Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

MIOMA UTERI

Oleh :
Ni Wayan Jayanti Pradnyandari (2002612017)
Ichlazul Ma’ruf (2002612039)
Kadek Mercu Narapati Pamungkas (2002612040)

Penguji :
dr. Endang Sri Widiyanti, Sp.OG(K)

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya maka tinjauan pustaka dengan topik “Mioma Uteri” ini dapat selesai
pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian kajian pustaka ini.
Kajian pustaka ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah/Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Dr. dr. T. G. A. Suwardewa, Sp.OG(K), selaku Ketua Departemen/KSM
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar.
2. Dr. dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K) sebagai Koordinator Program Studi
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
3. Dr. dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, Sp.OG(K) selaku koordinator
pendidikan profesi dokter Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar,
4. dr. Endang Sri Widiyanti, Sp.OG(K) selaku penguji dalam pembuatan
tinjauan pustaka ini.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tinjauan
pustaka ini. Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih memiliki banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca.

Denpasar, 01 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover.................................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan..........................................................................................1
BAB II Kajian Pustaka.....................................................................................2
2.1 Definisi.............................................................................................2
2.2 Epidemiologi....................................................................................2
2.3 Faktor Risiko....................................................................................3
2.4 Patofisiologi.....................................................................................4
2.5 Klasifikasi........................................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis`...........................................................................6
2.7 Diagnosis..........................................................................................7
2.8 Diagnosis Banding...........................................................................8
2.9 Penatalaksanaan...............................................................................8
2.10 Komplikasi.......................................................................................12
2.11 Prognosis..........................................................................................12
BAB III Kesimpulan.........................................................................................13
Daftar Pustaka...................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan organ reproduksi wanita merupakan hal yang sangat berperan


dalam kelanjutan generasi penerus bangsa. Kesehatan reproduksi wanita juga
merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Salah satu masalah yang menyerang organ
reproduksi wanita adalah mioma uteri. Mioma uteri adalah tumor jinak yang
berasal dari sel otot polos pada rahim.1Terdapat berbagai faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya mioma antara lain usia, genetik, ras, lingkungan,
hormon seksul, obestitas, dan gaya hidup.2
Mioma uteri biasanya terjadi pada 25-30% wanita usia reproduktif. 3
Tumor jinak ini mewakili 20% dari keseluruhan jenis tumor yang terjadi. Sebesar
25 sampai 40% kasus mioma menimbulkan gejala yang dapat berdampak pada
kualitas hidup dan membutuhkan pengobatan.4 Kejadian mioma uteri di Indonesia
menempati urutan kedua setelah kanker serviks. Mioma uteri ditemukan pada
2,39% hingga 11,7% dari keseluruhan pasien ginekologi yang dirawat. Tumor
jinak ini sering ditemukan pada wanita nulipara atau kurang subur daripada wanita
yang sering melahirkan.5 Berdasarkan penelitian retrospektif di Manado,
ditemukan kejadian mioma uteri terbanyak terjadi pada rentang usia 36 sampai 45
tahun.6
Mioma uteri atau fibroid selama kehamilan adalah sebuah masalah
potensial serius dan sering menjadi perhatian dalam praktek klinis. Mioma sudah
sejak lama dihubungkan sebagai penyebab prognosis buruk pada kehamilan.
Meskipun dalam sejumlah kasus mioma uteri tidak mengakibatkan gangguan pada
kehamilan, namun pada sebagian besar kasus dapat menyebabkan masalah seperti
aborsi, persalinan prematur, disfungsi uterus, partus lama, malpresentasi,
malposisi, dan lainnya.7 Komplikasi mioma uteri pada kehamilan dapat muncul
pada antenatal, intrapartu, atau masa puerperium.8 Berdasarkan hal tersebut, maka
memahami dan mengindentifikasi mioma uteri lebih dini sangat penting untuk
dilakukan untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mioma uteri atau sering disebut juga dengan fibroid, leiomymoma, atau
fribromyoma adalah tumor jinak yang berasal dari sel otot polos pada rahim. Sel
tumor tersebut dapat terbentuk karena mutasi genetik dan berkembang karena
hormon esterogen dan progesteron.1 Mioma uteri merupakan neoplasma jinak
yang sering terjadi pada wanita dengan organ reproduksi yang masih aktif. 2
Mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan menstruasi berat, anemia, gangguan
pada kandung kemih, inkontinensia, infertilitas, dan keguguran berulang.4
2.2 Epidemiologi
Mioma uteri biasanya terjadi pada 25-30% wanita usia reproduktif. 3
Tumor jinak ini mewakili 20% dari keseluruhan jenis tumor yang terjadi. Sebesar
25 sampai 40% kasus mioma menimbulkan gejala yang dapat berdampak pada
kualitas hidup dan membutuhkan pengobatan.4 Mioma uteri sebagian besar terjadi
pada usia 50 tahun yaitu sebesar 70%, pada masa perimenopause terjadi sebesar
30 sampai 40% kasus, dan pada usia reproduksi sebesar 20 sampai 25% kasus.
Ras kulit hitam mempunyai risiko lebih tinggi mengalami mioma uteri yaitu
sebesar 18% dibandingkan dengan wanita hispanik sebesar 10%, wanita kulit
putih sebesar 8%, dan yang paling jarang adalah wanita Asia.2
Kejadian mioma uteri di Indonesia menempati urutan kedua setelah kanker
serviks. Mioma uteri ditemukan pada 2,39% hingga 11,7% dari keseluruhan
pasien ginekologi yang dirawat. Tumor jinak ini sering ditemukan pada wanita
nulipara atau kurang subur daripada wanita yang sering melahirkan. Prevalensi
mioma uteri di Surabaya dan Riau adalah sebanyak 10,03% dan 8,03% dari
keseluruhan kasus ginekologi.5 Berdasarkan penelitian retrospektif di Manado,
ditemukan kejadian mioma uteri terbanyak terjadi pada rentang usia 36 sampai 45
tahun dengan kejadian dominan pada wanita nulipara.6

2
2.3 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan mioma uteri
antara lain sebagai berikut.1,2
1. Genetik dan Ras
Risiko terjadinya mioma uteri meningkat sebanyak 2,5 kali pada individu
dengan riwayat keluarga. Ras Afrika mempunyai kecenderungan lebih sering
mengalami mioma uteri dibandingkan dengan ras lainnya. Ras Asia
merupakan ras yang paling jarang mengalami mioma uteri. 1,2
2. Usia
Pada wanita usia produktif risiko berkembangnya mioma meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Mioma uteri tidak dapat terjadi pada masa
pubertas dan menurun pada masa menopause. Sebesar 20-25% mioma uteri
terdiagnosa pada usia reproduktif dan 30-40% pada usia lebih dari 40 tahun.
Wanita dengan riwayat menstruasi lebih dini dan terlambat mengalami
menopause meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri. 1,2
3. Obesitas
Studi epidemiologi menemukan bahwa risiko terjadinya mioma uteri
berhubungan dengan obesitas dan diabetes melitus. Faktor yang berperan
dalam meningkatnya risiko mioma adalah resistensi insulin bersamaan
dengan peningkatan IGF-I dan level androgen. Peningkatan berat badan
sebesar 10 kg serta peningkatan jaringan lemak lebih dari 30% dapat menjadi
pemicu peningkatan konversi androgen menjadi esterogen dan penurunan sex
hormone globulin (SHBG). 1,2
4. Gaya hidup dan diet
Gaya hidup sendentary merupakan fakto risiko karena meningkatkan risiko
obesitas dan disregulasi hormonal. Makanan yang mempunyai kadar indeks
glikemik yang tinggi dan asam lemak omega-3 terutama marine fatty acid
(MFA) akan meningkatkan tumor melalui jalur induksi hormonal akibat
penumpukan lemak. Pada wanita Amerika Afrika mioma uteri lebih sering
ditemukan karena mengonsumsi sedikit buah, vitamin, dan suplemen mineral.
Konsumsi vitamin A dan D dapat menjadi faktor proteksi terjadinya mioma
uteri. 1,2

3
5. Nulipara
Risiko terjadinya mioma uteri berbanding terbalik dengan paritas.
Peningkatan jumlah kehamilan dapat menurunkan risiko terjadinya mioma
uteri. Hal tersebut dapat dijelaskan berdasakan mekanisme hormonal dan
non-hormonal. Paritas dapat menyebabkan siklus menstruasi menurun dan
kehamilan dapat mengubah hormon pada ovarium, growth factors, esterogen
dan merubah jaringan uterus sehingga mioma uteri lebih sering terjadi pada
wanita nulipara. 1,2
6. Kontrasepsi hormonal
Risiko terjadinya mioma uteri meningkat pada penggunaan kontrasepsi
hormonal karena mengandung hormon esterogen baik yang murni maupun
kombinasi. 1,2

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya mioma uteri hingga saat ini masih belum diketahui
secara pasti, namun terdapat beberapa jalur yang dapat dihubungkan dengan
teerjadinya mioma uteri sebagai berikut. 9,10
1. Hormonal
Mutasi genetik mengakibatkan reseptor esterogen di bagian dalam
miometrium bertambah secara signifikan. Untuk mengkompensasi hal
tersebut, kadar esterogen meningkat akibat aromatase yang tinggi. Esterogen
akan meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat jalur apoptosis,
serta merangsang produksi sitokin dan platelet derived growth factor (PDGF)
dan epidermal growth factor (EGF). Esterogen juga akan memicu
terbentuknya reseptor progesteron di bagian luar miometrium. 9,10
Mekanisme progresteron dalam terbentuknya tumor adalah dengan
merangsang insulin like growth factor (IGF-1), transforming growth factor
(TGF), dan EGF. Progesteron juga dapat merangsang proto-onkongen, Bcl-2
(beta cell lymphoma-2) yang merupakan suatu inhibitor apoptosis. Inhibitor
tersebut diproduksi pada fase sekretori siklus menstruasi. Siklus inilah yang
menyebabkan berkurangnya volume tumor pada masa menopause. 9,10
2. Proses inflamasi

4
Menstruasi merupakan suatu proses inflamasi ringan yang terjadi
secara berulang dan memicu terbentuknya matriks esktraseluler lebih cepat
dan proliferasi sel. Hal tersebut ditandai dengan hipoksia dan kerusakan
pembuluh darah dan dikompensasi oleh tubuh dengan pelepasan zat
vasokonstriksi. Pada individu dengan obesitas mengalami proses inflamasi
kronis di dalam tubuhnya dan terjadi peningkatan sitokin seperti TNF-α, IL-1,
IL-6, dan eritropoetin yang memiliki peranan dalam terjadinya tumor. 9,10
3. Growth factor
Growth factor menginduksi pertumbuhan tumor dengan mekanisme
membentuk untaian DNA baru, memicu proses mitosis sel, dan berperan
dalam angiogenesis tumor. Tempat penyimpanan growth factor yaitu matriks
ekstraseluler menjadi pemicu terjadinya mioma uteri karena dapat
mempengaruhi proliferasi sel. Growth factor yang menyebabkan
tumorigenesis adalah epidermal growth factor (EGF), insulin like growth
factor (IGF I-II) transforming growth factor-B, platelet derived growth
factor, acidic fibroblast growth factor (aFGF), basic fibroblast growth factor
(bFGF), heparin-binding epidermal growth factor (HBGF), dan vascular
endothelial growth factor (VEG-F). 9,10

2.5 Klasifikasi
Mioma uteri diklasifikasikan dengan angka sesuai dengan lokasinya.
Leiomyoma subserosa berasal dari miosit berbatasan dengan lapisan serosa.
Sedangkan, leiomyoma parasitic menempel pada struktur pelvis yang menerima
vaskularisasi. Leiomyoma intramural yaitu tumor yang tumbuh di dalam dinding
uterus. Leiomyoma submukosa berada di dekat endometrium dan tumbuh serta
menonjol ke dalam kavitas endometrium. Sedangkan, leiomyoma pedinculated
hanya menempel bagian batang dari myometrium progenitor.11 Klasifikasi
tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah.

5
Gambar 1. Klasifikasi Leiomyoma Uteri11

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari myoma uteri dapat berupa perdarahan, nyeri dan
tekanan, serta gangguan fertilitas. Sebagian besar pasien leiomyoma adalah
asimptomatik, namun dapat juga bermanifestasi sebagai perdarahan berat.
Perdarahan pada leiomyoma diperkirakan disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh
darah endometrium dan gangguan hemostasis.12 Mioma uteri yang besar dapat
menyebabkan penekanan kronis, frekuensi, inkontinensia, atau konstipasi. Selain
itu, pasien juga bisa merasakan dismenore kronis, dispareunia, atau nyeri pelvis
nonsiklus. Mioma uteri juga dapat mengalami nyeri akut pelvis namun jarang, hal
itu sering ditemukan pada mioma yang sudah degenerasi, prolaps, atau terpilin.
Prolaps tumor pedinculated dari kavitas endometrium dapat menyebabkan nyeri
dan kram, sehingga menyebabkan keluarnya carian serosa dan perdarahan akibat
pelebaran serviks.13 Leiomyoma juga dapat menyebabkan gangguan fertilitas
sekitar 1-3% dari seluruh kasus infertilitas. 14,15 Subfertilitas biasanya terkait
dengan leiomyoma submukosa, dibandingkan dengan jenis lainnya.16

6
2.7 Diagnosis
Mioma uteri dapat dideteksi dengan pemeriksaan pelvis, yaitu ditemukan
adanya pembesaran uterus, kontur ireguler, atau keduanya. Pada wanita yang
masih dalam tahap reproduksi maka dilakukan pemeriksaan b-hCG untuk eksklusi
kehamilan dan transvaginal sonografi (TVS). Mioma uteri tampak sebagai massa
fokal dengan tekstur heterogen yang bervariasi dari hipo- sampai hiper-echoic.
Dalam pemeriksaan tersebut, juga diperiksa kavitas endometrium untuk
menginspeksi mioma, polip endometrium, atau sinekia. Selain itu, saline-infusion
sonography (SIS) atau histeroskopi dapat memberikan informasi tambahan
terhadap kavitas endometrium, 3D TVS dan 3D SIS juga dapat mengevaluasi
kavitas endometrium lebih baik.13
Mioma uteri memiliki karakteristik vaskular, sehingga bisa diidentifikasi
dengan color Doppler. Penemuan klasik pada pemeriksaan tersebut adalah tepi
perifer sirkumferensial dari vaskuler, dimana terdapat beberapa pembuluh darah
yang timbul dan penetrasi kebagian tengah tumor. Pada wanita yang masih fertil,
kavitas endometrium dapat diperiksa dengan histerosalfingografi (HSG),
hysterosalphingo-contrast sonography (HyCoSy), atau histeroskopi. 13

Gambar 2. TVS leimomyoma subserosa13

7
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari mioma uteri adalah17 :
a. Adenomiosis
b. Endometriosis
c. Kehamilan
d. Leiomyosarkoma
e. Endometrial karsinoma
f. Karsinoma uteri

2.9 Penatalaksanaan
Pilihan penatalaksanaan disesuaikan dengan usia pasien, tingkat keparahan
keluhan, ukuran dan lokasi mioma, serta keinginan untuk mempertahankan
fertilitas dan mempertahankan uterus. Mioma uteri yang bergejala dapat diberikan
tatalaksana medikamentosa dan operatif. Tatalaksana bertujuan untuk
menghilangkan tanda dan gejala, pengurangan ukuran fibroid yang berkelanjutan,
pemeliharaan kesuburan/fertilitas (jika diinginkan), dan penghindaran bahaya.18
A. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Bila mioma uteri
besarnya seperti kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang
cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada gejala atau keluhan. Pada masa
post menopause, mioma uteri biasanya tidak memberikan keluhan. Bila terjadi
pembesaran mioma uteri uteri post menopause harus dicurigai kemungkinan
keganasan.1

B. Medikamentosa
Untuk saat ini, tidak ada agen definitif yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk terapi medikamentosa jangka panjang pada mioma
uteri. Namun terdapat beberapa pilihan terapi medikamentosa yang dapat
digunakan dalam penanganan mioma uteri, yaitu gonadotropin-releasing
hormone analogue (GnRH), anti-progesterone, aromatase inhibitor (AIs),

8
karbegolin, dan danazol.18 Pemberian terapi medikamentosa ditujukan untuk
mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor, dan sebagai prosedur pre-
operatif.19
1. Agonis Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
Agonis Gonadotropin Releasing Hormone bekerja melalui down
regulation reseptor GnRH, sehingga terjadi penurunan produksi FSH dan
LH yang akan menurunkan produksi estrogen. Terapi GnRH ini mampu
mengatasi gejala menorrhagia, anemia dan gejala yang timbul akibat
penekanan massa tumor ke pelvis. Durasi pemberian yang dianjurkan
adalah selama 3-6 bulan; pemberian jangka panjang >6 bulan harus
dikombinasi dengan progesteron dengan atau tanpa estrogen.1 GnRH
agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada hari ke-3
sampai 5 mentruasi dengan dosis 3,75 mg intramuskuler gluteal. 20 Bila
GnRH digunakan sebagai terapi pre-operatif hingga ukuran uterus kurang
dari 16 minggu (operable) mampu mencegah kehilangan darah berlebihan
selama operasi. Respon terhadap terapi GnRH bervariasi sebab banyak
hormon yang mempengaruhi perkembangan mioma uteri (estrogen,
progesteron, growth factors dan reseptor).18
Beberapa efek samping terapi GnRH yang dilaporkan, antara lain
adalah hot flushes kulit kemerahan) yang terjadi pada > 75 % pasien dan
umumnya gejala tersebut tampak setelah 3-4 minggu penggunaan GnRH.
Sekitar 5-15 % pengguna terapi GnRH mengeluh sakit kepala, vagina
kering, kekakuan pada sendi dan otot, serta depresi. Reaksi alergi setempat
pada daerah penyuntikan GnRH ditemukan pada 10 % pasien. Reaksi
alergi serius lainnya jarang terjadi, namun tidak menutup kemungkinan
terjadi reaksi anafilaksis segera maupun lambat.18
2. Anti-progesterone
Antiprogesteron dikatakan efektif untuk menghambat pertumbuhan
dari mioma uteri. Berikut merupakan anti-progesterone yang dapat
digunakan untuk penatalaksanaan pada mioma uteri:
 Mifepristone

9
Pemberian mifepristone 25 mg selama 3 bulan sangat efektif
untuk mengurangi ukuran tumor dan keluhan menoragia. Efek
samping dari mifepristone yaitu terjadi peningkatan sementara
pada transaminase yang terjadi pada 4% kasus hiperplasia
endometrium dan pada 28% wanita yang diskrining dengan
biopsi endometrium.19
 Asoprisnil
Asoprisnil merupakan selective progesterone receptor
modulator (SPRM) yang dikembangkan untuk pengobatan
mioma yang sensitif terhadap progesteron. Kelebihan dari
asporinil ini tidak menyebabkan hiperplasia endometrium. 19
 Ulipristal
Ulipristal adalah SPRM yang disetujui FDA yang diindikasikan
untuk kontrasepsi darurat. Ulipristal menunjukkan efek
antiproliferatif pada sel mioma uteri dan endometrium. Secara
struktural ulipristal mirip dengan mifepristone dan efektif
dalam pengobatan mioma uteri. Hal ini berhubungan dengan
penurunan nyeri, perdarahan, dan ukuran mioma uteri, serta
peningkatan kualitas hidup. 19
3. Aromatase Inhibitor
Aromatase inhibitor secara signifikan dapat memblokir produksi
estrogen ovarium. Aromatase inhibitor dapat membantu mengurangi
ukuran tumor serta mengurangi perdarahan menstruasi. Aromatase
inhibitor terbagi dua jenis, yaitu aromatase inhibitor kompetitif yakni
anastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni exemestane.
Kerja keduanya hampir sama yakni menghambat proses aromatisasi yang
merupakan dasar patogenesis mioma. Kelebihan obat ini adalah tidak ada
efek tromboemboli yang dapat menjadi kausa mortalitas.21
4. Karbegolin
Karbegolin merupakan pilihan terapeutik untuk mioma uteri.
Karbegolini telah terbukti dapat menurunkan volume dari fibroid sekitar
50% dengan penggunaan selama 6 minggu. 21

10
5. Danazol
Danazol dapat mengurangi volume fibroid. Danazol memiliki efek
samping androgenik, sehingga penggunaannya hanya dalam jangka waktu
3- 6 bulan. Danazol diberikan setiap hari dalam dosis terbagi mulai dari
200-400 mg selama 3 bulan untuk meminimalkan kehilangan darah atau
menghasilkan amenore dengan aksi agonis antigonadotropin dan
androgen.22

C. Operatif
Tatalaksana operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi
arteri uterus.
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pilihan yang umum digunakan untuk wanita yang
belum memiliki anak atau mereka yang ingin mempertahankan uterus dan
fertilitas serta menolak untuk tindakan histerektomi. Tindakan dapat
dilakukan dengan histeroskopi, laparoskopi, atau melalui
laparotomi.1,18Tindakan ini dilakukan dengan melakukan pengambilan
sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma mioma submukosa pada mioma geburt
dengan cara ekstirpasi lewat vagina.18
2. Histerektomi
Histerektomi merupakan pilihan operasi definitif dan paling umum
dikerjakan pada kasus mioma uteri. Histerektomi memberikan
penyembuhan definitif bagi wanita dengan mioma uteri yang tidak ingin
mempertahankan kesuburan, sehingga gejalanya dapat sembuh total dan
kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. 18 Pilihan dan jenis histerektomi
yang dapat dilakukan yaitu melalui abdominal, laparoskopi, atau vagina.
Efek yang didapat oleh pasien dengan mioma uteri setelah dilakukan
histerektomi yaitu terdapat perbaikan yang nyata pada nyeri panggul,
gejala kencing, kelelahan, gejala psikologis, dan disfungsi seksual.
Namun, efek tersebut diimbangi dengan risiko operasi besar. Dengan

11
histerektomi, pengangkatan ovarium mungkin dapat dilakukan atau tidak
sesuai keinginan pasien. 13
3. Embolisasi arteri uterus (Uterine Artery Embolization / UAE)
Metode ini dilakukan dengan embolisasi melalui arteri femoral
komunis untuk menghambat aliran darah ke uterus dengan butiran
polyvinyl alkohol yang dimasukkan melalui kateter. Efek yang
diharapkan adalah iskemia dan nekrosis yang secara perlahan membuat
sel mengecil. Teknik ini direkomendasikan pada pasien yang
menginginkan anak dan menolak transfusi, memiliki penyakit komorbid,
atau terdapat kontraindikasi operasi. Di sisi lain, teknik ini
dikontraindikasikan pada kehamilan, jika terdapat infeksi arteri atau
adneksa dan alergi terhadap bahan kontras.1,18

2.10 Komplikasi
Komplikasi mioma yang paling meresahkan adalah infertilitas.
Berdasarkan studi di Amerika Serikat, infertilitas dapat terjadi pada 2-3% kasus
mioma uteri.23 Pada kehamilan, mioma uteri akan memicu keguguran, gangguan
plasenta dan presentasi janin, prematuritas serta perdarahan pascapersalinan.
Komplikasi pembedahan meliputi perdarahan, infeksi, dan trauma pada organ
sekitar. Akibat embolisasi dapat terjadi sindrom pasca-embolisasi yang ditandai
dengan keluhan nyeri, demam, dan ekspulsi tumor dari vagina.1,18

2.11 Prognosis
Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan
mengecil dalam 6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma
simptomatis sebagian besar berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi
rekurensi dapat terjadi pada 15- 33% pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5-10
tahun, 10% pasien akhirnya menjalani histerektomi.18 Post-embolisasi, tingkat
kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam 18 bulan sampai 5 tahun setelah
tindakan.24
Konsepsi spontan dapat terjadi pasca miomektomi atau setelah radioterapi.
Pada penelitian retrospektif, kejadian seksio sesaria meningkat pada wanita hamil

12
dengan mioma uteri karena kejadian malpresentasi janin, ketuban pecah dini,
prematuritas, dan kematian janin dalam kandungan. Mioma uteri bersifat jinak,
risiko menjadi keganasan sangat rendah, hanya sekitar 10-20% mioma
berkembang menjadi leiomyosarcoma. 24 Keganasan umumnya dipicu oleh riwayat
radiasi pelvis, riwayat penggunaan tamoksifen, usia lebih dari 45 tahun,
perdarahan intratumor, penebalan endometrium, dan gambaran heterogen pada
gambaran radiologis MRI.1,18

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mioma uteri pada wanita dapat menimbulkan gejala yang membuat
penurunan kualitas hidup. Faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah genetik,
ras, usia, obesitas, dan gaya hidup. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan
adalah perdarahan, nyeri, dan gangguan fertilitas. Mioma uteri dapat didiagnosis
dengan transvaginal sonografi (TVS), SIS, 3D-TVS, 3D-SIS, serta color Doppler.
Penatalaksanaan mioma uteri disesuaikan dengan usia, tingkat keparahan, ukuran,
dan lokasi mioma, serta keinginan mempertahankan fertilitas dan uterus. Pilihan
terapi dapat berupa konservatif, medikamentosa, dan operatif.

14
Daftar Pustaka

1. Lubis, Pika N. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK-


284;2020.47(3).
2. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of Uterine
Myomas: A Review. Int J Fertil Steril. 2016;9(4):424-435.
doi:10.22074/ijfs.2015.4599
3. Mourgues, J., Villot, A., Thubert, T., Fauvet, R., & Pizzoferrato, A.-C.
(2019). Uterine myomas and lower urinary tract dysfunctions: a literature
review. Journal of Gynecology Obstetrics and Human Reproduction.
doi:10.1016/j.jogoh.2019.03.021 
4. Monleón, J., Cañete, M. L., Caballero, V., Del Campo, M., Doménech, A.,
Losada, M. Á., Calaf, J., & EME Study Group (2018). Epidemiology of
uterine myomas and clinical practice in Spain: An observational
study. European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive
biology, 226, 59–65. https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2018.05.026
5. Sulistyowati N, Lina A. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Mioma
Uteri di RSUD Raja Ahmad Tabib Provinsi Kepulauan Riau dan RS-
BLUD Kota Tanjungpinang Tahun 2018. Jurnal Cakrawala Kesehatan.
2019;10(1):18-27.
6. Hana A, Freddy WW, Hermine MMT. Karakteristik penderita mioma uteri
di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal Medik dan Rehabilitasi.
2019;1(3):1-6.
7. G.L.Shobhitha, Bindu PH and KVS S. 2015. Myoma Complicating
Pregnancy A report of two cases. IOSR Journal of Dental and Medical
Sciences. Volume 14, Issue 4 Ver. II, PP 33-36
8. Rajuddin, Donny. A sucsessfull myomectomy during cesarion section in
pregnancy with history of myomectomy: A report of one case. Jurnal
Averrous. 2018;4(1).
9. Valle, Rafael & Ekpo GE (2015). Pathophysiology or uterine myomas and
its clinical implications. In, Uterine myoma, myomectomy and minimally
invasive treatments. Tinnelli, A., Malvasi, A. (Eds.) Springer Science-

15
BusinessMed. Cham. hildelberg. New York Diddre.det, London. 2015.
DOI 10.1007/978-3-319-10305-1_1
10. Ciavattini, A., Di Giuseppe, J., Stortoni, P., Montik, N., Giannubilo, S. R.,
Litta, P., Islam, M. S., Tranquilli, A. L., Reis, F. M., & Ciarmela, P.
(2013). Uterine fibroids: pathogenesis and interactions with endometrium
and endomyometrial junction. Obstetrics and gynecology
international, 2013, 173184. https://doi.org/10.1155/2013/173184
11. Munro MG, Critchley HO, Fraser IS, et al: The two FIGO systems for
normal and abnormal uterine bleeding symptoms and classification of
causes of abnonnal uterine bleeding in the reproductive years: 2018
revisions. lnt 1 Gynaccol Obstet 143(3):393, 2018
12. lkhena DE, Bulun SE: Literature review on the role of uterine fibroids in
endometrial function. Rcprod Sci 25(5):635, 2018

13. Hoffman B, Schorge J, Bradshaw K, Halvorson L, Schaffer J, Corton M.


Williams Gynecology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Education;
2016:202-212.
14. Buttram VC Jr, Reiter RC: Uterine leiomyomata: etiology,
symptomatology, and management. Fettil Steril 36( 4):433, 1981
15. Donnez J, Jadoul P: What arc the implications of myomas on fi:rtility? A
need for a debate? Human Reprod 17(6):1424, 2002
16. American Society fOr Rqroduaive Medicine: Remon! of myomas in
U)'IIlptomatic; parlc.au to improve; fenility :u1dlor roduc;c; miscarriage
rau:: a guideline. Pertil Swrll108(3):416, 2017
17. Fleischer AC, James AE, Millis JB, Julian C. Differential diagnosis of
pelvic masses by gray scale sonography. AJR Am J Roentgenol. 1978
Sep;131(3):469-76.

18. Maria SD, Edward MB. Uterine fibroids: Diagnosis and treatment. Am
Fam Physician. 2017;95(2):100-7
19. Sabry M, Al-Hendy A. Medical Treatment of Uterine Leiomyoma.
Reproductive Sciences. 2012;(4):339-353.
20. Anonim. Panduan Praktek Klinis SMF Obstetri & Ginekologi Mioma
Uterus. Denpasar: SMF Obstetri & Ginekologi FK Unud. 2015

16
21. Vilos G, Allaire C, Laberge P, Leyland N. The Management of Uterine
Leiomyomas. J Obstet Gynaecol Can. 2015;37(2):157-178.
22. Dutta D. Dutta's Textbook Of Gynecology. 6th ed. Kolkata: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2013:272-284.
23. Andrea C, Jacopo DG, Piergiorgio S, Nina M, Stefano RG, Petro L, et al.
Uterine fibroids: Pathogenesis and interactions with endometrium and
endomyometrial junction. Obstet Gynecol Int. 2013;2013:173184.
24. Alistair RW. Uterine fibroids-what’s new? Pubmed Central. 2017; 6:
2109.

17

Anda mungkin juga menyukai