Keperawatan Endokrin I
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Paratiroid
Oleh Kelompok 4 :
Nurfa Dwiki Fitriana (131511133079)
Zaenab (131511133101)
Rosiska Pangestu (131511133102)
Mitha Wulan Nuraini (131511133103)
Putra Madila (131511133106)
Aulathivali Inas Faravida (131511133109)
Ayik Yudi Ardianto (131511133111)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
SEMESTER GENAP
2017
Kata Pengantar
Segala Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Small Group Discussion Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Kelenjar Paratiroid sebagai tugas dalam
pembelajaran mata kuliah Endokrin I.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan sebaik mungkin. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang cukup
terbatas. Kami berharap makalah ini dapat memberi wawasan pada pembacanya.
Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan
untuk makalah ini supaya menjadi lebih baik. Kami memohon maaf apabila
terdapat kesalahan ejaan pada kata maupun penyusunan dalam makalah ini yang
tidak berkenan bagi para pembaca, selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Tim Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................i
Bab 1 Pendahuluan............................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................1
1.3. Tujuan.............................................................................................1
1.4. Manfaat..........................................................................................2
Bab 2 Tinjauan Pustaka.....................................................................................3
2.1. Anatomi dan Fisiologi....................................................................3
2.2. Hipoparatiroid................................................................................7
2.3. Hiperparatiroid.............................................................................30
Bab 3 Penutup.................................................................................................52
3.1. Kesimpulan..................................................................................52
Daftar Pustaka.................................................................................................53
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1
1. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi kelenjar paratiroid
2. Mahasiswa dapat memahami konsep teori dari hiperparatiroid dan
hipoparatiroid
3. Mahasiswa mampu memahami penyusunan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan paratiroid
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam
timus, bahkan berada dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala
dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de
Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang
terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior
kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak masing-masing
paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi, jaringan paratiroid
kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3
milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran
makroskopik lemak coklat kehitaman. Berat masing-masing kelenjar antara
25 30 mg dan berat keseluruhan sekitar 120 mg. Kelenjar paratiroid orang
dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang
mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma
dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid
(PTH). Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung
granula oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya Pada
manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu jumlah
sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang dan
manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih
belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama
yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon.
3
B. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid
hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur
kadar kalsium dalam darah. Hormon parathyroid berfungsi untuk
menstabilkan konsentrasi kalsium dalam darah. Apabila konsentrasi ion
kalsium dalam cairan ekstraseluler turun sampai dibawah normal ia akan di
rangsang pengeluaranya, begitupun sebaliknya, apabila konsentrasi ion
kalsium terlalu tinggi melampaui batas normal akan terjadi umpan balik
negatif yang menghambat sekresi hormon paratiroid.
4
Osteoblas dan osteosit membentuk suatu sistem sel yang saling
berhubungan satu sama lain, yang menyebar diseluruh permukaan tulang
kecuali sebagian permukaan kecil yang berdekatan dengan osteoklas.
Diantara membran osteositik dan tulang ada sedikit cairan tulang.
Membran osteositik nantinya akan memompa ion kalsium dari cairan
tulang ke cairan ekstrasel, menciptakan suatu konsentrasi ion kalsium di
dalam cairan tubuh hanya 1/3 dari konsentrasi kalsium di dalam CES.
Bila pompa osteositik sangat aktif, maka konsentrasi kalsium dalam
cairan tulang menjadi sangat aktif, sehingga konsentrasi kalsium di
dalam cairan tulang menjadi rendah dan kalsium fosfat yang nantinya
akan diabsorbsi dari tulang ke CES. Efek ini disebut osteolisis. Bila
pompa menjaditidak aktif, konsentrasi ion kalsium dalam cairan tulang
naik lebih tinggi dan garam-garam kalsium fosfat ditimbun lagi di dalam
matriks tulang.
Letak peran PTH dalam proses ini adalah pertama, membran sel
osteoblas dan osteosit memiliki protein reseptor untuk mengikat PTH.
PTH nantinya akan mengaktrifkan pompa kalsium dengan kuat sehinga
menyebabkan perpindahan garam-garam kalsium fosfat dengan cepat
dari cristal tulang amorf yang terletak dekat dengan sel. PTH diyakni
merangsang pompa ini dengan meningkatkan permeabilitas kalsium pada
sisi cairan tulang dari membran osteositik, sehingga mempermudah difusi
ion kalsium ke dalam membran sel cairan tulang. Selanjutnya pompa
kalsium di sisi lain dari membran sel memindahkan ion kalsium yang
tersisa ke dalam CES.
b) Fase Lambat Absorpsi Kalsium
Pada fase ini, yang berperan adalah Osteoklas. Walaupun pada
dasarnya osteoklas tidak memiliki membran reseptor untuk PTH. Aktifasi
sistem osteoklastik terjadi dalam dua tahap, yaitu:
1) Aktifasi yang berlangsung dengan segera dar osteoklas yang sudah
terbentuk
2) Pembentukan osteoklas baru
5
Kelebihan PTH selama beberapa hari biasanya menyebabkan sistem
osteoklastk berkembang dengan baik. Dan karena pengaruh rangsangan
PTH yang kuat, oleh karena itu pertumbuhan in berlanjut terus-menerus
selama berbulan-bulan. Setelah kelebihan PTH selama berbulan-bulan
menyebabkan kelemahan tulang dan menimbulkan rangsangan sekunder
pada osteoblas untuk memperbaiki kelemahan tulang.
Salah satu pengatur absorbsi dan sekresi kalsium pada tulang adalah
PTH. Bila konsentrasi kalsium CES turun dibawah normal, kelenjar
paratiroid langsung dirangsang untuk meningkatkan produksi PTH.
Hormon ini nantinya bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan
resorbsi kalsium dari tulang sehingga sejumlah besar kalsium dilepaskan
dari tulang ke CES untuk mempertahankan keseimbangan kalsium. Bila
konsentrasi ion klasium pada CES menurun, maka sekresi PTH akan
diturunkan pula dan hampir tidak akan terjadi resorbsi. Dan produksi
kalsium yang berlebihan tadi nantinya akan dideposit ke tulang dalam
rangka pembentukan tulang yang baru.
Tulang sebernarnya tidak mempunyai persediaan kalsium yang
banyak. Dalam jangka panjang, asupan kalsium ini harus diimbangi
dengan ekskresi kalsium oleh traktus gastrointestinal dan ginjal.
Pengaturan absorbsi kalsium ini adalah PTH. Jadi PTH mengatur
konsentrasi kalsium melalui 3 efek :
a. Dengan merangsang resorbsi tulang
b. Dengan merangsang aktifitas vitamin D, yang nantinya akan
meningkatkan reabsorbsi kalsium pada gastrointestinal
c. Dengan meningkatkan secara langsung reabsorbsi kalsium oleh
tubulus ginjal
2.2. Hipoparatiroid
A. Definisi
Hipoparatiroidisme adalah suatu gangguan pada kelenjar paratiroid yang
disebabkan karena hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar
paratiroid (Hotma Rumahorbo, 1999: 81). Hipoparatiroid terjadi akibat
hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga
6
menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor. Serum kalsium
menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meningkat (9,5-12,5 mg%).
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid
atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital).
Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid
yang tidak adekuat. Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya
sering sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar
paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi
ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang
penyebab spesifik tidak dapat diketahui. ( www.endocrine.com )
B. Etiologi
Penyebab hipoparatiroidisme paling sering terjadi adalah sekresi hormon
paratiroid yang kurang adekuat. Penyebab paling umum dari
hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar paratiroid hilangnya
jaringan paratiroid. Terdapat tiga penyebab yang paling utama dari pasien
dengan hipoparatiroid.
7
2) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat konginetal atau didapat
(acquired)
8
dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan
adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita
hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa,
kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.
c. Hipoparatiroid Pascabedah
Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau
paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau
esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya
sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme
karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi
bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum
harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga
bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun
tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.
C. Patofisiologi
Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium
dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat
serum meninggi (bisa sampai 9,5-12,5 mgr%).
Berdasarkan etiologi dari hipoparatiroid, penyakit ini disebabkan oleh 3
hal yaitu dikarenakan post operasi seperti operasi pengangkatan kelenjar
paratiroid dan operasi total tiroidektomi , penyakit autoimun yang idiopatik
dan juga penyebab kongenital dari bayi yang diturunkan oleh ibunya saat
kelahiran.
Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon
paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi.
Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid
dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi
sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total
tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan
9
paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama)
sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat.
Pengangkatan kelenjar paratiroid ini dapat menyebabkan malfungsi kelenjar
paratiroid sehingga sekresi hormon paratioid menjadi berkurang.
Penyakit autoimun juga dapat menyebabkan sel imun menyerang sel
kelenjar paratiroid dan menyebabkan sel rusak dan sekresi hormon
paratiroid menjadi berkurang. Hipoparatiroid juga dapat diturunkan saat
kelahiran. Ibu hamil yang mengalami hiperpartiroid mengalami
hiperkalsemia yang menyebabkan pertumbuhan kelenjar paratiroid pada
bayi tidak berkembang dengan baik. Arkus brakialis III dan IV gagal
berkembang dengan baik. Kegagalan pertumbuhan kelenjar paratiroid ini
menyebabkan kelenjar paratiroid yang terbentuk menjadi kecil atau bahkan
tidak tumbuh sama sekali. Sekresi hormon paratiroid menjadi kecil dan bayi
menderita hipoparatiroid.
Pada penderita hipoparatiroid, regulasi kalsium dalam sel tubuh menjadi
tidak seimbang. Absorbsi kalsium dari makanan melalui usus menjadi
tinggi, absorbsi kalsium pada tulang menurun, dan terjadi peningkatan
ekskresi kalsium melalui ginjal. Potensial membran pada sel-sel pernafasan
dan sel jantung menjadi terganggu, sehingga mengganggu ativitas saraf.
Gejala umum yang terjadi penderita hipoparatiroid adalah gejala tetanus
yang disebabkan tingginya impuls saraf ke otot rangka dan menyebabkan
kontraksi tetanik otot. Hal ini terutama menyebabkan resiko cedera pada
penderita hipoparatiroid
10
D. WOC (Web of Caution)
11
E. Manifestasi Klinis
12
Gejala yang terjadi pada penderita hipoparatiroid kurang lebih hampir
sama seperti hipokalsemia, yang meliputi kelumpuhan pada bibir dan
tangan, tetanus, carpopedal spasms ( Trosseaus sign), Cvosteks sign, kram
otot dan abdomen, dan perubahan psikologi. Tanda trousseau dianggap
positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat
penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset
tensimeter. Tanda Chvostek menujukkan hasil positif apabila pengetukan
yang dilakukan secara tiba-tiba didaerah nervous fasialis tepat di kelenjar
parotis dan disebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan
kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Manifestasi klinik kronisnya meliputi letargi, perubahan personiltitas,
ansietas, pandangan yang memburam disebabkan oleh katarak. Pada EKG
juga mungkin terdapat pemanjangan QT interval dan gelombang T abnormal
Secara rinci, gejala hipokalsemia meliputi dibawah ini :
a. Paresthesia di daerah ekstrimitas dan sekitar mulut
b. Perubahan mood (sensitif, ansietas, dan depresi)
c. Disfungsi kognitif (kabut otak, dan ketidakmampuan dalam
berkonsentrasi)
d. Pelupa, masalah dalam mengingat
e. Tetanus (spasme otot)
f. Nyeri di otot dan tulang
g. Kesulitan menelan dan berbicara
h. Pusing, mual dan kelemahan
Dalam jangka waktu yang lama, penderita hipoparatiroid akan mengalami
a. Dental problems
b. Rambut kering dan kuku rapuh
c. Katarak
d. Penyakit ginjal, batu ginjal
e. Kalsifikasi jaringan
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa hipoparatiroid dilihat dari gejala yang timbul, riwayat
kesehatan, dan pemeriksaan klinik. Tes darah dilakukan untuk menegakkan
diagnosa jika hasil pemeriksaan menunjukkan kadar PTH dan kalsium yang
rendah, namun kadar fosfor yang tinggi. Tes urin dilakukan untuk melihat
kadar kalsium pada urin. Biasanya hasil menunjukkan kadar kalsium yang
tinggi.
13
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
komplikasi yaitu EKG. Alat ini merekan aktivitas kelistrikan jantung. Pada
klien hipoparatiroid, EKG akan menunjukkan aritmia. Ophthalmologic
dapat dilakukan untuk pemeriksaan adanya katarak maaupun tidak.
Food and Drug Administration (FDA) telah mengakui kegunaan dari
sistetis PTH, yaitu teriparatide sebagai diagnosa untuk membedakan antara
hipoparatiroid dengan pseudohipoparatiroid.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari hipoparatiroid bertujuan untuk meningkatkan kadar
kalsium kembali normal tanpa menyebabkan hiperkalsium. Beberapa faktor
seperti riwayat kesehatan sekarang, gejala yang timbul, usia individu, dan
kesehatan menyeluruh perlu diperhatikan dalam menentukan
penatalaksanaan. Terapi primer yang digunakan yaitu mengonsumsi kalsium
dsn vitamin D, seperti calcitriol atau alfacalcidol untuk mengembalikan
kadar kembali normal.
Tes darah juga dilakukan untuk memonitor kadar kalsium dalam darah.
Makanan-makanan yang mengandung kalsium tinggi dapat digunakan,
selain obat-obatan. Susu, keju, brokoli, kubis, kedelai, tahu, kacang-
kacangan, roti, ikan seperti sarden mengandung banyak kalsium.
Peningkatan fosfor pada hipopotiroid juga perlu diturunkan. Menghindari
makanan yang mengandung fosfor dapat mengembalikan kadarnya kembali
normal. Hot dog, soda, dan fizzy drinks merupakan makanan/minuman yang
mengandung fosfor.
Kadar kalsim yang terlalu rendah dalam darah, dapat diberika kalsium
melalui infus. Namun perlu diperhatikan kelistrikan jantung, terutama ritme
jantung. Kadar kalsium yang kembali normal, dapat dilanjutkan dengan
penatalaksanaan menggunakan makanan.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
i. Anamnesa
a. Data Demografis
Identitas klien yang perlu diketahui seperti nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku/bangsa, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan.
b. Keluhan utama
14
Klien dengan hipoparatiroid sering mengeluhkan mengalami sensasi
kebar pada jari kaki atau tangan dan sekitar mulutnya (paraesthesia),
spasme otot, tetany, lemah, lemas, cemas/gelisah, disorientasi dan pusing.
Keluhan lain yang mungkin dirasakan adalah kulit kering, rambut rontok,
kuku mudah patah, dan sakit perut.
Klien dengan hipoparatiroid kronik akan mengeluhkan sulit bernafas
(dyspnea) karena spasme otot pada laring (laryngospasm) dan bronki
(bronchospasm). Pandangan kabur akibat katarak.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji perjalanan penyakit, sejak kapan, sudah berapa lama timbul
gejala/keluhan sampai datang ke rumah sakit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah melakukan operasi pengangkatan kelenjar
hipoparatiroid, penyakit autoimun, terapi radiasi pada leher karena tumor,
dan congenital hipoparatiroid.
e. Riwayat Keluarga
Kaji anggota keluarga klien yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit yang sama oleh klien.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan pola nafas b.d. bronkospasme dan spasme laring
b) Intoleransi aktivitas b.d. ketidakefektifan perfusi jaringan
c) Resiko Jatuh b.d. kejang tetanik dengan penurunan kesadaran
15
3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC EVALUASI
Manajemen Ventilasi
Mekanik: Non Invasif
a. Monitor kondisi klien
yang terpasang
ventilasinon invasive
b. Memberikan
informasi kepada klien
mengenai rasionalitas
penggunaan Ventilasi
Non-Invasif
c. Menempatkan paien
pada posisi semi fowler
Intoleransi Dalam waktu ...x24 1. Terapi aktivitas a. Klien
16
Aktivitas jam, klien dapat (5880) mengatakan tidak
Domain 4: a. Bantu klien untuk
mencapai outcomes: lagi merasakan
Aktivitas/Istirahat 1. Toleransi terhadap memilih aktivitas dan
kelelahan
Kelas 4: Respons
aktfitas (0005) : pencapaian tujuan b. Klien dapat
kardiovaskuler/ 2. Tingkat
melalui aktivitas yang melakukan aktivitas
pulmonal ketidaknyamanan
konsisten dengan dengan baik
(2109): c. Klien tidak
kemampuan fisik,
3. Tingkat kelelahan
merasa terganggu
fisiologis, dan sosial.
(0007) :
b. Bantu klien untuk dengan keadaannya
mengidentifikasi dan
memperoleh sumber-
sumber yang diperlukan
untuk aktivitas-aktivitas
yang diinginkan.
c. Bantu klien dan
keluarga untuk
mengidentifikasi
kelemahan dalam level
aktivitas tertentu.
2. Peningkatan tidur
(1850)
a. Tentukan pola
tidur/aktivitas pasien.
b. Monitor/catat pola
tidur pasien dan jumlah
jam tidur.
c. Sesuaikan lingkungan
(misalnya cahaya,
kebisingan, suhu, kasur,
dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur.
d. Mulai/terapkan
langkah-langkah
kenyamanan seperti pijat,
17
pemberian posisi, dan
sentuhan afektif.
e. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.
Resiko Jatuh Dalam waktu ...x24 Pembatasan Area a. Klien
Domain 11.
jam klien dapat (6420) mengatakan tidak
a. Gunakan alat
Keamanan/
mencapai outcomes: mengalami
pelindung dan tindakan
Perlindungan
b. Sediakan bagi pasien kebingungan
Kelas 2. Cidera
b. Klien
Fisik 1. Terjadinya Jatuh kebutuhan fisik dan
(1912) mengatakan tidak
keamanan dengan cara
2. Tindakan mengalami
Pencegahan Jatuh yang tepat
(1909) c. Monitor respon pasien kehilangan
terhadap prosedur kesadaran
d. Berikan umpan balik c. Klien dapat
segera mengenai perilaku melakukan aktivtas
yang tidak tepat dari dengan baik dan
klien normal
Peningkatan Latihan :
Peregangan (0202)
1. Instruksikan untuk
mulai latihan rutin pada
kelompok otot-otot atau
sendi secara bertahap
2. Instruksikan untuk
perlahan-lahan
meregangkan otot-otot
sendi ke titik peregangan
penuh
3. Kolaborasi dengan
anggota keluarga dalam
perencanaan, pengajaran,
dan pemantauan rencana
18
latihan
4. Monitor toleransi
latihan
19
Klien pernah operasi pengambilan kelenjar paratiroid 2 bulan yang lalu
karena tumor kelenjar paratiroid.
Riwayat Keluarga
Tidak ada.
ii. Pemeriksaan Fisik
B1 Breath
Inspeksi : pergerakan dada simetris, RR: 25, retraksi iga (-), bibir
pucat, wajah kebiruan
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : perkusi dada sonor
Auskultasi : wheezing, ekspirasi memanjang.
B2 Blood
TD: 110/70, RR: 25 HR: 60, sianosis, CRT > 2 detik
B3 Brain
Normal tidak ada masalah
B4 Bladder
Tidak ada masalah
B5 Bowel
Normal tidak ada masalah
B6 Bone
Kebas pada jari kaki dan tangan
3. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Hipoparatiroid Intoleransi Aktivitas
Klien mengeuhkan
Absorbsi Ca di tulang turun
sesak nafas, lemah,
lemas, dan pusing. Hipokalsemia
DO : Permeabilitas membrane
- TD: 110/70
turun
- RR: 25
- Klien terlihat sangat
Kontraksi otot jantung turun
lemas
COP turun
Intoleransi Aktivitas
DS : Hipokalsemia Ketidakefektifan pola
Klien mengeluh sesak
napas
Potensial membrane
nafas
DO : terganggu
- RR: 25
- Pemeriksaan fisik Potensial aksi mudah terjadi
20
menunjukkan bibir
Impuls saraf ke sal. Napas
pucat, wajah kebiruan,
meningkat
sianosis pada jari-jari,
CRT > 2 detik Bronkospasme dan spasme
laring
Sesak napas
Ketidakefektifan pola napas
DS : Hipokalsemia Risiko cedera
Klien mengatakan
Kadar kalsium turun, fosfat
sering mengalami kebas
meningkat
(tingling) pada, jari-jari
kaki maupun tangan Potensial aksi terganggu
dan sekitar mulut
Impuls saraf ke otot rangka
meningkat
DO :
- kadar kalsium 6,5 Kontraksi tetanik otot
mg/dl
Kejang tetani biasanya
- kadar fosfor 5,9 mg/dl
disertai penurunan
kesadaran
Risiko cedera
4. Diagnosa Keperawatan
a) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan cardiac output menurun
5. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC
Intoleransi aktivitas Dalam waktu 2x24 jam, 1. Terapi aktivitas
(00092) klien dapat mencapai (5880)
Domain 4: a. Pertimbangkan
outcomes:
21
Aktivitas/Istirahat Toleransi terhadap komitmen klien untuk
Kelas 4: Respons
aktfitas (0005) : meningkatkan
kardiovaskuler/pulmonal 1. Saturasi oksigen
frekuensi dan jarak
ketika beraktifitas
aktivitas.
{SaO 2 normal : 95% b. Bantu klien untuk
-100% memilih aktivitas dan
2. Frekuensi nadi ketika
pencapaian tujuan
beraktifitas {Nadi
melalui aktivitas yang
normal : 60-
konsisten dengan
100x/menit}
kemampuan fisik,
3. Frekuensi pernapasan
fisiologis, dan sosial.
ketika beraktifitas
c. Bantu klien untuk
{RR normal: 16-
mengidentifikasi dan
20x/menit}
memperoleh sumber-
4. Kemudahan bernapas
sumber yang
ketika beraktifitas
diperlukan untuk
Tingkat
aktivitas-aktivitas yang
ketidaknyamanan
diinginkan.
(2109): d. Bantu klien dan
1. Stres
keluarga untuk
2. Tidak dapat
mengidentifikasi
beristirahat
3. Sesak napas kelemahan dalam level
4. Merasa kesulitan
aktivitas tertentu.
bernapas e. Instruksikan klien dan
Tingkat kelelahan
keluarga untuk
(0007) :
mempertahankan
1. Kelelahan
2. Kualitas istirahat fungsi dan kesehatan
3. Kualitas tidur
terkait peran dalam
beraktivitas secara
fisik, sosial, spiritual,
dan kognisi.
2. Peningkatan tidur
(1850)
a. Tentukan pola
22
tidur/aktivitas pasien.
b. Monitor/catat pola
tidur pasien dan
jumlah jam tidur.
c. Monitor pola tidur
pasien, dan catat
kondisi fisik (misalnya
apnea tidur, sumbatan
jalan napas,
nyeri/ketidaknyamanan
, dan frekuensi buang
air kecil) dan/atau
psikologis (misalnya,
ketakutan/kecemasan)
keadaan yang
mengganggu tidur.
d. Sesuaikan lingkungan
(misalnya cahaya,
kebisingan, suhu,
kasur, dan tempat
tidur) untuk
meningkatkan tidur.
e. Mulai/terapkan
langkah-langkah
kenyamanan seperti
pijat, pemberian posisi,
dan sentuhan afektif.
f. Bantu meningkatkan
jumlah jam tidur, jika
diperlukan.
g. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur.
23
DIAGNOSA NOC NIC
Ketidakefektifan Pola Dalam waktu 2x24 jam Monitor Tanda-Tanda
Nafas klien dapat mencapai Vital (6680)
outcomes: a. Monitor tekanan darah
Domain 4:
saat pasien berbaring,
Aktivitas/Istirahat Status Pernafasan:
duduk, dan berdiri
Ventilasi (0415)
Kelas 4: Respon sebelum dan setelah
1. Frekuensi nafas normal
Kardiovaskular/Pulmonal, perubahan posisi.
2. Tidak ada suara nafas
00032) b. Monitor tekanan
tambahan saat di
darah, denyut nadi,
aukstultasi (misalnya
dan pernapasan
Cheyne-Stokes,
sebelum, selama, dan
Kussmaul, Biot,
setelah beraktivitas
apneustic, ataksia, dan
dengan tepat.
bernapas berlebihan)
c. Monitor irama dan
tekanan jantung.
Status Pernafasan:
d. Monitor irama dan laju
Kepatenan Jalan Nafas
pernapasan (misalnya
(0410)
kedalaman dan
1. Frekuensi Nafas
kesimetrisan).
Normal
2. Irama Pernafasan e. Monitor pola
Normal pernapasan abnormal
(misalnya Cheyne-
Stokes, Kussmaul,
Biot, apneustic,
ataksia, dan bernapas
berlebihan).
f. Monitor sianosis
sentral dan perifer.
Manajemen Ventilasi
Mekanik: Non Invasif
a. Monitor kondisi klien
24
yang terpasang
ventilasinon invasive
b. Memberikan informasi
kepada klien mengenai
rasionalitas
penggunaan Ventilasi
Non-Invasif
c. Menempatkan paien
pada posisi semi
fowler
Risiko Jatuh (00155) Dalam waktu 2x24 jam Pembatasan Area (6420)
a. Gunakan alat
Domain 11. klien dapat mencapai
pelindung dan
Keamanan/Perlindungan outcomes:
tindakan
Kelas 2. Cidera Fisik
Terjadinya Jatuh b. Sediakan bagi pasien
(1912) kebutuhan fisik dan
1. Klien mampu berdiri
keamanan dengan cara
dengan baik
2. Klien mampu berjalan yang tepat
c. Monitor respon pasien
tanpa jatuh
3. Klien tidak terjatuh terhadap prosedur
d. Berikan umpan balik
dari bed ketika tidur
segera mengenai
Tindakan Pencegahan perilaku yang tidak
Jatuh (1909) tepat dari klien
1. Klien mampu
menggunakan alat Pengaturan Posisi (0840)
a. Tempatkan klien di
pengaman untuk
atas tempat tidur
mencegah jatuh
2. Klien mempunyai terapeutik
b. Tempatkan klien dalam
ketinggian tempat
posisi terapeutik yang
tidur sesuai yang
sudah dirancang
dibutuhkan c. Imobilisasi/sokong
25
bagian tubuh yang
terkena dampat dengan
tepat
d. Jangan menempatkan
klien pada posisi yang
bisa meningkatkan
nyeri
Peningkatan Latihan :
Peregangan (0202)
a. Instruksikan untuk
mulai latihan rutin
pada kelompok otot-
otot atau sendi secara
bertahap
b. Instruksikan untuk
perlahan-lahan
meregangkan otot-otot
sendi ke titik
peregangan penuh
c. Kolaborasi dengan
anggota keluarga
dalam perencanaan,
pengajaran, dan
pemantauan rencana
latihan
d. Monitor toleransi
latihan
6. Evaluasi
a) S : Klien mengatakan tidak lagi merasakan kelelahan
O : Klien menampakkan raut muka tidak sedang kelelahan dan mampu
menjalani kegiatan dengan baik
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
26
P : Intervensi diberhentikan
b) S : Klien mengatakan tidak mengalami sesak napas
O : Klien tidak mengalami sianosis, tanda-tanda vital normal
A : Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
c) S : Klien mengatakan tidak merasa kebingungan dan tidak mengalami
kehilangan kesadaran
O : Klien mampu menanggapi pertanyaan dengan baik, dan menjalani
aktivitas dengan normal
A :Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan
P : Intervensi diberhentikan
2.2. Hiperparatiroid
27
Kelenjar paratiroid (PTH) bertanggung jawab mempertahankan kadar
kalsium ekstraseluler dalam darah selama sekresi hormon paratiroid.
Hiperparatiroidisme adalah penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon
paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek
utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan
kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks
tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan
produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika
kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi
primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005)
Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang
tiap tahunnya. Wanita yang berusia 50 tahun lebih, memiliki faktor risiko 2
kali lebih besar daripada pria. Di Amerika Serikat prevalensinya mencapai
100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahunnya.
Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berusia
60 tahun lebih, sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme.
Hiperparatiroidisme primee merupakan salah satu dari 2 penyebab
tersering hiperkalsemi, penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini
dapat terjadi pada semua usia, tetapi yang tersering adalah pada dekade 6 dan
wanita lebih sering 3 kali dibandingkan laki-laki. Sekitar 85% dari kasus
hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15%
lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh
paratiroid karsinoma. (Smeltzer& Bare, 2002)
Di Indonesia hanya sebagian masyarakat yang mengetahui mengenai
hiperparatitoid dan sebagiannya bahkan tidak mengetahui penyakit ini.
Sehingga kadang terjadi salah penanganan pada penderita hiperparatiroid.
Sehingga sangat penting untuk mengetahui tentang hipoparatiroid ini.
Dengan makalah ini diharapkan membantu masyatakat memahami
hiperparatiroid dan gangguannya agar masyarakat lebih waspada waspada dan
tahu cara penanganannya
28
A. Definisi
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh
kelenjar paratiroid, yang ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan
terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium (Brunner & Suddath,
2001).
Hiperparatiroid merupakan produksi berlebihan dari kelenjar paratiroid
yang mengakibatkan level kalsium di darah meningkat. Peningkatan ini
salah satunya disebabkan oleh karena tumor kelenjar paratiroid. Akibatnya,
reabsorpsi tulang distimulasi sehingga kadar kalsium dalam serum tinggi.
Kadar fosfat serum yang rendah menyertai kadar hormone paratiriod yang
tinggi sehingga tulang menjadi rapuh dan lemah. (Better Health Channel,
2013).
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan
sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi
hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion
kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan
konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan
fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal,
dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan
phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya
terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005,
section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar
paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada
pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang
tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa
mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus
mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam
darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)
Hiperparatiroid dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu :
29
a. Hiperparatiroid Primer, adalah penyakit endokrin yang ditandai dengan
hipersekresi hormon. Sederhananya, hiperparatiroid primer adalah
hiperparatiroid yang disebabkan oleh karena kelenjar paratiroid itu
sendiri.
b. Hiperparatiroid sekunder, merupakan kondisi yang terjadi akibat dari
stimulasi faktor eksternal terhadap kelenjar paratiroid untuk
meningkatkan sekresi PTH. Simpelnya, hiperparatiroid sekunder adalah
hiperparatiroid yang disebabkan oleh kerusakan organ lain. Pada
hiperparatiroid sekunder tidak akan pernah ditemukan peningkatan serum
kalsium. Hal ini merupakan konsekuensi dari kondisi hipoparatiroid
kronis. Pada kondisi ini, hormon paratiroid bekerja pada tulang dan dapat
menyebabkan penyakit tulang yang parah. Biasanya terjadi pada pasien
gagal injal dan pasien dengan diet rendah vitamin D (riketsia), serta pada
pasien hemodialisis.
c. Hiperparatiroid Tersier, adalah sekresi berkelanjutan dari jumlah
hormon paratiroid yang banyak setelah terjadi hiperparatiroid sekunder
yang berkepanjangan. Pada hiperparatiroid tersier biasanya terdapat
hiperplasia asimetris pada kelenjar paratiroid. Dapat juga terjadi setelah
transplantasi ginjal.
B. Etiologi
a) Hiperpartiroid Primer
1) Adenoma pada salah satu kelenjar paratiroid, penyebab tersering sekitar
85%.
2) Hipertrofi pada keempat kelenjar paratiroid (hyperplasia paratiroid) dan
edenoma multiple sekitar 15%.
3) Karsinoma pada kelenjar palatiroid sekitar <1%.
4) Radiasi ionisasi secara eksternal pada leher dengan presentasi yang
minimal.
5) Mendapatkan terapi garam lithium (untuk psikosis), dapat menyebabkan
overakrif kelenjar paratiroid, dengan aktivitas yang berlebihan tetap
muncul meskipun setelah pemutusan pengobatan (terapi).
6) Hiperfungsi paratiroid akibat genetis, sekitar 20%.
30
b) Hiperparatiroid Sekunder
1) Gagal ginjal kronis, merangsang produksi hormone paratiroid yang
berlebih salah satunya hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D
karena hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan
hyperplasia paratiroid yang akhirnya berkembang menjadi
hiperparatiroid sekunder.
2) Kurang efektifnya PTH pada beberapa penyakit (defisiensi vitamin D,
kelainan gastrointestinal).
3) Malabsorpsi, pada kelainan hapto bilier.
4) Kegagalan satu atau lebih komponen dari mekanisme homeostatic
kalsium
5) Mestastase kanker prostat
6) Hungry Bone Syndrome
7) Genetik
c) Hiperpatiroid Tersier
1) Perubahan fungsi otonom jaringan paratiroid yaitu hiperparatiroidisme
Hypercalcemic
2) Hiperparatiroid sekunder yang berlangsung lama
3) Penyakit ginjal kronis yang berlangsung lama
4) Gejala hipokalsemia yang lama (basanya akibat gagal ginjal kronis),
menyebabkan kelenjar paratiroid menjadi hyperplasia, sekresi yang
berlebihan dari PTH dari kelenjar paratroid menghasilkan hiperkalsemia
(Taniegra, 2004).
C. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH
terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan
resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi
eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3
aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari
makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia
kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis
darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
31
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal
dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang
sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya
resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang
lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung.
(Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang
langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal,
dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion
kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau
hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan
dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan
absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
32
E. Manifestasi Klinis
33
Secara umum, manifestasi klinis dari hiperparatiroid terbagi menjadi
gangguan psikologis dan neurologis , gangguan gstrointestinal, gangguan
ginjal dan tulang. Gangguan neurologis yang mungkin terjadi ialah pasien
mengalami letargi, fatigue/pusing, penurunan tingkat kesadaran,
disorientasi, stupor bahkan koma. Selain itu, pasien akan mengalami
perubahan personalitas, dan penurunan tingkat memori dan paresthesia atau
depresi. Pada gastrointestinal, gejala yang terjadi adalah nausea, vomiting,
anoreksia atau hilangnya nafsu makan dan konstipasi.
Pada gangguan ginjal, gejalanya adalah poliuria, rasa haus yang
berkepanjangan, hingga gagal ginjal kronis. Sedangkan kelainan pada
tulang, yang disebabkan oleh terjadinya hiperkalsemia, gejala yang muncul
diantaranya adalah kelemahan otot, atropi otot terutama pada bagian kaki,
hiporefleksia, dan kelainan bentuk pada tulang skeletal panjang. Biasanya
akan terjadi keroposan pada tulang disebabkan oleh retensi kalsium dan
meningkatknya laju reabsorbsi tulang yang berlebihan.
Selain empat hal tersebut, pasien dengan hiperparatiroid juga akan terjadi
aritmia jantung, hipertropi ventrikel kiri dan hipertensi. Komplikasi yang
mungkin terjadi jika gejala-gejala yang muncul tidak segera diobati, yaitu
meliputi osteoporosis, dan osteopenia, patah tulang, batu ginjal, peptic ulcer,
pankreatitis, dan gangguan sistem saraf.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Diagnostik
Fungsi kelenjar paratiroid adalah mengatur jumlah kalsium dalam
darah. Normalnya, ketika kadar kalsium dalam darah tinggi, maka
produksi hormon paratiroid (PTH) menurun/berhenti dan sebaliknya.
Namun, apabila ditemukan kadar kalsium yang tinggi dan diikuti dengan
kadar hormone paratiroid yang tinggi, maka kelenjar paratiroid mengalami
kerusakan, contohnya tumor pada kelenjar paratiroid. Hal ini yang menjadi
patokan oleh tenaga kesehatan untuk mendiagnosa hiperparatiroid, yaitu
dengan melakukan pemeriksaan kadar PTH dan kalsium dalam darah.
34
Seseorang secara tidak sengaja terdiagnosa hiperparatiroid ketika
melakukan pemeriksaan lab darah. Penemuan kadar kalsium yang tinggi
pada pemeriksaan lab, akan dilakukan pemeriksaan ulang kadar kalsium
dan hormon paratiroid.
35
4. EKG (Electrocardiogram), pada EKG ditemukan short PR/QT Interval
pada klien hiperparatiroid yang bermanifestasikan kadar kalsium tinggi
dalam darah. J waves juga dapat ditemukan pada beberapa kasus.
5. 25-hydroxy-vitamin D blood test digunakan untuk mengukur kadar
vitamin D dalam darah. Hiperparatiroid primer dapat mengalami
kekurangan vitamin D, sehingga test ini dapat digunakan.
G. Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus klien hiperparatiroid akibat tumor kelenjar
paratiroid. Penatalaksanaan yang dilakukan dengan tindakan pembedahan,
yaitu pengambilan kelenjar paratiroid. Tubuh memiliki empat kelenjar
paratiroid, sehingga pengambilannya yang mengalami kerusakan (tumor)
dan menyebabkan produksi hormon yang berlebihan. Sebelum operasi,
dilakukan imaging test untuk menentukan lokasi kelenjar yang mengalami
tumor.
Klien yang mengalami hiperparatiroid tetapi tidak menunjukkan gejala,
kenaikan kalsium tidak terlalu tinggi (signifikan), dan organ ginjal dan
tulang tidak ada kerusakan tidak perlu untuk dilakukan operasi pengambilan
kelenjar paratiroid. Penatalaksanaan hanya melakukan cek kesehatan secara
rutin monitor kadar kalsium dan kepadatan tulang, minum banyak untuk
mencegah pembentukan batu ginjal, olahraga teratur, dan tidak
mengkonsumsi obat diuretik, Tetapi, jika penyebab kenaikan PTH adalah
tumor, maka akan memburuk dengan bertambahnya waktu
Terdapat penatalaksanaan hiperparatiroid dengan obat, yaitu
Calcimimetics. Kerja dari obat ini adalah dengan mematikan produksi
hormon PTH. Penerapan pada klien dengan hyperparathyroidism secondary
pada gagal ginjal dengan dialysis dan primary hyperparathyroidism akibat
kanker. Penggunaan oabt calcimimetics diperlukan pembahasan lebih lanjut
dengan dokter.
H. Asuhan Keperawatan
1. Anamnesa
36
a) Data Demografis
Identitas klien yang perlu diketahui seperti nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku/bangsa, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan.
b) Keluhan Utama
Klien dengan hiperparatiroid lemah, lemas, nafsu makan kurang, kurang
tidur, mual, muntah, konstiasi, mudah lupa, depresi, bingung, haus,
sering BAK, dan nyeri pada tulang.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji perjalanan penyakit sejak kapan, sudah berapa lama timbul
gejala/keluhan sampai datang ke rumah sakit.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien memiliki riwayat tumor, terapi radiasi pada leher, gagal
ginjal, atau masalah dalam penyerapan nutrisi.
e) Riwayat Keluarga
Kaji apakah anggota keluarga klien memiliki penyakit yang berhubungan
dengan penyakit klien.
2. Pemeriksaan Fisik
37
demensia 7. Hipokalsemia
5. Lesu, delirium, koma
6. Kelemahan otot
7. gangguan gerak,
parkinsonisme
5 Lainnya : - limfadenopati penyakit granulomatosa,
kepala, telinga, kanker paratiroid, adenoma
mata, hidung, paratiroid besar
dan tenggorokan
6 Optalmologi 1. Katarak 1. Hipokalsemia
2. Band keratopathy 2. Hiperkalsemia
3. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan otot
b. Resiko cedera b.d Fraktura tulang
c. Nyeri akut b.d Demineralisasi tulang
d. Konstipasi b.d Peningkatan motilitas usus
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Mual dan muntah
f. Perubahan pola eliminasi urine b.d Pembentukan batu ginjal
g. Nyeri akut b.d Nefrolithis
h. Resiko penurunan perfusi jaringan b.d Aritmia jantung, peningkatan
kadar Ca di jantung
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi umum terkait diagnosa keperawatan pada klien dengan
hiperparatiroid dapat disesuaikan dengan kondisi klien dan berdasarkan
buku panduan NOC-NIC atau panduan yang lain.
INTERVENSI RASIONAL
1. Memonitor tanda-tanda vital Untuk mengetahui kondisi
hemodinamik pasien
2. Kolaborasi pemberian cairan dan Untuk tetap menjaga keseimbangan
mempertahankan catatan intake- cairan tubuh serta mengurangi
output yang seimbang dan akurat pemberatan kerja ginjal
3. Berkolaborasi Tindakan bedah Untuk mengatasi adanya batu ginjal
sehingga memperbaiki saluran dan
38
pola eliminasi urine pasien
INTERVENSI RASIONAL
1. Mengkaji nyeri yang dirasakan Untuk mengetahui kondisi nyeri
pasien secara komprehensif dengan tepat dan menyeluruh
sehingga mampu menyusun
intervensi penanganan nyeri dengan
tepat.
2. Selalu menggunakan Untuk menjaga kepercayaan dengan
komunikasi teraupetik secara pasien, sehingga pasien mau
verbal maupun nonverbal di setiap menerima intervensi dengan tenang
pelaksanaan tindakan keperawatan dan nyaman
3. menganjurkan pasien untuk Untuk mengatasi tingkat nyeri secara
menggunakan teknik relaksasi dan non-farmakologi dan farmakologi,
berkolaborasi pemberian analgesic sehingga pasien dapat melaporkan
bila diperlukan nyeri yang terkontrol dengan
intensitas sesuai batas toleransi
pasien.
Intervensi yang lain dapat disesuaikan dengan kondisi pasien
2. Pengkajian
i. Anamnesa
39
a) Data Demografis
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Mulyorejo, Surabaya
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Nikah
b) Keluhan Utama
Klien mengeluhkan nyeri pinggang dan perut bagian bawah tapi tidak
bisa menjelaskan nyeri yang dirasakan. Klien juga sering mengeluh
mudah lelah dan terjadi kelemahan otot. Klien juga mengeluh susah
BAB.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluhkan nyeri pinggang, merasa mudah lelah, dan lemah otot
sejak 1 bulan yang lalu.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada.
e) Riwayat Keluarga
Tidak ada.
ii. Pemeriksaan Fisik
B1 Breath
Inspeksi : pergerakan dada simetris, RR: 22, takipnea
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : perkusi dada sonor
Auskultasi : vesikuler.
B2 Blood
TD: 140/80 mmHg, RR: 22
B3 Brain
Kurang konsentrasi
B4 Bladder
Mengalami konstipasi, nyeri abdomen
B5 Bowel
penurunan BB 7 kg
B6 Bone
Ny. D mengeluh mudah lelah karena terjadi kelemahan otot
3. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Hiperparatiroid Intoleransi Aktivitas
Klien mengatakan
Laju reabsorbsi tulang
sering merasa lelah.
40
meningkat
DO :
- RR 22x/menit Pertumbuhan osteoklas
- TD 140/80 mmHg
meningkat
- Frekuensi jantung
115 x/menit Demineralisasi tulang
- Kadar kalsium 17,3
Kelemahan otot
mg/dl
Mudah lelah
Intoleransi Aktivitas
DS : Peningkatan Ca di dalam Konstipasi
Klien mengeluh darah
kesusahan buang air
Potensial eksistasi
besar
neuromuscular turun
DO : Iritabilitas neuromuscular
-
turun
Hipotoni usus
Mobilitas dan peristaltic
usus turun
konstipasi
DS : Peningkatan Ca di dala Nyeri akut
m darah
Klien mengeluh nyeri
pinggang dan perut Peningkatan absorbsi
bagian bawah. kalsium di tubular ginjal
Deposit kalsium pada
DO :
Klien terlihat kesakitan parenkim ginjal
dan sering memegang
Nefhrolithiasis
perut bagian bawah dan
Batu ginjal terbentuk
pinggangnya.
Nyeri
4. Diagnosa Keperawatan
41
a. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung b.d Hipertensi akibat hiperkalsemia
jantung
b. Nyeri akut b.d pembentukan batu ginjal
c. Konstipasi b.d penigkatan motilitas usus akibat gangguan absorbsi di GI tract
d. Intoleransi aktivitas b.d demineralisasi tulang
5. Intervensi Keperawatan
Risiko Penurunan Perfusi Jaringan Jantung (00200)
Domain 4. Aktivitas/istirahat
Kelas 4. Respons kardiovaskular/pulmonal
OUTCOMES INTERVENSI
Perfusi Jaringan Kardiak Manajemen pengobatan (2380):
(0405) 1. Menentukan obat yang telah
Dalam waktu 5x24 jam setealah dieresepkan dengan tepat (obat
pelaksanaan intervensi, kontrol hipertensi dan kadar Ca
didapatkan data dari pasien darah)
2. Mengedukasi pasien dan keluarga
berupa:
terkait metode pemberian obat serta
Tekanan darah sistolik
efek obat yang di harapkan, beserta
pasien berada dalam
efek samping dari obat
kisaran normal (90-120 3. Mengkaji ulang nama, tanggal
mmHg) kadaluarsa, dosis dan jalur pemberian
Tekanan darah diastolic
obat.
pasien berada dalam 4. Memonitor tanda-tanda vital pasien
kisaran normal (60-80 sebelum dan sesudah pemberian obat
mmHg) 5. Memonitor secara ketat efek samping
Tidak terdapat takikardi obat, tanda dan gejala toksisitas
saat pengukuran TTV. 6. Memantau level serum darah secara
periodic yang telah terjadwal.
Pengajaran: Peresepan Diet (5614):
1. Mengkaji kebiasaan dan budaya
makan pasien secara detail.
2. Menjelaskan tujuan dari
dilaksanakannnya diet.
3. Meyakinkan pasien terkait manfaat
dari diet kontrol hipertensi dan rendah
kalsium yang memang dibutuhkan
42
pasien saat ini.
4. Menginstruksikan pasien untuk
menghidnari makanan yang telah
dilarang selama proses perawatan
5. Menginformasikan pada pasien terkait
interaksi obat dan diet yang diberikan
pada pasien
6. Menyampaikan informasi dari tenaga
kesehatan lain terkait diet kepada
pasien.
43
yang tidak dipengaruhi oleh rasa kebeutuhan nyeri.
nyeri
Pemberian Analgesik (2210):
1.Menentukan pilihan obbat analgesic
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
2.Memonitor tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
3.Mengevaluasi kefektifan pemberian
analgesic terhadap nyeri yang
dirasakan
Konstipasi (00011)
Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran
Kelas 2. Fungsi Gastrointestinal
44
OUTCOMES INTERVENSI
Eliminasi Usus (0501) Manajemen Konstipasi (0405):
Dalam waktu 2x24 jam setelah 1. Mengkaji dan memonitor gejala
pelaksanaan intervensi, didapatkan konstipasi dan bising usus
2. Menjelaskan pada pasien dan keluarga
data sebagai berikut:
tentang proses perncernaan yang
Pola eleminasi pasien normal
Pasien dapat melakukan proses normal
3. Mengkonsultasikan kebutuhan diet
defekasi dengan mudah dan tanpa
tinggi serat untuk pasien dengan tenaga
bantuan
Konstipasi dapat berkurang atau kesehatan lain
4. Menjelaskan rasionalisasi dan prosedur
tidak ada sama sekali
penetapan diet kepada pasien
5. Menginstruksikan pasien dan keluarga
Keseimbanagan Elektrolit (0606) untuk tetap memperhatikan jenis
Dalam waktu 2x24 jam setelah makanan yang akan di berikan harus
pelaksanaan intervensi, akan selaras dengan program diet
didapatkan hasil: 6. Memberikan dukungan asupan cairan
45
Intoleransi Aktifitas (00092)
Domain 4. Aktivitas/Istirahat
Kelas 4. Respon Kardiovaskular/ Pulmonal
OUTCOMES INTERVENSI
Tingkat Kelelahan (0007) Terapi Aktivitas (4310):
Dalam waktu 3x24 jam setalah 1. Membantu pasien untuk
pelaksanaan intervensi, didapatklan mengidentifikasi kelemahan dalam
data sebagai berikut: tingkat aktivitas tertentu
2. Membantu pasien untuk memilih
Tidak terdapat tanda kelelahan pada
aktivitas dan pencapaiannya sesuai
pasien baik secara objektif maupun
kemampuan fisiologis
subjektif 3. Berkolaborasi dengan tenaga
Keluahan terkait nyeri otot dapat
kesehatan lain untuk memberikan
berkurang
pelatihan fisik secara rutin
4. Menyediakan bantuan berupa
Status Kesehatan Pribadi (2006) kehadiran, alat maupun fasilitas untuk
Dalam waktu 3x24 jam setalah meningkatkan energi guna meunjang
pelaksanaan intervensi, didapatklan aktivitas pasien
data sebagai berikut: 5. Memonitor aspek fisiologis, emosi,
Tingkat mobilitas pasien tidak social dan spiritual terhadap aktivitas
terganggu yang mampu dijalankan.
Berat badan pasien meningkat
Manajemen Energi (0180):
sehingga dapat mencapai BMI
1. Memonitor intake dan output nutrisi
normal (189-24..5) sesuai tinggi
secara adekuat
badan pasien 2. Mengonsulkan dengan ahli gizi cara
meningkatkan energi melalui
makanan
3. Melakukan negosiasi untuk
pembuatan jadwal makan mandiri
diluar jadwal RS, jika tidak terdapat
kontraindikasi atau efek negative
terhadap kondisi pasien
4. Memonitor perubahan pada fisik
pasien terkait pendukung energy
seperti berat badan
46
6. Evaluasi
a) S = -
O = Klien tidak mengalami takikardi, TD turun menjadi 130/90
A = Laporan objektif cukup memuaskan, criteria hasil tercapai, masalah
teratasi sebagian
P = Intervensi dilanjutkan
b) S: klien merasakan bahwa nyeri masih terasa namun tidak separah dulu
O : klien Nampak lebih nyaman diabdning awal masuk RS
A: laporan subjektif objektif cukup memuaskan, kriteria hasil tercapai,
Maasalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
c) S = Klien mengatakan bahwa tidak merasakan konstipasi
O = Klien dapat melakukan proses defekasi dengan mudah dan tanpa
bantuan dan pola eleminasi klien normal
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi secara keseluruhan.
P = intervensi diberhentikan.
d) S = Klien mengatakan bahwa tidak mengalami kelelahan
O = Klien nampak segar dan dapat mobilitas fisik klien normal
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi secara keseluruhan.
P = intervensi diberhentikan.
47
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
48
DAFTAR PUSTAKA
49
https://www.endocrineweb.com/conditions/hyperparathyroidism/hyperparathyr
oidism. Diakses pada tanggal 15 Maret 2017.
Norman Parathyroid Center. 2017. Hyperparathyroidism.
http://www.parathyroid.com/parathyroid-disease.htm. Diakses pada tanggal 15
Maret 2017.
Shoback, Dolores. 2017. Hypoparathyroidism. https://rarediseases.org/rare-
diseases/hypoparathyroidism/. Diakses pada tanggal 15 Maret 2017.
Wisse, Brent. 2016. Hyperparathyroidism.
https://medlineplus.gov/ency/article/001215.htm. Diakses pada tanggal 15
Maret 2017.
https://hypoparathyroidism.wikispaces.com/Physical+Assessment
http://www.aafp.org/afp/2013/0815/p249.html
50