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopii (saluran
tuba) menuju ke uterus (rahim). Telur tersebut akan berimplantasi(melekat) pada
rahim dan mulai tumbuh menjadi janin.2
Selain kehamilan normal, di dalam rahim juga dapat berkembang suatu
kehamilan abnormal. Salah satu bentuk kehamilan abnormal adalah penyakit
trofoblas gestasional. Penyakit trofoblas gestasional (PTG) merupakan spektrum
proliferasi seluler yang berkembang dari trofoblas vili plasenta. Klasifikasi PTG
meliputi mola hidatidosa dan neoplasia trofoblastik gestasional dengan 4 bentuk
klinikopatologi utama, di antaranya mola hidatidosa (komplit dan parsial), mola
invasif, koriokarsinoma, dan tumor trofoblas plasenta.4
Mola hidatidosa, lebih umum dikenal dengan sebutan hamil anggur,
adalah kehamilan yang ditandai dengan perkembangan trofoblas yang tidak wajar.
Pada mola hidatidosa, struktur yang dibentuk trofoblas yaitu vili korialis
berbentuk gelembung - gelembung seperti anggur.5
Di negara-negara barat dan Amerika, mola terjadi pada 1 dari 1000-15000
kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan secara tidak sengaja pada sekitar 1 dari
600 abortus terapeutik. Pada negara Asia, jumlah kehamilan mola lebih banyak 15
kali dibandingkan yang ada di Amerika Serikat. Jepang dilaporkan mempunyai 2
kasus dari 1000 kehamilan. Pada daerah timur Asia, beberapa sumber
memperkirakan jumlah kehamilan mola hingga 1 kasus dari 120 kehamilan.4
Insidensi mola hidatidosa yang terdata di rumah sakit Indonesia lebih
tinggi dari nilai di negara-negara lain, yaitu 1 per 40 persalinan. Hal ini
menunjukkan bahwa mola hidatidosa merupakan penyakit yang penting di
Indonesia, karena prevalensi mola hidatidosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 10-
20% dapat berkembang menjadi tumor trofoblas gestasional.6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah chorionic villi yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. Mola hidatidosa adalah edema dari placenta. Ini termasuk mola
hidatidosa komplit jinak dan mola hidatidosa parsial dan mola invasif ganas.2
Mola hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG)
yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa
parsial dan komplit, koriokarsinoma dan mola invasive. Para ahli ginekologi dan
onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan
terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, dan
koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline
keganasan.7
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dengan kelainan dari vili
choralis terdiri berbagai tingkat proliferasi trofoblast dan edema stroma vili
menjadi sejumlah kista yang hidrofobik menyerupai anggur yang dipenuhi dengan
cairan. Hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Embrio mati dan mola tumbuh
dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG).4
Mola hidatidosa invasif merupakan salah satu varian dari neoplasia
trofoblas gestasional. Yang membedakan mola invasif dengan mola hidatidosa
biasa adalah adanya penetrasi ekstensif sel trofoblas, termasuk seluruh vili ke
dalam myometrium. Penetrasi ini kadang mencapai peritoneum, parametrium
yang berdekatan, dan dinding vagina. Kemampuan invasihya terbatas di sekitar
organ genitalia interna. Kecenderungan untuk mengadakan metastasis jauh
minimal.6

2
2.2 Epidemiologi
Ada kecenderungan etnis untuk mola hidatidosa, yang telah meningkat
prevalensinya di asia, hispanik, dan amerika indian. Insiden di Amerika Serikat
dan Eropa relatif konstan pada 1 hingga 2 per 1000 kelahiran. Faktor risiko
terkuat adalah usia dan riwayat mola hidatidosa sebelumnya.2
Secara khusus, remaja dan wanita berusia 36 hingga 40 tahun memiliki
risiko dua kali lipat, tetapi mereka yang berusia lebih dari 40 tahun memiliki
risiko hampir sepuluh kali lipat. Bagi mereka yang pernah memiliki mola komplit
sebelumnya, risiko mola selanjutnya adalah 1,5%. Dengan mola parsial
sebelumnya, nilainya 2,7%.2 Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai
penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi.5

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya mola hidatidosa antara lain:3
1. Usia
Usia yang terlalu muda (≤19 tahun) atau tua (≥35 tahun) berhubungan
dengan keadaan ovum yang patologis.
2. Paritas
Resiko mulai meningkat pada paritas 3-4 namun tidak terlalu signifikan.
Peningkatan signfikan terdapat pada paritas di atas lima.
3. Kehamilan sebelumnya
Riwayat abortus inkomplet dan missed abortion meningkatkan resiko
terjadinya mola hidatidosa akibat adanya sisa trofoblas atau vili chorialis
dalam cavum uteri.
4. Jarak kehamilan terakhir
Jarak kehamilan 1-24 bulan mempunyai resiko tertinggi terjadinya mola.
Semakin jauh jarak kehamilan maka resiko penyakit trofoblas menurun.
Hal ini berhubungan dengan reaksi imunologis antara ibu dengan
trofoblas pada masa kehamilan. Semakin dekat jaraknya maka akan
semakin sering terjadi reaksi tersebut.
5. Faktor nutrisi

3
Defisiensi karoten atau lemak binatang meningkatkan resiko terjadinya
mola hidatidosa secara signifikan.
6. Faktor sosioekonomi
Faktor ini berhubungan erat dengan higiene, nutrisi, dan pendidikan,
maka secara tidak langsung keadaan sosioekonomi yang rendah
mempunyai korelasi erat dengan terjadinya mola hidatidosa.

2.4 Patogenesis
Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola
memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan
mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX.
Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari
ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari
pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu
sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46
XY.2
Pada mola yang “partial” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid,
sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69
XYY. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang
ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat.2

Gambar 2.1 Patogenesis dari mola komplit dan partial2

4
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan pathogenesis dari
penyakit trofoblas:2,4
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5
minggu (missed abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam
folik dan histidine pada kehamilan. Hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Pada penyakit trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana
fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya
reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan
gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah.

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Federation International of
Gynecology and Obstetrics (FIGO) terbagi menjadi mola hidatidosa komplit dan
parsial (PTG benigna).2
Mola Hidatidosa Komplit yaitu hasil kehamilan tidak normal tanpa adanya
embrio-janin. Mola hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal
sehingga bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena
satu sel sperma membawa kromosom 23X melakukan fertilisasi terhadap sel telur
yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi
membentuk 46XY dan 46XX heterozigot. Secara makroskopik pada kehamilan
trimester dua berbentuk seperti anggur karena vili korialis mengalami
pembengkakan secara menyeluruh. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis
mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah.9

5
Mola Hidatidosa Parsial adalah triploid yang mengandung dua set
kromosom paternal dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat
dua set kromosom maternal tidak menjadi mola hidatidosa parsial. Seringkali
terdapat mudigah atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh
darah vili.9

Gambaran Mola Komplit Mola Parsial


Kariotipe 46,XX atau 46,XY Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)
Patologi
Edema villus Difus Bervariasi, fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan s/d berat Bervariasi, fokal,
ringan s/d sedang
Janin Tidak ada Sering dijumpai
Amnion, sel darah Tidak ada Sering dijumpai
merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis Gestasi mola Missed abortion
Ukuran uterus 50% besar untuk masa Kecil untuk masa
kehamilan kehamilan
Penyulit medis Sering jarang
Penyakit pasca mola 20% <5-10%
Kadar hCG Tinggi Rendah – tinggi

2.6 Manifestasi Klinis2,3


a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum
ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi
atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat

6
dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada
wanita malnutrisi. Asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan
muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya
proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan
mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan.
b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan.
Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi,
terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya
yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
c. Tidak adanya aktivitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin.
d. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trimester ke 2. Eklamsia
atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia
kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Seharusnya pada tiap
kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang
dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat
sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin

7
hormone. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi
hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksikosis.

2.7 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, di antaranya sebagai berikut:10
1. Anamnesis
- Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
perdarahan pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang
bergelembung seperti busa.
- Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan
dengan usia kehamilan seharusnya
- Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)
yang merupakan diagnosa pasti
- Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat.
Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
- Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi,
tremor dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia
yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90
mmHg).
2. Pemeriksaan Fisik
- Palpasi abdomen :
 Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba
lembek
 Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin
- Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
- Pemeriksaan dalam :
 Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan kadar B-hCG

8
Dengan kehamilan mola komplit, kadar β-hCG serum umumnya
meningkat di atas yang diperkirakan untuk usia kehamilan. Pada mola
tahap lanjut, nilai dalam jutaan tidak menjadi hal yang aneh.
 BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml
 Beta HCG serum > 40.000 IU/ml
- Pemeriksaan kadar T3 /T4
B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin,
mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi
gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor,
hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat
tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid
tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular,
toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium-koma.
4. Pemeriksaan Imaging
- Ultrasonografi
 Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
 Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.

Gambar 2.2 Pemeriksaan USG mola hidatidosa11

Pada pemeriksaan utrasonografi terlihat sebuah uterus yang terisi oleh


kista multipel dan area ekogenik yang bervariasi ukuran dan
bentuknya (snow-storm appearance) tanpa adanya embrio dan fetus.
- Foto Rontgen Abdomen
Tidak terlihat adanya tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan).

9
5. Pemeriksaan Histo PA
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil
anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1)
Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan
edema; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak
seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik
(syncytial giant cells).

Gambar 2.3 Mola Hidatidosa secara makroskopis2

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding suatu mola hidatidosa ialah: Kehamilan ganda,
hidramnion, dan abortus.2

2.9 Tatalaksana
Penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa,
yaitu :1,2,9
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia
berat dan syok hipovolemik karena perdarahan. Atau
menghilangkan penyulit seperti tirotoksikosis. Tirotoksikosis diobati
sesuai protokol penyakit dalam.

10
2. Pengeluaran jaringan mola
A. Kuret Hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk
mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl
atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosin diberikan
untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan
dikeluarkan. Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis
sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis
belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator
(setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-
hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan
yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan histo
pa. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari
20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira
10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah
mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih.
B. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada mola resiko tinggi dengan usia lebih
dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu
setinggi pusat atau lebih. Komplikasi seperti tirotoksikosis atau krisis
tiroid sebaiknya ditangani sebelum, selama dan setelah prosedur
evakuasi.

2.10 Monitoring
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan
menggunakan kontrasepsi (apabila masih ingin anak) atau tubektomi apabila ingin
menghentikan fertilisasi. Pengawasan lanjutan dilakukan selama 2-3 tahun.3

11
Hal-hal yang perlu diperhatikan setiap pemeriksaan ulang adalah sebagai
berikut:
a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan
b. Pemeriksaan dalam:
- Keadaan Servik
- Uterus bertambah kecil atau tidak
c. Memeriksa kadar -hCG
Jika reaksi titer hCG tetap (+), maka harus dicurigai adanya
keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya
mola hidatidosa. Tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu; 1% dalam 12
minggu; dan 79,4% dalam 24 minggu; serta 97,2% dalam 1 tahun post
evakuasi jaringan mola.
Apabila terdapat pertumbuhan jaringan trofoblas baru yang diketahui
dengan tanda klinis dan terdapat peningkatan β hCG yang ditetapkan
dengan kriteria Mozisuki dkk yakni :
 Kadar β hCG ≥ 1000 mIu/ml pada minggu ke-4
 Kadar β hCG ≥ 100 mIu/ml pada minggu ke-6
 Kadar β hCG ≥ 30 mIu/ml pada minggu ke-8

Gambar 2.4 Kurva Regresi β hCG normal dan abnormal

12
Maka penderita dikelola sebagai tumor trofoblas gestasional.
Pemeriksaan CT scan juga dianjurkan bila dicurigai terdapat tanda
metastasis ke otak. Setelah periode pemantauan selesai, kehamilan
diperbolehkan. Setelah mencapai kadar hCG yang tak terdeteksi, risiko
relaps mola hidatidosa sangat rendah dan mencapai nol.
Indikasi memulai terapi selama periode pemantau adalah :
 Peningkatan titer hCG selama 2 minggu berturut-turut atau kadar yang
konstan selama 3 minggu berturut-turut
 Peningkatan titer hCG pada minggu 15 setelah evakuasi
 Penigkatan titer hCG setelah mencapai level normal
 Perdarahan pasca evakuasi
Adanya peningkatan titer hCG menandakan adanya proliferasi
trofoblast yang kemungkinan besar maligna terkecuali wanita tersebut
mengalami kehamilan. Penderita dianggap sembuh bila sampai dengan
follow up 12 bulan tidak ada tanda pertumbuhan baru jaringan trofoblas atau
bila penderita ternyata sudah hamil normal lagi kurang dari 12 bulan setelah
evakuasi mola. Adanya kehamilan normal dibuktikan dengan pemeriksaan
termasuk di dalamnya adalah pemeriksaan USG.
Adapun tujuan dari follow up yaitu :
1. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal. Baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus,
turunnya kadar β-hCG dan kembalinya fungsi haid.
2. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada
tingkat yang sangat dini.
d. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate (MTX) pada
penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan.
Tetapi terapi profilaksis ini masih kontroversial, kelompok yang setuju
menyatakan perlunya pemberian terapi profilaksis pada kasus mola dengan
risiko tinggi. Kriteria mola hidatidosa dengan risiko tinggi diantaranya :
a. ukuran uterus > 20 minggu
b. usia penderita > 35 tahun

13
c. hasil PA yakni jaringan yang dikuretase menunjukkan gambaran
proliferasi trofoblas berlebihan
d. HCG preevakuasi ≥ 100.000 mIU/ml (RIA/IRMA). Goldstein
berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat
menghindarkan keganasan dan metastasis serta mengurangi
koriokarsinoma di uterus
Pemberian kemoterapi profilaksis pada mola risiko tinggi dapat
disertai dengan pemberian kemoterapi tunggal berupa :
 Methotrexate (MTX) 20 mg/hari IM dan asam folat 5mg/hari IM yang
diberikan 12 jam setelah pemberian MTX, keduanya diberikan 5 hari
berturut-turut
 Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut.
Kelompok yang tidak setuju terhadap terapi profilaksis sitostatika ini
menyatakan bahwa pemberian sitostatika profilaksis dianggap memiliki
efek samping obat dan dapat terjadi resistensi bila kelak diperlukan
pemberian sitostatika untuk terapi TTG, serta adanya penyulit yang berat.
Beberapa penuli menganjurkan pemberian MTX profilaksis bila :
 Pengamatan lanjutan sukar dilakukan.
 Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap
positif
 Pada high risk mola

2.11 Komplikasi2,3
 Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi
 Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan
 Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
 Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh
pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus

14
oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena
evakuasi jaringan mola.
 Infeksi sekunder

2.12 Prognosis
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplit
berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas
saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko
keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi
(>100.000mIU/mL), eklamsia dan hipertiroidism.. Kebanyakan faktor-
faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk
memprediksi perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup
sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau
tidaknya faktor-faktor risiko ini. Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar
1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka risiko rekurensinya
menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5.
Menurut rekomendasi Royal College of Obstetrician and
Gynaecologist (RCOG) 2010, wanita dengan PTG sebaiknya menggunakan
kontrasepsi barier sampai dengan kadar hCG mencapai normal. Begitu
kadar hCG sudah normal, pil KB kombinasi dapat digunakan. Namun
demikian masih belum ada bukti mengenai efek penggunaan progestogen
saja terhadap PTG. Namun, apabila pil KB sudah digunakan sejak sebelum
pasien terdiagnosis, pasien dapat disarankan untuk melanjutkan terapi
tersebut namun juga perlu diberitahu mengenai potensi peningktanan resiko
perkembangan PTG walaupun sedikit. IUD sebaiknya tidak digunakan
sampai dengan kadar hCG normal untuk mencegah perforasi uterus.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih
buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan.
Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mola hidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblastik gestasional
yang paling sering terjadi yang dapat didefinisikan sebagai kehamilan yang
berkembang tidak wajar,dimana seluruh vili korialis mengalami perubahan
hidropik. Mola hidatidosa terbagi atas dua yaitu mola hidatidosa komplit dan
parsial. Perbedaan keduanya berdasarkan morfologi,gambaran klinikopatologi dan
sitogenik. Penyebab pasti dari mola hidatidosa belum diketahuisecara pasti,
namun diduga ada hubungannya dengan consanguity atau garis keturunan.
Pada anamnesis dapat ditanyakan gejala amenorrhea, hyperemesis
gravidarum, pendarahan pada trimester awal kehamilan. Pemeriksaan fisik
ditemukan uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya, tidak ada denyut
jantung janin, dan terlihatnya gelembungyang keluar dari uterus. Hasil
laboratorium didapatkan kadar β-HCG yang lebih tinggi. Ultrasonografi
menunjukkan gambaran snow storm atau honeycomb appearance.
Penatalaksanaan dengan memperbaiki keadaan umum dan pengeluaran jaringan
mola hidatodosa dengan curettage.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Andriaansz G, Hanafiah TM, 2010, Diagnosis Kehamilan. In: Saifuddin AB,


Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo
(4th ed). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p. 213
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY,
2014, Gestational Trophoblastic Disease, Williams Obstetrics. 24th ed. New
York: McGraw-Hills p.396-404
3. Hadijanto B, 2010, Mola Hidatidosa, Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo, ed. IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
pp. 488-501
4. Lurain JR, 2010, Gestational trophoblastic disease 1: epidemiology,
pathology, clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic
disease and management of hydatidiform mole. American Journal of
Obstetric & Gynecology.vol. 203 pp. 531-9
5. Fitriani R, 2009, Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran
UIN Alauddin Makassar.vol. 2 pp.1-6
6. Paputungan TV, Wagey FW, Lengkong RA, 2016, Profil penderita mola
hidatidosa di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. e-CliniC. pp. 4(1).
7. Jauniax, E, 2003, Trophoblastic Diseases and Pregnancy. The Obstetrician &
Gynaecologist REVIEW 5:130-5
8. Bogaert L, 2013, Clinicopathologic Features of Gestational Trophoblastic
Neoplasia in the Limpopo Province, South Africa. International Journal of
Gynecological Cancer. Vol. 23, pp. 583- 5.
9. Rauf S, Riu DS, Sunarno I, 2011, Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi.
In: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, Ilmu Kandungan (3rd ed). Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p. 208-220
10. Mochtar R, 2013, Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC, p. 167-70.
11. Royal College Of Obstetricians And Gynaecologists, 2010, The Management
of Gestational Trophoblastic Disease

17

Anda mungkin juga menyukai