Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN AKTIVITAS


FUNGSIONAL AMBULASI AKIBAT SESAK, NYERI
DAN WEAKNESS EKSTREMITAS INFERIOR
PADA KONDISI NEOPLASMA OVARIUM KISTIK

OLEH :

ANDI TENRI PRATAMA INDAH


SARI R024211015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Profesi Fisioterapi di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo


dengan judul ― Manajemen Fisioterapi Gangguan Aktivitas Fungsional
Ambulasi
Akibat Sesak, Nyeri Dan Weakness Ekstremitas Inferior Pada Kondisi
Neoplasma Ovarium Kistik‖

Pada Tanggal 11 November 2022

Mengetahui,

Clinical Instructor Clinical Educator

Muliati, S.Ft.,Physio Melda Putri, S.Ft.,Physio.,M.Kes

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
dengan judul ―Manajemen Fisioterapi Gangguan Aktivitas Fungsional
Ambulasi Akibat Sesak, Nyeri dan Weakness Ekstremitas Inferior Pada Kondisi
Neoplasma Ovarium Kistik‖. Shalawat dan salam senantiasa penulis panjatkan
kepada Rasulullah, Muhammad Shallallahu ‗Alaihi Wasallam yang telah
menuntun umatnya dari jalan yang menyimpang atas syariat Allah menuju jalan
yang lurus (syariat-syariat Allah).
Penyusunan laporan ini merupakan salah satu tugas pada pelaksanaan
mata kuliah Manajemen Fisioterapi Obgyn/Kesehatan Wanita yang diharapkan
dapat memberikan gambaran kondisi-kondisi fisioterapi pada kasus
obgyn/kesehatan wanita.
Dalam penyusunan laporan saya menyampaikan rasa terima kasih kepada
clinical instructor dan pihak lainnya yang telah membimbing dalam pelaksanaan
pembelajaran ini. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi semua pihak.

Makassar, 11 November 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL..................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan Praktik...........................................................................................2
C. Manfaat Praktik.........................................................................................3
D. Tempat dan Waktu....................................................................................3
BAB II TIJAUAN PUSTAKA................................................................................4
A. Definisi......................................................................................................4
B. Epidemiologi.............................................................................................5
C. Etiologi......................................................................................................5
D. Patofisiologi...............................................................................................6
E. Manifestasi Klinik.....................................................................................7
F. Pemeriksaan Spesifik.................................................................................7
G. Penanganan Fisioterapi............................................................................10
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI...............................................................12
A. Identitas Pasien........................................................................................12
B. Asessment Fisioterapi..............................................................................12
C. Diagnosis Fisioterapi...............................................................................15
D. Problem Fisioterapi.................................................................................15
E. Planning Fisioterapi.................................................................................15
F. Program Fisioterapi.................................................................................15
G. Evaluasi...................................................................................................16
H. Home Program........................................................................................17
I. Rencana Tindak Lanjut Proses Fisioterapi.................................................18
iv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
LAMPIRAN...........................................................................................................21

v
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Tabel 1 Palpasi............................................................................................13
Tabel 2 Intervensi Fisioterapi......................................................................15
Tabel 3 Evaluasi..........................................................................................16
Tabel 4 Intervensi Fisioterapi RTL.............................................................18

vi
DAFTAR

Nomor Halaman
Gambar 1 Kista Ovarium............................................................................4

vii
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ovarium mempunyai fungsi yang sangat penting pada reproduksi dan
mestruasi. Gangguan pada ovarium dapat menyebablam terhambatnya
pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur. Gangguan yang
paling sering terjadi adalah kista ovarium, sindrom ovarium polikistik dan
kanker ovarium (Nurmansyah et al., 2019). Neoplasma ovarium kistik atau
dikenal sebagai kista ovarium merupakan tumor jinak ginekologi yang paling
sering ditemukan akibat kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya pemeriksaan dan evaluasi dini penyakit kandungan.
Sebagian besar masyarakat akan mengunjungi pusat kesehatan untuk berobat
apabila telah mengalami keluhan-keluhan yang dirasa sudah cukup
mengganggu dan berat, tidak sedikit mereka telah mengunjungi dan mencoba
pengobatan alternatif. Tumor ovarium merupakan neoplasma yang berasal
dari jaringan ovarium yang berdasarkan konsistensinya dapat bersifat solid
atau kistik serta bersifat jinak atau ganas (Sari et al., 2017).
Kista ovarium umumnya bersifat jinak, namun dalam beberapa kondisi,
kista ovarium jinak tersebut dapat berpotensi menjadi kista ovarium ganas
atau kanker. Bila terlambat terdeteksi dan tidak cepat ditangani, kista ovarium
dapat sangat parah dan berkembang menjadi kanker ovarium. Neoplasma
ovarium kistik merupakan masalah ginekologi onkologi diseluruh dunia dan
keganasannya merupakan penyebab kematian terbanyak pada semua
keganasan ginekologi. Kista ovarium yang bersifat ganas disebut kanker
ovarium. Kanker ovarium merupakan pembunuh yang diam-diam, karena
memang seringkali penderita tidak merasakan apa-apa, kalaupun terjadi
keluhan biasanya sudah lanjut (Larasati et al., 2019). Di Amerika Serikat
pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak
23.400 dengan angka kematian sebesar13.900 orang. Tingginya angka
kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan
keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60% - 70% penderita datang
pada stadium lanjut (Suryoadji et al., 2022).

1
2

Sebagian besar wanita terlambat ataupun tidak menyadari bahwa dirinya


menderita kista, karena seringkali tidak menimbulkan gejala yang khusus.
Jika menimbulkan gejala maka keluhan yang paling sering muncul adalah
rasa nyeri pada perut bagian bawah dan pinggul. rasa nyeri ini timbul akibat
dari pecahnya dinding kista, terjadinya perdarahan di dalam kista, tangkai
kista yang terpeluntir dan pembesaran kista yang terlampau cepat sehingga
organ disekitarnya menjadi teregang (Ridmadhanti, 2021). Kista ovarium
tidak berbahaya selama kondisi jinak dan biasanya dapat hilang dengan
sendirinya, namun juga dapat terus berkembang dan semakin besar. Kista
ovarium dapat berbahaya bila kista berubah menjadi ganas sehingga
memerlukan tindakan pengangkatan kista. Oleh karena itu, sangat penting
untuk segera mendiagnosis dan mengobati mereka untuk menghindari
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Fisioterapi dapat berperan dalam memberikan massage untuk mengurangi
ketegangan otot, heat therapy untuk meningkatkan aliran darah dan
menggunakan modalitas transcutaneous electronic nerve stimulation (TENS).
Modalitas tersebut diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan pada pasien dengan neoplasma ovarium kistik. Selain itu, pasien
kista ovarium pasca bedah akan mengalami gangguan aktivitas yang
disebabkan karena nyeri yang ditimbulkan luka dan adanya penurunan dari
kekuatan dan ketahanan otot sehingga akan berdampak pada penurunan
activity daily living (ADL) pasien (Mobeen & Apostol, 2022).
B. Tujuan Praktik
a) Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada
mahasiswa tentang teori serta peran fisioterapi pada kasus Kesehatan
Wanita
b) Tujuan Khusus
1) Mampu memahami dan menjelaskan teori neoplasma ovarium kistik
2) Mampu memahami dan menjelaskan peran fisioterapi pada kasus
neoplasma ovarium kistik
3

3) Mampu memahami dan menjelaskan prinsip pengkajian dan


pemeriksaan fisioterapi pada kasus neoplasma ovarium kistik
4) Mampu melakukan asesmen fisioterapi; anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan spesifik, pemeriksaan penunjang pada kasus
neoplasma ovarium kistik
5) Mampu menentukan diagnosis fisioterapi pada kasus neoplasma
ovarium kistik
6) Mampu menentukan problem fisioterapi pada kasus neoplasma
ovarium kistik
7) Mampu merancang dan melakukan intervensi fisioterapi pada kasus
neoplasma ovarium kistik
8) Mampu melakukan evaluasi dan re-evaluasi pada kasus kista
ovarium
C. Manfaat Praktik
a) Bagi Penulis
Berguna untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan,
menidentifikasi masalah, menganalisa dan membuat kesimpulan serta
menambah pemahaman penulis terkait penatalaksanaan fisioterapi pada
pasien dengan kondisi neoplasma ovarium kistik
b) Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
kasus neoplasma ovarium kistik serta memberikan pengetahuan tentang
peran fisioterapi dalam menangani kondisi neoplasma ovarium kistik dan
diharapkan dapat menjadi bahan rujukan tentang manajemen fisioterapi
pada kondisi neoplasma ovarium kistik
D. Tempat dan Waktu
a) Tempat Praktik
Praktik ini dilakukan di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo
b) Waktu Praktik
Praktik ini dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober – 11 November 2022.
4

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Neoplasma ovarium kistik atau kista ovarium adalah pertumbuhan


jaringan abnormal berbentuk kantung yang berisi air pada sekitar ovarium.
Kista ovarium memiliki beragam etiologi mulai dari fisiologis
(follicular/luteal cyst) hingga keganasan ovarium dan lebih banyak terjadi
pada wanita dalam usia reproduktif (gambar 1) (Suryoadji et al., 2022). Kista
ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas. Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak
ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya.
Kista ovarium adalah suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung
telur atau ovarium.cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh selaput yang
terbentuk dari lapisan terluar ovarium. Dalam kehamilan, tumor ovarium
yang dijumpai yang paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista
lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak
janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam
panggul (Mobeen & Apostol, 2022).

Gambar 1. Kista ovarium


Sumber : Civeland, (2021)
5

B. Epidemiologi
Prevalensi sebenarnya dari kista ovarium tidak diketahui, karena banyak
pasien diyakini asimtomatik dan tidak terdiagnosis, dan prevalensinya
tergantung pada populasi yang diteliti. Sekitar 4% wanita akan dirawat di
rumah sakit karena kista ovarium pada usia 65 tahun. Dalam sampel acak dari
335 wanita tanpa gejala berusia 24 hingga 40 tahun, prevalensi lesi adneksa
adalah 7,8%. Studi lain yang meneliti kista ovarium pada wanita
pascamenopause menunjukkan prevalensi 2,5% untuk kista adneksa
unilokular sederhana. Dalam survei terhadap 33.739 wanita pramenopause
dan pascamenopause, 46,7% memiliki kista adneksa pada USG transvaginal,
dengan 63,2% menunjukkan resolusi kelainan pada USG berikutnya (Mobeen
& Apostol, 2022). World Health Organization (WHO) telah memaparkan
bahwa pada tahun 2015 angka kejadian kista ovarium tertinggi ditemukan di
negara-negara maju dengan rata-rata 10/100.000, kecuali di Jepang
(6,4/100.000). Insiden Amerika Serikat (7,7/100.000) relatif tinggi
dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan Afrika (WHO, 2015).
Angka kejadian kista ovarium di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 23.400
orang dan meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang tinggi ini
disebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat asimptomatik dan baru
menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis sehingga 60-70%
pasien datang pada stadium lanjut (Zafira, 2019).
C. Etiologi
Penyebab terjadinya kista ovarium adalah adanya gangguan pembentukan
hormone pada hipotalamus, hipofise atau ovarium itu sendiri. Kista ovarium
timbul dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus menstruasi. Selain itu,
kista ovarium juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain riwyaat
kista ovarium sebelumnya, siklus menstruasi yang tidak teratur, menstruasi
dini, tingkat kesuburan, hipotiroid atau hormone yang tidak seimbang serta
terapi tamoxifen pada kanker mamae (Ridmadhanti, 2021). Kista ovarium
dapat terjadi pada semua usia tetapi lebih sering terjadi pada tahun-tahun
reproduksi dan meningkat pada Wanita menarchal kerana produksi hormone
endogen. Meskipun sebagian besar kista ovarium jinak, usia merupakan
6

faktor risiko independen yang paling penting, dan wanita pascamenopause


dengan semua jenis kista harus menjalani tindak lanjut dan pengobatan yang
tepat karena risiko keganasan yang lebih tinggi. Adapun faktor resiko untuk
pembentukan kista ovarium meliputi : pengobatan fertilitas yang diobati
dengan gonadotropin dapat mengembangkan kista sebagai bagian dari
sindrom hiperstimulasi ovarium, hipertiroidisme, merokok, gonadotropin ibu
dapat mengembangkan kista ovarium pada saat janin serta kehamilan, dalam
kehamilan kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua saat kadar
hCG memuncak (Mobeen & Apostol, 2022).

D. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2
cm dengan kista ditengahtengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit,
korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif.
Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovarium
yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut
kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin,
termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena
stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan
diabetes, hcg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien
dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin
(FSH dan LH) atau terkadang 11 clomiphene citrate, dapat menyebabkan
sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia
yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh
7

ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan
sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan
keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas
yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel
granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan
germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada
sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan
multipel kistik berdiameter 2- 5 mm, seperti terlihat dalam sonogram
(Mobeen & Apostol, 2022).
E. Manifestasi Klinik
Mayoritas penderita kista ovarium tidak menunjukkan adanya gejala sampai
periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ovarium
berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosis sering ditemukan pada
waktu pasien dalam keadaan stadium lanjut. Sampai pada waktunya klien
mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa
sebah pada perut, dan timbul benjolan pada perut (Biaye et al., 2020). Kista
ovarium dapat bersifat asimtomatis terutama saat ukurannya kecil. Kista
ovarium dengan ukuran besar umumnya dapat menyebabkan gejala seperti
perasaan begah, mudah kenyang, keinginan untuk berkemih dan rasa nyeri
pada area perut bawah. Pada Kista ovarium yang sudah berubah menjadi
ganas, gejalanya dapat lebih beragam akibat kemungkinan terjadinya
metastasis, baik di daerah sekitar abdomen bahkan dapat mencapai payudara.
Gejala yang dapat ditemukan pada kista ovarium ganas berupa malaise,
penurunan berat badan, nyeri pada daerah yang terdampak (nyeri abdomen
atau nyeri dada), dan kesulitan untuk bernapas (Suryoadji et al., 2022).
F. Pemeriksaan Spesifik
1) Pemeriksaan vital sign
Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai
fisiologis yang digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan
seseorang, terutama pada pasien yang secara medis tidak stabil atau
8

memiliki faktor-faktor resiko komplikasi kardiopulmonal dan untuk


menilai respon terhadap intervensi. Tanda vital juga berguna untuk
menentukan dosis yang adekuat bagi tindakan fisioterapi, khususnya
exercise. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, denyut
nadi, pernapasan dan suhu tubuh (Sarotama & Melyana, 2019).
2) Assessment
Suatu proses yanga dilakukan secara sistematis dan terencana untuk
mendapatkan informasi, menganalisis, mengidentifikasi dan
menatalaksana keadaan seorang pasien yang bertujuan untuk
menegakkan diagnosis sebelum melakukan penanganan terhadap pasien
(Faisal et al., 2019). Assement atau pemeriksaan merupakan komponen
penting dalam penatalaksanaan menajemen fisioterapi,
3) HRS-A
Skala HRS-A merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada
munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan.
Menurut skala HRS-A terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu
yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5
tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe) (Hallit et
al., 2019).
4) Manual Muscle Test (MMT)
Manual Muscle Testing (MMT) merupakan salah satu bentuk
pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering digunakan. Hal tersebut
karena penatalaksanaan, intepretasi hasil serta validitas dan
reliabilitasnya telah teruji. Namun demikian tetap saja, manual muscle
testing tidak mampu untuk mengukur otot secara individual melainkan
group / kelompok otot. Kekuatan otot diinterpretasikan kedalam skala
linkert 0–5 poin atau poin 0–10 skor MMT bertingkat (0-3: kelemahan
parah, 4-6: kelemahan sedang, 7-9: kelemahan ringan, 10: tidak ada
kelemahan) (Bittmann et al., 2020).
5) Visual Analogue Scale (VAS)
Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan numerical rating scale
(NRS), verbal rating scale (VRS), visual analog scale (VAS) dan faces
9

rating scale. VAS (Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas
dalam beberapa dasawarsa belakangan ini dalam penelitian terkait
dengan nyeri dengan hasil yang handal, valid dan konsisten.VAS adalah
suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri dengan
menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100
mm (Sybilski, 2018).
6) Indeks Barthel
Barthel Index (BI) adalah alat yang mengukur sejauh mana fungsi
independen dan mobilitas dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL).
Alat ini juga menilai tingkat bantuan yang dibutuhkan. Dengan demikian,
digunakan untuk mengukur kecacatan fungsional. Khususnya, digunakan
dalam rehabilitasi pasien stroke, serta mereka yang memiliki gangguan
muskuloskeletal dan neuromuscular (Asamba, 2022).
7) Ultrasound
Ultrasound direkomendasikan sebagai pemeriksaan lini pertama pada
kondisi kista ovarium karena sederhana dan biayanya yang terjangkau.
Ultrasound endovaginal digunakan untuk mendiagnosis massa ovarium
dan mengevaluasi lateralitas, ukuran, komposisi massa (kistik, padat,
atau campuran, septations, ekskresi papiler, nodul mural), adanya cairan
bebas panggul, dan penilaian aliran darah dan vaskularisasi melalui color
doppler. Temuan USG yang konsisten dengan kista jinak pada semua
kelompok umur adalah tipis, dinding halus, tidak adanya septasi,
komponen padat, dan aliran internal pada color doppler (Biaye et al.,
2020).
8) MRI
MRI dan CT adalah tes lini kedua yang diminta setelah USG endovaginal
untuk karakterisasi yang disebut massa kompleks atau tak tentu. Untuk
lebih baik diagnosis, kasus klinis pertama dan ketiga mendapat manfaat
dari MRI dan pemeriksaan panggul CT yang kembali mendukung
kecurigaan kuat keganasan kista ini. MRI memberikan karakterisasi
jaringan yang lebih baik daripada USG Doppler atau CT (Biaye et al.,
2020).
1

G. Penanganan Fisioterapi
1) Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah sesuatu interaksi interpersonal yang
berpusat pada keinginan khusus untuk meningkatkan informasi yang
efektif dan membangun hubungan yang baik agar dapat mengenali
kebutuhan dasar pasien sehingga dapat mengidentifikasi cara pencapaian
yang memuaskan bagi pasien (Ninla Elmawati Falabiba, 2019).
Keterkaitan antara kecemasan pasien dengan komunikasi terapeutik
adalah kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi
dalam rangka mencapai tujuan yang optimal, sehingga proses
penyembuhan akan lebih cepat. Adapun komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian dengan tujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi
beban pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan (Safitri,
2018).
2) Ankle pumping exercise
ankle pumping exercises merupakan salah satu upaya untuk mengurangi
edema. Latihan ini bertujuan untuk memperlancar peredaran darah.
Latihan pompa merupakan langkah yang efektif untuk mengurangi
edema karena akan menimbulkan efek pompa otot sehingga akan
mendorong cairan ekstraseluler masuk ke pembuluh darah dan kembali
ke jantung. Latihan pemompaan pergelangan kaki mampu melancarkan
kembali peredaran darah dari bagian distal. Hal ini dapat mengakibatkan
pembengkakan bagian distal berkurang karena sirkulasi darah yang
lancar (Manawan & Rosa, 2021).
3) Breathing exercise
Pursed lip breathing (PLB) adalah teknik pernapasan yang terdiri dari
mengeluarkan napas melalui bibir yang mengerut (kerucut) dan bernapas
melalui hidung dengan mulut tertutup, teknik ini untuk meredakan sesak
napas dan meningkatkan pernapasan dalam, juga disebut sebagai
pernapasan perut atau diafragma. Tujuan PLB adalah untuk menciptakan
1

tekanan balik di saluran udara untuk membukanya; udara yang bergerak


karenanya membutuhkan lebih sedikit kerja. Latihan pernapasan
diaphragmatic breathing exercise merupakan salah satu teknik latihan
pernapasan yang menitik beratkan penggunaan otot diafragma saat
melakukan pernapasan (inspirasi dan ekspirasi). Pernapasan diafragmatik
bertujuan membantu menggunakan diafragma dengan benar selama
pernapasan, dan bermanfaat untuk menguatkan diafragma, menurunkan
kerja pernapasan dengan memperlambat frekuensi pernapasan,
menurunkan kebutuhan oksigen, menggunakan kekuatan dan energi yang
lebih sedikit untuk bernapas (Djanatunisah, 2021).
4) ROM Exercise
Latihan Range of Motion (ROM) dilakukan untuk menjaga fleksibilitas
dan mobilitas otot sendi. Latihan-latihan ini mengurangi kekakuan dan
akan mencegah atau setidaknya memperlambat pembekuan atau
kekakuan pada sendi. Rentang gerak sendi adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan jumlah gerakan di setiap sendi. Setiap sendi
dalam tubuh memiliki rentang gerak yang "normal". Sendi yang kaku
dapat menyebabkan rasa sakit dan membuat sendi sulit untuk di
bergerakkan (Schoenfeld & Grgic, 2020).
1

BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI
A. Identitas Pasien
Data pasien

Nama : Ny. DA
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : SUDIANG
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM 415206
B. Asessment Fisioterapi
Anamnesis Khusus (CHARTS)
1. Chief of Complain :
Sesak napas dan nyeri hilang timbul pada area perut bawah serta pinggang.
2. History Taking :
Pasien telah dirawat di rumah sakit wahidin sudirohusodo sejak
8/10/2022 dengan keluhan sesak napas yang tidak dipengaruhi oleh
aktivitas dan cuaca, batuk disertai lendir putih, demam tidak ada,
pendarahan dari jalur lahir tidak ada dan riwayat perut membesar sejak 1
bulan yang lalu, dengan diagnosis efusi pleura bilateral dengan hasil foto
rontgen selama dua kali, Pada tanggal 12/10/2022 pasien dikonsulkan ke
bagian obgyn dengan diagnosa neoplasma ovarium kistik. Dan menunggu
rencana operasi pemasangan chest tube. Pada tanggal 13/10/2022
terpasang masker non breathing 15lt/menit.
Pada tanggal 07/11/2022 kondisi pasien menggunakan oksigen,
oedem pada kaki kanan dan lemas. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
lain seperti hipertensi, diabetes melitus dan asma.

3. Asymmetric
a. Inspeksi Statis
1) Raut wajah tampak pucat
2) Terdapat bengkak pada kedua kaki dan tangan kiri
1

b. Inspeksi Dinamis
1) Pasien masih dibantu untuk berpindah posisi (bangun, berdiri
dan berjalan)
2) Pasien sulit dan sangat berhati-hati dalam bergerak dan
berpindah posisi.
c. Palpasi
Tabel 1. Palpasi
Hasil
No Karakteristik
Dextra Sinistra

1 Oedem Ada pada pedis dx Normal

2 Suhu Normal Normal

3 Kontur kulit Mengkilap dan Mengkilap dan


kencang kencang

4 Tenderness Normal Normal

Sumber : Data Primer , 2022

4. Restrictive
a. Limitasi ROM :-
b. Limitasi ADL : ambulasi
c. Limitasi pekerjaan : tidak mampu melakukan pekerjaannya
d. Limitasi rekreasi : tidak mampu melakukan aktivitas rekreasinya

5. Tissue Impairment dan Psycogenic Prediction


a. Muskulotendinogen : weakness pada ekstremitas inferior
b. Osteoarthrogen :-
c. Neurogen :-
d. Psikogenik : kecemasan
e. Obgyn onkologi : neoplasma ovarium kistik.
1

6. Specific Test
a. Vital sign
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Denyut Nadi : 113x/menit
Pernapasan : 28x/ menit
Suhu : 36,5o C
SPO2 : 96%
b. MMT (ekstremitas inferior)
Hasil : 4
IP : mampu melawan tahanan minimum
c. Visual Analog Scale (nyeri pada abdomen dan pinggang)
Hasil :
Nyeri tekan : 0
Nyeri diam : 4
Nyeri gerak : 6
d. Kecemasan (HRS-A)
Hasil : 22
IP : kecemasan berat
e. Index
Barthel Hasil
: 12
IP : ketergantungan ringan
f. Pitting oedema
*pada pedis dextra
Hasil : 2+
IP : pitting lebih dalam/4 mm menghilang dalam waktu 10-15 detik
g. Skala Morse
Hasil : 15
IP : resiko jatuh rendah
h. Skoring Dekubitus
Hasil : 3
IP : beresiko
1

i. Hasil Radiologi (Foto Thorax) 17/10/2022


Hasil :
- Efusi pleura bilateral
- Pneumothorax dx/ fibrotik pulmo dx

C. Diagnosis Fisioterapi
Gangguan aktivitas fungsional ambulasi akibat sesak, nyeri dan weakness
pada ekstemitas inferior pada kasus neoplasma ovarium kistik.
D. Problem Fisioterapi
1. Problem Primer : nyeri
2. Problem Sekunder : sesak napas, gangguan kecemasan, oedem pada
pedis dx dan weakness ekstremitas inferior.
3. Problem Kompleks : gangguan aktifitas fungsional (ADL) ambulasi.
E. Planning Fisioterapi
1. Jangka Pendek : - mengurangi kecemasan
- mengurangi nyeri dan sesak napas
- menurunkan oedem pada pedis dx
- meningkatkan kekuatan otot ekstremitas inferior
2. Jangka Panjang : meningkatkan kemampuan ADL

F. Program Fisioterapi
Tabel 2. Intervensi Fisioterapi
No Problem FT Modalitas FT Dosis FT

1. Kecemasan Komunikasi F : 1x/minggu


Terapeutik I : pasien fokus
T : interpersonal approach
T : selama terapi

2. Nyeri dan sesak napas Breathing Exercise F : 1x/hari


I : 5 rep
T : pursed lip breathing,
T : 3 menit
1

3. Oedem Exercise therapy F : 1x/hari


I : 5 rep
T : ankle pumping exercise
T : 3 menit

Exercise therapy F : 1x/hari


I : 5 rep
T : PROMEX (eks.sup)
T : 3 menit

4. Kekuatan Otot Exercise therapy F : 1x/hari


ekstremitas inferior I : 4 rep
T : AROMEX
T : 3 menit

Exercise therapy F : 1x/hari


I : 4 rep
T : isometric quadriceps
T : 3 menit

5. Gangguan ADL Exercise therapy F : 1x/hari


I : 5 rep
T : edukasi ambulasi &
ADL sitting (baring-
duduk)
T : 5 menit
Sumber :Data primer, 2022

G. Evaluasi

Tabel 3. Evaluasi
Intervensi

No Problem FT Parameter Sebelum Sesudah Keterangan

1. Nyeri NRS Diam : 4 Diam : 3 Nyeri menurun


Tekan : 0 Tekan : 0
Gerak : 6 Gerak : 5
1

2. Kecemasan HRS-A Skor Total : 22 Skor Total : 20 Terdapat


(Kecemasan berat) (Kecemasan berat) penurunan
kecemasan

3. Kekuatan otot MMT 4 4 Belum ada


peningkatan
kekuatan otot

5. Gangguan Indeks 16 16 Belum ada


(ketergantungan (ketergantungan
ADL Barthel peningkatan
ringan ) ringan )
kemampuan
fungsional

6. Oedem Pitting Pedis : 2+ Pedis : 2+ Belum ada


oedem penurunan
oedem

Sumber : Data Primer,2022

H. Home Program
Pasien diedukasikan cara melakukan:
1) Ankle pumping exercise
F : 1x/hari
I : 8 hit/ 4 rep/ 2 set
T : 5 menit
2) Breathing exc untuk relaksasi dan mencegah gangguan
pernafasan F : 1x/hari
I: 8 repetisi, 2 set
T : pursed lip breathing/ diagfragma breathing
T : 4 menit
3) Edukasi batuk efektif (jika ada lendir)
1

I. Rencana Tindak Lanjut Proses Fisioterapi


Tabel 4. Intervensi Fisioterapi RTL
No Problem FT Modalitas FT Dosis FT
1. Kecemasan Komunikasi F : 1x/minggu
Terapeutik I : pasien fokus
T : interpersonal approach
T : selama terapi
2. Sesak napas Airway Clearance F : 1x/hari
Exercise I : 5 rep
T : deep breathing
T : 3 menit
3. Gangguan postur Exercise therapy F : 1x/hari
(scoliosis) I : 5 rep
T : chest
stretching on
foam roller
T : 5 menit
Excercise Therapy F : 1x sehari
I : 5 rep
T : bugnet exc
T : 5 menit
4. Peningkatan kemampuan Exercise therapy F : 1x/hari
endurance jantung paru I : zona Latihan
dan mengoptimalkan T : treadmill exc (aerobic
kemampuan ADL exc)
T : 30 menit (3 menit warm-
up dan 3 menit colling
down)
Sumber : Data Primer,2022
1

DAFTAR PUSTAKA

Biaye, B., Raiga, J., Diallo, M., Jafer, R., Diouf, A. A., Benoit, B., & Carbone, B.
(2020). Management of Ovarian Cystic Tumor: Diagnosis, Management, and
Its Follow-Up-Case Presentation of Three Patients and Literature Review.
Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 10(01), 25–40.
https://doi.org/10.4236/ojog.2020.101003
Bittmann, F. N., Dech, S., Aehle, M., & Schaefer, L. V. (2020). Manual muscle
testing—force profiles and their reproducibility. Diagnostics, 10(12).
https://doi.org/10.3390/diagnostics10120996
Faisal, F., Syahrul, S., & Jafar, N. (2019). Pendampingan Hand Over Pasien
Dengan Metode Komunikasi Situation, Background, Assesment,
Recommendation (Sbar) Pada Perawat Di Rsud Barru Kabupaten Barru
Sulawesi Selatan. Jurnal Terapan Abdimas, 4(1), 43.
https://doi.org/10.25273/jta.v4i1.3807
Hallit, S., Haddad, C., Hallit, R., Akel, M., Obeid, S., Haddad, G., Soufia, M.,
Khansa, W., Khoury, R., Kheir, N., Abi Elias Hallit, C., & Salameh, P.
(2019). Validation of the Hamilton Anxiety Rating Scale and State Trait
Anxiety Inventory A and B in Arabic among the Lebanese population.
Clinical Epidemiology and Global Health, 7(3), 464–470.
https://doi.org/10.1016/j.cegh.2019.02.002
Larasati, L., Afiyanti, Y., & Kurniawati, W. (2019). Aplikasi Teori Keperawatan
Comfort Kolcaba dan Adaptasi Roy pada Klien dengan Neoplasma Ovarium
Kistik. Journal Educational of Nursing(Jen), 2(1), 15–25.
https://doi.org/10.37430/jen.v2i1.8
Mobeen, S., & Apostol, R. (2022). Ovarian Cyst. In startpearls [internet].
StatPearls Publishing.
Nurmansyah, Djemi, & Setyawati, T. (2019). sebuah laporan kasus:kista ovarium.
Jurnal Medical Profession (MedPro), 3(3), 226–229.
Ridmadhanti, S. (2021). Pengaruh sumber informasi, peran bidan, motivasi diri
dan gaya hidup terhadap tingkat kualitas hidup pasien kista ovarium di rsia
aulia jakarta selatan. Jurnal JKFT, 6(1).
Sari, M. I., Subekti, B. E., Hi, R., Moeloek, A., & Lampung, B. (2017).
Pengelolaan Anestesi pada Pasien Neoplasma Ovarium Kistik Berukuran
Besar dengan Anemia Tanpa Komplikasi. Jurnal Agromed Unila, 4, 81–85.
Sarotama, A., & Melyana. (2019). Implementasi Peringatan Abnormalitas Tanda-
Tanda Vital pada Telemedicine Workstation. Jurnal Nasional Sains Dan
Teknologi, 21(1), 1–9.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/view/5236
Suryoadji, K. A., Fauzi, A., Ridwan, A. S., & Kusuma, F. (2022). Diagnosis dan
2

Tatalaksana pada Kista Ovarium: Literature Review. Khazanah: Jurnal


Mahasiswa, 14(1). https://doi.org/10.20885/khazanah.vol14.iss1.art5
Sybilski, A. J. (2018). Visual analogue scale. A simple tool for daily treatment
monitoring in allergic rhinitis. Pediatria i Medycyna Rodzinna, 14(3), 277–
281. https://doi.org/10.15557/PiMR.2018.0030
Zafira, ‘Aininna ‘Izzah. (2019). Analisis Pencegahan dan Penanganan Ovarian
Cysts Ditinjau dari Pola Makan Pasien. ‘Jurnal Prodi Pendidikan Dokter,
5(2), 9–35.
2

LAMPIRAN
Lampiran 1. Hamilton Rating Scale-Anxiety (HRS-A)
Deskripsi Skor
1 Perasaan cemas 1
Kecemasan, harapan buruk, ketakutan, lekas marah
2 Tekanan 2
Merasa tertekan, kelelahan, respon kaget, mudah menangis,
merasa tidak tenang, sulit tenang
3 Ketakutan 1
Kegelapan, orang asing, dibiarkan sendiri, keramaian
4 Insomnia 2
Sulit tertidur, tidur tidak lelap, dan kelelahan ketika bangun,
mimpi buruk dan teror malam
5 Intelektual 1
Sulit berkonsentrasi, ingatan buruk
6 Perasaan depresi 2
Kehilangan minat, kehilangan kesenangan melakukan hobi,
depresi, bangun lebih awal
7 Somatik (otot) 2
Nyeri dan ngilu, kejang, kekakuan, gigi mengertak, suara tidak
stabil, peningkatan tonus otot
8 Somatik (sensorik) 1
Tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur,
9 Respon kardiovaskuler 2
Takikardi, palpitasi, nyeri dada, nadi berdenyut kencang,
perasaan ingin pingsan, hilang irama jantung
10 Respon pernapasan 3
Tekanan atau sesak di dada, perasaan muntah, mendesah,
dyspnea
11 Gejala gastrointestinal 1
Kesulitan menelan, nyeri perut, perasaan terbakar, perut
kembung, mual, muntah, bunyi perut, mencret, kehilangan berat
badan, konstipasi
12 Respon genitourinaria 2
Sering buang air terutama malam hari dikala tidur, tidak haid,
darah haid sedikit sekali, nyeri haid, tidak ada, gairah seksual
dingin (firgid), ejakulasi prematur, kehilangan nafsu sex,
impotensi
13 Respon autonomy 1
Mulut kering, kemerahan, pucat, kecenderungan berkeringat,
pusing, sakit kepala tipe tegang, kuduk berdiri
2

14 Perilaku saat wawancara 2


Gelisah, kegelisahan atau mondar-mandir, tremor tangan, alis
berkerut, tegang wajah, mendesah atau respirasi cepat, wajah
pucat, menelan
Total : 22
Interpretasi : Kecemasan Sedang
2

Lampiran 2. Indeks Barthel


Pengkajian Aktivitas Harian dengan Indeks Barthel
No : Kriteria Penilaian : Nilai :
1. Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu 1
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0 = Tergantung orang lain 1
1 = Mandiri
3. Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain 1
(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
4. Berpakaian 0 = Tergantung orang lain 1
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri

5. Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak terkontrol 1
(Bowel) 1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)

6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema) 1


(Bladder) 1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)

7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain 1


1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu 2
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu) 2
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti,
tongkat
10. Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 1
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Nilai Total : 12
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri 12-19 : Ketergantungan Ringan 9-11: Ketergantungan Sedang 5-8 :
Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
2
2

Lampiran 3. Skala morse

Lampiran 4. Skoring decubitus


2

Lampiran 5. Hasil radiologi Thoraks AP


2

Lampiran 6. Dokumentasi Pasien

Anda mungkin juga menyukai