Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN POSTPARTUM NORMAL


DENGAN RIWAYAT SC
“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Keterampilan Belajar Klinik”

Disusun Oleh

1. Annisa Andriani 5. Hafizha Hayyu


2. Dea Setia Dwi R 6. Nurul Izzah
3. Faisa Salsabila 7. Suzelva Ladyfiora
4. Fricy Aswan D 8. Vicha Mardianti

Dosen Pengampu:
Ida Widiawati, S.ST., M.Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
TAHUN 2021/2022

1
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Key facts. Maternal mortality (16 February 2018, kira-kira 75%
kematian ibu disebabkan : Perdarahan parah (sebagian besar perdarahan pasca
salin) dan infeksi (biasanya pasca salin) di seluruh dunia. Berdasarkan evaluasi
Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, kasus kematian
ibu dan bayi baru lahir di Indonesia masih pada posisi 305 per 100.000
kelahiran. Padahal target yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
adalah 102 per 100.000 kelahiran.
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulainya setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat reproduksi atau kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu (Saleha,
2009).Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini, karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi 24
jam pertama (Saleha, 2009).
Pemeriksaan pada masa nifas tidak banyak mendapat perhatian ibu, karena
sudah dirasa baik dan selanjutnya semua berjalan lancar. Pemeriksaan kala
nifas sebenarnya sangat penting dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang
berharga dari dokter atau bidan yang menolong persalinan itu. Diantara
masalah penting tersebut adalah melakukan evaluasi secara menyeluruh
tentang alat kelamin dan mulut rahim yang mungkin masih luka akibat proses
persalinan.

Mengingat masa nifas adalah masa transisi dimana ibu mengalami


perubahan-perubahan sehingga diperlukan dukungan baik dari petugas maupun
keluarga segera setelah kelahiran, pengalaman dramatis wanita berhubungan
dengan perubahan anatomi dan psikologi sebagai transisi ke keadaan sebelum
hamil. Secara psikologis wanita mengalami proses menuju tercapainya menjadi
seorang ibu yang dipengaruhi oleh kepercayaan individu dan kebudayaan.
Pelayanan kesehatan professional yang baik mendukung wanita melewati masa
3

ini dengan mengembalikan kemampuan wanita untuk merawat bayinya.


Pengaruh kebudayaan yang baik sangat penting untuk wanita dan keluarganya,
dapat meningkatkan konseling dan penilaian fisik dan psikologis.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny. L 29 tahun P1A2 3 hari
postpartum normal dengan riwayat SC di Rumah Sakit
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada Ny. L
29 tahun P1A2 3 hari postpartum normal dengan riwayat SC di Rumah
Sakit .
b. Mampu menegaskan analisa berdasarkan data subjektif dan objektif
Ny. L 29 tahun P1A2 3 hari postpartum normal dengan riwayat SC di
Rumah Sakit.
c. Mampu melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada Ny. L 29 tahun
P1A2 3 hari postpartum normal dengan riwayat SC di Rumah Sakit.
d. Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. L 29
tahun P1A2 3 hari postpartum normal dengan riwayat SC di Rumah
Sakit.
e. Mampu melakukan evaluasi asuhan kebidanan pada Ny. L 29 tahun
P1A2 3 hari postpartum normal dengan riwayat SC di Rumah Sakit.
f. Mampu memberikan asuhan yang berkualitas serta membandingkan
pemberian asuhan antara teori dan kenyataan yang ada di lapangan.
g. Mampu melakukan pendokumentasian dengan manajemen SOAP pada
Ny. L 29 tahun P1A2 3 hari postpartum normal dengan riwayat SC di
Rumah Sakit.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang dapat
menambah wawasan dalam praktik di lahan khususnya mengenai
penatalaksanaan pada kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir.
4

Dapat menjadi bahan dasar acuan dan pertimbangan untuk penyusunan


laporan studi kasus selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Mahasiswa diharapkan dapat memberikan asuhan yang berkualitas,
meningkatkan pelayanan dalam pemberian asuhan kebidanan, dan dapat
bermanfaat bagi penulis serta pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Periode masa nifas (puerperium)
adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Periode pasca
partum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan
akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada
kondisi tidak hamil. Periode ini juga disebut periode puerperium, dan wanita
yang mengalami puerperium disebut puerpera. Proses ini dimulai setelah
selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti
keadaan sebelum hamil / tidak hamil sebagai akibat adanya perubahan
fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Varney, 2008).
Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genetalia pada waktu
persalinan dan nifas (Wiknjosastro, 2007).
2. Perubahan Masa Nifas
a. Fisiologis
1) Pengecilan Rahim
Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat
mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah
selnya. Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram. Selama
kehamilan rahim makin lama makin membesar. Setelah bayi lahir umumnya
berat rahim menjadi sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2
jari di bawah umbilikus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang
jadi sekitar 500 gram. Sekitar 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak
dapat diraba lagi (Wiknjosastro, 2007)

5
6

Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke


bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram.
Pada saat ini masa nifas dianggap sudah selesai namun sebenarnya rahim
akan kembali ke posisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu
3 bulan setelah masa nifas. Selama masa pemulihan 3 bulan ini bukan hanya
rahim saja yang kembali normal tapi juga kondisi tubuh ibu secara
keseluruhan (Wiknjosastro, 2007).
2) Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi Kembali Normal)
Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu
banyak, sementara sel darahnya berkurang. Setelah melahirkan sistem
sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah mulai mengental,
dimana kadar perbandingan sel darah kembali normal. Umumnya hal ini
terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca persalinan (Wiknjosastro, 2007).
3) Bekas Implantasi Uri
Bagian implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri segmen setelah persalinan. Penonjolan
tersebut dengan diameter ±7.5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian
plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm
dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 mm (Wiknjosastro, 2007).
4) Luka-Luka pada Jalan Lahir
Seperti luka bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan
serviks, umumnya bila tidak seberapa luka akan sembuh puerperium,
kecuali bila infeksi (Wiknjosastro, 2007).
5) Lochea
Lochea adalah ekresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lochea mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lochea mempunyai bau amis atau anyir seperti darah
menstruarsi meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya
7

infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi (Suherni, dkk,


2008).
Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan, yaitu:
a. Lochea Rubra / Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan
sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan
mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
Berlangsung hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
c. Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari
ke 14 postpartum.
d. Lochea Alba / Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender servik dan
serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2
sampai 6 minggu postpartum.
Lochea rubra yang menetap pada awal periode postpartum
menunjukkan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin
disebabkan tertinggalnya sisa atau selaput plasenta.
Lochea serosa atau alba yang berlangsung bisa menandakan adanya
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan
pada abdomen. Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau bususk
yang disebut dengan lochea purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak
lancar disebut dengan lochea statis.
6) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah,
konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil
8

karena robekan kecil yang terjadi selama di laktasi, serviks tidak pernah
kembali pada keadaan sebelum hamil.
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang
mengadakan kontraksi, sehingga perbatasan antara korpus uteri dan
serviks berbentuk cincin.
Muara serviks yang berlaktasi 1 cm pada waktu persalinan, menutup
secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih masuk rongga rahim,
setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum
serviks menutup (Wiknjosastro, 2007).
7) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan dan perenggangan yang sangat
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8
munggu postpartum. Penurunan hormone estrogen pada masa postpartum
berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan
lihat kembali pada sekitar minggu ke 4 (Notoatmodjo, 2012).
8) Ligamen-Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan persalinan, setelah jalan lahir berangsur-angsur
mengecil kembali ke sediakala (Winkjosastro, 2007).
9) Perubahan pada Sistem Pencernaan
a) Nafsu makan
Pemulihan nafsu makan ibu pasca melahirkan diperlukan waktu 3
sampai 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Asupan makanan
mengalami penurunan selama 1 atau 2 hari (Verney, 2008).
b) Konstipasi
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan, hal ini
disebabkan karena makanan padat dan kurangnya serat selama
persalinan. Disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan
dengan jahitan perineum, jangan sampai lepas dan juga akan rasa nyeri.
Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari setelah persalinan (Suherni,
2009).
9

10) Perubahan Perkemihan


Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu,
tergantung pada keadaan atau status sebelum persalinan, lamanya partus
kala 2 dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan saat persalinan
(Suherni 2009).
b. Psikologis
Menurut Reva Rubin pada buku Marmi (2011) ada 3 fase penyesuaian ibu
terhadap perannya sebagai orang tua, yaitu :
i. Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses
persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup
istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung.
Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh
karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang
baik. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah:
a) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang
bayinya misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan
lain-lain.
b) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami ibu
misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada
keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.
10

c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.


d) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya
dan cenderung melihat tanpa membantu.
ii. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase
taking hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa tanggung
jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh
karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan kesempatan
yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
iii. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
3. Tahapan Masa Nifas
Menurut Suherni (2008), nifas dibagi menjadi 3 tahapan yaitu
a. Puerperium Dini
Yaitu suatu masa kepulihan, dimana ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Waktunya kurang lebih 1 sampai 40 hari.
b. Puerperium Intermedial
Yaitu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang
lebih 6 sampai 8 minggu.
c. Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Waktu untuk sehat sempurna bias berminggu-minggu, bulan dan tahunan.
4. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Menurut Angraini (2010) kebutuhan dasar masa nifas antara lain :
a. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai berikut:
11

1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari


2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan
vitamin yang cukup
3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya selama
40 hari setelah persalinan
5) Minum kapsul vitamin A 200.000 IU agar dapat memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASI
b. Kebutuhan Ambulansi
Ambulansi dini (early ambulation) yaitu kebijaksanaan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya
dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu
menahan lagi ibu postpartum terlentang ditempat tidurnya selama 7 samapai
14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun
dari temapt tidurnya dalam 24 sampai 48 jam postpartum.
c. Kebutuhan Eliminasi
Kebutuhan eliminasi menurut Ambarwati (2010) terdiri atas :
1) Buang Air Kecil (BAK)
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4
jam. Ibu diusahakan dapat buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan
tindakan :
a) Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat klien
b) Mengompres dengan air hangat di atas simpisis
c) Bila tidak berhasil dengan cara diatas maka dilakukan kateterisasi
Berikut ini sebab-sebab terjadinya kesulitan berkemih (retensio
urine) pada ibu postpartum : berkurangnya tekaan intraabdominal, otot-
otot perut masih lemah, edema paru uretra.
2) Buang Air Besar (BAB)
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setalah hari
kedua postpartum, jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi
obat pencahar per oral atau per rektal. Setelah pemberian obat pencahar
masih belum bisa BAB, maka dilakukan klisma (huknah).
12

d. Kebutuhan Personal Hygiene


Menurut Saleha (2009) pada masa postpartum, seorang ibu sangat
rentan terhadap infeksi, karena itu kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan ibu
postpartum adalah :
1) Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum
2) Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun
dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah di
sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Menasehati ibu untuk membersihkan
vulva setiap kali selesai buang air kecil atau buang air besar.
3) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 2x
sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari dan di setrika.
4) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya
5) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.
e. Kebutuhan Istirahat Tidur
Menurut Saleha (2009) hal-hal yang dapat dilakukan pada ibu untuk
memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur adalah :
1) Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan
2) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlahan-;ahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
3) Kurang istirahat dapat mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
c) Menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri
13

f. Kebutuhan Seksual
Menurut Marmi (2011) aktifitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu
masa nifas harus memenuhi syarat berikut ini :
1) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat satu-satu kedua jarinya ke dalam vagina
tanpa ada rasa nyeri, maka ibu aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
2) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri
sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
setelah persalinan. Keputusan itu bergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
g. Latihan Senam Nifas
Menurut Marmi (2011) setelah persalinan terjadi involusi pada hampir
seluruh organ tubuh wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat
kandungan. Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek dan
lemas disertai adanya striae gravidarum yang membuat keindahan tubuh akan
sangat terganggu. Mereka akan selalu berusaha untuk memulihkan dan
mengencangkan keadaan dinding perut yang sudah tidak indah lagi. Cara
untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing seperti
semula adalah dengan melakukan latihan dan senam nifas. Untuk itu beri
penjelasan pada ibu tentang beberapa hal berikut ini :
1) Diskusikan tentang pentingnya otot-otot perut dan panggul agar kembali
normal, karena hal ini akan merasa ibu lebih kuat, sehingga mengurangi
rasa sakit pada punggung.
2) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat
membantu proses pemulihan, yaitu dengan cara :
a) Dengan tidur terlentang dan lengan disamping, tarik otot perut selagi
menarik nafas, tahan nafas dalam, angkat dagu ke dada, tahan mulai
hitungan 1 sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak 10x.
b) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul lakukan
latihan keagel.
14

3) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong dan pinggul,


tahan sampai 5 hitungan. Relaksasikan otot dan ulangi latihan sebanyak
5x.
4) Mulai mengerkajan 5x latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu
naikkan jumlah latihan 5x lebih banyak. Saat minggu ke 6 setelah
persalinan ibu harus mengerjakan setiap gerakan sebanyak 30x.
5. Kunjungan Masa Nifas
Menurut Indonesia. Kementerian Kesehatan RI Buku Kesehatan Ibu
dan Anak, kunjungan nifas dilakukan paling sedikit 3x. Hal ini dilakukan
untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta mencegah terjadinya hal
yang tidak diinginkan, meliputi:
a. Kunjungan pertama dilakukan 6 jam - 3 hari setelah persalinan.
Tujuan kunjungan pertama masa nifas antara lain :
1) Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri.
2) Memberi konseling pada ibu atau keluarga bila terjadi perdarahan
banyak.
3) Pemberian ASI awal.
4) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
5) Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya
hiportemia.
b. Kunjungan kedua dilakukan (4 - 28 hari setelah persalinan).
Tujuan kunjungan kedua masa nifas antara lain :
1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus uteri di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan yang berbau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
menjaga kehangatan bayi dan cara merawat bayi sehari-hari.
15

c. Kunjungan ke 3 (29 - 42 hari setelah persalinan).


1) Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus uteri di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan yang berbau.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan
abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak ada
tanda-tanda penyakit.
5) Menasehati ibu hanya memberikan ASI pada bayi selama minimal
4-6 bulan.
6) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi agar
tetap hangat dan merawat bayi.
7) Memberikan konseling KB secara dini
6. Komplikasi Masa Nifas
a. Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman ke dalam alat-alat genetal pada waktu persalinan dan
nifas (Ambarwati, 2010).
Macam-macam infeksi nifas:
1) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum
jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan
bengkak, jahitan mudah terlepas, dan luka yang terbuka menjadi
ulkus dan mengeluarkan pus.
2) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina
atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang
keluar dari ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya
infeksi tinggal terbatas.
16

3) Servisitis
Infeksi servik juga sering terjadi, akan tetapi bisaanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka servik yang dalam, meluas, dan
langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.
4) Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering adalah endometritis. Kuman-
kuman memasuki endometrium, bisaanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua
bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan
mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis
serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah
sehat terdapat lapisan terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi
yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.
5) Septikemia dan Piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-
kuman yang sangat patogen bisaanya Streptococcus haemolilyticus
golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari
semua kematian karena infeksi nifas. Adanya septikemia dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada
piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di uterus
serta sinus-sinus pada bekas implantasi plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterina, vena
hipogastrika dan/atau vena ovarii. Dari tempat-tempat trombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap
kali dilepaskan, embolus masuk ke dalam peredaran darah umum
dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain, diantaranya
paru, ginjal, otak, jantung, dan mengakibatkan terjadinya abses-
abses di tempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
17

6) Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di
dalam uterus langsung mencapai peritonium dan menyebabkan
peritonitis, atau melalui jaringan di antara kedua lembar
ligamentum latum yang menyebabkan parametritis (selulitis
pelvika).
7) Parametritis (Selulitis Pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau
selulitis pelvika. Peritonitis mungkin terbatas pada rongga pelvis
saja (pelvioperitonitis) atau menjadi peritonitis umum. Peritonitis
umummerupakan komplikasi yang berbahaya dan merupakan
sepertiga dari sebab kematian kasus infeksi.
8) Mastitis dan Abses
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi
padasetiap wanita, mastitis semata-mata komplikasi pada wanita
menyusui. Mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu transien
dan nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air susu masuk
ke dalam payudara. Organisme yang bisaa menginfeksi termasuk S.
aureus,streptococci dan H.parainfluenzae. Cedera payudara
mungkin Karenamemar karena manipulasi yang kasar, pembesaran
payudara, stasis air susu ibu dalam duktus, atau pecahnya puting
susu.
Bakteri berasal dari berbagai sumber diantaranya: tangan ibu,
tangan orang yang merawat ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus,
darah sirkulasi. Sedangkan tanda dan gejala mastitis
diantaranya meliputi: peningkatan suhu yang cepat dari 39,50C
sampai 40oC, peningkatan kecepatan nadi, menggigil, malaise
umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara
keras.
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan.
Pencegahan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
antibakteri, pencegahan pembesaran dengan menyusui sejak awal
18

dan sering. Posisi bayi yang tepat pada payudara, penyangga


payudara yang baik tanpa konstriksi, membersihkan hanya dengan
air tanpa agen pengering, observasi bayi setiap hari terhadap
adanya infeksi kulit atau tali pusat dan menghindari kontak dekat
dengan orang yang diketahui menderita infeksi atau lesi
stafilokokus.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % risiko
terbentuknya abses. Tanda dan gejala abses meliputi: Discharge
puting susu purulenta, demam remiten (suhu naik turun) disertai
menggigil, pembengkakan payudara dan sangat nyeri massa besar
dan keras dengan area kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan
kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus.
Jika diduga mastitis, intervensi dini dapat mencegah
perburukan. Intervensi meliputi beberapa tindakan higiene dan
kenyamanan:
a) BH yang cukup menyangga tetapi tidak ketat
b) Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan
payudara
c) Kompres hangat pada area yang terkena
d) Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
e) Peningkatan asupan cairan
f) Istirahat
g) Membantu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stres
dan keletihan dalam kehidupannya
h) Suportif, pemeliharaan perawatan ibu (Winkjosastro, 2007,
Varney, 2008).
b. Kelainan pada Rahim
1) Sub Involusi Uteri
Menurut Ambarwati (2010) involusi uteri adalah keadaan
uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana berat rahim dari 1000
gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 gram 6 minggu
kemudian. Beberapa keadaan terjadinya proses involusi rahim tidak
19

berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilannya


terlambat. Penyebab terjadinya sub involusi uteri adalah terjadinya
infeksi pada endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaput
terdapat bekuan darah atau mioma uteri.
2) Perdarahan Masa Nifas
Perdarahan masa nifas adalah perdarahan lebih dari 500-600
ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Perdarahn postpartum
adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan abdominal
(Winkjosastro, 2007). Perdarahan dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage)
yang terjadi pada 24 jam pertama. Penyebab utamanya
perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio
plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam
pertama.
b) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum
hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam. Penyebab utamanya
perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan
sisa plasenta atau membrane.
c) Perdarahan postpartum yaitu perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml
setelah persalinan abdominal.
c. Trombophlebitis
Thrombophlebitis adalah penjalaran infeksi melalui vena. Hal ini
terjadi pada masa nifas karena terbukanya vena-vena selama proses
persalinan sehingga memudahkan masuknya mikroorganisme pathogen
(Maritalia, 2012).
1) Macam-Macam Trombophlebitis
Menurut Maritalia (2012), thrombophlebitis ada 2 macam
yaitu :
20

a) Trombophlebitis Pelvic
Vena-vena dinding rahim ligamentum latum seperti vena
ovarica, vena uterine, vena hipogastrika. Vena ovarica
merupakan vena paling sering meradang karena vena ini
mengalirkan darah dari luka ke bekas plasenta. Penjalarannya
yaitu dari vena ovarica kiri ke vena renalis, vena ovarica kanan
cava inferior.
b) Trombophlebitis Femoralis
Vena-vena tungkai seperti vena femoralis, poplitea, dan
saphena. Peradangan pada vena ini berasal trombophlebitis
vena shapena magna atau peradangan vena femoralis sendiri.
Dapat juga terjadi karena aliran darah yang agak lambat
didaerah lipat paha akhibat vena tertekan lig.inguinale. Pada
trombophlebitis femoralis dapat terjadi oedema ekstermitas
bawah yang dimulai pada jari kaki naik ke kaki, betis, dan
paha. Bisaanya hanya 1 kaki yang bengkak, tapi dapat
jugakeduanya.
2) Tanda dan Gejala Trombophlebitis
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) tanda dan gejala
tromboplebitis yaitu :
a) Kemungkinan peningkatan suhuringan.
b) Takikardiringan.
c) Awitan tiba-tiba nyeri sangat berat terjadi pada tungkai
diperburuk dengan pergerakan atau saatberdiri.
d) Edema pergelangan kaki, tungkai, danpaha.
e) Tanda homan pasti, tanda homan diperiksa dengan
menempatakan satu tangan dilutut ibu dan memberikan
tekanan ringan untuk menjaga kaki tetap lurus. Jika terdapat
nyeri betis saat dorsifleksi kaki, tanda inipositif.
f) Nyeri saat penekananbetis.
g) Nyeri tekan sepanjang aliran pembuluh darah yang terkena
dengan pembuluh darah dapatteraba.
21

3) Faktor Trombophlebitis
Menurut Marmi (2011) adalah sebagai berikut :
a) Obesitas
b) Peningktan umur maternal dan tingginyaparitas
c) Riwayat sebelum nyamendukung
d) Anastesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang
lama pada keadaan pembuluhvena
e) Anemimaternal
f) Hipotermi atau penyakit jantung
g) Endometritis
h) Varicositi
4) Penanganan Trombophlebitis
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) :
a) Tirah baring
b) Elevasi ekstremitas yang terkena
c) Kompres panas
d) Stoking elastis
e) Analgesia jika di butuhkan
5) Evaluasi
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) :
a) Penurunan suhu
b) Berkurangnya rasa nyeri pada tungkai
c) Berkurangnya oedema pada kaki, tungkai dan paha
d) Berkurangnya nyeri tekan pada betis
e) Berkurangnya nyeri tekan sepanjang aliran pembuluh darah

B. ASI EKSKLUSIF
a) Definisi
Menurut Rachel (2009) ASI adalah suatu emulsi lemak dalam
larutan protein, laktosa dan garam organik yang disekresi oleh kedua
kelenjar payudara dan merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
22

ASI Ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan tanpa
tambahan cairan lainseperti susu formula, jeruk, madu, air the, air putih
serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biscuit,
bubur nasi dan nasi tim kecuali obat maupun vitamin sesuai anjuran
dokter.
Selain memenuhi semua kebutuhan makanan bayi baik gizi,
imunologi ASI memberi kesempatan bagi ibu untuk mencurahkan kasih
saying serta perlindungan bagi bayi yang tidak dapat dialihkan kepada
siapapun. ASI ekslusif diberikan sejak 0-6 bulan. Setelah 6 bulan baru
mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan
sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
b) Manfaat Pemberian ASI
Menurut Rachel (2009) di banding dengan yang lain ASI memiliki
beberapa keunggulan yaitu :
a. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi
b. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal
c. Mengandung berbagai zat antibodi sehingga mencegah terjadi infeksi
d. Tidak mengandung laktoglobulin yang dapat menyebabkan alergi
e. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal dan
dalam keadaan segar serta bebas dari kuman.
Menurut Rachel (2009) selain beberapa keunggulan yang ada dalam
ASI bidan perlu juga memahami beberapa manfaat ASI agar dapat
mengkomunikasikan manfaat tersebut kepada ibu, keluarga, profesi
kesehatan lain dan tokoh –tokoh masyarakat.
a. Manfaat bagi Ibu
1) Aspek Kontrasepsi
Hisapan bayi pada putting susu merangsang hipofise anterior
untuk mengeluarkan prolaktin sehingga menekan produksi estrogen
akibatnya ovulasi tidak terjadi. Pemberian ASI saja selama 6 bulan
secara efisien akan membrikan efek kontrasepsi sebanyak 98%.
23

2) Aspek Kesehatan Ibu


Hisapan bayi pada putting susu akan merangsang hipofise
posterior mengeluarkan oksitosin.Oksitosin inilah yang membantu
involusi uterus sehingga tidak terjadi perdarahan. Selain itu dengan
menyusui akan mengurangi resiko kanker payudara dan kanker
ovarium 25%.
3) Aspek penurunan berat badan
Ibu yang menyusui lebih mudah kembali ke berat badan semula
karena cadangan lemak yang da digunakan dalam produksi ASI.
4) Aspek psikologis
Dengan menyusui ibu akan merasa bangga dan diperlukan .
b. Manfaat bagi bayi
1) Mengandung antibody
2) Membantu bayi dalam memulai awal kehidupannya dengan baik
3) Mengandung komposisi yang tepat
4) Mengurangi kejadian karies dentis
5) Memberi rasa aman dan nyaman pada bayi karena adanya ikatan
batin ibu dan bayi
6) Terhindar dari alergi
7) Meningkatkan kecerdasan
8) Membantu perkembangan rahang dan merangsang pertumbuhan gigi
karena gerakan menghisap mulut bayi pada payudara.
c. Manfaat bagi keluarga
1) Aspek ekonomi
ASI tidak perlu dibeli dan bayi yang diberi ASI relative jarang
sakit sehingga menghemat pengeluaran untuk berobat.
2) Aspek psikologi
Dengan menyusui kelahiran lebih jarang (kaitkan dengan efek
kontrasepsi) sehingga hubungan keluarga lebih baik .
3) Aspek kemudahan
Menyusui praktis dapat diberikan kapan saja dan dimana saja.
Tidak perlu menyiapkan air masak dan merebus botol susu.
24

c) Komposisi Gizi dalam ASI


Menurut Rachel (2009) ASI mengandung lebih dari 200 unsur –
unsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin,
mineral, factor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah
putih. Komposisi cairan tersebut mempunyai keseimbangan biokimia yang
sangat tepat untuk pertumbuhan bayi sehingga tidak mungkin ditiru oleh
buatan manusia. Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam ASI adalah :
a. ASI berbeda dengan susu sapi
b. ASI berbeda dari satu ibu ke ibu lain
c. komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu
d. Komposisi ASI dari satu ibu berbeda dari hari ke hari bahkan dari menit
ke menit. Komposisi ASI dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) ASI Colostrum
Dihasilkan pada hari 1-3 , berwarna kekuningan dan agak kental,
bentuk agak kasar karena mengandung butiran lemak dan sel epitel.
Manfaat kolostrum adalah:
a) Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran
pencernaan siap untuk menerima makanan
b) Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gamma
globulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh
terhadap infeksi
c) Mengandung zat antibody sehingga mampu melindungi tubuh
bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai 6
bulan.
2) ASI Peralihan
ASI Masa Transisi dihasilkan mulai hari ke-4 sampai hari ke-10
3) ASI Mature
Dihasilkan mulai hari ke-10 sampai seterusnya.
d) Upaya Memperbanyak ASI
Menurut Rachel (2009) cara yang terbaik untuk menjamin
pengeluaran ASI adalah dengan mengusahakan agar setiap kali menyusui
payudara benar –benar telah menjadi kosong. Karena dengan pengosongan
25

payudara akan merangsang kelenjar payudara untuk memproduksi ASI.


Selama menyusui ekslusif ibu harus mendapat 700 kalori pada 0-4 bulan
pertama, 500 kalori pada 6 bulan berikutnya dan pada tahun kedua adalah
400 kalori.
Berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbanyak produksi ASI :
a Pada minggu –minggu pertama harus lebih sering menyusui untuk
merangsang produksi ASI
b Motivasi untuk pemberian ASI sedini mungkin yaitu 30 menit segera
setelah bayi lahir
c Membina ikatan batin antara ibu dan bayi dengan cara membiarkan bayi
bersama ibunya segera setelah bayi dilahirkan
d Bidan mengajari cara perawatan payudara
e Berikan bayi kedua payudara pada setiap kali menyusui
f Biarkan bayi menghisap lama pada tiap payudara
g Jangan terburu-buru memberi susu formula sebagai tambahan
h Ibu dianjurkan untuk minum banyak baik berupa susu maupun air putih
(8-10 gelas/hari) / 1 liter susu perhari untuk meningkatkan kualitas ASI.
i Makanan ibu sehari-hari harus cukup dan berkualitas untuk menunjang
pertumbuhan bayi dan menjaga kesehatannya.
j Ibu harus banyak istirahat dan banyak tidur
k Bila jumlah ASI masih tidak cukup dapat dicoba untuk diberikan tablet
Moloco B12 untuk menambah produksi ASI atau obat-obat lain sesuai
petunjuk dokter. Pucuk daun katuk dan sayuran asin membuat air susu
lebih banyak keluar
l Menghindari makanan yang menimbulkan kembung (ubi, singkong,
kol, sawi dan daun bawang), makanan yang merangsang (cabe, merica,
jahe, kopi, alcohol), makanan yang mengandung banyak gula dan lemak
C. Kehamilan dan Persalinan dengan Riwayat Seksio Sesarea
a. Kehamilan dengan Riwayat Seksio Sesarea
Riwayat Seksio Sesarea merupakan suatu jaringan parut akibat
pembedahan uterus sebelumnya. Berdasarkan studi yang ada bahwa lebih
26

dari 50% ibu dengan kasus jaringan parut akibat riwayat sektio sesarea
transversal rendah dapat melahirkan pervaginam. Frekuensi jaringan parut
pada saat ini lebih banyak diakhiri dengan seksio sesarea untuk
mengurangi kasus ruptur uteri. Jaringan parut dapat menyebabkan uterus
lemah yang pada akhirnya dapat menyebabkan ruptur uteri pada saat
persalinan (Saifuddin, 2014 : 616).
Menurut Saifuddin (2014 : 616), konseling wanita hamil dengan parut
uterus umumnya adalah sama seperti kehamilan normal, hanya yang harus
diperhatikan bahwa konseling ditekankan pada :

1) Persalinan harus dilakukan di rumah sakit dengan peralatan yang


memadai untuk kasus persalinan dengan parut uterus.
2) Konseling mengenai rencana keluarga berencana untuk memilih
keluarga kecil dengan cara kontrasepsi mantap.

b. Persalinan dengan Riwayat Seksio Sesarea


Diktum dari Cragin (1916) bahwa sekali dilakukan seksio sesarea
selanjutnya persalinan harus dilakukan seksio sesarea ulang. Diktum ini
sekarang sudah tidak dipakai lagi. Dahulu seksio sesarea dilakukan
dengan sayatan vertikal pada korpus uteri (secara klasik), sekarang
umumnya memakai teknik sayatan melintang pada segmen bawah rahim.
Kejadian dehisens parut uterus dan uterus ruptur meningkat dengan
bertambahnya jumlah seksio sesarea pada kehamilan berikutnya
(Saifuddin, 2014 : 616).
Seksio sesarea elektif dilakukan pada wanita hamil dengan parut
uterus yang akan melakukan sterilisasi tubektomi. Konseling mengenai
keluarga berencana perlu ditekankan, karena morbiditas dan mortalitas
meningkat pada wanita dengan parut uterus. Makin sering bersalin
dengan seksio sesarea makin besar bahaya terjadinya ruptura uteri.
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kehamilan cukup bulan dengan
paru-paru janin yang matur dan dianjurkan pula dilakukan tubektomi
partialis (Saifuddin, 2014 : 616).
27

Penelitian yang pernah dilakukan bahwa 50 % pasien dengan kasus


jaringan parut karena sectio caesarea dapat melahirkan pervaginam
dengan terlebih dahulu melakukan informed consent bahwa persalinan
dengan luka parut dapat mengakibatkan ruptur uteri (Saifuddin, 2010 :
615).
Pada saat akan melakukan partus percobaan harus memperhatikan
kondisi yang dapat mendukungnya seperti : riwayat operasi sebelumnya
adalah insisi transversa rendah, presentasi janin adalah presentasi vertek
normal. Jika syarat tersebut tidak dapat dipenuhi dapat dilakukan sectio
caesarea (Saifuddin, 2014 : 617).
Di beberapa rumah sakit dapat dilakukan induksi/akselarasi persalinan
dengan parut uterus dengan oksitosin. Induksi atau akselarasi persalinan
pada parut uterus dengan menggunakan oksitosin atau derivat
prostaglandin sangat berbahaya.
Tidak dianjurkan untuk melakukan induksi atau akselarasi pada kasus
persalinan dengan parut uterus.
Hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan prognosis persalinan
pervaginam dengan parut uterus sebagai berikut :

a) Jenis sayatan uterus yang telah dilakukan pada operasi terdahulu.


b) Indikasi opersasi seksio sesarea terdahulu.
c) Apakah jenis operasi terdahulu adalah seksio sesarea elektif atau
emergensi.
d) Apa komplikasi operasi terdahulu.
Hal yang perlu diperhatikan dalam antisipasi terjadinya komplikasi
kehamilan maupun persalinan ini adalah sebagai berikut:
a) Selama kehamilan perlu konseling mengenai bahaya persalinan pada
kasus parut uterus.
b) Tidak diperkenankan ibu bersalin di rumah atau Puskesmas pada
kasus parut uterus. Perlu konseling bahwa resiko persalinan untuk
terjadinya dehisens dan ruptura uteri adalah tinggi, sehingga perlu
dilakukan rujukan segera.
28

c) Di rumah sakit perlu fasilitas yang memadai untuk menangani kasus


seksio sesarea emergensi dan dilakukan seleksi ketat untuk
melakukan persalinan pervaginam dengan parut uterus.
Menurut Saifuddin (2014 : 617), prosedur persalinan pervaginam
dengan parut uterus (Menurut ALARM Internasional) adalah
Hal dasar yang perlu diperhatikan
a) Identifikasi pasien apakah memenuhi syarat untuk dilakukan
pertolongan persalinan pervaginam.
b) Jelaskan dengan cermat mengenai rencana pertolongan persalinan
dengan diakhiri penandatanganan persetujuan pasien/keluarga
(informed consent).
c) Persiapkan pemantauan ibu dan janin dalam persalinan secara terus
menerus termasuk pencatatan denyut jantung tiap 30 menit.
d) Persiapkan sarana operasi segera untuk menghadapi kegagalan
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean) /TOLAC (Trial of Labor
After Cesarean)
Pemilihan pasien
a) Kenali jenis operasi terdahulu.
b) Bila mungkin mengenal kondisi operasi terdahulu dari laporan
operasinya (adalah kesulitan atau komplikasinya).
c) Dianjurkan VBAC dilakukan hanya pada uterus dengan luka parut
sayatan transversal Segmen Bawah Rahim (SBR).
Kontraindikasi VBAC
a) Kontraindikasi dilakukan persalinan pervaginam secara umum.
b) Luka parut uterus jenis klasik.
c) Jenis luka T terbalik atau jenis parut yang tidak diketahui.
d) Luka parut pada otot rahim di luar SBR.
e) Bekas uerus ruptur.
f) Kontraindikasi relatif, misalnya panggul sempit relatif.
g) Dua atau lebih luka parut transversal di SBR.
h) Kehamilan ganda.
29

c. Seksio Sesarea
1) Pengertian
Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500 gram. Seksio Caesarea ialah
tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh. (Wiknjosastro, 2010)
2) Indikasi SC
Indikasi seksio sesarea menurut Gary Cuningham (2005) yakni :

a) Riwayat Seksio Sesarea


Selama bertahun-tahun, uterus yang memiliki jaringan parut
dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan karena
kekhawatiran akam terjadinya rupture uteri. Pasien dengan
jaringan parut yang melintang yang terbatas pada segmen bawah
uterus kecil kemungkinan mengalami robekan jaringan parut
simtomatik pada kehamilan berikutnya.
b) Distosia Persalinan
Keadaan ini adalah indikasi tersering untuk seksio sesarea.
c) Gawat Janin.
d) Presentasi Bokong.
Janin presentasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps
tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan
pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.
Menurut Manuaba (2007), indikasi ibu dilakukan seksio caesarea
adalah ruptur uteri iminem, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4000 gram. Dari beberapa faktor sekstio sesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab dilakukan seksio sesarea :
a) CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
30

alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa


tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b) PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi.
c) KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak.
d) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e) Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
31

kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.

f) Kelainan Letak Janin

(1) Kelainan pada letak kepala


(a) Letak kepala menengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
(b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal
ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %
(c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
(2) Letak Sungsang
Menurut Saifuddin (2008), letak sungsang merupakan
keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
32

3) Jenis – jenis operasi seksio sesarea


Menurut Wiknjosastro (2010) jenis- jenis seksio sesarea adalah :

a) Seksio sesarea klasik dengan pembedahan secara sanger,


insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10
cm.
b) Seksio sesarea transperitoneal profunda, dilakukan dengan
melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah
rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
c) Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi.
d) Seksio sesarea ekstraperitoneal.
e) Seksio sesarea vaginal.

4) Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi.
Pada masa sekarang oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik
operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan
antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada
rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. Nasib
Janin yang ditolong secara sectio caesarea sangat tergantung dari
keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari
negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas
neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7 %
(Wiknjosastro,2010).
5) Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalahsebagai
berikut :

a) Infeksi puerperial yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi


berat. Infeksi ringan ditandai dengan kenaikan suhu beberapa
hari dalam masa nifas, infeksi yang berat ditandai dengan
kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa terjadi sepsis, infeksi ini
33

bisa terjadi karena partus lama dan ketuban yang telah pecah
terlalu lama.
b) Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang
atonia uteri ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c) Terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing,
embolisme paru dan deep vein trombosis.
d) Terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.

6) Perawatan Setelah Operasi


Menurut Manuaba (2007) perawatan setelah operasi adalah :
Observasi komplikasi meliputi:

a) Kesadaran penderita
b) Pengukuran dan memeriksa TTV
Pengukuran
(1) Tekanan darah, suhu, nadi, dan pernafasan
(2) Keseimbangan cairan meliputi produksi urine, dengan
perhitungan
Produksi urine : 500-600 cc
Penguapan badan : 900-1000 cc

(3) Pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan


perhitungan 20 tetes/menit (1 cc/menit).

(4) Infus setelah operasi


Pemeriksaan
(1) Paru
Kebersihan jalan nafas.
Ronkhi basal untuk mengetahui adanya oedema paru.
(2) Bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan
adanya flatus).
(3) Perdarahan lokal pada luka operasi.
(4) Kontraksi rahim yang menutupi pembuluh darah.
34

(5) Perdarahan pervaginam adalah : evaluasi pengeluaran


lochea, adanya atonia uteri yang meningkatkan
perdarahan berkepanjangan.
c) Profilaksis antibiotika
Pertimbangan pemberian antibiotika yaitu profilaksis, bersifat
terapi karena sudah terjadi infeksi, berpedoman pada hasil tes
sensitifitas, kualitas antibiotik yang akan diberikan.
d) Mobilisasi penderita
(1) Mobilisasi fisik
Setelah sadar pasien boleh miring berikutnya duduk,
bahkan jalan dengan infus infus dan kateter dibuka pada
hari kedua ketiga.
(2) Mobilisasi usus
Setelah hari pertama dan keadaan pasien baik, penderita
boleh minum, diikuti makan bubur saring dan pada hari
ketiga makan bubur, hari keempat kelima nasi biasa dan
boleh pulang.

D. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas Normal


Menurut Rukiyah (2011) bahwa proses penyelesaian masalah merupakan
salah satu teori yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Ada 7
Langkah Manajemen Kebidanan Menurut Helen Varney diantaranya:
1. Subjektif dan Objektif
a. Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengkajian merupakan langkah mengumpulkan semua data yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien secara keseluruhan. Menurut Rukiyah (2011) Bidan dapat
melakukan pengkajian dengan efektif, maka harus menggunakan format
pengkajian yang terstandar agar pertanyaan yang diajukan lebih terarah
dan relevan, diantaranya:
1. Data Subjektif
Menurut Sari (2014) data subjektif diperoleh dengan cara
melakukan anamnesa. Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka
35

mendapatkan data ibu dengan cara mengajukan pertanyaan-


pertanyaan, baik secara langsung pada ibu nifas maupun kepada
keluarga ibu.
a. Biodata
Nama :Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama
panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan.
Umur :Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya
risiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat
reproduksi belum matang, mental dan psikis
nya belum siap. Sedangkan umur ibu lebih
dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi
perdarahan dalam masa nifas.
Agama :Untuk mengetahui keyakinan agama ibu
tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan ibu dalam berdoa.
Pendidikan :Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan
untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai pendidikannya.
Suku/Bangsa :Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari.
Pekerjaan :Untuk mengetahui dan mengukur tingkat
sosial ekonominya, karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi ibu.
Alamat :Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan
rumah bila diperlukan.
b. Riwayat
1. Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang
berkaitan dengan masa nifas, misalnya ibu merasa mules,
36

sakit pada jalan lahir, misalnya ibu merasa mules, sakit pada
jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut atau
kronis. Seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi,
asma ayng mungkin saja dapat mempengaruhi masa
nifas.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat
ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan
bayinya.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan ibu dan bayinya, yaitu
apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
3. Riwayat Perkawinan
Yang perlu dijaki dalam data ini adalah berapa kali
menikah, status pernikahan sah atau tidak, karena ada
kemungkinan bila melahirkan tanpa status yang jelas akan
berkaitan dengan psikologis ibu sehingga akan
mempengaruhi proses nifas.

4. Riwayat Obstetrik
a) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yang Lalu
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus,
jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong
persalinan, dan keadaan sewaktu nifas yang lalu.
b) Riwayat Persalinan Sekarang
37

Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis


kelamin anak, keadaan bayi meliputi panjang badan,
berat badan, dan penolong persalinan. Hal ini perlu
dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan
mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh
pada masa nifas saat ini.
5. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah ibu pernah ikut KB
dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan
selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah
masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi jenis apa.
6. Kehidupan Sosial Budaya
Untuk mengetahui ibu dan keluarga yang menganut
ada istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan ibu
khususnya pada masa nifas misalnya pada kebiasaan
pantangan makan.

7. Data Psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan
emosi/psikologis selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
8. Data Pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu
tentang perawatan setelah melahirkan sehingga akan
menguntungkan saat masa nifas.
9. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
a) Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan
minum, frekuensi banyaknya, jenis maknan, dan
pantangan makanan.
38

b) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi eksresi yaitu
kebiasaan ibu buang air besar meliputi frekuensi,
jumlah, konsistensi, dan kebiasaan buang air kecil
meliputi frekuensi, warna, dan jumlah.
c) Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur ibu,
berapa jam ibu tidur, kebiasaan sebelum tidur
misalnya membaca, mendengarkan musik, ataupun
kebiasaan mengkonsumsi obat tidur , kebiasaan tidur
siang. Istirahat sangat penting bagi ibu nifas karena
dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat
penyembuhan.
d) Personal Hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu
menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah
genetalia, karena pada masa nifas masih
mengeluarkan lochea.
e) Aktivitas
Menggambarkan pola aktifitas sehari-hari. Pada
pola ini perlu dikaji pengaruh aktifitas terhadap
kesehatannya. Tanyakan kepada ibu apakah ibu
melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah
kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, dan lain-lain.
2. Data Objektif
Menurut Asih (2016) untuk melengkapi data dalam
menegakkan diagnosa, bidan harus melakukan pengkajian data
objektif melalui pemeriksaan inpeksi, palpasi auskultasi, dan
perkusi yang bidan lakukan secara berurutan. Langkah-langkah
pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
39

a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum
Untuk mengetahui data ini, bidan perlu mengamati
keadaan ibu secara keseluruhan. Hasil pengamatan akan
bidan laporkan dengan kriteria :
a) Baik
Ibu dimasukkan dalam kriteria ini, apabila ibu
memperlihatkan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, serta secara fisik ibu tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Lemah
Ibu dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau
tidak memberikan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain, serta ibu sudah tidak
mampu lagi untuk berjalan sendiri.
2. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran ibu,
bidan dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran ibu
dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal) sampai
dengan coma (tidak dalam keadaan sadar).
b. Tanda-Tanda Vital
1. Tekanan Darah
Segera setelah melahirkan, banyak wanita yang
mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik
dan diastolic, yang kembali secara spontan kanan darah
sebelum hamil selama beberapa hari. Bidan bertanggung
jawab mengkaji risiko preeklamsi pasca partum,
komplikasi yang relative jarang, tetapi serius, jika
peningkatan tekanan darah signifikan.
2. Respirasi
Fungsi pernafasan kembali pada rentang normal
wania selama sejam pertama post partum. Nafas pendek,
40

cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya


kondisi-kondisi seperti kelebihan cairan, seperti
eksaserbasi asma dan emboli paru. Normalnya 16-
20x/menit

3. Suhu
Suhu maternal kembali dari suhu yang sedikit
meningkat selama periode intrapartum dan stabil dalam 24
jam pertama pasca partum. Perhatikan adanya kenaikan
suhu sampai 38℃ pada hari kedua sampai hari ke 10 yang
menunjukkan adaya morbiditas puerperalis.
4. Nadi
Denyut nadi yang meningkat selama persalinan
akhir, kembali normal beberapa jam pertama pascapartum.
Hemoragi, demam selama persalinan dan nyeri akut atau
persisten dapat mempengaruhi proses ini. Apabila denyut
nadi diatas 100 selama peurperium, hal tersebut abnormal
dan mungkin menunjukkan adanya infeksi pasca partum
lambat.
c. Pemeriksaan Fisik
Menurut Sari (2014) pemeriksaan fisik merupakan salah
satu cara mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang
dialami oleh ibu nifas dengan mengumpulkan data objektif
dilakukan pemeriksaan terhadap ibu, meliputi :
1. Wajah
Periksa ekspresi wajah, ada oedema atau tidak.
2. Mata
Untuk mengetahui keadaan konjungtiva apakah
berwarna merah muda atau pucat, dan untuk mengetahui
keadaan sklera berwarna putih atau kuning.
3. Payudara
Dalam melakukan pengkajian apakah terdapat
benjolan, pembesaran kelenjar, dan bagaimankah keadaan
41

putting susu ibu apakah menonjol atau tidak, apakah


payudara ibu bernanah atau tidak. Menurut Saleha dikutip
dari Astutik (2015) umunya ASI keluar 2-3 hari setelah
melahirkan. Namun dipayudara sudah terbentuk kolostrum
yang baik sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya
gizi dan antibiotik pembunuh kuman.
4. Uterus
Dalam pemeriksaan uterus yang diamati oleh bidan
antara lain adalah pemeriksaan tinggi fundus uteri apakah
sesuai dengan involusi uteri, apakah kontraksi uterus baik
atau tidak, apakah konsistensinya lunak atau keras, apabila
uterus awalnya berkontraksi dengan baik makan pada saat
palpasi tidak akan tampak peningkatan aliran pengeluaran
lochea. Terkahir melakukan pemeriksaan diastasis rectie
tujuannya untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut
normal atau tidak caranya yaitu dengan memasukkan
kedua jari kita yaitu jari telunjuk dan jari tengah ke bagian
dari diafragma dari perut ibu. Jika jari kita masuk dua jari
berarti diastasis rectie ibu normal. Tika lebih dari dua jari
berarti abnormal.
5. Kandung Kemih
Jika kandung kemih ibu penuh, maka bantu ibu
untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan ibu
agar tidak menahan apabila terasa BAK. Jika ibu tidak
dapat berkemih dalam 6 jam postpartum, bantu ibu
dengan cara menyiramkan air hangat dan bersih ke vulva
dan perineum ibu. Bila berbagai cara telah dilakukan
namun ibu tetap tidak bisa berkemih, maka mungkin perlu
dilakukan pemasangan kateterisasi.

6. Genetalia
Periksa pengeluaran lochea, warna, bau dan
jumlahnya. Periksa apakah ada hematom vulva (gumpalan
42

darah) gejala yang paling jelas dan dapat diidentifikasi


dengan inspeksii vagina dan serviks dengan cermat. Lihat
kebersihan pada vagina ibu, anjurkan ibu agar selalu
menjaga kebersihan pada alat genetalianya karna pada
masa nifas ini ibu sangat mudah sekali untuk terkena
infeksi.
7. Perineum
Pada pemeriksaan perineum sebaiknya ibu dalam
posisi dengan kedua tungkai dilebarkan. Saat melakukan
pemeriksaan periksalah jahitan laserasinya. Yang harus
dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan jahitan
laserasinya, terlebih dahulu bersihkan bagian jahitan
laserasi engan kasa yang dikasih betadine supaya jahitan
tampak lebih jelas, cek apakah eodema atau tidak, apakah
hemorid pada anus atau adanya hematoma (pembengkakan
jaringan yang isinya darah. Serta lihat lochea ibu.
8. Ekstremitas
Pada pemeriksaan kaki apakah ada varises, oedema,
reflek patella, nyeri tekan atau panas pada betis. Adanya
tanda Homan, caranya meletakkan 1 tangan pada lutut ibu
dan lakukan tekanan ringan agar lutut tetap lurus. Bila ibu
merasakkan nyeri pada betis dengan tindakan tersebut,
tanda Homan (+).
9. Pemeriksaan Penunjang
Dalam pemeriksaan penunjang terdiri dari
pemeriksaan darah yaitu pemeriksaan Hb untuk
mengetahui apakah kadar Hb ibu normal atau tidak dan
pemeriksaan urine yang terdiri dari protein urine dan
glukosa urine. Pemeriksaan terbsebut untuk mendeteksi
keadaan ibu, apabila ibu menderita preeklamsi ataupun
eklamsi serta diabetes pada masa nifas.
43

2. Analisis
a. Interpretasi Data
Menurut Varney dikutip dari Rukiyah (2011) melakukan
identifikas secara benar terhadap diagnose, masalah, kebutuhan klien,
berdasarkan interoretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan
sehingga ditemukan diagnose atau masalah spesifik. Misalnya diagnose
seperti post partum hari pertama, subinvolusi, anemia post partum,
preeklamsia, post seksio sesaria . sedangkan masalah seperti ibu kurang
informasi, ibu tidak pernah ANC, sakit pada luka episiotomy, keluhan
mulas yang mengganggu kenyamanan, payudara bengkak dan sakit.
b. Antisipasi Masalah Potensial
Menurut Rukiyah (2011) mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose yang telah
diidentifikasi dan merencanakan antisipasi tindakan. Misalnya diagnosa
potensial hipertensi post partum, anemia post partum, subinvolusi,
perdarahan post partum, infeksi post partum. Sdangkan untuk masalah
potensial seperti sakit pada luka episiotomy, nyeri kepala atau mulas.
Antisipasi tindakan dengan pemberian tablet zat besi supaya tidak
terjadi anemia.
c. Tindakan Segera
Menurut Rukiyah (2011) mengidentifikasi perlunya penanganan
segeran oleh bidan atau dokter atau untuk konsultasi atau ditangani
bersama anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Misalnya jika klien mengalami kejang atau perdarahan.
d. Intervensi (Merencanakan Asuhan Kebidanan)
Menurut Rukiyah (2011) langkah-langkah ini di tentukan oleh
sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang
telah di identifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh
tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi ibu atau dari
setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka
pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi
berikutnya.
44

3. Penatalaksanaan
a. Implementasi Asuhan (Melaksanakan Perencanaan)
Menurut Rukiyah (2011) melaksanakan renacan asuhan secara
efesien dan aman terhadap kontak dini dan sesering mungkin dnegan
bayi, mobilisasi atau istirahat brbaring di tempat tidur, gizi, perawatan
perineum, buang air kecil spontan, obat penghilang rasa sakit, obat tidur
bila diperlukan, pemberian methergin bila diperlukan, rencana KB,
tanda-tanda bahaya, kebiasaan rutin yang tidak bermanfaat dan
membahayakan.
b. Evaluasi
Menurut Rukiyah (2011) mengevaluasi keefektifan dari asuhan
yang diberikan ulangi lagi proses manajemen dengan benar terhadap
semua aspek asuhan yang telah diberikan namun belum efektif dan
merencanakan kembali yang belum terencana.
45

PATHWAY
46

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha


Medika.
Arney H, Kriebs JM dan Gegor C. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4
Volume 1. Jakarta: EGC.
Asih Yusari & Risneni. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Marmi, Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar;
2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta
: Rineka cipta
Rukiya, Ai Yeyeh. (2011), Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: Trans Info
Med.
Saifuddin, A. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharohardjo
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika
Suherni., Widyasih, Hesty., & Rahmawati, Anita. (2009). Perawatan masa nifas.
Cetakan Ketiga. Yogyakarta : Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai