Anda di halaman 1dari 73

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA PASIEN MIOMA UTERI DI


RUANG ANGGREK I RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1


1. AGNES LUSIANY VERONIKA SIREGAR NIM: 21142011904
2. AGUSTIAWAN NIM: 21142011905
3. ANGGRENARI JANUARTRY ROTUAHNI SINAGA NIM: 21142011906
4. BEE OKTA CHERY MORINA BRAHMANA NIM: 21142011907
5. ERIKA NOVI YANTI TARIGAN NIM: 21142011908
6. DHARMA WIJAYA SIALLAGAN NIM: 21142011909
7. HARY PRATAMA SITINDAON NIM: 21142011910
8. HENDRA JUNAIDI NIM: 21142011911
9. MARTUNIS ALNURA NIM: 21142011912
10. M.RISKY AFANDI NIM: 21142011913
11. NUR ALVI RAHMASARI NIM: 21142011914
12. RAHMI SHAIMAH NIM: 21142011915

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINALITA SUDAMA MEDAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah nya sehingga pembuatan makalah tentang “Asuhan Keperawatan
Maternitas Mioma Uteri di Ruang Anggrek I RSUD Dr. Pirngadi Medan”.

Kelompok kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun,penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang di miliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya,penulis dengan rendah hati menerima masukan dan
saran untuk penyempurnaan makalah ini

Medan, Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BABI PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Dasar Mioma Uteri.....................................................................4
1. Pengertian............................................................................................4
2. Etiologi................................................................................................4
3. Klasifikasi Mioma Uteri......................................................................7
4. Patofisiologi.........................................................................................9
5. WOC.................................................................................................10
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis.................................11
7. Gambaran Klinis...............................................................................12
8. Penatalaksanaan.................................................................................13
B. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................17
1. Pengkajian Keperawatan...................................................................17
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan..............................................21
3. Perencanaan Keperawatan.................................................................22

BAB III KASUS


A. Pembahasan...........................................................................................40
1. Pengkajian........................................................................................40
2. Diagnosa Keperawatan....................................................................46
3. Rencana Tindakan keperawatan......................................................57
4. Implementasi Keperawatan...............................................................60
5. Evaluasi Keperawatan......................................................................62

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................66
B. Saran......................................................................................................68

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................69

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah dengan
memperhatikan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi karena hal
tersebut berdampak luas, menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta
merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh
besar dan berperan penting terhadap kelanjutan generasai penerus suatu negara
(Manuaba, 2009).

Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh
dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segalah hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsinya serta proses-prosesnya.
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya
(Nugroho, 2012).

Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri merupakan
suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot polos
dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri
atau uterine fibroid. Mioma uteri ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif
atau menopouse (Aspiani, 2017).

Menurut WHO kejadian mioma uteri sekitar 20% sampai 30% dari seluruh
wanita didunia dan terus mengalami peningkatan. Mioma uteri ditemukan
30% sampai 50% pada perempuan usia subur (Robbins, 2007). Menurut Wise
penelitiannya di Amerika serikat periode 1997-2007 melaporkan 5.871 kasus

1
mioma uteri dari 22.120 terjadi pada wanita kulit hitam dengan prevalensi
26,5%

Kejadian mioma uteri di Indonesia ditemukan 2.39% - 11.7% pada semua


penderita ginekologi yang dirawat di rumah sakit, penyakit mioma uteri sering
ditemukan pada wanita nullipara (belum pernah melahirkan) ataupun pada
wanita kurang subur. Mioma uteri diperkirakan antara 20% sampai 25%
terjadi pada wanita berusia diatas 35 tahun (Aspiani, 2017). Menurut Apriyani
faktor-faktor terjadinya mioma uteri ada empat diantaranya usia reproduksi
sebanyak 65,0%, paritas multipara sebanyak 47,5%, dengan usia menarhe
normal sebanyak 95%, dan status haid tidak teratur sebanyak 52,5%.

Mioma uteri diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma mulai dari


benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih
ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah pengaruh hormon estrogen
terhadap sel-sel yang ada di otot rahim. Mioma menimbulkan gejala berupa
perdarahan abnormal, rasa nyeri dan rasa adanya tekanan didaerah sekitar
panggul yang dapat menciptakan rasa sakit hingga menjalar ke punggung
(Manuaba, 2009). Perdarahan abnormal merupakan gejala yang paling sering
di alami oleh wanita penderita mioma uteri. Perdarahan bisa diakibatkan
karena pembesaran mioma sehingga menekan organ disekitarnya seperti
tertekannya kandung kemih, usus besar, pelebaran pembuluh darah dan
gangguan ginjal karena akibat pembesaran dan penekanan mioma uteri
terhadap saluran kemih.

Mioma uteri dapat mengakibatkan permukaan endometrium yang lebih luas


dari pada biasanya. Perdarahan mioma uteri dapat berdampak pada ibu hamil
dan penderita mioma uteri itu sendiri. Ibu hamil akan mengalami dampak
berupa abortus spontan, persalinan prematur, dan malpresentasi. Pada
penderita mioma uteri akan mengalami perdarahan yang banyak dan dapat
mengakibatkan anemia. Pendarahan juga dapat terjadi pada pencernaan karena
perluasan dan pembesaran mioma uteri sehingga pasien mioma uteri tidak

2
hanya dilakukan operasi pada alat kelamin tetapi juga dapat dilakukan operasi
pencernaan (colostomy). Pada kasus ini pasien mioma uteri mengalami
komplikasih yang berat dan dapat memperburuk kesehatan dan tidak jarang
pasien tersebut mengalami penurunan kesehatan karena terjadi gangguan pada
nutrisi dan tubuh mengalami kelemahan hingga menjadi syok dan pada
akhirnya menimbulkan kematian (Aspiani, 2017).

Hampir dari separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa pederita mengalami penyakit mioma uteri.
Pengobatan mioma uteri bervariasi tergantung pada umur ibu atau penderita,
jumlah anak yang dimiliki, lokasi mioma uteri di rahim, dan besar mioma
uteri. Prinsip pengobatannya adalah melakukan operasi pengangkatan total
atau sebagian, pemberian hormon dan radiasi untuk menghilangkan fungsinya
sehingga diharapkan dapat mengecilkan tumor (Manuaba, 2009).

Menurut American College of Obstetricians and Gineclogist (ACOG) dan


American Socienty of Reproductive Medicine (ASRM) ada delapan indikasi
untuk melakukan operasi pada mioma uteri diantaranya adalah nyeri
penekanan yang sangat mengganggu, perdarahan yang tidak respon terhadap
terapi konservatif, dan dugaan adanya keganasan pada organ reproduksi. Pada
mioma ini sering terjadi kekambuhan setelah pengangkatan, dan banyak yang
bermetastasi secara luas sehingga angka harapan hidup 5 tahun sekitar 40%.
Wanita subur diharapkan untuk melakukan pemeriksaan ginekologi secara
teratur agar terhindar dari penyakit mioma uteri dan dapat menegakkan
diagnosis serta penanganan dini dapat dilakukan (Robbins, 2007).

2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah Mioma Uteri di RSU dr. Pirngadi
Medan mengunakan metode ilmiah proses keperawatan mulai dari pengkajian
sampai dengan pembuatan dokumentasi keperawatan.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Mioma Uteri


1. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

2. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).

2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)


Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometrium normal.

3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.

4
4) Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.

5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:


a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel-
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan
genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum
berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).

5
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.

Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,


misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada


mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
1) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse
dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.

6
2) Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu
mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.

3) Hormon pertumbuhan (growth hormone)


Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu
HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.
.
3. Klasifikasi Mioma
Mioma umunya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah mana mioma
tumbuh.
1) Lapisan Uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma
ini dibagi menjadi tiga jenis.
a. Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian
besar tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah (miometrium). Pertumbuhan tumor dapat menekan otot
disekitarnya dan terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan
membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Mioma yaang terletak
pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.

b. Mioma Uteri Subserosa


Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar
yaitu serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini

7
bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan uterus diliputi oleh
serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma subserosa
yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wandering parasitis fibroid.

c. Mioma Uteri Submukosa


Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga
menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau
berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
di keluarkan melalui saluran seviks yang disebut mioma geburt.
Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang
dilahirkan.

8
4. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi (Aspiani, 2017).

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran
kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan
tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga
neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian
terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari
mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan
diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang
berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah
perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).

9
5. WOC

Faktor predisposisi:
a. Usia penderita
b. Hormon endogen
c. Riwayat keluarga
d. Makanan, kehamilan dan paritas

Mioma Uteri

Mioma Intramural mioma submukosa mioma Subserosa

Tumbuh didinding uterus berada dibawah endometrium & tumbuh keluar dinding
Menonjol kedalam rogga uterus uterus

Mk: Resiko Syok Hipovolemik Gejala/Tanda

Anemia Perdarahan pembesaran uterus

suplai darah Gg Hematologi Kurang Pengetahuan Gg sirkulasi Penekanan Syaraf

Mk: Gg Perfusi penurunan respon imun Nekrosis


Jaringan perifer Mk: Ansietas
Radang Nyeri

Mk: Resiko Infeksi Mk: Nyeri Akut/Kronis

Penekanan
Kandung kemih uretra Ureter Rektum kolon sigmoid

Poli Uria Retensio Urine Hidronefrosis obstipasi kolon desenden dan ileum

Mk: Gangguan Eliminasi Urine Mk: Konstipasi Kolon asendens


Kolostomy Mk: resiko gangguan identitas pribadi
Kolon tranversum dan duodenum
usus membusuk terjadi infeksi pada usus

Fungsi pencernaan menurun Terjadi pendarahan pada usus

Mk: Ketidak keseimbangan Anemia Kelemahan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mk: Resiko Syok Hipovolemik

(Aspiani, 2017)

10
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Berikut beberapa perubahan yang dapat terjadi pada pada tubuh karena mioma
uteri.
1. Degenerasi hialin, merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan.
a. Jaringan ikat bertambah
b. Berwarna putih dan keras
c. Sering disebut “mioma durum”.
2. Degenerasi kistik
a. Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair.
b. Menjadi poket kistik.
3. Degenerasi membantu (calcareous degeneration)
a. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
b. Padat dan keras
c. Berwarna putih.
4. Degenerasi merah (carneus degeneration )
a. Paling sering terjadi pada masa kehamilan.
b. Estrogen merangsang perkembangan mioma.
c. Aliran darah tidak seimbang karena terjadi edema sekitar tungkai dan
tekanan hamil.
d. Terjadi kekurangan darah yang menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah hemosiderosis
atau hemofusin.
e. Biasanya disertai rasa nyeri, tetapi dapat hilang dengan sendirinya.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi kelahiran prematur,
ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, dan shock.
5. Degenerasi mukoid
Daerah hyalin digantikan dengan bahan gelatinosa yang lembut dan
biasa terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang tergangu.
6. Degenerasi lemak
Lemak ditemukan dalam serat otot polos.

11
7. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontraversi yang ada saat ini adalah
apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah
neoplasma spontan. Leimiosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang
jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.

7. Gambaran Klinis Mioma


Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami penyakit mioma uteri
dalam rahim.

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi hal-hal


berikut.
a. Besarnya mioma uteri.
b. Lokalisasi mioma uteri.
c. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
d. Gejala klinik terjadi hanya sekitar 35%-50% dari pasien yang terkena.

2) Gejalah klinis lain yang dapat timbul pada mioma uteri adalah sebagai
berikut.
a. Perdarahan abnormal merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragia,
metroragia, dan hipermenorhe. Perdarahan dapat menyebabkan anemia
defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena
bertambahnya areah permukaan dari endometrium yang menyebabkan
gangguan kontraksi otot rahim, distorsi, dan kongesti dari pembuluh
darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
b. Penekanan rahim yang membesar.
c. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
d. Terjadi gejalah traktus urinarius: urine freqency, retensi urine,
obstruksi ureter, dan hidronefrosis.

12
e. Terjadi gejalah intestinal: kontipasi dan obstruksi intestinal.
f. Terasa nyeri karena saraf tertekan.

3) Sedangkan rasa nyeri pada kasus mioma dapat disebabkan oleh beberapa
hal berikut.
a. Penekanan saraf.
b. Torsi bertangkai.
c. Submukosa mioma terlahir.
d. Infeksi pada mioma.

4) Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat berakibat


pada hal-hal berikut.
a. Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor yang
menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid, nyeri, dan
dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kelahiran.
b. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi.
c. Keguguran dapat terjadi.
d. Persalinan prematuritas.
e. Gangguan proses persalinan.
f. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
g. Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
h. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.

8. Penanganan Mioma Uteri


Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi,
dan ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri terbagi atas
kelompok-kelompok berikut.

13
1) Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra
dan postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan konsevatif
adalah sebagai berikut.
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid
asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap
minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor
dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada
periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran
tumor diobsevasi dalam 12 minggu.

2) Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.


a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hiperminorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan organ pada sekitarnya.

3) Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa
langkah-langkah berikut.
a. Enukleusi Mioma
Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa
kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan tumor yang dengan mudah dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat

14
berdekatan dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.

4) Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG), kriteria


preoperasi adalah sebagai berikut.
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran
yang berulang tidak ditemukan.

5) Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.

6) Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-hal
berikut.
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut bagian
bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulangdan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
7) Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah
ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut.

15
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopause.

16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada pasien mioma uteri
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif
lama. Kadang-kadang disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah

17
a. Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.

c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas
dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis
kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan
diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.

d. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan
yang terjadi.

e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.

18
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi

g. Pola Istirahat dan Tidur


Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat
kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya
penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus

19
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.

20
2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan
neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman
pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait
penyakit)

21
3. Rencana keperawatan

Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA Internasional (2015-2017), NIC-NOC (2013)

N Intervensi
Diagnosa Keperawatan
O NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau trauma selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Lakukan pengkajian nyeri
jaringan dan refleks spasme mampu mengontrol nyeri dibuktikan komprehensip yang meliputi lokasi,
otot sekunder akibat tumor dengan kriteria hasil: karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
Mengontrol Nyeri dan faktor pencetus
Definisi: 1) Mengenali kapan nyeri terjadi 2) Observasi adanya pentunjuk nonverbal
Pengalaman sensori dan 2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri mengenai ketidak nyamanan terutama
emosional tidak menyenangkan 3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri pada mereka yang tidak dapat
yang muncul akibat kerusakan 4) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri berkomunikasi secara efektif
jaringan aktual atau potensial (nyeri) tanpa analgesik 3) Pastikan perawatan analgesik bagi
atau yang digambarkan sebagai 5) Menggunakan analgesik yang pasien dilakukan dengan pemantauan
kerusakan (International direkomendasikan yang ketat
Association for the Study of 6) Melaporkan perubahan terhadap gejalah 4) Gunakan strategi komunikasi

22
pain) awitan yang tiba-tiba atau nyeri pada profesional kesehatan terapeutik untuk mengetahui
lambat dari intensitas ringan 7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol pengalaman nyeri dan sampaikan
hingga berat dengan akhir yang pada profesional kesehatan penerimaan pasien terhadap nyeri
dapat diantisipasi atau 8) Menggunakan sumber daya yang tersedia 5) Gali pengetahuan dan kepercayaan
diprediksi. untuk menangani nyeri pasien mengenai nyeri
9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala 6) Pertimbangkan pengaruh budaya
Batasan karakteristik: nyeri terhadap respon nyeri
a) Bukti nyeri dengan 10) Melaporkan nyeri yang terkontrol 7) Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
menggunakan standar daftar terhadap kualitas hidup pasien
periksa nyeri untuk pasien (misalnya, tidur, nafsu makan,
yang tidak dapat pengertian, perasaan, performa kerja
mengungkapannya dan tanggung jawab peran)
b) Ekspresi wajah nyeri (misal: 8) Gali bersama pasien faktor-faktor yang
mata kurang bercahaya, dapat menurunkan atau memperberat
tampak kacau, gerakan mata nyeri
berpencar atau tetap pada 9) Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
satu fokus, meringis) yang meliputi riwayat nyeri kronik
c) Fokus menyempit (misal: individu atau keluarga atau nyeri yang
persepsi waktu, proses menyebabkan disability/ ketidak

23
berpikir, interaksi dengan mampuan/kecatatan, dengan tepat
orang dan lingkungan) 10) Evaluasi bersama pasien dan tim
d) Fokus pada diri sendiri kesehatan lainnya, mengenai
e) Keluhan tentang intensitas efektifitas, pengontrolan nyeri yang
menggunakan standars kala pernah digunakan sebelumnya
nyeri 11) Bantu keluarga dalam mencari dan
f) Keluhan tentang menyediakan dukungan
karakteristik nyeri dengan 12) Gunakan metode penelitian yang sesuai
menggunakan standar dengan tahapan perkembangan yang
instrumen nyeri memungkinkan untuk memonitor
g) Laporan tentang perilaku perubahan nyeri dan akan dapat
nyeri/ perubahan aktivitas membantu mengidentifikasi faktor
h) Perubahan posisi untuk pencetus aktual dan potensial
menghindari nyeri (misalnya, catatan perkembangan,
i) Putus asa catatan harian)
j) Sikap melindungi area nyeri 13) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
melakukan pengkajian ketidak
Faktor yang berhubungan: nyamanan pasien dan
a) Agens cidera biologis mengimplementasikan rencana monitor

24
b) Agens cidera fisik 14) Berikan informasi mengenai nyeri,
Agens cidera kimiawi seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
15) Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
dari ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
16) Ajarkan prinsip manajemen nyeri
17) Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
18) Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
19) Gunakan tindakan pengontrolan nyeri

25
sebelum nyeri bertambah berat
20) Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi sebelum
prosedur yang menimbulkan nyeri
21) Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan dalam
cacatan medis pasien, informasikan
petugas kesehatan lain yang merawat
pasien
22) Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan respon
pasien
23) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
24) Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai
kebutuhan
25) Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini

26
berubah signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26) Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk menajemen nyeri, jika sesuai

Pemberian analgesik
1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas
dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi
analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika

27
ditemukan tanda-tanda yang tidak
biasanya
6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan
aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi
lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan

28
prinsip analgesik

2. Resiko syok berhubungan NOC: Setelah dilakukan perawatan selama 1x Pencegahan Syok
dengan perdarahan 24 jam diharapkan tidak terjadi syok 1) Monitor adanya respon konpensasi
hipovolemik dengan kriteria: terhadap syok (misalnya, tekanan darah
Definisi: beresiko terhadap 1) Tanda vital dalam batas normal. normal, tekanan nadi melemah,
ketidak cukupan aliran darah 2) Tugor kulit baik. perlambatan pengisian kapiler, pucat/
kejaringan tubuh, yang dapat 3) Tidak ada sianosis. dingin pada kulit atau kulit kemerahan,
mengakibatkan disfungsi seluler 4) Suhu kulit hangat. takipnea ringan, mual dan munta,
yang mengancam jiwa. 5) Tidak ada diaporesis. peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
Faktor resiko 6) Membran mukosa kemerahan. 2) Monitor adanya tanda-tanda respon
1) Hipotensi. sindroma inflamasi sistemik (misalnya,
2) Hipovolemi peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
3) Hipoksemia hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
4) Hipoksia 3) Monitor terhadap adanya tanda awal
5) Infeksi reaksi alergi (misalnya, rinitis, mengi,
6) Sepsis stridor, dipnea, gatal-gatal disertai
7) Sindrom respon inflamasi kemerahan, gangguan saluran
sestemik pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan

29
gelisa)
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan
status mental, egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui
agen yang menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang
beresiko untuk memakai atau
membawa tanda informasi kondisi

30
medis
10) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah-langkah timbulnya
gejala syok

3. Resiko Infeksi berhubungan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Alat terapi per vaginam
dengan penurunan imun selama 1 x 24 jam, pasien mioma uteri 1) Kaji ulang riwayat kontraindikasih
tubuh sekunder akibat menunjukkan pasien mampu melakukan pemasangan alat pervaginam pada
gangguan hematologis pencegahan infeksi secara mandiri, pasien (misalnya, infeksi pelvis,
(perdarahan) ditandai dengan kriteria hasil: laserasi, atau adanya massa sekitar
1) Kemerahan tidak ditemukan pada vagina)
Definisi: tubuh 2) Diskusikan mengenai aktivitas-
Mengalami peningkatan resiko 2) Vesikel yang tidak mengeras aktivitas seksual yang sesuai sebelum
terserang organisme patogenik permukaannya memilih alat yang dimasukan
3) Cairan tidak berbauk busuk 3) Lakukan pemeriksaan pelvis
Faktor yang berhubungan: 4) Piuria/nanah tidak ada dalam urin 4) Intruksikan pasien untuk melaporkan

31
1) Penyakit kronis 5) Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria, perubahan
a. Diabetes melitus 6) Nyeri berkurang warna, konsistensi, dan frekuensi
b. Obesitas 7) Nafsu makan meningkat cairan vagina
2) Pengetahuan yang tidak 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep
cukup untuk menghindari dokter untuk mengurangi iritasi
pemanjanan patogen 6) Kaji kemampuan pasien untuk
3) Pertahanan tubuh primer melakukan perawatan secara mandiri
yang tidak adekuat 7) Observasi ada tidaknya cairan vagina
a. Gangguan peritalsis yang tidak normal dan berbau
b. Kerusakan integritas 8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi
kulit (pemasangankateter pada vagina
intravena, prosedur
invasif) Kontrol Infeksi
c. Perubahan sekresi PH 1) Bersihkan lingkungan dengan baik
d. Penurunan kerja siliaris setelah digunakan untuk setiap pasien
e. Pecah ketuban dini 2) Isolasi orang yang terkena penyakit
f. Pecah ketuban lama menular
g. Merokok 3) Batasi jumlah pengunjung
h. Stasis cairan tubuh 4) Anjurkan pasien untuk mencuci tangan

32
i. Trauma jaringan yang benar
(misalnya, trauma 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci
destruksi jaringan) tangan pada saat memasuki dan
4) Ketidak adekuatan jaringan meninggalkan ruangan pasien
sekunder 6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
a. Penurunan hemoglobin tangan yang sesuai
b. Supresi respon inflamasi 7) Cuci tangan sebelum dan sesudah
5) Vaksinasi tidak adekuat kegiatan perawatan pasien
6) pemajanan terhadap patogen 8) Pakai sarung tangan sebagaimana
lingkungan meningkat dianjurkan oleh kebijakan pencegahan
7) prosedur invasif universal
8) malnutrisi 9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
10) Cukur dan siapkan untuk daerah
persiapan prosedur invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
13) Dorong intake cairan yang sesuai

33
14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi anti biotik yang sesuai
16) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
tanda dan gejalah infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
17) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi

4. Retensi urine berhubungan NOC: setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen eliminasi urin:
dengan penekanan oleh massa 1x 24 jam diharapkan eliminasi urin kembali 1) Monitor eliminasi urin termasuk
jaringan neoplasma pada normal dengan kriteria hasil: frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
organ sekitarnya, gangguan 1) Pola eliminasi kembali normal warna urin sesuai kebutuhan.
sensorik motorik. 2) Bau urin tidak ada 2) Monitor tanda dan gejala retensio urin.
3) Jumlah urin dalam batas normal 3) Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
Definisi: pengosongan kantung 4) Warna urin normal saluran kemih.
kemih tidak komplit 5) Intake cairan dalam batas normal 4) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
6) Nyeri saat kencing tidak ditemukan melaporkan urin uotput sesuai
Batasan karakteristik: kebutuhan.

34
1) Tidak ada keluaran urin 5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
2) Distensi kandung kemih saat makan dan waktu pagi hari.
3) Menetes 6) Bantu pasien dalam mengembangkan
4) Disuria rutinitas toileting sesuai kebutuhan.
5) Sering berkemih 7) Anjurkan pasien untuk memonitor
6) Inkontinensia aliran berlebih tanda dan gejalah infeksi saluran
7) Residu urin kemih.
8) Sensasi kandung kemih
penuh Kateterisasi Urin
9) Berkemih sedikit 1) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan
kateterisasi urin.
Faktor yang berhubungan 2) Pasang kateter sesuai kebutuhan.
1) Sumbatan 3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
2) Tekanan ureter tinggi 4) Posisikan pasien dengan tepat
3) Inhibishi arkus reflex (misalnya, perempuan terlentang
dengan kedua kaki diregangkan atau
fleksi pada bagian panggul dan lutut).
5) Pastikan bahwa kateter yang
dimasukan cukup jauh kedalam

35
kandung kemih untuk mencegah
trauma pada jaringan uretra dengan
inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan
kateter, berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan output.
9) Dokumentasikan perawatan termasuk
ukuran kateter, jenis, dan pengisian
bola kateter
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Manajemen saluran cerna
dengan penekanan pada jam pasien diharapkan konstipasi tidak ada 1) Monitor bising usus
rectum (prolaps rectum) dengan kriteria hasil: 2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising
1) Tidak ada irita bilitas usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada 2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya bising usus
frekuensi normal defekasi yang 3) Tekanan darah dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda dan gejalah

36
disertai oleh kesulitan atau 4) Berkeringat diare, konstipasi dan impaksi
pengeluaran tidak lengkap feses 5) Catat masalah BAB yang sudah ada
atau pengeluaran feses yang Keparahan Gejalah sebelumnya, BAB rutin, dan
kering, keras, dan banyak. 1) Intensitas gejalah penggunaan laksatif
Batasan karakteristik 2) Frekuensi gejalah 6) Masukan supositorial rektal, sesuai
1) Nyeri abdomen 3) Terkait ketidak nyamanan dengan kebutuhan
2) Nyeri tekan abdomen dengan 4) Gangguan mobilitas fisik 7) Intruksikan pasien mengenai makanan
teraba resistensi otot 5) Tidur yang kurang cukup tinggi serat, dengan cara yang tepat
3) Nyeri tekan abdomen tanpa 6) Kehilangan nafsu makan 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan
teraba resistensi otot efek samping gastrointestinal
4) Anoraksia
5) Penampilan tidak khas pada Manajemen konstipasi/inpaksi
lansia 1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
6) Darah merah pada feses 2) Monitor tanda dan gejala impaksi
7) Perubahan pola defekasi 3) Monitor bising usus
8) Penurunan frekuensi 4) Jelaskan penyebab dari masalah dan
9) Penurunan volume feses rasionalisasi tindakan pada pasien
10) Distensia abdomen 5) Dukung peningkatan asupan cairan,
11) Rasa rektal penuh jika tidak ada kontraindikasi

37
12) Rasa tekanan rektal 6) Evaluasi pengobatan yang memiliki
13) Keletihan umum efek samping pada gastrointestinal
14) Feses keras dan berbentuk 7) Intruksikan pada pasien dan atau
15) Sakit kepala keluarga untuk mencatat warna,
16) Bising usus hiperaktif volume, frekuensi dan konsistensi dari
17) Bising usus hipoaktif feses
18) Peningkatan tekanan 8) Intruksikan pasien atau keluarga
abdomen mengenai hubungan antara diet latihan
19) Tidak dapat makan, mual dan asupan cairan terhadap kejadian
20) Rembesan feses cair konstipasi atau impaksi
21) Nyeri pada saat defekasi 9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
22) Massa abdomen yang dapat nutrisi yang telah dikonsumsi
diraba 10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk
Faktor yang berhubungan dapat berkonsultasi dengan dokter jika
1) Funfsional konstipasi atau impaksi masih tetap
a. Kelemahan otot abdomen terjadi
b. Ketidak adekuatan 11) Informasukan kepada pasien mengenai
toileting prosedur untuk mengeluarkan feses
c. Kurang aktifitas fisik secara manual jika di perlukan

38
d. Kebiasaan defekasi tidak 12) ajarkan pasien atau keluarga mengenai
teratur proses pencernaan normal
2) Psikologis
a. Defresi, stres, emosi
b. Konfusi mental
3) Farmakologi
4) Mekanis
5) fiologis

Sumber : NANDA International, (2015-2017), NIC-NOC (2013)

39
BAB III

KASUS

A. Pembahasan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
Partisipan 1 (Ny. H) dan Partisipan 2 (Ny. E) berjenis kelamin perempuan
yang masing-masing berumur 35 tahun dan 42 tahun. Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Aspiani (2017), usia produktif mempengaruhi
tingginya kejadian mioma uteri karena pada usia produktif konsentrasi
hormon estrogen pada jaringan mioma uteri tinggi dari pada jaringan
miometrium normal sedangkan pada menopouse konsentrasi hormon
estrogen menurun. Menurut Manuaba (2009), semakin tinggi usia
penderita maka semakin besar kemungkinan terjadi mioma.

Berdasarkan analisa penulis bahwa partisipan 1 (Ny. H) masih berusia


produktif kemungkinan besar penyebab mioma uteri akibat tingginya
hormon estrogen yang merangsang pertumbuhan mioma uteri. Sedangkan
pada partisipan 2 (Ny. E) sudah berusia 42 tahun, responden sudah
menopouse namun kemungkinan penyebab mioma uteri pada partisipan 2
(Ny. E) adalah faktor gaya hidup dan riwayat keturunan.

Diagnosa medis kedua partisipan ketika masuk sama, yaitu mioma uteri +
anemia. Penyebab mioma uteri dari kedua pasien adalah makanan yang
terlalu banyak minyak atau lemak dan makanan kaleng yang mengandung
pengawet dan pewarna makanan serta pasien terlalu banyak makan daging
dari pada sayuran. Hal ini akan memicu pertubuhan sel abnormal pada
jaringan miometrium karena pada miometrium terdiri dari jaringan yang
lunak sehingga sangat muda terjadi perubahan sel normal menjadi sel
abnormal atau menjadi tumor (Aspiani, 2017).

40
Menurut Manuaba (2009) haemoglobin adalah molekul protein pada sel
darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru-

paru ke seluruh tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh


ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam haemoglobin
membuat darah berwarna merah. Fungsi dari haemoglobin adalah
pengangkutan O2 dari organ respirasi ke jaringan perifer dan
pengangkutan CO2, berbagai proton dari jaringan perifer ke organ
respirasi unutk selanjutnya di ekskresikan keluar. Haemoglobin dibentuk
didalam sel darah merah ketika sel darah merah berada pada sumsum
tulang belakang. Kegagalan pembentukan hemoglobin dapat disebabkan
kekurangan protein dalam makanan.

Menurut Prawirohardjo (2010), kurangnya kadar hemoglobin dalam


kehamilan dapat menyebabkan terjadinya : abortus, partus imatur /
premature, kelainan congenital, pendarahan antepartum, gangguan
pertumbuhan janin dalam Rahim, menurunnya kecerdasan setelah bayi
dilahirkan, kematian perinatal.

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh pompa jantung untuk
menggerakan darah keseluruh tubuh. Darah membawa nutrisi dan oksigen
keseluruh bagian tubuh. Pada penderita kasus mioma uteri dapat
menibulkan penyumbatan akibat penekanan sehingga nutrisi dan oksigen
tidak tersalur kebagian tubuh sehingga mengakibatkan pasien nyeri dan
menimbulkan kelelahan dan mioma uteri yang membesar menimbulkan
perdarahan akibat anemia.

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun


sehingga akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas
pengangkutan oksigen dari dalam darah berkurang pada kehamilan
volume darah bertambah banyak pada waktu kehamilan yang lazim

41
disebut hydremia atau hipervolemia. Kemudian anemia terjadi ketika
volume darah pasien bertambah lebih kurang 50% yang menyebabkan
konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan. Keadaan ini tidak
normal bila konsetrasi turun terlalu rendah yang menyebabkan
hemoglobin sampai <11g/dl. Meningkatnya volume darah berarti
meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi
sel-sel darah merah sehingga tubuh dapat menormalkan konsentrasi
hemoglobin Prawirohardjo (2010).

Berdasarkan kasus pada kedua partisipan mengalami anemia akibat


perdarahan yang banyak setenga gelas dalam sehari. Menurut peneliti
tentang hasil penelitian dan teori diatas tidak ada perbedaan antara kasus
dengan teori dan penelitian terdahulu. Pada kasus partisipan 1 (Ny. H)
sesuai dengan teori, pemeriksaan laboratorium bahwa partisipan 1 (Ny. H)
didapatkan kadar Hb 8,7 gr/dl. Sedangkan pada partisipan 2 (Ny. E) sesuai
dengan teori, pemeriksaan labor partisipan 2 (Ny. E) didapatkan kadar Hb
8,3 gr/dl. Teori menjelaskan selama mioma masi terjadi berbagai
komplikasi salah satunya perubahan fisiologik yaitu perubahan
hemodinamik. Karena selama mioma uteri masih mengalami pertumbuhan
maka memicu terjadi pengenceran darah atau proses hemodilusi pada
penderita tersebut dapat menyebabkan ekspansi volume plasma sehingga
kebutuhan oksigen lebih tinggi dan memicu peningkatan produksi
eritropenin pada pasien mioma uteri.

b. Keluhan utama
Ketika masuk kedua partisipan mengeluh keluar darah pada pervagina,
dan perut membesar dan kembung serta terdapat nyeri tekan pada
abdomen bawah. Pasien kesulitan BAK dan BAB hal ini karena
penyempitan dan penekanan oleh mioma uteri. Pendarahan pervaginam
merupakan manifestasi dari bertambahnya area permukaan endometrium
yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim atau miometrium.
Menurut manuaba (2009), penyakit mioma uteri menyebabkan BAK dan
42
BAB mengalami gangguan dan dapat menimbulkan perdarahan yang
berleihan pada saat menstruasi, terasa berat bagian perut bawah serta
infertilitas atau kemandulan akibat desakan sekitar saluran telur yang
menyebabkan penutupan total atau sebagian.

Berdasarakan analisa peneliti dari kedua partisipan 1 (Ny. H) dan


partisipan 2 (Ny. E) mengalami kesamaan keluhan yaitu BAB dan BAK
mengalami kesulitan. Sesuai dengan teori bahwa penderita mioma
mengalami kesulitan BAB dan BAK akibat obstruksi pada pencernaan
Aspiani (2017). Obstruksi adalah penyempitan disebabkan oleh saluran
pencernaan akibat pertubuhan mioma uteri dalam organ reproduksi
akibatnya pada kasus pada partisipan 1 (Ny. H) dan partisipan 2 (Ny. E)
tidak hanya mengalami kesulitan pada salauran pencernaan tetapi juga
kedua partisipan mengeluh udem pada kedua tungkai. Udem pada tungkai
diakibatkan karena penekanan pada pembuluh darah karena pertumbuhan
mioma uteri di organ reproduksi tepatnya dimiometrium. Sehingga kedua
partisipan mengalami udem pada tungkai akibat penekana dari mioma
uteri sehingga aliran darah tidak mencukupi kesirkulasi tubuh akibatnya
pada tubuh terjadi udem pada daerah tungkai.

c. Riwayat kesehatan sekarang


Pada saat pengkajian kedua partisipan tersebut mengeluh nyeri pada
bagian perut bawah. Saat dilakukan pemeriksaan fisik abdomen
mengalami distensi dan teraba tegang serta terdapat nyeri tekan. Salah satu
manifestasi dari mioma uteri adalah hepatomegali yang tampak pada
distensi abdomen pasien.

Kemudian kedua partisipan juga mengeluh badannya terasa lemah.


Bersamaan dengan teori yang disampaikan Prawirohardjo (2010) bahwa
penderita juga akan mengeluh mual dan mengalami penurunan nafsu

43
makan akibat desakan dari mioma uteri sehingga fungsi pencernaan
memberi respon mual dan muntah. Akibatnya, intake nutrisi yang masuk
ke dalam tubuh akan berkurang dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
menjadi tidak seimbang.

d. Riwayat kesehatan dahulu


Kedua partisipan tersebut memiliki riwayat kebiasaan makan makanan
yang berminyak dan makan daging serta makan makanan kaleng yang
mengandung bahan pengawet, hal ini sesuai dengan faktor risiko dari
penyakit mioma uteri yang mana terjadi akibat gaya hidup yang tidak baik
seperti memakan makanan yang berminyak dan makan makanan yang
mengandung bahan pengawet serta mengonsumsi daging yang sering
tanpa diselingi dengan sayuran hijau (Aspiani, 2017). Kemudian pasien
Ny. H 3 bulan yang lalu partisipan pernah dirawat dengan diagnosa
mioma uteri di RSUD Sijunjung.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Pada partisipan 1 (Ny. H) tidak ada anggota keluarganya yang menderita
penyakit keturunan seperti jantung, hipertensi, asma, diabetes melitus, dan
hepatitis. Pada partisipan 2 (Ny. E), adik kandungnya menderita penyakit
mioma uteri dan sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Menurut Aspiani
(2017) wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
uteri dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma
uteri.

f. Pola aktivitas sehari-hari


Secara umum, pola aktivitas sehari-hari kedua partisipan sama. Perubahan
yang terjadi pada pola aktivitas partisipan yaitu perubahan pola makan
karena ketika asam lambung meningkat akibat kontraksi ovarium maka

44
nafsu makan menurun. Pasien juga mengalami kelemahan karena asupan
nutrisi yang tidak adekuat serta terjadi anemia serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari (Nugroho, 2012).

g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang menonjol ditemukan pada kedua pasien yaitu
konjungtiva anemis, sklera ikterik, warna kulit pucat, akral teraba dingin.
Secara umum, hal tersebut merupakan manifestasi dari perfusi jaringan
perifer yang tidak adekuat akibat dari anemia karena perdarahan yang
terjadi. Kemudian hasil pemeriksaan pada abdomen bawah ditemukan
distensi abdomen, nyeri saat dipalpasi, dan adanya nyeri pada genitalia.

h. Data Psikososial
Pada saat penelitian kedua partisipan tampak tidak terlalu cemas terhadap
kondisinya. Berbeda dengan pernyataan Lyndon (2014) bahwa dampak
psikososial yang dialami pasien adalah perasaan tak mampu
mengendalikan fungsi tubuh, perasaan takut karena perubahan fungsi dan
struktur tubuh dan penurunan kepercayaan diri.

i. Data penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kedua partisipan antara lain
pemeriksaan USG, pemeriksaan laboratorium hematologi, pemeriksaan
laboratorium kimia klinis, dan pemeriksaan laboratorium imunologi
serologi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, yang paling menonjol
ditemukan pada kedua partisipan yaitu penurunan nilai hemoglobin,
penurunan nilai hematokrit, penurunan nilai trombosit, peningkatan PT
APTT yang berhubungan dengan risiko perdarahan pada pasien.
Kemudian ditemukan penurunan nilai total protein, dan albumin.

45
Berdasarkan hasil yang diperoleh kedua pasien mengalami perdarahan dan
memiliki resiko syok hipovolemik karena perdarahan yang banyak dan
memiliki resiko infeksi. Dalam hal tersebut partisipan 1 dan 2 ditransfusi
PRC 3 unit.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA International 2016, berdasarkan teori masalah keperawatan
yang muncul pada pasien dengan mioma uteri ada 9 masalah keperawatan.
Namun berdasarkan hasil pengamatan perawat ruangan menegakkan 2
diagnosa keperawatan pada partisipan 1 (Ny. H) yaitu risiko syok
hipovolemik berhubungan dengan pendarahan dan ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan pendarahan. Sedangkan menurut hasil
pengkajian dan pemeriksaan oleh peneliti, diagnosa keperawatan yang dapat
diangkat pada partisipan 1 (Ny. H) antara lain risiko syok hipovolemik
berhubungan dengan pendarahan, nyeri akut berhubungan dengan nekrosis
atau trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor, resiko
infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan
hematologis (pendarahan), ketidakfektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan pendarahan, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan nutrisi.
a. Risiko hipovolemik berhubungan dengan pendarahan
Masalah keperawatan risiko syok hipovolemik didefenisikan beresiko
terhadap ketidak cukupan aliran darah kejaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa (NANDA, 2016).
Faktor risiko diagnosa ini diantaranya, Hipovolemi, Hipoksemia,
Hipoksia, Infeksi, Sepsis, Sindrom respon inflamasi sistemik (NANDA,
2016).

Hasil pengkajian pasien mengatakan kesulitan BAK akibat pembesaran


massa. Hasil labor menunjukkan nilai Trombosit : 128.000/mm3 dan Hb :

46
8,7 g/dl suhu 37,5 oC, TD: 90/60 mmHg, Trombosit : 128.000/mm 3. Data
yang diperoleh dari partisipan sesuai dengan kriteria diagnosa
keperawatan resiko hipovolemik. Menurut analisa peneliti bahwa pasien
tersebut sesuai dengan pembahasan terdahulu bahwa pasien mengalami
resiko syok hipovolemik karena pasien mengalami penurunan Hb dan
tensi menurun, suhu 37,5 oC maka sesuai dengan kriteria dari resiko syok
hipovolemik.

b. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
Masalah keperawatan nyeri akut didefenisikan pengalaman sensori dan
emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial yang digambarkan sebagai kerusakan. Batasan
karakterisitik dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri fokus menyempit,
keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, keluhan
tentang karakteristik nyeri, laporan tentang perilaku nyeri,
mengekspresikan perilaku gelisah dan merengek, perubahan selera makan,
sikap melindungi nyeri (NANDA, 2016).

Hasil pengkajian dan pemeriksaan didapatkan bahwa pasien mengatakan


nyeri pada bagian perutnya, pasien mengatakan nyeri skala 5-6 dirasakan
hilang timbul sekitar 2 menit dan tidak menyebar, pasien tampak meringis,
pasien tampak melindungi area nyeri. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital,
tekanan darah 90/60 mmH, nadi 90 x/menit, suhu 37,50C, pernafasan 19
x/menit.

Berdasarkan analisa penulis bahwa pasien mioma uteri sesuai dengan


pembahasan terdahulu bahwa pasien mengalami nyeri akibat penekan dari
mioma uteri terutama pada genitalia. Pasien dengan mioma uteri akan
memicu terjadinya peningkatan suhu tubuh akibat nyeri yang disebabkan

47
oleh mioma uteri. Kesulitan istirahan dan beraktifitas merupakan
komplikasi dari mioma uteri.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder


akibat gangguan hematologis (pendarahan).
Masalah keperawatan resiko infeksi didefinisikan memiliki resiko
terserang organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan
(NANDA, 2016). Batasan karakteristik diagnosa ini diantaranya
penurunan hemoglobin, trauma destruksi jaringan, malnutrisi, obstruksi
oleh massa, imunitas didapat tidak adekuat, peningkatan suhu tubuh, dan
pucat.

Hasil pengkajian kedua partisipan mengeluh terdapat pendarahan pada


pervaginam dengan frekuensi 1 sampai 2 kali ± setengah gelas dalam
sehari, hemoglobin menurun, badan lemah, konjungtiva anemis, kulit
pucat dan mengeluh sakit pada genitalia.

Berdasarkan analisa peneliti dari diagnosa resiko infeksi merupakan


pasien sesuai dengan data yang diperoleh sesuai dengan yang telah
dibahas terdahulu bahwa pasien mioma uteri akan menibulkan resiko
infeksi akibat perdarahan yang tidak berhenti yang sebabkan pertumbuhan
mioma uteri dan menyebabkan anemia pada penderita. Anemia pada
penderita menyebabkan penderita mudah terinfeksi oleh patogen sehingga
respon tubuh melamah, konjungtiva anemis, dan kulit pucat

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan


Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
didefenisikan beresiko penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan (NANDA, 2016). Batasan karaktaristik diagnosa
ini diantaranya, bruit femoral, edema, kelambatan penyembuhan luka

48
perifer, nyeri ekstremitas, parestesia, pemendekan jarak nyeri yang
ditempuh dalam uji berjalan 6 menit, pemendekan jarak total yang
ditempuh dalam uji yang berjalan 6 menit, penurunan nadi perifer,
perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit (misal, warna,
elastisitas, rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu), perubahan tekanan
darah di ekstremitas, tidak ada nadi perifer, waktu pengisisian kapiler >3
detik, warna kulit pucat saat elevasi, warna tidak kembali ke tungkai satu
menit setelah tungkai diturunkan (NANDA, 2016).

Hasil pengkajian dan pemeriksaan didapatkan data bahwa pasien


mengatakan badannya terasa lemah dan sulit braktivitas, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, konjungtiva anemis, nilai Hb 8,7 g/dl, Ht : 25 %
dan CRT > 3 detik. Berdasarkan data yang diperoleh mengalami obstruksi
pada pembuluh darah akibat perdarahan yang ditimbulkan oleh mioma
uteri. Menurut Aspiani (2017) penderita mioma uteri menyebabkan tanda
dan gejalah penurunan tekanan darah dan peningkatn suhu.

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan nutrisi.
Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan didefinisikan
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
(NANDA, 2016). Batasan karakteristiknya yaitu berat badan 20% atau
lebih dibawah rentang badan ideal, bising usus hiperaktif, cepat kenyang
setelah makan, diare, gangguan sensasi rasa, kehilangan rambut
berlebihan, kelemahan otot mengunyah, kelemahan otot untuk menelan,
kerapuhan kapiler, ketidakmampuan memakan makanan, kram abdomen,
kurang minat pada makan, membran mukosa pucat, nyeri abdomen,
penurunan berat badan dengan asupan makanan adekut, sariawan rongga
mulut, tonus otot menurun (NANDA, 2016).

49
Pengkajian pada pasien didapatkan bahwa pasien mengatakan nafsu
makannya menurun, pasien mengatakan terkadang merasa mual, pasien
mengatakan BB nya menurun. Pasien mendapat diit DH2 dengan jenis
makanan lunak. Hasil labor menunjukkan total protein 6,2 g/dl dan
albumin 2,6 g/dl. Menurut Aspiani (2017) berkurangnya pemberian darah
pada mioma uteri yang dapat menyebabkan tumor membesar, sehingga
menibulkan rasa nyeri dan mual.

1) Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada Ny. H antara lain :


a. Ansietas berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi
Masalah keperawatan ansietas didefinisikan perasaan tidak nyaman atau
kekwatiran yang samar disertai respon autonom, perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. Batasan
karakteristik antara lain penurunan produktivitas, gelisa, imsomnia,
mengekpresikan kekwatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup,
tampak waspada, ketakutan, peningkatan keringat, penurunan tekan darah,
dan perasaan tidak adekuat (NANDA, 2016).

Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data pasien tidak


mengalami penurunan produktivitas, gelisa, imsomnia, mengekpresikan
kekwatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, tampak waspada,
ketakutan, peningkatan keringa, dan perasaan tidak adekuat

b. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan


neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motoric.
Masalah keperawatan Retensi urine didefinisikan pengosongan kantung
kemih tidak komplit. Batasan karateristik antara lain tidak ada keluar urin,
distensi kandung kemih, menetes, disuria, sering berkemih, inkontinensia

50
aliran berlebih, residu urin, sensasi kandung kemih penuh, berkemih
sedikit (NANDA, 2016).

Hasil pengkajian dan pemeriksaan ditemukan data pasien tidak mengalami


distensi kandung kemih, urine tidak menetes, disuria, sering berkemih,
inkontinensia aliran berlebih, residu urin, sensasi kandung kemih penuh,
berkemih sedikit dan kedua responden dipasang kateter

c. Resiko gangguan indentitas pribadi berhubungan dengan operasi


kolostomi
Masalah keperawatan Resiko gangguan indentitas pribadi didefinisikan
resiko ketidak mampuan mempertahankan persepsi diri yang terintegrasi
dan komplit. Batasan karakteristik antara lain merasa mider dengan
lingkungan, defresi, perubahan peran sosial, perubahan tahap
perkembangan dan perubahan persepsi diri (NANDA, 2017).

Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data pasien tidak


mengalami merasa mider dengan lingkungan, defresi, perubahan peran
sosial, perubahan tahap perkembangan dan perubahan persepsi diri, serta
koping pasien baik.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Masalah keperawatan kekurangan volume cairan didefinisikan penurunan
cairan intravaskular, interstitial, dan atau intraselular. Ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium. Batasan
karakteristik antara lain haus, kelemahan, kulit kering, membran mukosa
kering, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan hematokrit, peningkatan
suhu tubuh, peningkatan berat badan, penurunan haluaran urin, penurunan
turgor kulit, perubahan status mental (NANDA, 2016).

51
Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data pasien tidak
mengalami peningkatan frekuensi nadi 90 x/i, suhu tubuh normal 36,5 C,
turgor kulit tidak buruk, intake dan output seimbang. Sehingga peneliti
tidak mengangkat diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

e. Konfusi akut berhubungan dengan proses penyakit


Masalah keperawatan konfusi akut didefenisikan sebagai awitan mendadak
gangguan kesadaran, perhatian, kognisi, dan persepsi yang reversible dan
terjadi dalam periode waktu singkat. Batasan karakteristik menunjukkan
adanya agitasi, gangguan fungsi kognitif, gangguan tingkat kesadaran,
gelisah, halusinasi, ketidaktepatan mengikuti perilaku terarah, salah
persepsi (NANDA, 2016).
Hasil pengkajian dan observasi menunjukkan pasien tidak mengalami
gangguan kognitif, pasien sudah sadar penuh dan mampu berkomunikasi
dengan baik, kemudian pasien sudah mendapat terapi pengobatan sehingga
peneliti tidak mengangkat diagnosa keperawatan konfusi akut berhubungan
dengan proses penyakit.

Kemudian pada Ny. E berdasarkan hasil pengamatan perawat ruangan


menegakkan 2 diagnosa keperawatan yaitu risiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan, dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang faktor pemberat.
Sedangkan menurut hasil pengkajian dan pemeriksaan oleh peneliti, diagnosa
keperawatan yang dapat diangkat pada Ny. E antara lain risiko hipovolemik
berhubungan dengan pendarahan, nyeri akut berhubungan dengan nekrosis
atau trauma jaringan, ketidakfektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan kurang pengetahuan mengenai faktor pemberat, dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan nutrisi

52
a. Risiko hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Masalah keperawatan risiko perdarahan didefenisikan beresiko terhadap
ketidak cukupan aliran darah kejaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa (NANDA, 2016).
Faktor risiko diagnosa ini diantaranya, Hipotensi, Hipovolemi,
Hipoksemia, Hipoksia, Infeksi, Sepsis, Sindrom respon inflamasi
sestemik (NANDA, 2016).

Hasil pengkajian pasien mengatakan BAK sakit. Hasil labor


menunjukkan nilai PT : 16,4 detik, APTT : 37,5 detik, Trombosit :
80.000/mm3

b. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
Masalah keperawatan nyeri akut didefenisikan pengalaman sensori dan
emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial yang digambarkan sebagai kerusakan. Batasan
karakterisitik dilatasi pupil, ekspresi wajah nyeri fokus menyempit,
keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri, keluhan
tentang karakteristik nyeri, laporan tentang perilaku nyeri,
mengekspresikan perilaku gelisah dan merengek, perubahan selera makan,
sikap melindungi nyeri (NANDA, 2016).

Hasil pengkajian dan pemeriksaan didapatkan bahwa pasien mengatakan


nyeri pada bagian perutnya, pasien mengatakan nyeri skala 6-7 dirasakan
hilang timbul sekitar 1-2 menit dan menyebar kepugung, pasien tampak
meringis, pasien tampak melindungi area nyeri. Hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital, tekanan darah 120/70 mmHg, HR 90 x/i, RR 20 x/i, suhu
36,5oC

53
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder
akibat gangguan hematologis (pendarahan).
Masalah keperawatan resiko infeksi didefinisikan memiliki resiko
terserang organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan
(NANDA, 2016). Batasan karakteristik diagnosa ini diantaranya
penurunan hemoglobin, trauma destruksi jaringan, malnutrisi, obstruksi
oleh massa, imunitas didapat tidak adekuat, peningkatan suhu tubuh, dan
pucat.

Hasil pengkajian kedua partisipan mengeluh terdapat pendarahan pada


pervaginam dengan frekuensi 2 kali ± 150 cc dalam sehari, hemoglobin
menurun, badan lemah, konjungtiva anemis, kulit pucat dan mengeluh
sakit pada genitalia.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pendarahan


Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
didefenisikan beresiko penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan (NANDA, 2016). Batasan karaktaristik diagnosa
ini diantaranya, bruit femoral, edema, kelambatan penyembuhan luka
perifer, nyeri ekstremitas, parestesia, pemendekan jarak nyeri yang
ditempuh dalam uji berjalan 6 menit, pemendekan jarak total yang
ditempuh dalam uji yang berjalan 6 menit (400-700 m pada orang
dewasa), penurunan nadi perifer, perubahan fungsi motorik, perubahan
karakteristik kulit (misal, warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,
sensasi, suhu), perubahan tekanan darah di ekstremitas, tidak ada nadi
perifer, waktu pengisisian kapiler >3 detik, warna kulit pucat saat elevasi,
warna tidak kembali ke tungkai satu menit setelah tungkai diturunkan
(NANDA, 2016).

54
Hasil pengkajian dan pemeriksaan didapatkan data bahwa pasien
mengatakan badannya terasa lemah, akral teraba dingin, warna kulit pucat,
konjungtiva anemis, nilai Hb 8,3 g/dl, Ht : 28 % dan CRT > 3 detik.

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kurang asupan nutrisi.
Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan didefinisikan
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
(NANDA, 2016). Batasan karakteristiknya yaitu berat badan 20% atau
lebih dibawah rentang badan ideal, bising usus hiperaktif, cepat kenyang
setelah makan, diare, gangguan sensasi rasa, kehilangan rambut
berlebihan, kelemahan otot mengunyah, ketidakmampuan memakan
makanan, kram abdomen, kurang minat pada makan, membran mukosa
pucat, nyeri abdomen, penurunan berat badan dengan asupan makanan
adekut, sariawan rongga mulut, tonus otot menurun (NANDA, 2016).

Pengkajian pada pasien didapatkan bahwa pasien mengatakan nafsu


makannya menurun, pasien dibantu dengan keluarga dan mendapat diit
DH2 dengan jenis makanan lunak. Hasil labor menunjukkan total protein
5,8 g/dl dan albumin 2,1 g/dl.

Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data bahwa pasien


mengatakan sulit untuk bergerak dan beraktivitas, pasien bedrest, aktivitas
pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien terpasang infus pada
tangan kirinya dan kateter, pasien tampak lemah.

2) Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada Ny. E antara lain :


a. Ansietas berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi
Masalah keperawatan ansietas didefinisikan perasaan tidak nyaman atau
kekwatiran yang samar disertai respon autonom, perasaan takut yang

55
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. Batasan
karakteristik antara lain penurunan produktivitas, gelisa, imsomnia,
mengekpresikan kekwatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup,
tampak waspada, ketakutan, peningkatan keringat, penurunan tekan darah,
dan perasaan tidak adekuat (NANDA, 2016).

Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data pasien tidak


mengalami penurunan produktivitas, gelisa, imsomnia, mengekpresikan
kekwatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup, tampak waspada,
ketakutan, peningkatan keringa, dan perasaan tidak adekuat

b. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan


neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motoric.
Masalah keperawatan Retensi urine didefinisikan pengosongan kantung
kemih tidak komplit. Batasan karateristik antara lain tidak ada keluar urin,
distensi kandung kemih, menetes, disuria, sering berkemih, inkontinensia
aliran berlebih, residu urin, sensasi kandung kemih penuh, berkemih
sedikit (NANDA, 2016).

Hasil pengkajian dan pemeriksaan ditemukan data pasien tidak mengalami


distensi kandung kemih, urine tidak menetes, disuria, sering berkemih,
inkontinensia aliran berlebih, residu urin, sensasi kandung kemih penuh,
berkemih sedikit dan kedua responden dipasang kateter

c. Resiko gangguan indentitas pribadi berhubungan dengan operasi


kolostomi
Masalah keperawatan Resiko gangguan indentitas pribadi didefinisikan
resiko ketidak mampuan mempertahankan persepsi diri yang terintegrasi

56
dan komplit. Batasan karakteristik antara lain merasa mider dengan
lingkungan, defresi, perubahan peran sosial, perubahan tahap
perkembangan dan perubahan persepsi diri (NANDA, 2017).

Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data pasien tidak


mengalami merasa mider dengan lingkungan, defresi, perubahan peran
sosial, perubahan tahap perkembangan dan perubahan persepsi diri, serta
koping pasien baik.

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Masalah keperawatan kekurangan volume cairan didefinisikan penurunan
cairan intravaskular, interstitial, dan atau intraselular. Ini mengacu pada
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium. Batasan
karakteristik antara lain haus, kelemahan, kulit kering, membran mukosa
kering, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan hematokrit, peningkatan
suhu tubuh, peningkatan berat badan, penurunan haluaran urin, penurunan
turgor kulit, perubahan status mental.

Pengkajian dan pemeriksaan pada pasien ditemukan data pasien tidak


mengalami peningkatan frekuensi nadi 88 x/menit, suhu tubuh normal
36,5 C, turgor kulit tidak buruk, intake dan output seimbang. Sehingga
peneliti tidak mengangkat diagnosa keperawatan kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

3) Rencana tindakan keperawatan


Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari Nursing
Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcomes Classifications
(NOC). Perencanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan
risiko hipovolemik berhubungan dengan perdarahan untuk kedua pasien

57
antara lain Monitor adanya respon konpensasi terhadap syok (misalnya,
tekanan darah normal, tekanan nadi melemah, perlambatan pengisian kapiler,
pucat/ dingin pada kulit atau kulit kemerahan, takipnea ringan, mual dan
munta, peningkatan rasa haus, dan kelemahan), memonitor adanya tanda-
tanda respon sindroma inflamasi sistemik (misalnya, peningkatan suhu,
takikardi, takipnea, hipokarbia, leukositosis, leukopenia), memonitor terhadap
adanya tanda awal reaksi alergi (misalnya, rinitis, mengi, stridor, dipnea,
gatal-gatal disertai kemerahan, gangguan saluran pencernaan, nyeri abdomen,
cemas dan gelisa), memonitor terhadap adanya tanda ketidak adekuatan
perfusi oksigen kejaringan (misalnya, peningkatan stimulus, peningkatan
kecemasan, perubahan status mental, egitasi, oliguria dan akral teraba dingin
dan warna kulit tidak merata), memonitor suhu dan status respirasi,
memeriksakan urin terhadap adanya darah dan protein sesuai kebutuhan,
memonitor terhadap tanda/gejalah asites dan nyeri abdomen atau punggung,
melakukan skin-test untuk mengetahui agen yang menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai kebutuhan, memberikan saran kepada pasien yang
beresiko untuk memakai atau membawa tanda informasi kondisi medis,
menganjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa, menganjurkan pasien dan keluarga mengenai langkah-
langkah timbulnya gejala syok

Rencana asuhan keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan


agen cidera biologis pada Ny. H adalah manajemen nyeri dengan indikator
pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi,
kualitas, intensititas nyeri, penggunaan komunikasi terapeutik, gali bersama
faktor-faktor yang memperberat nyeri, ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi seperti relaksasi, evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan
nyeri, dukung istirahat / tidur. Pengurangan kecemasan dengan indikator
berikan informasi terkait diagnosis dan perawatan dorong keluarga menemani

58
pasien, mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan, kaji tanda verbal
dan non verbal dari ketidaknyamanan, dan pemberian analgesik.

Rencana asuhan keperawatan untuk diagnosa resiko infeksi berhubungan


dengan Kaji ulang riwayat kontraindikasih pemasangan alat pervaginam pada
pasien (misalnya, infeksi pelvis, laserasi, atau adanya massa sekitar vagina),
Diskusikan mengenai aktivitas-aktivitas seksual yang sesuai sebelum memilih
alat yang dimasukan, Intruksikan pasien untuk melaporkan ketidaknyamanan,
disuria, perubahan warna, konsistensi, dan frekuensi cairan vagina, Kaji
kemampuan pasien untuk melakukan perawatan secara mandiri, Observasi ada
tidaknya cairan vagina yang tidak normal dan berbau, Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien, Batasi jumlah
pengunjung, Anjurkan pasien untuk mencuci tangan yang benar, Anjurkan
pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien, Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai,
Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien, Pakai sarung
tangan sebagaimana dianjurkan oleh kebijakan pencegahan universal, Cukur
dan siapkan untuk daerah persiapan prosedur invasif atau opersai sesuai
indikasi, Dorong intake cairan yang sesuai, Tingkatkan inteke nutrisi yang
tepat, ajarkan pasien dan keluarga mengenai bagaimana menghin dari infeksi.

Rencana asuhan keperawatan pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan nutrisi
untuk kedua pasien antara lain manajemen nutrisi dengan indikator tentukan
status gizi pasien, identifikasi alergi dan intoleransi terhadap makanan,
pngaturtan diit, monitor kalori dan asupan nutrisi. monitor nutrisi dengan
indikator identifikasi adanya penurunan BB, monitor turgor kulit, monitor
adanya mual muntah, identifikasi perubahan nafsu makan, monitor pucat pada
konjungtiva.

59
4) Implementasi keperawatan
Dalam pelaksanan tindakan keperawatan tidak semua tindakan dilaksanankan
oleh peneliti, karena peneliti tidak merawat klien 24 jam penuh. Namun
sebagai solusi peneliti mendelegasikan rencana tindakan tersebut kepada
perawat ruangan dan mahasiswa praktek yang sedang dinas di ruangan
tersebut. Untuk melihat tindakan yang dilakukan perawat ruanganan peneliti
melihat dan membaca buku laporan tindakan yang di tulis oleh perawat yang
sedang dinas. Tindakan keperawatan dilakukan 6 x 24 jam.

a. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada bulan Februari 2022 untuk


diagnosa risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan antara
lain Memonitor adanya respon konpensasi terhadap syok (tekanan darah
normal, tekanan nadi melemah, perlambatan pengisian kapiler, pucat/
dingin pada kulit atau kulit kemerahan, takipnea ringan, mual dan munta,
peningkatan rasa haus, dan kelemahan), memonitor adanya tanda-tanda
respon sindroma inflamasi sistemik (peningkatan suhu, takikardi,
takipnea, hipokarbia, leukositosis, leukopenia), memonitor suhu dan status
respirasi, memonitor terhadap tanda/gejalah asites dan nyeri abdomen atau
punggung, menganjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
syok yang mengancam jiwa, dan anjurkan pasien dan keluarga mengenai
langkah-langkah timbulnya gejala syok

b. Tindakan keperawatan yang telah diberikan untuk diagnosa nyeri akut


berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder akibat tumor antara lain melakukan pengkajian nyeri
komprehensip yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. mengobservasi
adanya pentunjuk nonverbal mengenai ketidak nyamanan pasien,
menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui

60
pengalaman nyeri yang dirasakan pasien, menggali pengetahuan dan
kepercayaan pasien mengenai nyeri, menggali bersama pasien faktor-
faktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri, menentukan
kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian ketidak nyamanan
pasien dan mengimplementasikan rencana monitor, memberikan informasi
mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, dan berapa nyeri yang dirasakan,
mengajarkan prinsip manajemen nyeri (teknik relaksasi), mendukung
istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri, mendorong
pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyerinya, sesuai keadaan yang
dirasakan pasien, menentukan lokasi, karakteris, kualitas dan keparahan
nyeri sebelum memberikan terapi obat pasien.

c. Tindakan keperawatan yang telah diberikan untuk diagnosa resiko infeksi


berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan
hematologis (perdarahan) antara lain mengintruksikan pasien untuk
melaporkan ketidaknyamanan, disuria, perubahan warna, konsistensi, dan
frekuensi cairan vagina, mengkaji kemampuan pasien untuk melakukan
perawatan secara mandiri, mengobservasi ada tidaknya cairan vagina yang
tidak normal dan berbau, membersihkan lingkungan dengan baik setelah
digunakan untuk setiap pasien, membatasi jumlah pengunjung,
menganjurkan pasien untuk mencuci tangan yang benar, menganjurkan
pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien, menggunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang
sesuai, mencukur dan siapkan untuk daerah persiapan prosedur invasif
atau opersai sesuai indikasi, mencuci tangan sebelum dan sesudah
kegiatan perawatan pasien, memakai sarung tangan sebagaimana
dianjurkan oleh kebijakan pencegahan universal, mendorong intake cairan
yang sesuai, meningkatkan inteke nutrisi yang tepat, mengajarkan pasien
dan keluarga mengenai bagaimana mengindari infeksi.

61
d. Tindakan keperawatan yang telah diberikan untuk diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pendarahan
antara lain mempertahankan kepatenan akses selang IV, monitor
kehilangan darah, menilai sirkulasi perifer (nadi, edema, CRT ,warna dan
suhu ekstermitas), memberikan tranfusi darah yang sesuai, monitor nilai
elektrolit, dan kreatinin, memonitor sensasi panas dan dingin, dan
memeriksa adanya kerusakan kulit.

e. Tindakan keperawatan yang telah diberikan untuk diagnosa


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan nutrisi antara lain menentukan status gizi pasien,
mengidentifikasi alergi dan intoleransi terhadap makanan, pengaturtan
diit, monitor kalori dan asupan nutrisi, mengidentifikasi adanya penurunan
BB, memonitor turgor kulit, memonitor adanya mual muntah,
mengidentifikasi perubahan nafsu makan, memonitor pucat pada
konjungtiva.

5) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. H
pada bulan Februari 2022 untuk diagnosa risiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan antara lain, pada hari pertama Ny. H
mengalami perdarahan pada pervaginam, nilai hasil laboratorium mengalami
peningkatan yaitu PT : 10, 5 detik, APTT : 35,4 detik, trombosit :
224.000/mm3. Pada hari ke 5 implementasi risiko perdarahan teratasi, dan
pasien direncanakan pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. H
pada bulan Februari 2022 untuk nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis antara lain, pada hari pertama hingga ketiga

62
implementasi Ny. H masih mengeluh nyeri, namun pada hari kempat dan
kelima Ny. H menyatakan nyerinya berkurang dan tidak terlalu
mengganggunya. Tanda-tanda vital pasien normal TD 100/70 mmHg, RR 19
x/i, HR 89 x/i, S 36,50C. Pada hari kelima nyeri akut teratasi dan pasien
direncanakan pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. H
pada bulan Februari 2022 untuk resiko infeksi berhubungan dengan
penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan),
pada hari pertama dan ketiga pasien masih mengeluh perdarahan pada
pervaginam, hal itu berkaitan dengan nyeri dan penekanan massa yang
dialami pasien, pada hari keempat pasien sudah mulai duduk dan perdarahan
pervaginam sudah mulai membaik, pada hari kelima pasien sudah mulai
melakukan aktivitas makan sendiri namun untuk berjalan masih perlu
bantuan. Pada hari kelima infus dan kateter pasien dilepas, masalah
perdarahan teratasi dan pasien direncanakan pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. H
pada bulan Februari 2022 untuk ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
antara lain, pada hari pertama hingga ketiga implementasi konjungtiva masih
anemis, CRT>3 detik, kemudian dilakukan transfusi PRC 3, pada hari
kempat dan kelima konjungtiva pasien subanemis, CRT<3 detik, hasil labor
terakhir Hb 12 g/dl. Pada hari kelima masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi dan pasien boleh pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. H
pada bulan Februari 2022 untuk ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan nutrisi, pada hari
pertama dan kedua implementasi pasien masih dibantu oleh keluarga, dan
mendapat diit DH2 makanan lunak tetapi pada hari ketiga hingga kelima

63
pasien makan peroral dan mendapat makanan keras seperti nasi dan lauk
pauk, nafsu makan pasien mulai meningkat dan bisa menghabiskan ½ porsi.
Pada hari kelima masalah ketidakseimbangan nutrisi teratasi dan dilanjutkan
dengan memberikan rencana tindak lanjut.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. E
pada bulan Februari 2022 untuk diagnosa risiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan, setelah dilakukan pengangkatan mioma Ny.
E mengatakan perdarahan pervaginam sudah tidak ada lagi, kesulitan BAK
sudah membaik. Nilai hasil laboratorium mengalami peningkatan yaitu PT :
11,3 detik, APTT : 36,2 detik, trombosit: 168.000/mm3. Pada hari ke 6
implementasi risiko perdarahan dihentikan, dan pasien direncanakan pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. E
pada bulan Februari 2022 untuk nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau
trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor antara lain,
pada hari pertama hingga keempat implementasi Ny. H masih mengeluh
nyeri, namun pada hari kelima dan keenam Ny. H menyatakan nyerinya
berkurang dan tidak terlalu mengganggunya. Tanda- tanda vital pasien normal
TD 110/70 mmHg, RR 19 x/i, HR 89 x/i, S 36,50C. Pada hari keenam nyeri
akut teratasi dan pasien direncanakan pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. H
pada bulan Februari 2022 untuk resiko infeksi berhubungan dengan
penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan),
pada hari pertama dan keempat pasien masih mengeluh perdarahan pada
pervaginam, hal itu berkaitan dengan nyeri dan penekanan massa yang
dialami pasien, pada hari kelima pasien sudah mulai duduk dan perdarahan
pervaginam sudah mulai membaik, pada hari keenam pasien sudah

64
mulai melakukan aktivitas makan sendiri namun untuk berjalan masih perlu
bantuan. Pada hari keenam infus dan kateter pasien dilepas, masalah
perdarahan teratasi dan pasien direncanakan pulang.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. E
pada bulan Februari 2022 untuk ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
antara lain, pada hari pertama dan kedua implementasi konjungtiva masih
anemis, CRT>3 detik, kemudian dilakukan transfusi PRC 3 unit, pada hari
kempat dan kelima konjungtiva pasien subanemis, CRT<3 detik, hasil labor
terakhir Hb 11,8 g/dl. Pada hari keenam masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi.

Evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan kepada Ny. E
pada bulan Februari 2022 untuk ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan nutrisi, pada hari
pertama hingga hari ketiga implementasi pasien masih dibantu keluarga dalam
memberikan makanan, dan mendapat diet DH2 makanan lunak tetapi pada
hari kempat pasien makan sendiri. Pada hari kelima pasien mendapat diit
makanan keras seperti nasi dan lauk pauk. Pada hari keenam masalah
ketidakseimbangan nutrisi teratasi dan dilanjutkan dengan memberikan
rencana tindak lanjut.

65
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Mioma uteri adalah suatu tumor jinak yang berasal dari otot polos dan jaringan
ikat fibrous serta sering ditemukan pada traktus genitalia wanita terutama di
lapisan miometrium (Aspiani, 2017). Tumbuhnya mioma uteri menimbulkan
penekanan pada pembuluh darah dan organ disekitar ovarium mengalami
penekanan dan penyempitan serta mengalami penurunan fungsinya.
Pertumbuhan mioma uteri juga dapat mengakibatkan anemia karena kehilangan
darah (eritrosit) dalam sirkulasi darah sehingga tidak mampu memenuhi
fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan (Tarwono, dkk 2007).
Sedangkan menurut manuaba (2009) mioma uteri dalam kehamilan dapat
menyebabkan infertilitas, dapat menyebabkan abortus, dapat menyebabkan
gangguan jalan persalinan, dapat menyebabkan perdarahan postpartum dan
kehamilan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri karena rangsangan
estrogen.

Kasus mioma uteri pada Ny. H dan Ny. E, setelah penulis melakukan pengkajian,
analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
tentang asuhan keperawatan pada Ny. H dan Ny. E dengan mioma uteri di Ruang
Anggrek I RSUD Dr. Pirngadi Medan, maka didapatkan hasil yaitu:
1. Pengkajian terhadap masalah pada Ny. H dilakukan secara komprehensif, Ny.
H berusia 35 tahun memiliki anak 2 orang. Pemeriksaan laboraturium
didapatkan Hb 8,7 gr/dl, Ht 25%, trombosit 128.000/mm3, leukosit
11.270/mm3. Pada hari pertama rawatan Ny. H pada bulan Februari 2022,
dilakukan pengkajian pada pasien didapatkan pasien pasien pasien mengeluh
nyeri pada bagian perutnya yang membesar, nyeri terasa hilang timbul dan
bertambah apabila pasien bergerak dan duduk. Pasien mengatakan nyeri
dengan skala 5-6 selama lebih kurang 2 menit dan menyebar ke bagian
punggung. Pasien mengatakan nafsu makannya juga

66
menurun dan terkadang mual. Pasien mengatakan susah untuk beraktifitas
dan susah tidur karena nyeri pada perut bagian bawah. Pasien mengeluh BAK
sakit. Pengkajian pada Ny. E dilakukan secara kompherehensif, Ny. E berusia
42 tahun, memiliki anak 3 orang. pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb
8,3 g/dl, trombosit 80.000/mm3, leukosit 11.270/mm3. Pada hari pertama
rawatan Ny. E pada bulan Februari 2022, dilakukan pengkajian pada pasien,
didapatkan pasien mengeluh badannya lemah dan sulit untuk beraktivitas.
Pasien juga mengeluh nyeri pada genitalia dan susah BAK. Pasien
mengatakan nyeri pada genitalia saat BAK. Saat masuk rumah sakit BAK
mulai hilang nyerinya. Sakit pada bagian perut bawah dan ketika di tekan
pasien mengatakan sakit dengan skala 6-7, nyeri terasa saat beraktivitas dan
BAK selama lebih kurang 1 sampai 2 menit.

2. Diagnosa yang muncul pada kasus Ny. H adalah Resiko hipovolemik


berhubungan dengan pendarahan, nyeri akut berhubungan dengan nekrosis
atau trauma pada jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat tumor,
ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan faktor pemberat, ketidak seimbangan nutri kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan nutrisi dan intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan. Diagnosa yang muncul pada kasus
Ny. E adalah Risiko hipovolemik berhubungan dengan pendarahan, nyeri akut
berhubungan dengan nekrosis atau trauma pada jaringan dan refleks spasme
otot sekunder akibat tumor, ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan kurang pengetahuan faktor pemberat dan ketidak
seimbangan nutri kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan nutrisi

3. Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan


yang ditemukan pada kasus Ny. H dan Ny. E dengan mioma uteri. Rencana

67
tindakan keperawatan ini mengacu pada referensi dari buku NANDA
International, (2015-2017).

4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana


tindakan keperawatan yang telah disusun dengan harapan hasil yang dicapai
sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi keperawatan selama 6 hari rawatan dilakukan secara komprehensif


dengan acuan rencana asuhan keperawatan NANDA International, (2015-
2017). Hasil yang didapatkan adalah masalah keperawatan ada yang dapat
teratasi dan ada yang belum teratasi.

B. Saran
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Bagi institusi pelayanan kesehatan RSUD Dr. Pirngadi Medan diharapkan
dapat memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun
dengan pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan. Selain itu, diharapkan Rumasakit mampu menyediakan fasilitas
serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien dengan
memberikan pelayanan yang lebih maksimal terutama dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien mioma uteri sehingga tidak memperpanjang
hari rawatan dan tujuan dapat tercapai.

2. Bagi keluarga Ny. H dan Ny. E


Diharapkan keterlibatan keluarga dalam memberikan dorongan dan motivasi
dalam mempercepat pemulihan kesehatan dan permasalahan kesehatan Ny. H
dan Ny. E terutama pada Psikososial, dan Spritual dapat diminimalkan.

68
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Yosi. 2013. Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5

Aspiani, Y, R. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Aimee, et al. (2010). Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with


Diagnosis of Uterine Leimyomata by 35 Years of Age in the Sister Study.
Environmental Health Perpectives. Volume 118. No 3 pages 375-380

Bararah, T., Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan; panduan Lengkap


menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Copaescu, C. (2007). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume 102.


No. 2. Romanian

Dinas kesehatan sumaterah barat. (2012). Kumpulan hasil pelaporan dan pengamatan.
Websiitte:httttp:////www.diinkes.sumbarprov.go.iid

Hidayat, A Aziz Alimul. (2013). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis
data. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed.


3. Jakarta : Salemba Medika.

69
NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017edisi
10.(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika

Robbins. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC

RSUD. Dr. Pirngadi Medan.(2022). Laporan Catatan Rekam Medik (RM): Mioma
Uteri

Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta

Saryono, & Anggraini. M. D. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif


dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Setiati, Eni. (2009). Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yokyakarta: Andi

Prawirohardjo, Sarwono. (2010).Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Wise, L, et al. (2009). A Prospective Study of Dairy Intake and Risk of Uterine
Leimoyomata. American Journal of Epidemiologi. Vol.171. No. 2. Page 221-
232.

70

Anda mungkin juga menyukai