Anda di halaman 1dari 60

Small Group Discussion

Keperawatan Reproduksi I
Asuhan Keperawatan pada Klien Mioma Uteri dan Kista Ovarium

Dosen Pembimbing:
Ni Ketut Alit Armini, S.Kp., M.Kes.
Kelas A3 Angkatan 2015
Nama Anggota Kelompok 2:
Nurfa Dwiki Fitriana 131511133079
Meilia Dwi Cahyani 131511133083
Gita Kurnia Widiastutik 131511133086
Ainil Fikroh Rahma Dheaning 131511133087
Herlyn Afifah Nurwitanti 131511133092
Dilruba Umi Shalihah 131511133097
Mitha Wulan Nur’ Aini 131511133103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

1
Kata Pengantar

Segala Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Small Group Discussion “Asuhan
Keperawatan pada Klien Mioma Uteri dan Kista Ovarium” sebagai tugas dalam
pembelajaran mata kuliah Keperawatan Reproduksi I.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami, Ni
Ketut Alit Armini, S.Kp., M.Kes. dan semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
sebaik mungkin. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang cukup terbatas. Kami berharap
makalah ini dapat memberi wawasan pada pembacanya.
Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan
untuk makalah ini supaya menjadi lebih baik. Kami memohon maaf apabila
terdapat kesalahan ejaan pada kata maupun penyusunan dalam makalah ini yang
tidak berkenan bagi para pembaca, selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Surabaya, 8 September 2017


Tim Penulis

2
Daftar isi

Halaman Judul............................................................................................................
Kata Pengantar...........................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................
BAB 2 TINAJUAN TEORI.....................................................................................
2.1 Mioma Uteri................................................................................................
2.1.1 Definisi.............................................................................................
2.1.2 Klasifikasi.........................................................................................
2.1.3 Etiologi.............................................................................................
2.1.4 Patofisiologi......................................................................................
2.1.5 Web of Catution................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis.............................................................................
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik...................................................................
2.1.8 Penatalaksanaan................................................................................
2.1.9 Komplikasi........................................................................................
2.1.10 Asuhan Keperawatan Umum..........................................................
2.2 Kista Ovarium.............................................................................................
2.2.1 Definisi.............................................................................................
2.2.2 Klasifikasi.........................................................................................
2.2.3 Etiologi.............................................................................................
2.2.4 Patofisiologi......................................................................................
2.2.5 Web of Catution................................................................................
2.2.6 Manifestasi Klinis.............................................................................
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik...................................................................
2.2.8 Penatalaksanaan................................................................................
2.2.9 Komplikasi........................................................................................

3
2.2.10 Asuhan Keperawatan Umum..........................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ........................................................
3.1 Asuhan Keperawatan Mioma Uteri............................................................
BAB 4 KESIMPULAN............................................................................................
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
Daftar Pustaka............................................................................................................

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saluran organ reproduksi wanita adalah tempat yang paling umum


terjadi tumor/kanker pada wanita. Tumor/kanker yang paling banyak terjadi
berada di serviks, ovarium, dan endometrium. Tumor/kanker juga dapat
terjadi di vagina, vulva, dan tuba fallopi, namun kejadiannya jarang dijumpai
pada wanita. Endometrium menempati posisi kedua untuk keganasan pada
sistem genital wanita. Tumor ovarium mewakili 30% dari semua jenis kanker
saluran organ reproduksi wanita (Narula dkk, 2013).
Tumor pada endometrium disebut dengan Mioma uteri. Mioma
uteri dikenal dengan istilah Uterine fibroids atau Leiyomymas adalah tumor
otot rahim. Biasanya jinak dan tidak berbahaya dengan ukuran dan jumlah
yang bervariasi, dari sekelompok nodul berukuran kecil sampai terbentuk
massa yang sangat besar menonjol (Wijayakusuma, 2008). Kemungkinan
80% wanita mengalami tumor tersebut dan diperkirakan bahwa wanita
memiliki peluang sebesar 20%-30% untuk mengembangkan penyakit Mioma
uteri pada periode masa subur, terutama diatas usia 40 tahun (Linton, 2012).
Mioma uteri risiko tinggi pada wanita Afrika-Amerika. Penelitian pada
wanita acak usia 35-49 tahun di United State menemukan insiden wanita
Afrika-Amerika penderita Myoma uterine pada usia 35 tahun adalah 60%,
sedangkan usia 50 tahun terjadi kenaikan mencapai lebih dari 80% . Untuk
wanita Caucasians penderita usia 35 tahun hanya 40% dan usia 50 tahun
sebesar 70% (Anne dkk, 2012).
Tumor pada ovarium disebut dengan Kista ovarium. Kista ovarium
merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai
pada wanita di masa reproduksinya. Kista ovarium adalah benjolan besar
yang membesar, seperti balon yang berisi cairan yang tumbuh di indung telur.
Angka kejadian kista di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan
Survei Demografi Kesehatan Indonesia angka kejadian kista ovarium di
Indonesia mencapai 37,2% dan paling sering terjadi pada wanita berusia

5
antara 20-50 tahun dan jarang pada pubertas. Data yang diperoleh pada
Rekam Medik di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar 2011-2013
terdapat 124 kasus kista ovarium (Elica dkk. 2015), sedangkan di Rumah
Sakit ST. Elisabeth Medan, data penderita kista ovarim tahun 2008-2012
diperoleh 116 orang (Dumaris dkk. 2013).
Sebagian besar penderita Mioma uteri dan Kista ovarium tidak
menunjukkan gejala. 1 dari 4 penderita menunjukkan gejala pendarahan dan
nyeri. Kedua hal tersebut merupakan gejala yang sering dirasakan oleh
penderita. Penelitian 1111 pasien di Hospital of king Abdulaziz University
menjelaskan bahwa 236 terdiagnosa dengan Ultrasound, 65 pasien
mengalami pendarahan dan 32 pasien mengalami nyeri (Hanan dkk, 2016).
Akibatnya penderita sering mengeluhkan dampak negatif pada kehidupan
seksual, pekerjaan, dan hubungannya dengan keluarga akibat gejala yang
ditimbulkan (Anne dkk, 2012). Selain itu, tumor ini memiliki kemungkinan
menimbulkan efek infertile pada wanita. Ibu hamil penderita tumor otot rahim
dapat berdampak pada kehamilannya, berupa keguguran, kelainan letak janin,
lahir prematur, dan menghalangi proses kelahiran (Manuaba dkk, 2007).
Sedangkan untuk kista ovarium, penelitian di Rumah Sakit Vita Insani
Pematang Siantar proporsi penderita kista ovarium berdasarkan keluhan
tertinggi yaitu nyeri abdomen bawah (56,2%) dan status haid tertinggi yaitu
tidak teratur (70,2%) (Elica dkk. 2015).

Terapi yang paling umum digunakan adalah pembedahan. Terapi


pembedahan yang digunakan adalah hysterectomy dan myomectomy. Data di
Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar (Elica dkk. 2015) terapi
pembedahan memliki presentase sebesar 91,9% dan di Rumah Sakit ST
Elisabeth Medan (Dumaris dkk. 2013) proporsi terapi pembedahan sebesar
68,1%. Angka kejadian hysterectomies di Unites States adalah 600.000,
sebanyak 170.000-300.000 operasi disebabkan oleh Myoma uterine.
Sedangkan, Myomectomy di United State sebanyak kurang dari 40.000 kali.
Lebih dari 5 milyar dolar dihabiskan untuk operasi ini. 60% dari angka
kejadian tersebut mengalami pengangkatan ovarium. Diperkirakan 660

6
wanita meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi dari hysterectomies
(National Uterine Fibroids Foundation, 2010).

Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium.


Hal ini juga berlaku bagi Mioma uteri yang dapat berubah menjadi kanker.
Kanker merupakan pembunuh yang diam-diam, karena memang penderita
tidak menunjukkan gejala, kalaupun terjadi keluhan biasanya sudah lanjut.
Menurut WHO di Amerika Serikat pada tahun 2001diperkirakan jumlah
penderita kanker ovarium sebanyak 13.900 orang. Di seluruh dunia, tahun
20007 terdapat 204.000 wanita yang terdiagnosa dan 125.000 diantaranya
meninggal. GLOBOCAN 2012 (IARC) penderita kanker korpus uteri atau
kanker Mioma uteri di dunia sebesar 8% dan 2% meninggal dunia.

Sebagai tenaga kesehatan, terutama perawat memiliki peran


penting dalam pencegahan dan deteksi dini Mioma uteri dan kista ovarium.
Kita berperan sebagai educator dan caregiver memberitahukan kepada klien
jika mengalami gejala tersebut, menyarankan untuk segera mengunjungi
layanan tenaga kesehatan dan melaporkannya sehingga mendapatkan
didiagnosa lebih awal dan terapi dapat segera dimulai. Maka tujuan kami dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai teori
dan Asuhan Keperawatan pada Mioma uteri dan Kista ovarium.

1.2 Rumusan Masalah


Mengetahui kajian teori dan Asuhan Keperawatan pada Mioma uteri dan Kista
Ovarium yang baik dan benar.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membantu perawat dalam membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan Mioma uteri dan Kista ovarium.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui kajian teori Mioma uteri dan Kista ovarium
2. Mengetahui asuhan keperawatan Mioma uteri dan Kista ovarium

BAB 2
TINJAUAN TEORI

7
2.1 Mioma Uteri
2.1.1 Definisi
Miom nama lain tumor otot rahim. Miom merupakan sel-sel
abnormal yang jinak, yang tumbuh dari otot dinding rahim. Pada
dasarnya, miom tidak berbahaya. Namun, miom bisa menimbulkan
gangguan, walaupun tidak selalu demikian. Awalnya miom tumbuh
sebagai bibit kecil yang kemudian membesar dalam lapisan
miometrium, yaitu jaringan otot polos pada dinding rahim. Miom
dapat tumbuh satu atau lebih, bahkan ada yang sampai tiga puluh buah
dalam rahim. Miom memiliki ukuran yang berbeda-beda. Miom yang
sangat kecil sulit untuk dillihat sehingga perlu memakai mikroskop,
tetapi ada pula yang besar bahkan sampai 30 Kg. (Kasdu, 2005)

Miom ialah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos


sedangkan untuk otot-otot rahim disebut dengan mioma uteri
(Achadiat, 2003). Mioma uteri adalah pertumbuhan sel tumor di
dalam atau di sekitar uterus (rahim) yang tidak bersifat kanker atau
ganas (ALODOKTER, 2017). Mioma uteri adalah tumor jinak otot
rahim, yang berdasarkan besar dan lokalisasinya dapat memberikan
gejala klinis. Mieoma uteri sekitar 30-35% terjadi pada wanita, tetapi
tidak semua wanita memberikan gejala klinis: pembesaran dan
pendesakan, perdarahan, gejala sekunder (anemia uremia, infertillitas)
(Manuaba, 2000).

Mioma uteri dikenal juga dengan nama uteri fibroid,


leiomioma uteri atau fibromioma uteri. Mioma berasal dari sel otot
rahim yang mulai tumbuh secara abnormal. Pertumbuhan inilah yang
akhirnya membentuk tumor jinak. Ukuran miom sangat bervariasi, ada
yang sekecil biji dan ada juga yang berukuran besar hingga
mengakibatkan rahim membesar. Dalam satu periode, miom yang
muncul mungkin hanya satu, namun bisa juga muncul beberapa secara
sekaligus. (ALODOKTER, 2017)

8
Mioma uteri (leiomioma) adalah tumor jinak yang berasal
dari otot rahim dan jaringan ikat yang menumpangnya. Tumor ini
disebabkan oleh produksi hormone estrogen yang berkepanjangan.
Mioma paling banyak ditemukan pada umur 35-45 tahun (kurang
lebih 25%). Mioma uteri sering didapat pada wanita yang belum
menikah dan yang kurang subur. Faktor keturunan juga berperan.
Penderita mioma sering mengalami menopause yang terlambat.
(Harmanto, 2006)

Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa


reproduksi, karena adanya rangsangan estrogen. Dengan demikian
mioma uteri tidak dijumpai sebelum datang haid (menarche) dan akan
mengalami pengecilan setelah mati haid (menopause). Bila pada masa
menopause tumor yang berasal dari mioma uteri masih tetap besar
atau berambah besar, kemungkinan degenerasi ganas menjadi sarkoma
uteri. Bila dijumpai pembesaran abdomen sebelum menarche, hal itu
pasti bukan mioma uteri tetapi kista ovarium dan kemungkinan besar
menjadi ganas. (Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, 1998)

Apabila mioma dibelah, tampak bahwa mioma terdiri atas


berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde/pusaran air. Sarang mioma sering ditemukan sebanyak 5-20
buah buah dalam satu rahim. Tumor ini dapat juga bertangkai dan
dapat menonjol ke dalam rogga rahim bahkan melalui serviks ke
dalam vagina. Pertumbuhan mioma dapat mencapai berat 5 kg.
Diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar mioma dapat
mmencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata
tumbuh cepat. Tumor ini dapat mengalami perubahan karena
perubahan dalam aliran darah yang menuju tumor akibat
pertumbuhan, kehamilan atau pengecilan rahim pada menopause.
Torsi atau terputarnya mioma bertangkai dapat juga terjadi.
(Harmanto, 2006)
2.1.2 Klasifikasi

9
Ada tiga kategori mioma pada rahim: mioma submucosa,
mioma intramural, mioma subserosa. Ada pula mioma, baik
submukosa maupun subserosa, yang bertangkai (pendunculated).
Mioma submucosa bertangkai seringkali sampai keluar melewati
ostium uteri eksternum dan disebut sebagai mioma lahir (myoom
geburt). (Achadiat, 2003)

gambar 1. Klasifikasi Mioma uteri

Jenis miom beragam, tergantung letaknya. Miom intramural,


pertumbuhannya tetap berada dalam otot dinding rahim, sedangkan
miom submukosum pertumbuhannya ke arah rongga rahim dan
menonjol ke dalam rongga rahim. Berbeda dengan miom subserosum
yang pertummbuhannya ke arah luar dan menonjol pada permukaan
rahim. Miom submukosum atau miom subserosumm sendiri
pertumbuhannya seolah terlepas dari rahim, tetapi sebenarnya masih
tetap melekat pada rahim melalui sebuah tangkai. Miom bertangkai.
Miom bertangkai inilah yang paling sering menimbulkan masalah
karena jika tangkai tersebut terpuntir, akan menimbulkan rasa sakit
yang sangat pada penderitanya dan tangkainya bisa keluar dari rongga
rahim, disebut dengan miom geburt (miom yang dilahirkan). Miom
mini sering menimbulkan perdarahan dan haid. (Kasdu, 2005)

10
gambar 2. Klasifikasi Mioma uteri

Jenis mioma yang ada dibedakan berdasarkan lokasi


tumbuhnya miom, terbagi seperti berikut ini:

 Fibroid intramural.
Miom jenis ini tumbuh di antara jaringan otot rahim. Lokasi ini
merupakan tempat yang paling umum terbentuknya miom.
 Fibroid subserous.
Miom yang tumbuh di bagian luar dinding rahim, ke rongga
panggul. Jenis ini bisa tumbuh menjadi sangat besar.
 Fibroid submucous.
Miom ini tumbuh di lapisan otot bagian dalam dari dinding rahim.
Jika sampai tumbuh, miom ini bisa menyebabkan pendarahan
parah saat menstruasi dan komplikasi serius lainnya.
 Fibroid pedunculated.
Miom jenis ini tumbuh di batang kecil di dalam atau di luar
rahim. (ALODOKTER, 2017)
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti
sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami

11
keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan
biologi molekular untuk tumor jinak ini (Parker, 2007).

a. Teori Cell Nest


Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa
penyebab, namun dari hasil penelitian Miller dan
Lipschultz yang megutarakan bahwa terjadi mioma uteri
tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada
“Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang, terus
menerus oleh estrogen (Prawirohardjo Sarwono, 2009).
Teori Mayer dan Snoo, rangsangan “sell nest” oleh
estrogen, faktor:

 Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi


 Atropi setelah menopause
 Cepat membesar saat hamil
 Sebagian besar masa reproduktif (Bagus, 2002).

b. Estrogen
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen
berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui
estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma
terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun
konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.

Mioma uteri memiliki kecenderungan untuk


membesar ketika hamil dan mengecil ketika menopause
berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen. Apabila
pertumbuhan mioma semakin membesar setelah
menopause maka pertumbuhan mioma ke arah keganasan
harus dipikirkan. Pertumbuhan mioma tidak membesar
dengan pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena
preparat progestin pada pil kombinasi memiliki efek
anti estrogen pada pertumbuhannya. Perubahan yang

12
harus diawasi pada leiomioma adalah perubahan ke
arah keganasan yang berkisar sebesar 0,04%.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa


faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma
uteri, yaitu:

1. Umur
Proporsi mioma meningkat pada usia 35-45 tahun. Mioma
uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang
relative infertile, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah
infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri
yang menyebabkan infertilitas, atau apakah keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetic
Di negara Amerika, prevalensi mioma uteri adalah 5%-
21%. Kejadian mioma uteri antara ras Africa-American adalah
sebanyak 60% dan antara ras Caucasian adalah 40%. Resiko ini
tidak berhubungan dengan faktor lain. Walaubagaimanapun, pada
penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk
enzim essensial kepada metabolisme estrogen, catechol-O-
methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita
Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih.
Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri.
Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita
mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.

4. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali
kemungkinan resiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan
wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita

13
mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri
mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a
myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita
mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma
uteri.

2.1.4 Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak
dibanding miometrium normal. Teori cellnest ata teori genitoblast
membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan
tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri
dari
Sel-sel otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi
yang
belumpseudokapsul.
matang Pengaruh
Mioma uteri lebih estrogen pada nulipara,
sering ditemukan
faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma
uteri sebagian besar bersifa degeneratif karena berkurangnya aliran
Proliferasi sel otot polos
darah ke mioma uteri.

MIOMA
Jika UTERI
ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus
uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding
Pecahnya depan uterus, uterus
Tekanan mioma dapat menonjol
Menekan ke
Post operasi
pembuluh darah
depan sehingga pada rektumdan mendorongureter
menekan kandung kencing ke atas
sehingga sering menimbulkan keluhan miksi. Bekas luka
Perdarahan MK : Gangguan MK : Gangguan insisi
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi:
Eliminasi Urin berkurangnya
berlebihan Eliminasi Fekal
pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan tumor
MK : Resiko
membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu
MK : Resiko tinggi Infeksi
kekuranganmasalah
carian dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada
uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa
mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah. Selain itu
Terjadi torsi mioma submukosa
Kurangnya
dengan perdarahan atau
yang banyakdan
subserosa bisa mengakibatkan seseorang
Menyempitkan
support sistem kanalis servikalis
mengalami kekurangan volume cairan
2.1.5 Web of Caution
Informasi tidak
MK : Nyeri Akut
adekuat

Takut penyakit
14
semakin parah

MK : Ansietas
2.1.6 Manifestasi Klinis
Sebagian wanita pernah memiliki miom dalam hidup mereka.
Namun terkadang kondisi ini tidak diketahui oleh sebagian wanita
yang mengalami karena tidak muncul gejala. Jika ada, gejala yang
mungkin muncul akibat miom adalah:

15
 Masa menstruasi menyakitkan atau berlebih.
 Rasa sakit atau nyeri pada bagian perut atau punggung bawah.
 Rasa tidak nyaman, bahkan sakit, saat berhubungan seksual.
 Sering buang air kecil.
 Mengalami konstipasi.
 Keguguran, mengalami kemandulan, atau bermasalah pada masa
kehamilan (sangat jarang terjadi). (ALODOKTER, 2017)

Segera temui dokter jika ada tanda:


 Nyeri panggul itu tidak hilang
 Periode yang terlalu berat, berkepanjangan atau menyakitkan
 Bercak atau berdarah antar menstruasi
 Kesulitan mengosongkan kandung kemih
 Carilah perawatan medis segera jika mengalami pendarahan
vagina yang parah atau nyeri pelvis yang tiba-tiba yang tiba-
tiba. (Staff, 2011)

Miom yang masih kecil jarang menimbulkan gangguan.


Biasanya, keluhan baru muncul ketika miom sudah tumbuh besar.
Apalagi jika miom tersebut mendesak organ lain dalam tubuh.
Misalnya jika besarnya miom menekan kandung kemih maka akan
merasakan sakit ketika buang air kecil. Jika pertumbuhan mioma
menekan pembuluh darah dalam rongga panggul maka bisa
menimbulkan pembesaran pembuluh darah vena serta rasa nyeri di
rongga panggul. Adanya miom dalam tubuh seringkali membuat
penderita mengalami gangguan haid, seperti haid datang tidak
teratur, pendarahan yang terjadi di luar siklus haid, atau timbul rasa
sakit yang luar biasa di saat haid. (Kasdu, 2005)

Selain itu, dapat menyebabkan infertilitas atau kemandulan.


Miom menyebabkan gangguan sirkulasi darah yang menuju ke organ-
organ reproduksi di rongga panggul. Akibatnya, proses pematangan
sel telur pun bisa terganggu. Miom juga seringkali menyebabkan
perubahan bentuk rahim sehingga terjadi penyumbatan pada pangkal
saluran telur. Kondisi ini mengakibatkan sel telur yang sudah matang
menjad sulit untuk bertemu dengan sperma. Jika proses pembuahan
bisa terjadi, seringkali perubahan bentuk rahim mengakibatkan

16
menempelnya hasil pembuahan serta pertumbuhan janin dalam rahim
menjadi tidak sempurna dan akhirnya gagal. Selain itu, miom sebagai
benda asing dalam rahim menyebabkan suasana rahim tidak kondusif
sehingga sperma maupun embrio (jika berhasil dibuahi) tidak bertahan
hidup. Jika pada saat hamil terdapat miom dalam Rahim, dapat
mengganggu pertumbuhan janin, menimbulkan kelainan letak janin,
atau menghambat turunnya kepala janin saat melahirkan. (Kasdu,
2005)

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara


kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak
mengganggu, sering hanya keluhan akan rasa berat dan adanya
benjola di perut bagian bawah saja. Gejala yang dikeluhkan sangat
tergantung pada tempat mioma ini berada, besarnya, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Nyeri bukan gejala khas tetapi dapat terjadi.
Masalah dapat timbul bila terjadi perdarahan abnormal Rahim (banyak
dan lama serta tidak menentu) yang berlebihan sehingga menimbulkan
anemia; penekanan pada kandung kemih yang menyebabkan sering
berkemih dan urgensi, serta potensial untuk terjadinya infeksi kandung
kemih, penekanan pada rektum menyebabkan sembelit; dan nyeri jika
tumor mengalami perubahan atau jika terjadi torsi atau putaran mioma
yang bertangkai. (Harmanto, 2006)

Gejala klinik menurut Manuaba dalam bukunya yang


berjudul Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan yakni :
1. Perdarahan tidak normal
 Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi, karena
 Meluasnya permukaan endometrium dalam proses
menstruasi
 Gangguan kontraksi otot rahi
 Perdarahan berkepanjangan
2. Penekanan Rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mio uteri dapat terjadi:
 Terasa berat di abdomen bagian bawah
 Sukar miksi atau defekasi

17
 Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf
3. Gangguan pertumbuhan dan perkemmbangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi:
 Kehamilan dapat mengalami keguguran
 Persalinan prematuritas
 Gangguan saat proses persalinan
 Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas
 Kala ketiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan
perdarahan (Manuaba, Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan, 1998)
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. USG
Mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan
kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran
sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas,
hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic. USG
menunjukkan gambaran massa padat dan homogen pada uterus.
Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada
abdomen bawah dan pelvis, dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi (Howard, 2000).
2. Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI mampu menentukan
size, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak
penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium.
MRI akan menghasilkan gambaran dengan menyerap energy dari
suatu gelombang radio berfrekuensi tinggi yang menunjukkan
adanya mioma.
3. Histerosalfingografi (HSG)
Digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh kearah
kavum uteri pada pasien infertil. Merupakan suatu prosedur yang
menghasilkan gambaran foto rontgen bagian dalam lavitas uterus
dan untuk mengetahui keadaan tuba falopii. Sejumlah cairan yang
mengandung iodine diinjeksikan melalui cervix ke dalam uterus
dan tuba falopii, hasil foto rontgen didapatkan.

18
4. Urografi intravena
Digunakan pada kasus massa di pelvis sebab pada kasus
tersebut sering terjadi deviasi ureter atau penekanan dan
anomali sistem urinarius. Cara ini baik untuk mengetahui posisi,
jumlah massa pada ureter dan ginjal.
5. Computed Tomography (CT)
CT merupakan salah satu tipe rontgen yang menggunakan
komputer untuk menghasilkan gambaran struktur tubuh seperti
uterus. Walapun jarang dibutuhkan, hasil gambaran CT dapat
memperlihatkan adanya mioma.
6. Sonohistografi
Suatu prosedur ultrasonic di mana kavitas uterus dibatasi oleh
sejumlah kecil cairan. Cairan ini ditempatka pada uterus melalui
suatu selang plastik kecil. Pasien bisa merasakan kram yang ringan.
Sonohistografi meningkatkan kemampua pemeriksa untuk
mengidentifikasi mioma yang masuk ke dalam kavum uteri (Stuti,
2011)

2.1.8 Penatalaksanaan
A. Terapi
 Observasi: bila ukuran uterus lebih kecil dari ukuran uterus
kehamilan 12 minggu, tanpa disertai penyulit lain.
 Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submucosa bertangkai atau
mioma lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan D/K
 Laparotomi/Miomektomi: bila fungsi reproduksi masih
diperlukan dan secara teknis memungkinkan untuk dilakukan
tindakan tersebut. Biasanya untuk mioma intramural, subserosa
dan subserosa bertangkai, tindakan ini telah cukup memadai.
 Laparotomi/Histerektomi:
 Fungsi reproduksi tak diperlukan lagi
 Pertumbuhan tumor sangat cepat
 Sebagai tindakan hemostasis, yakni dimana terjadi perdarahan
yang terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan
pengobatan. (Achadiat, 2003)
B. Obat-obatan

Obat untuk fibroid uterus menargetkan hormon yang


mengatur siklus haid, mengobati gejala seperti perdarahan

19
menstruasi berat dan tekanan panggul. Mereka tidak
menghilangkan fibroid, tapi mungkin akan mengecilkan fungsinya.
Pengobatan meliputi:

a. Agonis Gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH).

Obat-obatan yang disebut agonis Gn-RH (Lupron,


Synarel, yang lain) mengobati fibroid dengan menghalangi
produksi estrogen dan progesteron, membawa pasien ke keadaan
pascamenopause sementara. Akibatnya, menstruasi berhenti,
fibroid menyusut dan anemia membaik. Dokter mungkin
meresepkan agonis Gn-RH untuk mengecilkan ukuran fibroid
sebelum operasi yang direncanakan.

Banyak wanita memiliki hot flashes yang signifikan saat


menggunakan agonis Gn-RH. Agonis Gn-RH biasanya digunakan
tidak lebih dari tiga sampai enam bulan karena gejala kembali
saat obat dihentikan dan penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan hilangnya tulang.

b. Progestin-releasing intrauterine device (IUD).

AKDR progestin dapat mengurangi perdarahan hebat yang


disebabkan oleh fibroid. IUD progestin melepaskan hanya
memberikan kelegaan gejala dan tidak mengecilkan fibroid atau
membuat mereka hilang. Ini juga mencegah kehamilan.

c. Asam traneksamat (Lysteda).

Obat nonhormon ini diambil untuk mengurangi masa


menstruasi yang berat. Itu hanya diambil pada hari-hari berdarah
berat.

d. Obat lainnya.

Dokter mungkin merekomendasikan obat lain. Misalnya,


kontrasepsi oral atau progestin dapat membantu mengendalikan
perdarahan menstruasi, namun tidak mengurangi ukuran fibroid.

20
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), yang bukan
merupakan obat hormonal, mungkin efektif dalam mengurangi
rasa sakit yang berkaitan dengan fibroid, namun tidak mengurangi
perdarahan yang disebabkan oleh fibroid. Dokter mungkin juga
menyarankan agar pasien mengonsumsi vitamin dan zat besi jika
mengalami menstruasi berat dan anemia.

C. Prosedur Non-Invasive

Operasi ultrasound terfokus MRI (FUS) adalah:

 Pilihan pengobatan noninvasif untuk fibroid uterus yang melindungi


Rahim anda, tidak memerlukan sayatan dan dilakukan pada pasien
rawat jalan.
 Dilakukan saat pasien berada di dalam pemindai MRI yang
dilengkapi dengan transduser ultrasound berenergi tinggi untuk
perawatan. Gambaran tersebut memberi lokasi tepat pada dokter
tentang fibroid uterus. Ketika lokasi fibroid ditargetkan, transduser
ultrasound memfokuskan gelombang suara (sonikasi) ke dalam
fibroid untuk memanaskan dan menghancurkan area kecil jaringan
fibroid.
 Teknologi yang lebih baru, jadi peneliti lebih banyak belajar tentang
keamanan dan efektivitas jangka panjang. Namun sejauh ini data
yang terkumpul menunjukkan bahwa FUS untuk fibroid uterus aman
dan efektif.

21
gambar 5 Prosedur Non-Invasive

D. Prosedur Minimal Invasif

Prosedur tertentu dapat menghancurkan fibroid uterus tanpa benar-


benar mengeluarkannya melalui operasi. Mereka termasuk:

 Uterine artery embolization

Partikel kecil (agen emboli) disuntikkan ke arteri yang memasok


rahim, memotong aliran darah ke fibroid, menyebabkannya
mengecil dan mati. Teknik ini bisa efektif dalam menyusutkan
fibroid dan menghilangkan gejala yang ditimbulkannya.
Komplikasi dapat terjadi jika suplai darah ke indung telur atau
organ tubuh lainnya terganggu. Partikel kecil (agen emboli)
disuntikkan ke arteri rahim melalui kateter kecil. Agen emboli
kemudian mengalir ke fibroid dan masuk ke arteri yang memberi
mereka makan. Ini memotong aliran darah untuk tumor kelaparan.

22
gambar 6. Uterine artery embolization

 Myolysis

Dalam prosedur laparoskopi ini, energi frekuensi radio, arus listrik


atau laser menghancurkan fibroid dan mengecilkan pembuluh
darah yang memberi mereka makan. Prosedur serupa yang disebut
cryomyolysis membekukan fibroid.

 Laparoskopi atau robot miomektomi


Dalam miomektomi, dokter bedah menghilangkan fibroid,
meninggalkan rahim pada tempatnya. Jika fibroid jumlahnya
sedikit, dokter mungkin memilih prosedur laparoskopi atau robotik,
yang menggunakan instrumen ramping yang dimasukkan melalui
sayatan kecil di perut pasien untuk mengeluarkan fibroid dari
rahim. Fibroid dapat dilepaskan melalui sayatan kecil yang sama
dengan memecahnya menjadi potongan yang lebih kecil, sebuah
proses yang disebut morcellation, atau satu sayatan dapat diperluas
untuk menghilangkan keseluruhan fibroid.
Dokter melihat area perut pasien di monitor menggunakan kamera
kecil yang terpasang pada salah satu instrumen. Miomomoma robot
memberi ahli bedah pandangan magnitud, 3-D yang lebih besar

23
dari rahim pasien, menawarkan ketepatan, keluwesan dan
ketangkasan lebih tinggi daripada yang mungkin dilakukan dengan
menggunakan beberapa teknik lainnya.
 Hysteroscopic myomectomy
Prosedur ini bisa menjadi pilihan jika fibroid terkandung di dalam
rahim (submukosa). Dokter bedah mengakses dan menghilangkan
fibroid dengan menggunakan instrumen yang dimasukkan melalui
vagina dan leher rahim pasien.
 Ablasi endometrium
Perawatan ini dilakukan dengan alat khusus yang dimasukkan ke
rahim, menggunakan panas, energi gelombang mikro, air panas
atau arus listrik untuk menghancurkan lapisan rahim pasien, baik
yang mengakhiri menstruasi atau mengurangi aliran menstruasi
pasien. Biasanya, ablasi endometrium efektif dalam menghentikan
pendarahan abnormal. Fibroid submukosa dapat diangkat pada saat
histeroskopi untuk ablasi endometrium, namun hal ini tidak
mempengaruhi fibroid di luar lapisan dalam rahim.

E. Morcellation selama penghapusan fibroid

Morcellation merupakan proses pemecahan fibroid menjadi


potongan yang lebih kecil dapat meningkatkan risiko penyebaran kanker
jika massa kanker yang sebelumnya tidak terdiagnosis mengalami
morifikasi selama miomektomi. Ada beberapa cara untuk mengurangi
risiko itu, seperti mengevaluasi faktor risiko sebelum operasi, mengurangi
fibroid dalam tas atau melebarkan sayatan untuk menghindari keburukan.

Semua myomectomies membawa risiko memotong kanker yang


tidak terdiagnosis, namun wanita pramenopause umumnya memiliki risiko
lebih rendah terkena kanker yang tidak terdiagnosis daripada wanita yang
lebih tua. Juga, komplikasi selama operasi terbuka lebih sering terjadi
daripada kemungkinan penyebaran kanker yang tidak terdiagnosis pada
fibroid selama prosedur invasif minimal. Jika dokter Anda berencana
menggunakan morcellation, diskusikan risiko individu Anda sebelum
perawatan.

24
Food and Drug Administration (FDA) menyarankan agar tidak
terjadi morcellation bagi kebanyakan wanita. Secara khusus, FDA
merekomendasikan bahwa wanita yang sedang atau pascamenopause
menghindari keburukan. Wanita yang lebih tua atau memasuki masa
menopause mungkin memiliki risiko kanker yang lebih tinggi, dan wanita
yang tidak lagi peduli untuk menjaga kesuburan mereka memiliki pilihan
pengobatan tambahan untuk fibroid.

F. Jika klien masih ingin memiliki anak

Histerektomi dan ablasi endometrium adalah dua pilihan


pengobatan yang tidak dapat digunakan oleh wanita yang ingin
mempertahankan kemampuan untuk hamil. Sebelum memutuskan rencana
perawatan untuk fibroid, evaluasi kesuburan lengkap dianjurkan. Jika
perawatan fibroid diperlukan, miomektomi umumnya merupakan
pengobatan pilihan. Namun, semua perawatan memiliki risiko dan
manfaat. Diskusikan hal ini dengan dokter anda.

G. Pengobatan alternative
Beberapa situs web dan buku kesehatan konsumen
mempromosikan perawatan alternatif, seperti rekomendasi diet khusus,
terapi magnet, cohosh hitam, sediaan herbal atau homeopati. Sejauh ini,
tidak ada bukti ilmiah untuk mendukung keefektifan teknik ini. (Mayo
Clinic Staff, 2011)
H. Perawatan Rumah Sakit
 Perbaikan keadaan umum (misalnya keadaan anemia gravis atau
perdarahan hebat)
 Persiapan pembedahan (Achadiat, 2003)

2.1.9 Komplikasi
Meski miom jarang menyebabkan komplikasi yang berat,
terdapat kondisi yang disebabkan miom yang bisa mengganggu
kesehatan pasien sebagai wanita. Komplikasi yang terjadi tergantung
kepada gejala, letak dan ukuran miom yang ada pada tubuh Anda.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

25
 Anemia defisiensi besi
Pendarahan berlebih yang diakibatkan oleh miom bisa
menyebabkan anemia defisiensi besi. Suplemen zat besi bisa
dikonsumsi untuk membantu menggantikan darah yang
hilang ketika mengalami menstruasi.
 Kemandulan
Jika miom yang ada sangat besar, akibatnya berpotensi
menghalangi sel telur yang telah dibuahi untuk menempel
pada dinding rahim atau menghalang sel sperma sehingga
tidak bisa mencapai sel telur. Tapi kondisi ini jarang sekali
terjadi.
 Gangguan yang terjadi pada kehamilan
Miom bisa mengganggu perkembangan bayi dan mempersulit
proses persalinan. Kelahiran prematur juga bisa terjadi.
Selain itu, mungkin diperlukan operasi Caesar apabila miom
besar menghalangi vagina. Meski jarang sekali, miom juga
bisa menyebabkan keguguran. (ALODOKTER, 2017)

Menurut Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG


komplikasi dari mioma uteri yakni:

a. Degenerasi ganas: leiomiosarkoma


b. Torsi tangkai mioma dari:
 Subseroma mioma uteri
 Submukosa mioma uteri
c. Nekrosis dan infeksi
d. Pengaruh timbal balik mioma uteri dan kehamilan
 Pengaruh mioma uteri terhadap kehamilan
 Menimbullkan infertilitas
 Meningkatkan kemungkinan abortus
 Saat kehamilan : persalinan prematuritas dan kelainan
letak
 Inpartu: Inersia uteri dan gangguan jalan persalinan
 Pascapartum: perdarahan pascapartum, retensio
plasenta, red degeneration
 Pengaruh kehamillan terhadap mioma uteri
 Mioma uteri cepat membesar karena pengaruh estrogen

26
 Terjadi red degeneration mioma uteri
Kemungkinan torsi mioma bertangkai (Manuaba I. B.,
Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri,
ginekologi, dan KB, 2000)

Selain itu juga ada komplikasi lain yakni:

 Perdarahan
 Infeksi atau degerasi (kistik maupun merah)
 Mioma subserosa bertangkai kadang-kadang terpuntir
(twisted) yang mengakibatkan abdomen akut
 Perlekatan pascamiomektomi
 Terjadinya ruptura/kerobekan rahim, apabila penderita
hamiil setelah tindakan miomekomi (Achadiat, 2003)

2.1.10 Asuhan Keperawatan Umum


1. Pengkajian
1.1 Anamnesa
 Identitas
- Nama
- Umur : Umur 35-45 tahun mempunyai resiko terkena
mioma uteri (20%) dan jarang terjadi setelah menopause,
karena pada menopause estrogen menurun
- Jenis kelamin
- Agama
- Suku bangsa
- Pendidikan
- Pekerjaan
 Keluhan Utama
Klien biasanya merasakan nyeri panggul kronik. Nyeri bisa
terjadi saat menstruasi, setelah berhbungan seksual, atau
ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena
terpuntirnya mioma yang bertangkai, pelebaran leher rahim
akibat desakan mioma atau degenerasi (kematian sel) dari
mioma. Pasien biasanya mengalami perdarahan akibat
penekanan pembuluh darah pada area uterus. Keluhan lain
yang dirasakan pasien dapat berupa lemah, lelah dan lesu
akibat perdarahan yang dialami pasien

27
 Riwayat Kesehatan Klien
Sejak kapan klien menderita penyakit, Apakah klien pernah
mengalami tindakan operasi pengangkatan sel tumor atau
rahim
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit mioma
uteri
 Riwayat Reproduksi
- Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atrofi pada masa menopause
- Hamil dan Persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini
dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ini
dihasilkan dalam jumlah yang besar. Jumlah kehamilan dan
anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.
 Riwayat KB
Pada wanita yang memakai KB hormonal, kadar estrogen
lebih tinggi dimana kadar estrogen dapat memicu terjadinya
mioma
 Pola kebiasaan sehari-hari
- Nutrisi
Pada tumor yang berat dapat terjadi nafsu makan turun
- Eliminasi
Pola eliminasi mengalami perubahan, seperti perubahan
pola BAK (polakisuria, dysuria, atau retensi urin) dan BAB
(obstipasi  terhalangnya pergerakan feses dalam usus).
- Seksualitas
Perubahan pola seksual dapat berupa dyspaurenia
dikarenakan adanya mioma
- Aktifitas
Pola aktifitas terganggu akibat rasa nyeri yang timbul
- Kondisi psikososial
Mengalami kecemasan karena dampak/gejala yang
ditimbulkan oleh adanya penyakit seperti perdarahan, ada
benjolan, perdarahan yang terus-menerus dan lama

28
- Kondisi spiritual
Merasa terganggu dengan adanya perdarahan dan gejala lain
dari penyakitnya
1.2 Pemeriksaan Fisik
 B1 (Breath) : Tidak ada keluhan
 B2 (Blood) : Nadi pasien tidak teratur, tekanan darah kurang
dari normal
 B3 (Brain) : Nyeri, pusing, peningkatan suhu tubuh
 B4 (Bladder) : Retensi urin
 B5 (Bowel) : Pasien mengalami mual, muntah dan juga
konstipasi
 B6 (Bone) : Merasa lemah
1.3 Pemeriksaan Penunjang
 USG: Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma,
ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga
pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT Scan ataupun
MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG
 Histeroskopi: Terlihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai
 Laparoskopi: untuk mengevaluasi massa pada pelvis
 Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap (Hb: turun,
Albumin: turun, Leukosit: turun/ meningkat, Eritrosit: turun),
urine lengkap gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin
darah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan ansietas.
Pasien akan mendapat kriteria hasil:
 Menunjukkan strategi koping yang positif
 Angka kecemasan menurun
b. Diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan pendarahan.
Pasien akan mendapatkan kriteria hasil:
 Klien menunjukkan tanda tanda vital dalam nilai normal

29
 Intake dan output dalam keadaan seimbang
 Mendapat berat badan stabil
3. Intervensi Keperawatan
Pengukuran untuk membantu klien dengan mioma uteri
 Monitor tanda tanda vital, level hemoglobin, dan intake output
 Pada klien dengan anemia karena pendarahan hebat, beri
transfusi darah sesuai petunjuk dokter
 Membantu klien untuk mengekspresikan perasaannya terkait
kondisinya. Meyakinkan klien dan menjawab dengan jujur
 Membantu klien untuk mengidentifikasi dan menggunakan
koping mekanisme yang efektif
 Memberikan obat anti ansietas sesuai perintah dokter, dan
monitor keefektifan obat
Latihan untuk Pasien

 Memberi tahu pasien untuk melaporkan jika ada pendarahan


yang tidak normal atau nyeri pada bagian panggul secara tiba
tiba
 Jika ada suatu histeroktomi atau suatu oophorectomy yang
terindikasi, jelaskan efek dari menstruasi, menopause dan
aktfitas seksual.
 Meyakinkan klien bahwa dia tidak akan mengalami
menopause dini jika ovariumnya tetap utuh.
 Jika klien harus mengalami beberapa myomectomy, buatlah
klien mengerti bahwa kehamilan masih mungkin terjadi.
4. Evaluasi
Keberhasilan dari kriteria hasil ditentukan dari
keberhasilan manajemen kolaborasi. Untuk pasien dengan tumor
fibroid uterus, evaluasi difokuskan pada status modynamic dengan
parameter yang disepakati, strategi koping yang positif, tidak
adanya komplikasi pasca operasi, dan kien mendapatkan
pengetahuan tentang penyakitnya, penanganan serta perawatanya
dengan memadai.

2.2 Kista Ovarium

30
2.2.1 Definisi
Kista adalah struktur tertutup yang menyerupai kantung yang
dilapisi dengan epitel dan mengandung cairan, semi padat, atau padat.
Sedangkan ovarium adalah organ dalam reproduksi wanita yang
menghasilkan sel telur atau ovum.
Kista ovarium adalah suatu penyakit gangguan organ
reproduksi wanita. Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak
ginekologi yang paling sering dijumpai pada wanita di masa
reproduksinya. Kista ovarium adalah suatu kantong berisi cairan seperti
balon berisi air yang terdapat di ovarium. Kebanyakan kista ini jinak,
sementara sebagian kecil lainnya bisa berupa kista yang ganas. Kista
ovarium yang ganas disebut juga dengan kanker ovarium.
Kista ovarium diklasifikasikan sebagai kista folikel dan
kista korpus luteum. Kista folikular berkembang sebagai akibat
kegagalan folikel dewasa terhadap ruptur atau kegagalan folikel belum
matang untuk menyerap kembali cairan setelah ovulasi. Kista corpus
luteum berkembang sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon
oleh korpus luteum setelah ovulasi.

2.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi menjadi dua,
yaitu nonneoplastik dan neoplastik. Kista nonneoplastik sifatnya jinak
dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan.
Sementara kista neoplastic umumnya harus dioperasi, namun hal itu
tergantung pada ukuran dan sifatnya.
Kista ovarium neoplastic diantaranya:
a. Kistoma Ovarii Simpleks
Kistoma Ovarii Simpleks merupakan kista yang permukaannya rata
dan halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat
menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang serosa
dan berwarna kuning. Penatalaksaan: pengangkatan kista dengan
reseksi ovarium.

31
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum
Bentu kista multilokular dan biasanya unilateral, dapat tumbuh
menjadi sangat besar. Gambaran klinis terdapat pendarahan dalam
kista dan perubahan degenerative sehingga timbul perlengketan kista
dengan omentum, usus-usus, dan peritoneum parietale. Selain itu,
bisa terjadi ileus karena perlengketan dan produksi musin yang terus
bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan:
pengangkatan kista in tito tanpa pungsi terlebih dulu dengan atau
tanpa salpingo-ooforektomi tergantung besarnya kista.
c. Kistadenoma Ovarii Serosum
Kista ini berasal dari epitel germinativum. Bentuk kista umumnya
unilokular, tapi jika multilokular perlu dicurigai adanya keganasan.
Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum.
Selain teraba massa intraabdominal juga dapat timbul asites.
Penatalaksaan: sama dengan kistadenoma ovarii musinosum
d. Kista Dermoid
Kista dermoid adalah teratoma kistik jinak dengan struktur
ectodermal berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol daripada
mesoderm dan entoderm. Bentuk cairan kista ini seperti mentega.
Kandungannya tidak hanya berupa cairan tapi juga ada partikel lain
seperti rambut, gigi, tulang, atau sisa-sisa kulit. Dinding kista keabu-
abuan dan agak tipis, konsistensi sebagian kistik kenyal dan sebagian
lagi padat. Dapat menjadi ganas, seperti karsinoma epidermoid.
Kista ini diduga berasal dari sel telur melalui proses parthenogenesis.
Gambaran klinis adalah nyeri mendadak di perut bagian bawah
karena torsi tangkai kista dermoid. Dinding kista dapat rupture
sehingga isi kista keluar di rongga peritoneum. Penatalaksanaan:
pengangkatan kista dermoid bersama seluruh ovarium.

Sedangkan kista nonneoplastik terdiri dari:


a. Kista Folikel
Kista ini berasal dari Folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi,
namun tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel
primer yang setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak
mengalami proses atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi

32
kista. Bisa didapati satu kista atau lebih, dan besarnya biasanya
dengan diameter 1– 1,5 cm. Kista folikel ini bisa menjadi sebesar
jeruk nipis. Bagian dalam dinding kista yang tipis yang terdiri atas
beberapa lapisan sel granulosa, akan tetapi karena tekanan di dalam
kista, maka terjadilah atrofi pada lapisan ini. Cairan dalam kista
berwarna jernih dan sering kali mengandung estrogen. Oleh sebab
itu, kista kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan haid. Kista
folikel lambat laun dapat mengecil dan menghilang spontan, atau
bisa terjadi ruptur dan kista pun menghilang. Umumnya, jika
diameter kista tidak lebih dari 5 cm, maka dapat ditunggu dahulu
karena kista folikel biasanya dalam waktu 2 bulan akan menghilang
sendiri.
b. Kista Korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan
menjadi korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum
mempertahankan diri (korpus luteum persistens), perdarahan yang
sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista, berisi
cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua. Frekuensi kista
korpus luteum lebih jarang dari pada kista folikel. Dinding kista
terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang
berasal dari sel-sel teka. Kista korpus luteum dapat menimbulkan
gangguan haid, berupa amenorea diikuti oleh perdarahan tidak
teratur. Adanya kista dapat pula menyebabkan rasa berat di perut
bagian bawah dan perdarahan yang berulang dalam kista dapat
menyebabkan ruptur. Rasa nyeri di dalam perut yang mendadak
dengan adanya amenorea sering menimbulkan kesulitan dalam
diagnosis diferensial dengan kehamilan ektopik yang terganggu. Jika
dilakukan operasi, gambaran yang khas kista korpus luteum
memudahkan pembuatan diagnosis. Penanganan kista korpus luteum
Universitas Sumatera Utara ialah menunggu sampai kista hilang
sendiri. Dalam hal dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik
terganggu, kista korpus luteum diangkat tanpa mengorbankan
ovarium.

33
c. Kista Lutein
Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma, dan kadang-kadang tanpa
adanya kelainan tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi
kistik. Kista biasanya bilateral dan bisa menjadi sebesar ukuran tinju.
Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat luteinisasi sel-sel teka. Sel-
sel granulosa dapat pula menunjukkan luteinisasi, akan tetapi
seringkali sel-sel menghilang karena atresia. Tumbuhnya kista ini
ialah akibat pengaruh hormon koriogonadotropin yang berlebihan,
dan dengan hilangnya mola atau koriokarsinoma, ovarium mengecil
spontan.
d. Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil
dari epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih
banyak terdapat pada wanita yang lanjut umurnya, dan besarnya
jarang melebihi diameter 1 cm. Kista ini biasanya secara kebetulan
ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium yang diangkat
waktu operasi. Kista terletak di bawah permukaan ovarium,
dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau torak rendah,
dan isinya cairan jernih dan serus.
e. Kista Endometriosis
Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip
dengan selaput dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel
di ovarium dan berkembang menjadi kista. Kista ini sering disebut
juga sebagai kista coklat endometriosis karena berisi darah coklat-
kemerahan. Kista ini berhubungan dengan penyakit endometriosis
yang menimbulkan nyeri haid dan nyeri senggama. Kista ini berasal
dari sel-sel selaput perut yang disebut peritoneum. Penyebabnya bisa
karena infeksi kandungan menahun, misalnya keputihan yang tidak
ditangani sehingga kuman-kumannya masuk kedalam selaput perut
melalui saluran indung telur. Infeksi tersebut melemahkan daya
tahan selaput perut, sehingga mudah terserang penyakit. Gejala kista
ini sangat khas karena berkaitan dengan haid. Seperti diketahui, saat
haid tidak semua darah akan tumpah dari rongga rahim ke liang
vagina, tapi ada yang memercik ke rongga perut. Kondisi ini

34
merangsang sel-sel rusak yang ada di selaput perut mengidap
penyakit baru yang dikenal dengan endometriosis. Karena sifat
penyusupannya yang perlahan, endometriosis sering disebut kanker
jinak.
f. Kista Stein-Leventhal
Ovarium tampak pucat, membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan
permukaannya licin. Kapsul ovarium menebal. Kelainan ini terkenal
dengan nama sindrom Stein-Leventhal dan kiranya disebabkan oleh
gangguan keseimbangan hormonal. Umumnya pada penderita
terhadap gangguan ovulasi, oleh karena endometrium hanya
dipengaruhi oleh estrogen, hiperplasia endometrii sering ditemukan.

2.2.3 Etiologi
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab
inilah nantinya yang akan menentukan tipe dari kista. Etiologi dari
kista ovari (Prawiroharjo, 1999), antara lain:
1. Kista Folikel.

Kista ini berasal dari folikel de graf yang tidak sampai ber-ovulasi
namun tubuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel
primer yang setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak
mengalami proses atresia yang lazim melainkan menjadi kista.

2. Kista Korpus Luteum.

Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan


menjadi korpus albikans kadang-kadang korpus luteum
mempertahankan diri (korpus luteum porsistens), perdarahan yang
sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista dan berisi
cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua.

3. Kista Teka Lutein.

Kista ini biasanya bilateral dan bisa menjadi sebesar tinju,


tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh hormon

35
koriongonadrotopin yang berlebihan dan dengan hilangnya mola
atau koreokarsinoma, ovarium mengecil spontan.

4. Kista Inkulsi Germinal.

Kista ini menjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil


dari epitel germinatikum pada permukaan ovarium.

5. Kista Endometrium.

Kista ini akibat dari peradangan endometrium yang berlokasi di


ovarium.

6. Kista Stein Lavental.

Kista ini kiranya di sebabkan oleh gangguan keseimbangan


hormonal.

7. Kistoma Ovari Simplek.

Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya


bertangkai, sering kali bilateral dan dapat menjadi besar, di duga
bahwa kista ini suatu jenis kistodenoma serosum yang kehilangan
epitel kelenjarnya berhubungan dengan adanya tekanan cairan di
dalam kista.

8. Kistadenoma Ovari Musinosim.

Kista ini berasal dari epitel germinatikum.

9. Kistadenoma Ovari Serosum.

Kista ini berasal dari epitel germinatikum (permukaaan Ovarium).

10. Kista Dermoid.

Kista ini di duga berasal dari sel telur melalaui proses partogenesis.

Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti,


kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu:

1. Ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen

36
2. Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol

3. Degenerasi ovarium

4. Gaya hidup tidak sehat yakni dengan:

a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak, kurang serat dan


makanan berpengawet

b. Penggunaan zat tambahan pada makanan

c. Kurang berolah raga

d. Merokok dan mengkonsumsi alkohol

e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius

f. Sering stress

5. Faktor genetik

Dalam tubuh kita terdapat gen – gen yang berpotensi


memicu kanker yaitu yang disebut protoonkgen, karena
suatu sebab tertentu misalnya karena makan makanan
yang bersifat karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia
tertentu atau atau karena radiasi, protoonkgen ini dapat
berubah menjadi onkgen yaitu gen pemicu kanker (Ryta,
2008).

2.2.4 Patofisiologi
Kista ini terdiri dari folikel-folikel pra ovulasi yang
mengalami atresia dan berdegenerasi pada ovarium, di ovarium ini
folikel folikel ini tidak mengalami ovulasi karena kadar hormon FSH
rendah dan hormon LH tinggi pada keadaan yang tetap ini
menyebabkan pembentukan androgen dan estrogen oleh folikel dan
kelenjar adrenal yang mengakibatkan folikel anovulasi dan
berdegenerasi dan membentuk kista. Kista ovarium dapat
menimbulkan komplikasi berupa invertilitas akibat tidak adanya
ovulasi (J. Charwim, 1997).

37
Penatalaksanaan pada kista ovarium adalah dengan
pengangkatan kista dengan cara melakukan reseksi pada bagian
ovarium yang mengandung kista, akan tetapi jika kista besar atau ada
komplikasi perlu di lakukan pengangkatan ovarium. Biasanya di sertai
dengan pengangkatan tuba (salpingo-oofarektomi). Pada saat
melakukan pembedahan kedua ovarium harus di periksa untuk
mengetahui apakah kista di temukan pada satu atau pada dua ovarium
(Prawiroharjo, 1999).

2.2.5 Web of Caution

38
Sekresi hormon korionik Penyebab belum pasti Epitel germinatikum infeksi

peradangan
FSH naik, LH turun degenerasi

Folikel berdegenerasi Peningkatan jumlah sel

Kista Ovarium

Metastase ke ovarium Salpingo


dekstra ooforektomi

Post op Pre op Luka post op


Menekan organ Menekan Tekanan saraf
Sekitar ovarium anus oleh tumor
dekstra Pengaruh Resiko
Ansietas
anestesi infeksi
Konstipasi
Sekresi hormon Nyeri
korionik
Relaksasi Kesadaran
otot polos menurun
Menekan
kandung
HCL naik Resiko
kemih cedera
Retensi urin Nutrisi kurang dari 39
kebutuhan tubuh
2.2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan kista ovarium antara
lain:
a. Rasa nyeri yang menetap dirongga panggul disertai rasa gatal
b. Rasa nyeri sewaktu berhubungan seksual
c. Massa di perut bagian bawah dan biasanya bagian organ tubuh
lainnya sudah terkena
d. Nyeri hebat saat menstruasi
e. Pendarahan menstruasi tidak seperti biasanya, bisa pendarahan
lebih lama, mungkin lebih pendek atau tidak keluar darah
menstruasi pada siklus biasa atau siklus menstruasi tidak teratur
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Secara umum, kista ovarium tidak menimbulkan gejala apapun
sehingga seringkal tidak terdiagnosa atau tidak ketahuan. Biasanya
penyakit ini terdiagnosa secara kebetulan saat dilakukan pemeriksaan
fisik. Jika memiliki tanda-tanda yang menunjukan kista ovarium, akan
segera dirujuk doctor spesialis ginekologi. Tindakan awal akan
dilakukan pemeriksaan fisik pada vagina dan perut bawah untuk
melihat ada pembengkakan secara langsung. Setelah itu, dilanjutkan
pemeriksaan dengan USG, sinar ultrasound untuk mengkonfirmasi
dan memastikan lokasi, bentuk, ukuran, dan komposisi kista.

Komposisi kista memiliki 2 kemungkinan, yaitu padat dan cair.


Selain USG, tes darah dapat dilakukan untuk memastikan komposisi
kista. Tes darah ini bertujuan mencari protein yang disebut CA125.
Jika kadar CA125 rendah, kecil kemungkinan pasien menderita
kanker ovarium. Sebaliknya, jika CA125 tinggi, besar kemungkinan
klien menderita kanker ovarium. Namun klien tetap disarankan
melakukan serangkaian pemeriksaan lain apibal terdapat gejala-gejala
lain yang mengindikasi suatu keganasan.

2.2.8 Penatalaksanaan
a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui
tindakan bedah, missal laparatomi, kistektomi, atau laparotomy
salpingooforektomi.
b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium
dan menghilangkan kista.
c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat
kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan
abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan
intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar
biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat
dicegah dengan memberikan gurita abdoen sebagai penyangga.
d. Tindakan keperawatan selanjutnya adalah memberikan
pengetahuan kepada klien tentang pilihan pengobatan seperti
kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi nafas dalam,
informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda-
tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
e. Pemberian anastesi kepada klien yang akan melakuka tindakan
pembedahan. Pemberian anastesi ini dilakukan oleh perawat
anastesi yang berkolaborasi dengan dokter anastesi.
2.2.9 Komplikasi
Salah satu hal yang paling ditakutkan dari penyakit kista ovarium ini
ialah sita tersebut berubah menjdi ganas dan banyak terjadi
komplikasi. Komplikasi dari kista ovarium yang dapat terjadi ialah
1. Pendarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit hingaa berangsur-angsur menyebabkan
kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-
gejala klinik yang minimal, akan tetapi jika pendarahan terjadi
dalam jumlah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari
kista yang menimbulkan nyeri di perut. Kista berpotensi untuk
pecah, tidak ada patokan mengenai besarnya kista yang berpotensi
pecah. Pecahnya kista bisa menyebabkan pembuluh darah robek
dan menimbulkan terjadinya pendarahan.
2. Infeksi pada kista
Jika terjadi didekat tumor ada sumber kuman patogen
3. Torsio (putaran tangkai)
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih, torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau
aligamentum roduntum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini
dapat berkembang menjadi infark peritonitis dan kematian. Torsi
biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma TOA,
masa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada wanita usia
reproduksi gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuasrat
abdomen bawah, mual dan muntah dapat terjadi demam
leukositosis.
4. Perubahan keganasan
Selain tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya,
adanya asites dalam hal ini mencurigakan masa kista ovarium
berkembang setelah masa menapouse sehingga bisa kemungkinan
untuk berubah menjadi kanker.
5. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula terjadi akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut, dan lebih sering pada
waktu melakukan hubungan seksual, jika robekan kista disertai
hemoragi yang timbul secara akut, maka pendarahan bebas
berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan
menimbulkan rasa nyeri terus-menerus disertai tanda-tanda akut.
2.2.10 Asuhan Keperawatan Umum
1. Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan data
yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar
untuk tindakan dan keputusan yang diambil pada tahap-tahap
selanjutnya. Adapun pengkajiannya meliputi:
 Biodata
Meliputi:
- Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan nomor register.
- Identitas penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan alamat.
- Identitas masuk.
 Riwayat kesehatan
Meliputi:
- Keluhan utama: Nyeri di sekitar area jahitan.
- Riwayat kesehatan sekarang: Mengeluhkan ada atau
tidaknya gangguan ketidaknyamanan.
- Riwayat kesehatan dahulu: Pernahkah menderita penyakit
seperti yang diderita sekarang, pernahkah dilakukan
operasi.
- Riwayat kesehatan keluarga: Adakah anggota keluarga yang
menderita tumor atau kanker terutama pada organ
reproduksi.
- Riwayat sosial ekonomi: Pendapatan perbulan, hubungan
sosial dan hubungan dalam keluarga.
- Riwayat kebiasaan sehari-hari :
a. Personal hygiene: Kebiasaan personal hygiene klien
meliputi keadaan kulit, rambut, mulut, gigi, dan vulva
hygiene.
b. Pola makan: Kebiasaan makan dalam porsi makan,
frekuensi makan.
c. Pola eliminasi
BAB: Frekuensi, warna, bau, konsistensi atau keluhan
saat BAB.
BAK: Frekuensi, warna, bau dan keluhan saat berkemih.
d. Pola aktifitas dan latihan: Kegiatan dalam pekerjaan dan
kegiatan di waktu luang sebelum selama di RS.
e. Pola tidur dan istirahat: Waktu, lama tidur per hari,
kebiasaan saat tidur.
- Riwayat penggunaan zat: Kebiasaan dan lama penggunaan
rokok.
- Riwayat Psikososial dan Spiritual
Psikososial : Respon klien terhadap penyakit yang diderita
saat ini.
Spiritual : Kegiatan keagamaan klien yang sering
dilakukan di rumah dan di RS.
 Status Obstetrikus, meliputi :
1. Menstruasi: menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan
bau.
2. Riwayat perkawinan: berapa kali menikah, usia
perkawinan.
3. Riwayat persalinan: berapa kali partus, jenis partus.
4. Riwayat KB: jenis kontrasepsi yang digunakan, sejak
kapan.
5. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram,
Barbara, 1999 dalam Zakiah, 2014).
a. Kaji tingkat kesadaran
b. Ukur tanda-tanda vital
c. Auskultasi bunyi nafas
d. Kaji turgor kulit
e. Pengkajian abdomen :
- Inspeksi ukuran dan kontur abdomen.
- Auskultasi bising usus.
- Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa.
- Tanyakan tentang perubahan pola defekasi.
- Kaji status balutan.
6. Kaji terhadap nyeri atau mual.
7. Kaji status alat intrusive.
8. Palpasi nadi pedalis secara bilateral.
9. Evaluasi kembali adanya reflek gag.
10. Periksa laporan pasien setelah operasi.
11. Data penunjang operasi terhadap tipe anestesi yang
diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi.
12. Kaji status psikologis
a. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah
lengkap (NB, HT, SDP).
b. Terapi: terapi yang diberikan pada post operasi baik
injeksi maupun peroral.
 Pemeriksaan B1-B6
B1 (Breath) : Tidak ada keluhan
B2 (Blood) : Menstruasi tidak teratur, palpitasi,
perubahan pada tekanan darah
B3 (Brain) : Pusing
B4 (Bladder) : Perubahan pada pola defekasi (sulit buang
air besar), perubahan eliminasi urinarius
(nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuria), nyeri saat buang air
B5 (Bowel) : Pasien mengalami mual atau muntah,
anoreksia, perubahan pada berat badan, perut
terasa kembung/distensi abdomen
B6 (Bone) : Terjadi kelemahan atau keletihan, nyeri
perut bagian bawah (nyeri panggul)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Altered nutrition: Less than body requirements, related to
malnutrition.
Pasien akan mendapatkan kriteria hasil:
 Mengkonsumsi diet seimbang dengan kalori dan protein
yang tinggi.
 Mengkonsumsi suplemen yang dibutuhkan untuk
menambah berat badan dan mengurangi malnutrisi.
 Mengembalikan berat badan yang hilang dan
mempertahankan berat badan dalam kisaran normal.
b. Anticipatory grieving related to the threat of death.
Paien dan keluarga akan mendapatkan kriteria hasil:
 Mengungkapkan perasaan mereka terkait diagnosis dan
prognosis.
 Menggunakan mekanisme koping yang sehat untuk
mengatasi kesedihan
 Mendemonstrasikan kontrol atas situasi dengan
berpartisipasi dalam keputusan tentang perawatan yang
dijalankan
c. Fluid volume excess related to ascites
Pasien akan mendapatkan kriteria hasil:
 Memenuhi pembatasan natrium dan cairan yang ditentukan
untuk meminimalkan retensi cairan.
 Melakukan ambulasi dan kegiatan sehari-hari yang ditolerir.
 Mendeskripsikan tanda dan gejala retensi cairan yang
memburuk dan meminta bantuan medis jika terjadi
3. Intervensi Keperawatan
Tindakan ini membantu pasien dengan kanker ovarium.
 Jika pasien kesakitan, buat dia senyaman mungkin. Berikan
pasien analgesik yang ditentukan seperlunya, berikan kegiatan
pengalihan perhatian, dan mintalah pasien melakukan teknik
relaksasi.
 Dengarkan kekhawatiran dan keluhan pasien, dan jawab
pertanyaan yang diajukan pasien dengan jujur. Berikan
dukungan untuk pasien dan keluargnya.
 Jika pasien adalah wanita muda yang harus menjalani operasi
dan kehilangan kemampuan melahirkan anaknya, bantu dia
dan keluarganya dalam mengatasi perasaan putus asa. Jika
pasien itu masih anak-anak, cari tahu apakah orang tuanya
telah mengatakan bahwa dia menderita kanker dan tanggapi
pertanyaannya dengan sesuai.
 Berikan perawatan suportif untuk efek buruk terapi. Jika
pasien menjalani kemoterapi intraperitoneal, bantu
meringankan ketidaknyamanannya dengan memasukkan cairan
pada kecepatan lambat dan lakukan reposisi untuk
mendistribusikan cairan secara merata.
 Jika penderita mengalami gejala seperti flu dengan
imunoterapi, berikan aspirin atau asetaminofen. Berikan
selimut atau kompres hangat untuk meredakan menggigil.
Berikan antiemetik sesuai kebutuhan.
 Persiapkan pasien untuk operasi, seperti yang diindikasikan.
 Jika pasien mengalami efusi dan harus menjalani paracentesis
dan thoracentesis, bantu dengan prosedur yang sesuai
kebutuhan. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang
nayman saat melakukan prosedur; lalu banu dia untuk
mempertahankan posisinya, menggunakan bantalan. Setelah
prosedur, anjurkan pasien untuk minum cairan.
 Monitor status cairan pasien, dan ukur intake dan output-nya.
Jika pasien menderita asites, ukur ketebalan perutnya setiap
hari.
 Monitor status nutrisi dan berat badan pasien setiap hari.
 Berikan nutrisi enteral atau parenteral pada pasien malnutrisi,
sesuai perintah. Jika saluran pencernaannya utuh, berikan
makanan kecil dengan frekuensi sering. Jika saluran
pencernannya terdapat obstruksi, diskusikan kemungkinan
tindakan gastrotomy atau jejunostomy tube dengan dokter dan
pasien.
 Kaji respon pasien terhadap terapi dan tingkat kenyamanan.

Latihan untuk Pasien


 Ajarkan pasien teknik relaksasi dan dan tindakan lain yang
dapat membantu meringankan ketidaknyamanannya.
 menekankan pentingnya mencegah infeksi, menekankan teknik
mencuci tangan yang baik.
 Menjelaskan pengukuran yang membantu mendapat nutrisi
yang adekuat, seperti makan dalam porsi kecil dan teratur.
 Jika pasien mengalami terapi obat atau terapi radiasi, jelaskan
kemungkinan efek samping dan menyarankan cara untuk
mencegah efek samping.
 Sebelum pembedahan, menjelaskan prosedur pre operasi
seluruhnya, hasil operasi yang diharapkan, dan prosedur post
operasi.
 Pada wanita premenopause, jelaskan bahwa oophorektomy
bilateral menyebabkan menopause dini. Beberapa pasien
mengalami demam, sakit kepala, palpitasi, insomnia, depresi,
dan keringat berlebih.
 Seharusnya, merujuk pasien dan keluarganya ke dinas sosial,
agen perawatan kesehatan rumah, rumah sakit seperti
American Cancer Society.
4. Evaluasi
Keberhasilan dari intervensi ini ditentukan oleh suksesnya
manajemen kolaborasi. Untuk pasien dengan kanker ovarium,
evaluasi fokus pada status fisiologi dengan parameter yang
diharapkan, keseimbangan cairan adekuat, kontrol nyeri, tidak
terjadi komplikasi, koping strategi positif, dan pengetahuan yang
adekuat tentang penyakitnya, penanganannya, prognosis, dan
perawatannya.
.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

1.1 Asuhan Keperawatan Kasus Mioma Uteri


Ny.S, 30 tahun, ibu rumah tangga, datang ke RSUD dr. Kariadi Semarang
dengan keluhan mengeluh merasakan nyeri di perut bagian bawah. Klien
mengatakan bahwa nyeri hilang timbul dan makin parah saat digunakan untuk
bergerak. Di antara skala nyeri 1-10, klien mengatakan bahwa nyerinya
berada pada skala 7. Klien mengatakan bahwa dia mengalami penurunan
nafsu makan akibat nyeri yang dirasakan. Klien mengatakan kepada perawat
bahwa dia mengalami menstuasi yang tidak normal. Biasanya dia hanya
mengalami siklus menstruasi 28 hari selama kurang lebih 7 hari. Namun,
sejak mengalami sakit ini, lama menstruasi klien memanjang menjadi kurang
lebih 14 hari. Klien juga mengatakan bahwa darah yang keluar lebih banyak
daripada biasanya. Klien merasakan keluhan tersebut sejak 1 tahun yang lalu.
Klien tidak kunjung datang ke pelayanan kesehatan karena merasa bahwa hal
tersebut adalah sesuatu yang wajar. Klien diduga mengalami mioma uteri.
Hasil pemeriksaan fisik: kesadaran klien compos mentis, mata tampak
anemis, wajah pucat, dan klien nampak lemas. Hasil pemeriksaan TTV: TD
90/60 mmHg, suhu 36,5oC, nadi 100 x/ menit, RR 24 x/ menit. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan:

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan


Hematologi paket
Hemoglobin 10 gr% 12,00-15,00 Rendah
Hematokrit 32,5 % 35,0-47,0 Rendah
Eritrosit 4,12 juta/mmk 3,90-5,60 Normal
MCH 26,50 Pg 27,00-32,00 Rendah
MCV 78,90 Fl 76,00-96,00 Normal
MCHC 33,60 gg/dl 29,00-36,00 Normal
Leukosit 5,57 ribu/mmk 4,00-11,00 Normal
Trombosit 293,0 ribu/mmk 150,0-400,0 Normal
RDW 17,18 % 11,60-14,80 Tinggi
MPV 9,8 Fl 4,00-11,00 Normal

3. Pengkajian
1. Data Demografi
a. Nama : Ny.S
b. Umur : 30 tahun
c. Agama : Islam
d. Suku : Jawa
e. Pendidikan : Sarjana
f.Alamat : Surabaya
g. Pekerjaan : Akuntan
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri.
P : klien mengatakan bahwa nyeri semakin parah saat
digunakan untuk bergerak.
Q : klien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk.
R : klien mengatakan nyeri di perut bagian bawah.
S : skala nyeri 7 dari 10.
T : klien mengatakan bahwa nyerinya hilang timbul.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan bahwa nafsu makannya berkurang akibat
nyeri yang dirasakan, durasi menstruasinya semakin panjang,
dan jumlah darah yang dikeluarkan lebih banyak daripada
biasanya. Klien nampak lemas, mata anemis, dan wajahnya
pucat.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien tidak pernah mengalami sakit yang berhubungan dengan
penyakitnya saat ini.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien tidak memiliki riwayat mioma uteri.
6. Riwayat Obstetri
Klien mengalami haid pertama saat berusia 12 tahun. Siklus
haid klien 28 hari dengan lama kurang lebih 7 hari. Akan tetapi,
selama setahun ini lama menstruasi klien berubah menjadi
kurang lebih 14 hari dengan jumlah darah yang lebih banyak
daripada biasanya.
7. Riwayat Persalinan
Klien pernah melahirkan satu kali dengan keadaan bayi
prematur. Akan tetapi, bayi tersebut meninggal setelah berusia 1
minggu.
8. Pemeriksaan Fisik
Breath : hasil pemeriksaan TTV menunjukkan RR 24 x/
menit (meningkat) dan suhu 36,5oC (normal).
Blood : hasil pemeriksaan TTV: TD 90/60 x/ menit
(rendah) dan nadi 100 x/ menit (normal). Hasil
pemeriksaan lab: hemoglobin, hematokrit, dan MCH
rendah serta RDW tinggi. Pemeriksaan fisik klien
menunjukkan mata tampak anemis, wajah klien
pucat, dan klien nampak lemas.
Brain : kesadaran klien compos mentis.
Bladder : klien mengatakan sering buang air kecil.
Bowel : klien mengalami nyeri di bagian perut bawah.
Klien terlihat meringis menahan nyeri sambil
memegang perut bagian bawah saat dilakukan
pemeriksaan.
Bone : klien nampak lemas.

4. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Rangsangan esterogen Nyeri Kronis (00133)
secara terus menerus
Klien mengeuh nyeri. Domain 12.
P : klien mengatakan setiap bulan
Kenyamanan
bahwa nyeri semakin
parah saat digunakan Kelas 1. Kenyamanan

untuk bergerak. Fisik


Mioma uteri
Q : klien mengatakan
nyeri seperti di tusuk-
tusuk.
R : klien mengatakan Terdapat benjolan
nyeri di perut bagian
bawah.
S : skala nyeri 7 dari
Benjolan menekan
10.
saraf
T : klien mengatakan
bahwa nyerinya hilang
timbul.
Timbul nyeri pada
perut bawah
DO:

Klien terlihat meringis


menahan nyeri sambil Nyeri Kronis

memegang perut
bagian bawah

DS: Rangsangan esterogen Risiko Intoleransi


secara terus menerus Aktivitas (00094)
Klien mengatakan
setiap bulan
bahwa nafsu Domain 4. Aktivitas/
makannya berkurang Istirahat
akibat nyeri yang
Kelas 4. Respon
dirasakan, durasi Mioma uteri
Kardiovaskular/
menstruasinya
Pulmonar
semakin panjang, dan
jumlah darah yang Pendarahan haid lebih
dikeluarkan lebih banyak daripada
banyak daripada biasanya
biasanya.

Hipermenorea
DO:

Hasil pemeriksaan
TTV menunjukkan Kadar Hb, Hc, MCH
RR 24 x/ menit turun dan RDW naik
(meningkat) dan suhu
36,5oC (normal), TD
90/60 x/ menit Anemia
(rendah) dan nadi 100
x/ menit (normal).

Hasil pemeriksaan Badan lemas


lab: hemoglobin,
hematokrit, dan MCH
rendah serta RDW Risiko Intoleransi
tinggi. Aktivitas

Pemeriksaan fisik
menunjukkan mata
klien tampak anemis,
wajah klien pucat, dan
klien nampak lemas.

5. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan nyeri selama 1 tahun.
2. Risiko intoleransi aktivitas (00094) berhubungan dengan

masalah sirkulsi (TD 90/60 mmHg, menstruasi tidak normal,


Hb, Hc, dan MCH rendah serta RDW tinggi) dan kondisi
respirasi (RR 24x/ menit).
6. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan :

Nyeri Kronis (00133)

Domain 12. Kenyamanan

Kelas 1. Kenyamanan Fisik


NOC NIC
Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu Manajemen Nyeri (1400)
mengatasi rasa nyerinya, dengan
1. Mengendalikan faktor lingkungan
kriteria hasil :
yang dapat mempengaruhi respon
Kontrol Nyeri (1605) klien terhadap ketidaknyamanan
(misal : suhu ruangan,
1. Klien mampu mengenali kapan
pencahayaan, suara bising)
nyerinya terjadi 2. Mengajarkan klien penggunaan
2. Klien mampu menggunakan
teknik pengurangan nyeri
tindakan pengurangan nyeri tanpa
nonfarmakologis (misal : terapi
analgesic
3. Klien mampu menggunakan musik, relaksasi, terapi aktivitas)
3. Mendukung istirahat/tidur yang
tindakan pencegahan
adekuat untuk membatu penurunan
Status Kenyamanan (2008)
nyeri
1. Klien dapat mengontrol gejala 4. Melakukan kolaborasi dengan
2. Klien dapat mengatur suhu ruangan dokter jika tindakan tidak berhasil
sesuai kebutuhan saat nyeri timbul atau jika keluhan klien saat ini
3. Klien mendapatkan perawatan
berubah signifikan dari
sesuai kebutuhan
pengalaman nyeri sebelumnya
Tingkat Nyeri (2102)
Pengaturan Posisi (0840)
1. Klien melaporkan nyeri yang
1. Menempatkan klien pada matras
dirasakan
atau tempat tidur terapeutik
2. Klien tidak mengeluarkan keringat
2. Menempatkan klien dalam posisi
yang berlebihan saat nyeri timbul
terapeutik
3. Klien tidak kehilangan nafsu
3. Jangan menempatkan klien pada
makan
posisi yang bisa meningkatkan
nyeri

Intervensi Keperawatan :

Risiko Intoleransi Aktivitas (00094)

Domain 4. Aktivitas/ Istirahat

Kelas 4. Respon Kardiovaskular/ Pulmonar


NOC NIC
Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu Manajemen Nutrisi (1100)
1. Menentukan status gizi klien dan
mengatasi masalahnya, dengan kriteria
kemampuan untuk memenuhi
hasil :
kebutuhan gizi
Toleransi terhadap Aktivitas (0005) 2. Menidentifikasi adanya alergi atau
1. Klien memiliki frekuensi intoleransi makanan yang dimiliki
pernafasan normal saat klien
beraktivitas (RR : 14-20x/menit) 3. Membantu klien dalam
2. Klien memiliki tekanan darah menentukan pedoman atau
sistolik normal ketika beraktivitas piramida makanan yang paling
(100-120 mmHg) cocok dalam memenuhi kebutuhan
3. Klien memiliki tekanan darah
nutrisi dan preferensi
diastolik normal ketika 4. Menetukan jumlah kalori dan jenis
beraktivitas (70-80 mmHg) nutrisi yang dibutuhkan untuk
Tingkat Kelelahan (0007)
1. Klien tidak kehilangan nafsu memenuhi persyaratan gizi
Manajemen Energi (0801)
makan
2. Klien memiliki keseimbangan 1. Menentukan jenis dan banyaknya
antara kegiatan dan istirahat aktivitas yang dibutuhkan untuk
3. Klien memiliki kadar hematokrit
menjaga ketahanan
yang normal (35,0-47,0%) 2. Memonitor asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energy yang
kuat
3. Mengajarkan klien mengenai
pengelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah
kelelahan
Monitor Tanda-Tanda Vital (6680)
1. Memonitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafaan dengan
tepat
2. Mengidentifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-tanda
vital

7. Evaluasi
1. Nyeri kronis (00133) berhubungan dengan nyeri selama 1
tahun.
S : klien mengatakan intensitas nyeri yang dirasakan semakin
menurun dan klien mampu mengaplikasikan teknik
relaksasi yang diajarkan oleh perawat.
O : klien sudah tidak mengeluh nyeri di perut bagian bawah.
A : data subjektif dan objektif memuaskan, masalah teratasi.
P : intervensi diberhentikan.
2. Risiko intoleransi aktivitas (00094) berhubungan dengan
masalah sirkulsi (TD 90/60 mmHg, menstruasi tidak normal,
Hb, Hc, dan MCH rendah serta RDW tinggi) dan kondisi
respirasi (RR 24x/ menit).
S : klien mengatakan badannya sudah tidak terlalu lemas.
O : berdasarkan pemeriksaan TTV, tekanan darah klien masih
dibawah normal sedangkan kadar hematokrit dan
hemoglobin normal.
A : data subjektif dan objektif kurang memuaskan, masalah
belum teratasi keseluruhan.
P : intervensi dilanjutkan.
BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Tumor pada saluran sistem reproduksi wanita paling banyak terjadi
berada di ovarium dan endometrium. Mioma uteri adalah tumor otot rahim,
bersifat jinak dan tidak berbahaya. Sedangkan kista ovarium adalah tumor
ovarium berupa benjolan besar seperti balon yang berisis cairang yang
tumbuh di indung telur. Kedua jenis tumor ini lebih menyerang pada wanita
periode masa subur, usia diatas 40 tahun. Mereka merupakan pembunuh yang
diam-diam karena penderita tidak merasakan gejala apapun. Sudah banyak
wanita yang meninggal akibat penyakit tersebut didunia. Sehingga, kita
sebagai perawat memiliki peran yang sangat penting dalam peran educator
dan caregiver. Perawat berperan untuk mendeteksi dini terhadap Mioma utern
dan Kista ovarium untuk dapat terdiagnosa lebih awal dan mendapatkan
perawatan segera. Berbago pengetahuan kepada klien dapat memberikan
pemahaman sehingga mengurangi angka kejadian terhadap tumor ini.

Daftar Pustaka
Achadiat, C. (2003). Obsteri & Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran:
EGC.
ACOG. (2017, 09 06). Uterine Fibroids. Retrieved from www.acog.org:
https://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq074.pdf?dmc=1.
ALODOKTER. (2017, 09 02). Retrieved from /www.alodokter.com:
http://www.alodokter.com/miom.
Anne dkk. 2012. Prevalance, symptoms, and management of uterine fibroids: an
international internet-based survey of 21,746 women. 12:6. BMC Women’s
Health.
Can, J. O. (2015). The Management of Uterine Leiomyomas. SOGC CLINICAL
PRACTICE GUIDELINE, 157-178.
Dumaris dkk. 2013. Karakteristik Penderita Kista Ovarium yang Dirawat Inap di
Rumah Sakit ST Elisabeth Medan Tahun 2008-2012.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=131360&val=4108.
Diakses pada 6 September 2017.
Elica dkk. 2015. Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium Di Rumah Sakit
Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=322072&val=4108&title=KARAKTERISTIK%20%20WANITA
%20PENDERITA%20KISTA%20OVARIUM%20DI%20%20RUMAH
%20SAKIT%20VITA%20INSANI%20PEMATANG%20SIANTAR
%20TAHUN%202011-2013. Diakses pada 6 September 2017.
Hanan dkk. 2016. Prevalence and incidence of Uterine Fibroid at King Abdulaziz
University Hospital Saudi Arabia. 6(3):45-48. Clinical Medicine and
Diagnostics.
Harmanto, N. (2006). SHK : Ibu Sehat & Cantik dg Herbal. Jakarta: PT Elex
MMedia Komputindo Kelompok Gramedia.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-srirahayug-5147-2-
bab2.pdf. Diakses pada 7 September 2017 pukul 17.00
http://zakiah-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-115146-Kep.%20Reproduksi-
Asuhan%20Keperawatan%20Mioma%20Uteri.html. Diakses pada tanggal 5
September 2017 pukul 15.05
http://zakiah-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-115146-Kep.%20Reproduksi-
Asuhan%20Keperawatan%20Mioma%20Uteri.html. Diakses pada 3
September 15.00
https://books.google.co.id/books?
id=o7rIQ70xKjYC&pg=PA410&dq=mioma+uteri&hl=id&sa=X&ved=0ahU
KEwjYuoa5_f7VAhUEFJQKHVuzC18Q6AEILjAC#v=onepage&q=mioma
%20uteri&f=false. Diakses pada 6 September
https://books.google.co.id/books?
id=PVJ6pCnlsSEC&pg=PA94&dq=mioma+uteri&hl=id&sa=X&ved=0ahUK
EwjYuoa5_f7VAhUEFJQKHVuzC18Q6AEIKjAB#v=onepage&q=mioma
%20uteri&f=false. Diakses pada 6 September
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-srirahayug-5147-2-
bab2.pdf. Diakses pada 6 September
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25190/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=C6ADEBBB1FCB2974C04FC84881C4B673?
sequence=4. Diakses pada 6 September
http://eprints.ums.ac.id/20274/14/11._NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Diakses pada 6
September
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21363/Chapter
%20II.pdf?sequence=4. Diakses pada 6 September
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56152/Chapter
%20II.pdf?sequence=4. Diakses pada 6 September
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-ariastuti0-5245-1-
babi.pdf. Diakses pada 6 September
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-ikamerdeka-6744-2-
babii.pdf. Diakses pada 7 September 2017.
Kasdu, D. (2005). Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta: Puspa Swara.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Buletin
Jendela.
Linton, Adrianne Dill. 2012. Introduction to medical surgical nursing 5th edition.
St. Louis: Elsevier Sanders.
Manuaba, I. B. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Manuaba, I. B. (2000). Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi,
dan KB. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Manuaba, I. B. (2000). Kepaniteraan Klinik Obsterri & Ginekologi Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Manuaba, C. M. (2003). Pengantar Kuliah Bstertetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Manuaba, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: ECG.
https://books.google.co.id/books?id=KSu9cUd-
cxwC&pg=PA524&dq=mioma+uteri+adalah&hl=en&sa=X&redir_esc=y
#v=onepage&q=mioma%20uteri%20adalah&f=false. Diakses pada 4
September 2017.
Narula dkk. 2013. Overview of Benign and Malignant Tumors of Female Genital
Tract. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3(01), pp. 140-149.
National Uterine Fibroids Foundation. 2010.
http://www.nuff.org/health_statistics.htm. Diakses pada 4 September 2017.
Prawirohardjo, S., Wiknjosastro, H., Sumapraja, S. Ilmu kandungan. Edisi 2.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono; 2007
Springhouse. 1997. Medical-Surgical Nursing: Disorders and treatments. USA:
Elsevier.
Staff, M. C. (2011, 06 09). Mayo Clinic. Retrieved from www.mayoclinic.org:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/uterine-fibroids/home/ovc-
20212509.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Ramuan lengkap herbal taklukkan penyakit.
Jakarta: Pustaka Bunda. https://books.google.co.id/books?
id=MPZrWtgMZ98C&pg=PT166&dq=mioma+uteri+adalah&hl=en&sa=
X&redir_esc=y#v=onepage&q=mioma%20uteri%20adalah&f=false.
Diakses pada 4 September 2017.
Zakiah.2014. “Asuhan Keperawatan Kista Ovarium”.5 September 2017.
http://zakiah-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-115145-Kep.
%20Reproduksi-Asuhan%20Keperawatan%20Kista%20Ovarium.html.
Diakses pada 7 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai