Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN GINEKOLOGI

“Diajukan Untuk Mememuhi Salah Satu Tugas Profesi Dalam Stase Ginekologi”

DI SUSUN OLEH :
Shella Maretha Sirait
P17324121539

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROFESI BIDAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berbagai kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul “Asuhan Kebidanan Ginekologi
“ dengan baik dan tepat waktu.
Laporan pendahuluan ini penulis susun untuk memenuhi salah satu tugas praktik
profesi stase I remaja dan pranikah di Politeknik Kemenkes Bandung. Dalam penyusunan
Laporan Pendahuluan ini penulis telah mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Riana Pascawati selaku mentor dan dosen yang telah memberikan tugas.
Penulis menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
karena adanya kekurangan dan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, segala
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tugas ini.

.
Bandung, 30 Agustus 2022

Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA KESEHATAN REPRODUKSI

Oleh :
Shella Maretha Sirait
P17324121539

Menyetujui,

Pembimbing Lahan
Mimin Sumiati, SST (....................................)
NIP.196609141987032001

Pembimbing Akademik
Riana Pascawati (.....................................)
NIP.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Bd. Diyan Indrayani,SST.,M.Keb


NIP.198106092002122002
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................... 1

B. Tujuan................................................................................................... 4

C. Manfaat................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar..................................................................................... 7
1. Definisi........................................................................................ 7
2. Epidemiologi................................................................................7
3. Faktor Resiko............................................................................... 9
4. Patofisiologis....................................................................................11
5. Manifestasi Klinis.............................................................................13
6. Penatalaksanaan.................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kesehatan reproduksi menurut ICPD (International Conference on Population and
Development) adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya
bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi serta proses reproduksinya.1
Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda internasional. Salah
satu masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu adanya penyakit kewanitaan atau
ginekologi. Menurut hasil statistik terdapat 50,95% wanita di dunia yang mempunyai
penyakit ginekologi dan diantaranya 87,5% wanita yang sudah menikah.2 Penyakit
ginekologi yang paling dikhawatirkan oleh wanita adalah kanker serviks, mioma
uteri, kista, dan endometriosis.3 Diperkirakan hampir 70 juta wanita yang sudah
maupun yang belum menikah di seluruh dunia menderita endometriosis.4
Selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini, endometriosis menunjukkan angka
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di semua
operasi pelvik. Di Indonesia endometriosis ditemukankurang lebih 30% pada wanita
infertil. Pada infertilitas primer kejadian sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas
sekunder kejadian sebanyak 15%. Pada kasus infertilitas yang disertai dengan nyeri
pelvik dan nyeri haid, dijumpai endometriosis sebanyak 80%.5 Di RSU Kabupaten
Tangerang pada tahun 2015 kejadian endometriosis mencapai 5,4% dari 611 kasus
kelainan ginekologi.
Endometriosis adalah kondisi di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi
ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Menurut Sampson,
endometriosis bisa terjadi kerena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui
tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah ada pembuktian bahwa dalam darah haid
ditemukan sel-sel endometrium yang masih hidup.6
Jaringan endometriosis ini akan menghambat darah dari pembuluh darah keluar
sehingga akan menimbulkan kista yang semakin besar. Dinding pada kista dapat
terluka sehingga menyebabkan darah yang keluar dalam jumlah banyak dan lama.
Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak memiliki anak pada
usia muda. Diduga fungsi ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi
oleh kehamilan memegang peranan dalam terjadinya endometriosis.6
Tanda dan gejala pada penderita endometriosis hampir mirip dengan penderita
Kehamilan Ektopik Terganggu sehingga penapisan kehamilan harus dilakukan.
Seperti nyeri perut bagian bawah, keluar darah dari jalan lahir, hingga nyeri tekan
saat diperiksa adalah tanda dan gejala umum dari endometriosis. Selain itu biasanya
penderita akan mengalami dispareunia (nyeri saat berhubungan) dan infertilitas.6
Tetapi banyak wanita memiliki jaringan di luar uterus yang tidak menimbulkan
nyeri atau memengaruhi kesuburan.7
Komplikasi yang dapat terjadi dari endometriosis pada umumnya adalah infertilitas.
Tak jarang kasus akhirnya mencapai keadaan yang lebih buruk seperti tumbuhnya
kista dan kanker endometrium. Banyaknya perdarahan yang terjadi dapat
menyebabkan anemia ringan hingga berat yang mengakibatkan penurunan keadaan
umum ibu hingga bisa mengakibatkan kematian. Pada penderita anemia, kebutuhan
oksigen yang tidak terpenuhi saat transport oleh hemoglobin, membuat kerja jantung
lebih cepat sehingga memperbesar risiko pembesaran jantung.
Berdasarkan latar belakang di atas, kasus endometriosis perlu ditangani dengan
asuhan kebidanan yang tepat. Tenaga kesehatan wajib melakukan pengawasan yang
tepat dan ketat. Pencegahan dengan melakukan deteksi dini juga perlu dilakukan
untuk menghindari komplikasi yang lebih berbahaya.

2. Rumusan Masalah
a. Apa itu Ca Endometrium?
b. Bagaimana asuhan kebidanan pada Ca Endometrium?

3. Tujuan

a. Melaksanakan pengkajian data yang terdiri dari data subjektif dan

objektif secara lengkap yang terkaitan dengan Ca Endometrium.

b. Menginterpretasikan data dasar yang meliputi diagnosa kebidanan,

masalah dan kebutuhan pada kasus Ca Endometrium.

c. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial untuk konsultasi,

kolaborasi dan merujuk pada kasus Ca Endometrium.

d. Menetapkan kebutuhan tindakan segera pada kasus Ca Endometrium.

e. Menyusun asuhan kebidanan secara menyeluruh pada kasus Ca


Endometrium.

f. Melaksanakan perencanaan secara efisien dan aman pada kasus Ca

Endometrium.

g. Mengevaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada kasus Ca

Endometrium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kanker Endometrium


1. Definisi
Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari
endometrium atau miometrium. Sebagian besarnya merupakan adenokarsinoma
(90%). Karsinoma endometrium terutama adalah penyakit pada wanita
pascamenopause, walaupun 25% kasus terdapat pada wanita yang berusia kurang
dari 50 tahun dan 5% kasus terdapat pada usia dibawah 40 tahun (Patofisiologi,
Konsep klinis Proses-proses Penyakit.hal 1984).

2. Etiologi
Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan kasus
kanker endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi
estrogen secara kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang
pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan
pada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium
dan kanker (Brunner and Suddarth: 1999).

3. Epidemiologi
Kanker rahim (uterus) merupakan salah satu jenis kanker yang menakutkan
bagi seorang perempuan. Kanker ini dianggap menjadi penyebab kematian
terbesar wanita di dunia. Ada beberapa penyebab kanker ini, antara lain,
hubungan intim di bawah usia 17tahun.
Kanker rahim merupakan tumor ganas pada endometrium (lapisan rahim).
Kanker ini sering menyerang wanita di atas usia 50 tahun, tetapi dalam
perkembangannya saat ini sudah sering menyerang wanita di bawahnya akibat
gaya hidup tidak sehat. Kanker ini bisa menyebar (metastase) secara cepat dan
pasti. Menyebarnya sel kanker ini bisa secara local (daerah rahim saja) maupun
menyebar ke bagian tubuh lainnya seperti kanalis servikalis, tubafalopii, ovarium,
daerah sekitar rahim, system getah bening atau bagian tubuh lain melalui
pembuluh darah.

4. Faktor risiko
4.1 Faktor resiko reproduksi dan menstruasi.
Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko 3x
lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Hipotesis bahwa
infertilitas menjadi factor risiko kanker endometrium didukung penelitian-
penelitian yang menunjukkan risiko
yang lebih tinggi untuk nullipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah.
Perubahan- perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dikaitkan
dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi ( terekspos estrogen
yang lama tanpa progesterone yang cukup), kadar androstenedion serum yang
tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi menjadi estrone), tidak
mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi
hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas dalam serum yang rendah pada
nulipara.
Usia menarch dini (<12 tahun) berkaitan dengan meningkatnya risiko kanker
endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Benyak penelitian menunjukkan
usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap meningkatnya
kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium
adalah pascamenopause. Wanita yang menopause secara alami diatas 52 tahun 2,4
kali lebih beresiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun (Hidayat: 2009).

4.2 Hormon.
1. Hormone endogen
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita muda berhubungan
dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal seperti polycystic ovarian
disease yang memproduksi estrogen.

2. Hormone eksogen pascamenopause.


Terapi sulih hormone estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium
meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan risiko ini terjadi setelah pemakaian
2-3 tahun. Risiko relative tertinggi setelah pemakaian selama 10 tahun.

4.3 Kontrasepsi oral.


Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian kontrasepsi oral
yang mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin. Sebaliknya
pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan kadar
progesterone tinggi mempunyai efek protektif dan menurunkan risiko kanker
endometrium setelah 1-5 tahun pemakaian.

4.4 Obesitas.
Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan 13-22
kg BB ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 x lipat. Sedangkan kelebihan di
atas 23 kg akan meningkatkan risiko sampai 10x lipat.

4.5 Merokok.
Wanita perokok beresiko ½ kali jika dibandingkan yang bukan perokok (factor
proteksi) dan diperkirakan menopause lebih cepat 1-2 tahun.

5 Patofisiologi
Kanker endometrium adalah kanker yang terbentuk di dalam endometrium
yang merupakan lapisan dalam halus rahim atau rahim. Rahim terletak di daerah
panggul dan menyerupai bentuk sebuah pepaya atau buah pir. 90% dari semua
kanker rahim yang terbentuk di endometrium. Profesional medis tidak tahu persis
apa yang menyebabkan kanker endometrium, tetapi telah dikaitkan dengan
estrogen terlalu banyak, yang merupakan hormonwanita. Ini adalah ovarium yang
memproduksi estrogen, tetapi mereka juga memproduksi hormon lain yang disebut
progesteron yang membantu untuk menyeimbangkan estrogen. Kedua hormon
harus seimbang, tetapi jika terlalu banyak estrogen yang diproduksi akan
menyebabkan endometrium tumbuh, sehingga meningkatkan risiko kanker
endometrium. Adafaktor lain yang meningkatkan kadar estrogen dan salah satunya
adalah obesitas. Jaringan lemak dalam tubuh juga memproduksi hormon estrogen.
Pola makan dengan asupan tinggi lemak hewani, termasuk daging, susu, dan
unggas, bersama dengan makanan olahan dan gula halus adalah nomor satu
penyebab obesitas. Makanan ini harus dihindari terutama oleh mereka yang
beresiko. Mereka yang berisiko adalah wanita yang telah melalui menopause,
tidak punya anak, menderita diabetes, memiliki kanker payudara, atau sering
mengkonsumsi makanan dengan lemak tinggi.
Tanda pertama kanker endometrium adalah perdarahan atau bercak.
Pendarahan atau bercak mungkin tidak selalu hasil dari kanker, tetapi ide yang
baik untuk segera memeriksakan ke dokter agar diperiksa lebih detail lagi. Gejala
lain dari kanker endometrium adalah penurunan berat badan, kelelahan, nyeri
panggul, kesulitan buang air kecil dan nyeri selama hubungan seksual. Kanker ini
terutama mempengaruhi wanita yang telah melewati menopause. Mayoritas kasus
pada perempuan berusia 55-70 tahun (Corwin: 1999).

6. Manifestasi Klinis
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan
pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan
intermenstruasi bagi pasien
yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling
banyakmenyertai keluhan utama. Gejalanya bisa berupa:
1) Perdarahan rahim yang abnormal
2) Siklus menstruasi yang abnormal
3) Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami
menstruasi)
4) Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause
5) Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas 40
tahun)
6) Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
7) Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
8) Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
9) Nyeri ketika melakukan hubungan seksual (Isdaryanto: 2010).

7. Klasifikasi Stadium
Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan berdasarkan surgical staging,
menurut
The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) 1988 :
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ, lesiparaneoplastik seperti hyperplasia
adenomatosa endometrium atau hyperplasia endometrium atipik
I Proses masih terbatas pada korpus uteri
IA Tumor terbatas pada endometrium (miometrium intak)
IB Invasi miometrium minimal, kurang dari separuh miometrium
IC Invasi miometrium lebih dari separuh tebal miometrium
II Proses sudah meluas ke servik, tapi tidak meluas ke atas uterus
IIA Keterlibatan kelenjar endoserviks
IIB Sudah melibatkan stroma serviks
III Proses sudah keluar uterus,tapi masih berada dalam panggul kecil
IIIA Invasi cairan serosa uterus, adneksa, atau hasil positif pada sitologi
cairan peritoneum
IIIB Invasi ke vagina
IIIC Metastasis ke kelenjar getah bening pelvis dan/atau paraaorta
IV Proses sudah keluar dari panggul kecil
IVA Invasi ke kandung kemih dan/atau rectum
IVB Metastasis jauh, termasuk ke organ visera atau KGB inguinal

8. Diagnosis
1) Pelvic exam, dokter memeriksa daerah sepanjang kandungan apakah terdapat lesi,
benjolan, atau mengetahui daerah mana yang terasa sakit jika diraba. Untuk daerah
kandungan bagian atas dokter menggunakan alat speculum. Teknik pemeriksaan
ini sebenarnya harus rutin dilakukan oleh wanita untuk mengetahui kondisi
vaginanya (Hidayat: 2009).

Transvaginal untrasound, adalah suatu alat yang dimasukkan ke dalam rahim dan
berfungsi untuk mengetahui ketebalan dinding rahim. Ketebalan dinding yang
terlihat abnormal akan dicek lanjutan dengan pap smear atau biopsi. Pada
pemeriksaan USG didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm pada usia
perimenopause. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya
keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam kavum
uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas dengan ukuran
6,69 x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal diyakini banyak penelitian
sebagai langkah awal pemeriksaan kanker endometrium, sebelum pemeriksaan-
pemeriksaan yang invasif seperti biopsi endometrial, meskipun tingkat
keakuratannnya yang lebih rendah, dimana angka false reading dari strip
endometrial cukup tinggi. Sebuah meta-analisis melaporkan tidak terdeteksinya
kanker endometrium sebanyak 4% pada penggunaan USG transvaginal saat
melakukan pemeriksaan pada kasus perdarahan postmenopause, dengan angka
false reading sebesar 50%. USG transvaginal dengan atau tanpa warna, digunakan
sebagai tehnik skrining. Terdapat hubungan yang sangat kuat dengan ketebalan
endometrium dan kelainan pada endometrium. Ketebalan rata-rata terukur 3,4±1,2
mm pada wanita dengan endometrium atrofi, 9,7±2,5 mm pada wanita dengan
hiperplasia, dan 18,2±6,2mm pada wanita dengan kanker endometrium. Pada studi
yang melibatkan 1.168 wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker
endometrium dan 112 wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai 5 mm.
Metode non-invasif lainnya adalah sitologi  ketebalan endometrium
endometrium namun akurasinya sangat rendah (Hidayat: 2009).
3) Pap Smear
adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias Papanikolaou, untuk
mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papilomavirus.
Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa dengan mikroskop (PA).
Cara untuk mendapatkan sampel adalah dengan aspirasi sitologi dan biopsy hisap
(suction biopsy) menggunakan suatu kanul khusus. Alat yang digunakan adalah
novak, serrated novak, kovorkian, explora
(mylex), pipelly (uniman), probet (Hidayat: 2009).
4) Dilatasi dan Kuretase (D&C)
Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian hiperplasianya
dikuret. Hasil
kuret lalu di cek di lab Patologi. Memasukkan kamera (endoskopi) kedalam rahim
lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di cek di lab Patologi
(Hidayat: 2009).
5) Biopsi endometrium
Endometrial biopsi, teknik pengambilan dan pemeriksaan sampel sel jaringan
rahim yang bertujuan menemukan kanker endometrial dan hanya dilakukan pada
pasien yang beresiko tinggi (Hidayat: 2009).

9. Komplikasi
a. Anemia disebabkan oleh sifat fagosit sel tumor atau adanya perdarahan.
b. Obstruksi khusus disebabkan pembesaran sel-sel tumor yang dapat menekan usus.
c. Depresi sum-sum tulang disebabkan faktor penghasil sel darah merah dari sum-
sum tulangsebagai sistem imun. Sel darah merah berusaha untuk menghancurkan
sel-sel tumor sehingga
kerja sel-sel tumor optimal.
d. Perdarahan disebabkan pembesaran tumor pada ovarium yang dapat menyebabkan
ruptur

10. Prognosis
Lebih atau kurang 80.000 wanita didiagnosis dengan kanker pada tahun 2005
(panggul ginekologi keganasan) dan banyak kasus ini kanker rahim. Kanker
Serviks Stadium Prognosis Dari rahim Kanker sekitar 95% adalah endometrium.
kanker rahim kebanyakan terjadi pada wanita menopause dan pada dasarnya
adalah pertumbuhan sel yang abnormal di dalam rahim (neoplasma).
Setelah masalah didiagnosis adalah perawatan yang tepat dapat dimulai. Para
gejala yang paling umum dalam kanker rahim adalah perdarahan postmenopause
dan mayoritas perempuan akan mengidentifikasi ini sebagai tanda peringatan
bahwa mereka mungkin memiliki masalah dan membutuhkan bantuan medis.
Untungnya hanya 10% sampai 20% wanita dengan gejala perdarahan
postmenopause sebenarnya memiliki pertumbuhan ganas - perdarahan abnormal
harus dievaluasi medis tanpa penundaan seperti ini sering hasil dalam diagnosis
penyakit pada tahap pertama ketika itu berpotensi dapat disembuhkan dan sangat
diobati.
Beberapa faktor risiko kanker endometrium infertilitas (atau tidak ada anak),
estrogen dihambat, menopause terlambat, obesitas, diabetes, diet tinggi lemak
hewani, hipertensi dan terapi radiasi.

11. Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan
pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi,
sedangkan staging surgical yang
meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para-
aorta adalahpenatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.
1) Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim).
Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral)
karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak
aktif) yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah
bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika
sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan
kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar
ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani
pengobatan lainnya.

2) Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel
kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi
penyinaran dan pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker
endometrium menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan
penyinaran. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil
ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang
tersisa). Stadium I dan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien
dengan risiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi
adjuvan pasca operasi.
- Radiasi adjuvan diberikan kepada :
 Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi melebihi
setengah
miometrium.
 Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri (Prawirohardjo,
2006).
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker
endometrium :
 Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkan
sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu
selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada
radiasi eksternal tidak ada zat
radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh.
 Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu zat
radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari.
Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.

3) Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan terapi
sistemikyang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain.
A. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.
B. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi, dan
bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase.
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor,
biasanya
dikombinasi dengan radioterapi.
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan kecil untuk
diobati, dan
kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya.
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya.
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGCCorwin, Elizabeth. 1996.

Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGCGuyton and Hall. 2005.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC Hamilton, Persis. 1995.
Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth
Swanson. 2008. Nursing Outcames Classification (NOC) FourthEdition.
Missouri: Mosby Elsevier.
Dochterman, Joanne M, Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions
Classification (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.Price, Sylvia. 2002.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai