Anda di halaman 1dari 38

2.1.

Definisi Burst Abdomen


Burst abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada abdomen
secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen
pada luka post operatif disertai protrusi dan eviserasi isi abdomen. Burst
abdomen dikenal juga sebagai abdominal wound dehiscence.
Brust abdomen atau abdominal wound dehiscene adalah pemisahan total
atau parsial tepi-tepi luka pada satu atau lebih lapisan penutupan dinding
abdomen. Eviserasi adalah menonjolnya visera melalui tepi penutupan luka
abdomen yang terlepas dan memerlukan intervensi bedah sederhana.
Herniasi Insisional merupakan kondisi hernia yang menerobos luka sayatan
pada dinding perut klien, dibuat pada prosedur pembedahan sebelumnya.
Karena itu organ internal; seperti intestin dan kolon, dapat keluar dari dalam
perut, mengakibatkan rasa tidak nyaman dan nyeri, muncul benjolan pada
did=nding perut dan bahkan dapat terjadi kematian jaringan pada organ
tersebut.

2.2.Klasifikasi Burst Abdomen


Menurut B. Singh (2013) burst abdomen dibagi menjadi dua yaitu :
a) Sebagian
Burst abdomen parsial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Jahitan fasia longgar
 Pemisahan tepi fasia tanpa pengeluaran isi
 Saluran intestinal tertutup fibrin
b) Keseluruhan
Burst abdomen komplit memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Pemisahan fasia dan kulit
 Saluran intestinal yang tidak tertutup fibrin akan mengalami
eviserasi
2.3.Etiologi Burst Abdomen
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor.Berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan menjadi
tiga bagian yaitu faktor pre-operative, operative, dan post-operative.

12
a. Pre operasi
Faktor pre-operative ini biasanya berhubungan dengan keadaan pasien
sebelum operasi dan karakteristik pasien.
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit
meningkat pada pria yang mana berbanding 2:1. Hal ini dapat dipicu
karena faktor merokok, pada pria sering mengalami batuk persisten
sehingga dapat meningkatkan tekanan intraabdomen dan lebih beresiko
terjadi burst abdomen
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst
abdomen pada pasien yang berumur <45 tahun sebesar1,3%, sedangkan
pada pasien >45 tahun sebesar 5,4%. (Schwartz et al,Principles Of
Surgery). Burst abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini
dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding rongga
perutmelemah. (Lotfy, 2009) Hal ini mungkin dikarenakan hal-hal
sebagai berikut:
 Faktor penentu sebelum terjadinya burst abdomen yang sering
ditemukan yaitu batuk kronis, konstipasi kronis dan dysuria.
 Adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan
vitamin dalam kelompok usia ini.
 Komplikasi pasca operasi seperti mengejan, batuk, dan
muntah berulang.
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi
dan penurunan tingkat
hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka
(Lotfy, 2009). Pada beberapa studi dikemukakan bahwa.rendahnya k
adar hemoglobin (<10mg mg/dl) merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya burst abdomen.
4. Malnutrisi

13
Berikut adalah beberapa keadaan malnutrisi yang merupakan faktor
risiko terjadinya
a) Hipoproteinemia
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting
dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki
tingkat proteinserum di bawah 6 g / dl memiliki resiko burst
abdomen.
b) Defisiensi vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka. Kekurangan vitamin C dapat
mengganggu penyembuhan dan merupakan predisposisi
kegagalan luka. Kekurang-an vitamin C terkait dengan
delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound
dehiscence.
c) Obesitas
Merupakan faktor resiko yang tidak begitu hubungan yang
signifikan dengan terjadinya burst abdomen
d) Hypoalbuminaemia (serum albumin < 3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa
komponen sulfas mukopolisarida dan kolagen yang
merupakan bahan dasar penyembuhan luka. Defisiensi
tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan
kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan
luka. Hal ini akan memperlambat proses penyembuhan luka.
Hypo-albuminaemia dapat digunakan sebagai penanda
malnutrisi. Hypoproteinemia merupakan salah satu faktor
terpenting dalam proses penyembuhan. Untuk perbaikan
jaringan, sejumlah besar asam amino diperlukan. Asam
amino membantu dalam pembentukan RNA dan DNA.
Kekurangan ini mengarah ke jaringan selular miskin,yang
menyebabkan kekuatan luka hilang.
e) Diabetes (GDP > 140 mg/dl atau GDA> 200 mg/dl)

14
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka
berlangsung lama (Lotfy, 2009). DM berkaitan dengan
gangguan metabolisme pada jaringan ikat hal tersebut tentu
saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka
operasi. Sehingga pengendalian DM yang baik dibutuhkan
untuk menghindari DM sebagai faktor resiko.
5. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi,fungsi
makrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu juga
kortikosteroid dapat menurunkan sistem imun sehingga jika terjadi
suatu infeksi, proses penyembuhan luka terhambat.
6. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang
persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdomen.
7. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya
burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan
hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan
operasi yang terencana (elektif).
8. Gagal ginjal
Hal ini dapat memicu adanya burst abdomen kemungkinan karena
uremia yang disebabkan karena malnutrisi.
9. Jaundice
Kemungkinan karena malnutrisi yang berhubungan dengan obstruksi
dari saluran empedu.
b. Operasi
1. Tipe insisi
Midline incision memiliki insiden terjadinya burst abdomen lebih besar
daripada transverse incision. Midline incision tidak anatomis karena
incisi ini memotong serabut aponeurotik, sedangkan pada transverse

15
incision memotong diantara serabut. Kontraksi pada dinding abdomen
akan memberikan tekanan untuk membantu penutupan luka. Pada
midline incision, kontraksi ini dapat menyebabkan adanya luka baru pada
lateral jahitan, sedangkan pada transverse incision, jahitan akan merapat.
Midline incision banyak digunakan karena dengan teknik ini lapangan
pandang saat operasi menjadi lebih luas untuk melakukan explorasi.
2. Teknik jahitan luka
Berdasarkan hasil penelitian teknik continuous Z memiliki faktor resiko
terjadinya burst abdomen lebih besar yaitu sebesar14,8% sedangkan pada
teknik interrupted X hanya sebesar 2,17%
3. Bahan jahitan
Tidak ada perbedaan antara benang yang dapat di absorbsi dengan
benang yang tidak dapat diabsorbsi sebagai faktor resiko dari burst
abdomen. Namun monofilament non-absorbable dianjurkan pada pasien
yang beresiko mengalami burst abdomen. Bahan untuk jahitan sintetik
yang modern seperti
asam polyglycolic, polypropylene, dan yang lain, digunakan untuk pen
-jahitan pada penutupan fascia yang superior. Pada luka yang
mengalami infeksi, benang dari bahan polypropylene lebih resisten
terhadap degradasi dari pada benang asam polyglycolic serta rata-rata
yang rendah terhadap terjadinya luka yang rusak. Komplikasi luka
menurun dengan adanya obliterasi pada daerah “dead space”.
Ostomies dan drain setelah operasi ditempatkan diluar dari inciseoperasi
untuk menurunkan kejadian luka infeksi dan terbuka.
4. Penutupan
Penutupan yang adekuat dari luka operasi merupakan salah satu factor
yang penting dalam hal penyembuhan luka operasi. Penutupan dari
peritoneum tidak apa-apa jika tidak dilakukan. Dan penutupan massa
memiliki nilai yang sebanding atau lebih baik daripada penutupan luka
yg berlapis. Lapisan fasial memberikan kekuatan pada saat penutupan,
dan ketika fascia terbuka atau rusak (disrupts) luka akan terbuka dan
menjadi rusak. Keakuratan penutupan pada lapisan anatomi sangat

16
penting untuk penutupan luka yang adekuat. Banyak luka-luka menjadi
rusak (burst/dehiscence) disebabkan karena terputusnya jahitan sampai
kedalam fascia.Untuk pencegahan masalah ini meliputi bentuk irisan
operasi yang bagus dan bersih, devitalisasi dari fascia yang sangat
diperhatikan selama operasi, penempatan dan penautan jahitan yang
tepat, dan pemilihan material jahitan yang sesuai. Jahitan ditempatkan 2-
3 cm dari tepi luka dan kira-kira sepanjang 1 cm. Luka dehiscence sering
disebabkan karena jahitan bekas operasi yang terlalu melekat dan rapat
pada tepi fascia. Pada pasien dengan factor resiko terjadinya luka
dehiscence, para ahli bedah harus melakukan penutupan yang kedua pada
operasi pertama, dan melakukan perawatan ekstra untuk mencegah
terjadinya luka dehiscence.
c. Post Operasi
1. Peningkatan tekanan intra-abdominal
Peningkatan tekanan ini dapat disebabkan oleh batuk, muntah, ileus, dan
retensi urine. Setelah beberapa operasi intra abdomen, kejadian ileus
tidak dapat dielakkan. Tekanan intra abdomen yang tinggi mungkin
disebabkan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik yang
biasanya mereka menggunakan otot-otot abdomen sebagai otot tambahan
untuk respirasi. Sebagai tambahan, batuk yang terjadi mendadak dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa factor yang berperan
dalam peningkatan tekanan abdomen seperti obstruksi usus post operasi,
obesitas, dan sirhosis dengan adanya ascites. Tekanan intraabdominal
yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen sehingga akan
teregang. Regangan otot dinding abdomen inilah yang akan
menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang
berat akan menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan
keluarnya jaringan dalam rongga abdomen. Hal yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya:
 Mengangkat beban berat
 Batuk dan bersin yang kuat
 Mengejan akibat konstipasi.

17
2. Infeksi pada luka
Produk infeksi yang dihasilkan dapat menghambat proses penyembuhan
luka. Infeksi merupakan factor yang berhubungan pada separuh lebih
terjadinya luka karena rusak. Adanya drain, seroma, dan luka hematom
juga sebagai tanda adanya penyembuhan luka yang terlambat.
Normalnya, “healing ridge” (penebalan kira-kira 0,5 cm dari masing-
masing sisi jahitan) tampak pada akhir dari minggu pertama setelah
operasi. Jika muncul jenis luka seperti ini maka secara klinis
penyembuhan luka berjalan dengan baik dan adekuat,dan ini biasanya
tidak muncul pada luka yang rusak.
3. Intra Abdominal Sepsis
Berdasarkan National Nosocomial Infection Surveilance System, Culver
membedakan luka jahitan menjadi bersih, bersih terkontaminasi,
terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan dini ditandai dengan
peningkatan temperatur dan terjadinya selulitis dalam waktu 48 jam
setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi jika infeksi
tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebabkan oleh A streptococcus, B
haemolyticus yang rentan terhadap Penicillin. Sedangkan infeksi lanjut
seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus,
dan terutama disebabkan oleh Streptococcus aureus.
4. Terapi radiasi
Riwayat pemakaian terapi radiasi mengganggu sintesis protein normal,
mitosis, migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen.
5. Terapi Anti-neoplastik
Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme
kerjanya dibedakan atas tiga yaitu:
1. Faktor mekanik
Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semkin meregang
dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut
antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif danhematom
serta teknik operasi yang kurang.
2. Faktor Metabolik

18
Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan
elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka.
3. Faktor Infeksi
Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan
meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya
terjadi pada hari ke-6 atau 9 paska operasi dengan gejala suhu badanyang
meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.

2.4.Patofisiologi Burst Abdomen


Burst Abdomen atau Abdominal Dehiscence sering terjadi pada orang-orang
dengan masa perioperatif, khususnya postoperatif bagian abdomen. Pada fase
intraoperatif biasanya disebabkan oleh jenis jahitan dan tipe insisi. Pada insisi
midline, memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan
pemisahan lemak transversal. Sebaliknya, pada insisi transversal, lemak
dilawankan dengan kontraksi. Padahal otot perut rektus segmental memiliki
suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot
perut rektus mendapat denervasi dan akhirnya berhenti tumbuh. Hal ini akan
menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut (bisa pada saat intraoperatif
atau post-operatif).
Pada masa-masa post-operatif, juga banyak faktor yang memengaruhi
terjadinya Burst Abdomen. Diantaranya faktor usia yang apabila semakin tua
seseorang maka pasca operasi abdomen akan semakin berisiko karena organ
dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi. Seseorang yang mempunyai
riwayat diabetes melitus juga demikian, karena tingginya kadar gula dalam
darah dapat meningkatkan risiko Burst Abdomen. Selain itu, faktor kebutuhan
nutrisi yang tidak terpenuhi juga dapat berpengaruh, salah satu alasannya karena
Hemoglobin menyumbangkan oksigennya untuk regenerasi jaringan
(granulasi). Faktor-faktor tersebut akan semakin kuat apabila terjadi
peningkatan tekanan intra-abdominal (dapat karena batuk/bersin yang kuat,
mengejan, mengangkat beban berat, dll) yang menyebabkan terbukanya tepi-
tepi luka sehingga menyebabkan eviserasi.

19
2.5.Manifestasi Klinis Burst Abdomen
Adanya luka yang dehiscence biasanya merupakan awal dari terjadinya
abses di intra abdomen, Kejadian ini menunjukkan bahwa sudah ada
dehiscence fascia dan atau lapisan otot. Pasien merasakan nyeri yang sangat
bahkan sampai meledak-ledak yang biasanya berhubungan dengan batuk yang
berat disertai muntah-muntah, hal ini membuat pasien merasa sangat gelisah
dan iritabilitas disertai dengan peningkatan temperature (febrile) dan adanya
cairan yang keluar dari luka operasi membuat pasien kurang nyaman.
Seringkali disertai perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai
adanya infeksi di daerah tersebut (Brunner & Suddarth. 1997).
Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan. Luka yang terjadi pada dinding
abdomen menjadi jelek dan kelihatan rusak. Dalam satu hari keadaan ini akan
diikuti oleh penonjolan usus dari luka kulit yang menganga pada operasi kulit
(incisional hernia). Gejala intraperitoneal sepsis merupakan salah satu tanda
adanya burst abdomen.
1. Nyeri setelah beberapa hari operasi
2. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
3. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
4. Perut distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya infeksi di
daerah tersebut
5. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan

20
Faktor resiko pre-
operasi

Jenis kelamin (lebih Usia ( >45 tahun) Anemia Malnutrisi Kortikosteroid


banyak pd pria)
2.6.WOC (Web Of Cautions)

Organ dan jaringan Kadar Hb menurun Hipoproteinemia, Sistem imun


Kebiasaan merokok
tubuh mengalami defisit vit. C, menurun
degenerasi hypoalbuminemia
Proses penyembuhan
Batuk persisten Mudah terjadi infeksi
luka lambat
Proses penyembuhan
luka menurun
Meningkatkan Proses penyembuhan
tekanan luka lambat
intraabdomen

Burst Abdomen

21
Faktor resiko Faktor resiko
saat operasi post operasi

Tipe insisi, jahitan luka


Peningatan tekanan intra-abdominal Infeksi pada luka
akibat batuk, muntah, retensi urin
Menggunakan midline
incision Gagalnya penyatuan fascia
Menekan otot-otot diding
karena adanya nekrosis
abdomen sehingga akan
Dapat menyebabkan teregang
regangan pada jahitan Penutupan luka operasi yang
karena posisi yang tidak tidak adekuat
Luka jahitan akan meregang
anatomis

Burst Abdomen

Luka operasi pada Kerusakan integritas Diskontinuitas Menghambat Distensi abdomen


abdomen terbuka kulit jaringan relaksasi diafragma

Keluarnya jaringan Respon tubuh Ekspansi paru tidak Rasa tidak nyaman pada
dalam rongga abdomen mengeluarkan nyeri optimal perut

Penonjolan usus dari Nyeri akut Dispnea Penurunan nafsu makan


luka

Pola nafas tidak efektif


Resiko Infeksi Intake nutrisi menurun

22
Ketidakseimbangan
Hipertermia nutrisi kurang dari
kebutuhan
2.7. Komplikasi Burst Abdomen
a. Perdarahan
b. Infeksi luka Operasi
Infeksi Luka Operasi ( ILO )/Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/Surgical
Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang
yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila
terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien,
dokter dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi.
Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI), kriteria
jenis-jenis SSI ada tiga sebagai berikut :
1. Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska
operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu
tanda sebagai berikut :
- Terdapat cairan purulen.
- Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
- Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
- Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
2. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih
dalam (contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda:
- Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
- Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada
tanda inflammasi.
- Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
- Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat
3. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )

23
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah
satu tanda :
- Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
- Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
- Ditemukan abses
- Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
c. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus)
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah
dalam. Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus
selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut.
Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan
bagian usus.
d. Kelemahan fasia/dinding perut yang progresif
e. Kebocoran usus
f. Trauma abdomen mayor
g. Sepsis abdomen yang kasar
h. Retro peritoneal hematom.
i. Kehilangan jaringan pada dinding perut.

2.8. Pemeriksaan Penunjang pada Burst Abdomen


1. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang
dapat memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini
meliputi pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
Tes Darah lengkap:

24
Laboratorium (Hematologi) :
1. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
2. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
3. Hematokrit< dari 40-52%
4. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
5. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
2. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas
dalam usus atau obstruksi usus.
3. CT Scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam
tubuh manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi
maupun terapi yang akan dilakukan terhadap pasien.

2.9.Penatalaksanaan Burst Abdomen


Penatalaksanaan burst abdomen dipengaruhi oleh keadaan
umum pasien dimana dapat dibagi menjadi dua, yaitu terapi non-operatif
dan operatif.
1) Terapi non-operatif
Terapi ini dilakukan bila keadaan umum pasien yang luka nya kecil,
dan tidak adanya eviserasi Perawatan luka yang dilanjutkan
dengan penutupan secara steril dengan kasa perlu dilakukan namun
perlu diingat juga selalu diganti dengan yang baru. Pasien dianjurkan
tidak turun dari tempat tidur dan menutup luka dengan handuk yang
dibasahi dengan cairan steril. Abdominal binder dapat digunakan untuk
membantu proses penutupan luka.
2) Terapi operatif

2.11 Asuhan Keperawatan pada Burst Abdomen


A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : nama lengkap klien

25
Umur : umur yang sering muncul pada klien yang mengalami brust
abdomen yaitu sering terjadi pada 45 tahun sebesar 1.3%, >45 tahun
sebesar 5,4% (schwartz et al, principles of surgery) burst abdomen
juga sering terjadi pada lansia berumur > 60 tahun (Lotfy, 2009).
Jenis kelamin : lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita
dengan perbandingan 3:1
Agama : ada agama tertentu yang tidak memperbolehkan
penganutnya makan daging-dagingan, sehingga menyebabkan
hipoproteinemia
Pekerjaan : Pekerjaan berat yang sering mengangkat beresiko
menyebabkan brust abdomen
Alamat : lebih sering terjadi pada pasien yang hidup di kota yang
menderita obesitas dan diabetes
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah
nyeri pada daerah sekitar luka operasi di perut akibat membukanya
luka bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan adanya
infeksi
3. Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala
muncul dan penanganan yang telah dilakukan hingga saat dilakukan
pengkajian. Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan burst abdomen. Seperti anemia, DM,
hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-lain..
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala
penyakit yang sama seperti pasien.
6. Pola Kebiasaan:

26
 Pola Nutrisi : biasanya nafsu makan pasien menurun karena rasa
nyaman saat makan terganggu akibat nyeri yang dirasakan, serta
status nutrisi jelek.
 Pola Tidur/ Istirahat : pasien tidak dapat tidur nyenyak akibat
nyeri yang dirasakan.
 Pola aktivitas : aktivitas pasien dan pergerakan pasien burst
abdomen terbatas.
 Pola eliminasi : biasanya tidak ditemukan gangguan eliminasi
pada pasien burst abdomen.
 Pola koping : koping individu maupun keluarga dalam
mengatasi burst abdomen.
 Konsep diri : keadaan psikososial pasien terhadap burst
abdomen yang dialaminya seperti ansietas akibat kurang
pengetahuan terhadap proses penyakit
7. Pemeriksaan Fisik
 B1 (Breath) : Terdapat RR yang meningkat
 B2 (Blood) : Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan
darah menurun, nadi meningkat namun lemah, akral teraba
basah, pucat dan dingin serta takikardia.
 B3 (Brain) :-
 B4 (Bladder) : Kurangnnya pemasukan cairan sehingga
terjadi Penurunan keluaran urine
 B5 (Bowel) : Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah,
bibir kering. Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut
dimulai dengan :
a) Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau
tonjolan dan apakah ada distensi abdomen. Pada pasien
hipertermi luka post operasi biasanya sedikit bengkak an
terdapat rembesan darah.
b) Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan
otot-otot perut, nyeri  2 cm pada sekitar luka
c) Perkusi : normal atau tidak normal

27
d) Auskultasi : bising usus normal
 B6 (Bone) : Lemah, turgor jelek
8. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hematologi) :
1. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
2. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
3. Hematokrit< dari 40-52%
4. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
5. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan terbukanya luka post operasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
optimal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entree dari luka
pembedahan
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif
pasca operasi

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut berhubungan dengan terbukanya luka post operasi (00132)
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
Domain 12 : Kenyamanan
NOC NIC
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam nyeri 1. Kaji dan observasi tingkat nyeri
berkurang atau teradaptasi dengan yang dirasakan oleh pasien,
kriteria hasil : lokasi dan intensitas ( skala 0-10)
Tingkat nyeri (2102) 2. Kaji dan observasi tanda-tanda
1. Pasien menyatakan nyeri vital, perhatikan tachikardi,
berkurang

28
2. Skala nyeri 0-1 (0-10) hipertensi, dan peningkatan
3. Dapat mengidentifikasikan pernapasan.
aktifitas yang dapat menurunkan 3. Berikan informasi mengenai sifat
nyeri ketidaknyamanan, sesuai
4. Pasien tenang dan dapat kebutuhan.
beristirahat 4. Anjurkan menggunakan metode
5. Tekanan darah dalam batas relaksasi napas dalam pada saat
normal yaitu 120/80 mmhg nyeri
5. Atur posisi fisiologis (Posisi
semiflower dengan fleksi pada
ekstrimitas bawah)
6. Kolaborasikan untuk pemberian
obat analgesic yang sesuai.
7. Kolaborasi perbaikan / operasi
ulang jika diperlukan
8. Health education kepada pasien
untuk tidak meningkatkan
tekanan abdomen (tidak
mengejan, batuk)

Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak optimal
(00032)
Kelas 4. Respon Kardiovaskuler/ Pulmonal
Domain 4 : Aktivitas / Istirahat
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan intervensi 2 1. Observasi frekuensi dan
x 24 jam klien menunjukan pola napas kedalaman pernapasan,
yang efektif dengan kriteria hasil : pemakaian otot bantu pernapasan,
Status Pernafasan (0415) perluasan rongga dada, retraksi
tau pernapasan cuping hidung,
warna kulit dan aliran udara.

29
1. Tidak ada dyspneu, irama dan 2. Berikan tambahan oksigen sesuai
frekuensi nafas norma yaitu 16- kebutuhan.
24 x/menit 3. Berikan instruksi untuk latihan
2. Bunyi nafas tambahan tidak nafas dalam
ada. 4. Catat kemajuan yang ada pada
3. Pasien tidak menunjukan otot klien tentang pernafasan
bantu pernafasan

Diagnosa Keperawatan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan (00160)
Kelas 1. Makan
Domain 2 : Nutrisi
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan intervensi 1. Buat perencanaan makan
3x24 jam klien menunjukkan status gizi dengan pasien untuk
baik dengan kriteria hasil : dimasukkan ke dalam jadwal
Status Nutrisi (1004) makan.
1. Toleransi terhadap diet yang 2. Dukung anggota keluarga untuk
dibutuhkan membawa makanan kesukaan
2. Mempertahankan massa tubuh pasien dari rumah.
dan berat badan dalam batas 3. Tawarkan makanan porsi besar
normal disiang hari ketika nafsu makan
3. Nilai laboratorium dalam batas tinggi. Jika nafsu makan rendah,
normal, yaitu beri porsi sedikit tapi sering
a. Hemoglobin< dari 13-18 4. Lakukan perawatan mulut
gr / dl ( turun ) 5. Berikan pasien edukasi
b. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mengenai kebutuhan nutrisi
mm3 (meningkat ) klien terhadap penyakitnya
c. Hematokrit< dari 40-52% 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
d. Trombosit normal 150 – mengenai jenis nutrisi yang akan
440 ribu mm3 digunakan pasien.

30
e. Albumin normal dewasa 7. Pastikan pola diet biasa pasien,
(3,5-5,0) g/dl yang disukai atau tidak disukai.
4. Melaporkan keadekuatan tingkat 8. Pantau masukan dan
energi pengeluaran dan berat badan
secara pariodik.
9. Kaji turgor kulit pasien
10. Pantau nilai laboratorium,
seperti Hb, albumin, dan kadar
glukosa darah

Diagnosa Keperawatan
Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry dari luka pembedahan
(00004)
Kelas 1. Infeksi
Domain 11 : Keamanan / Perlindungan
NOC NIC
Tujuan: dalam waktu 4x24 jam terjadi 1. Kaji jenis pembedahan, waktu
perbaikan pada intregitas jaringan lunak pembedahan dan apakah
dan tidak terjadi infeksi kriteria hasil : adanya instruksi khusus dari
Keparahan Infeksi (0703) tim dokter bedah dalam
1. Tidak ada tanda infeksi dan melakukan perawatan luka.
peradangan pada luka 2. Jaga kondisi balutan dalam
pembedahan dengan dalam keadaan bersih dan
memperhatikan tanda-tanda kering
infeksi 3. Lakukan perawatan luka.
2. Leukosit dalam batas normal Lakukan perawatan luka steril
3. TTV dalam batas normal 3 hari pasca operasi dan
a. TD : 120/80 mmhg diulang setiap 2 hari.
b. RR 12-20 x/menit 4. Tutup luka dan penampang
c. Nadi 60-100x/menit eksternal dengan kasa steril
4. Kondisi luka operasi membaik dan tutup dengan plester
dan tidak terjadi infeksi

31
adhesif yang menyeluruh
menutupi kasa
5. Berikan terapi antibiotik
6. Pantau tanda atau gejala
infeksi
7. Kaji faktor yang meningkatkan
serangan infeksi
8. Pantau hasil laboratorium
9. Instruksikan untuk menjaga
hygiene pribadi

Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka invasif pasca
pembedahan (00047)
Kelas 2. Cedera Fisik
Domain 11 : Keamanan / Perlindungan
NOC NIC
Tujuan : Dalam perawatan 1. Lakukan perawatan luka yang
12x24 jam pasien menunjukkan tepat dan tindakan kontrol
regenerasi jaringan dengan kriteria hasil infeksi dan merawat luka pada
: burst abdomen dengan prinsip
Integritas Jaringan: kulit, dan steril
membran mukosa (1101) 2. Latih alih baring. Lakukan
1. Pasien menunjukkan turgor mobilisasi miring kiri-kanan
kulit normal setiap 2 jam
2. Integritas kulit pasien pulih. 3. Hindari terjadinya infeksi pada
3. Kondisi luka membaik, insisi luka operasi yang dapat
bedah kembali baik, luka cepat membuat parahnya integritas
bergranulasi kulit.

32
33
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Kasus
Seorang perempuan berusia 45 tahun, datang ke RSUA dengan keluhan
nyeri hebat di perut pada bagian luka bekas operasi, dan nyeri terasa semakin
parah saat terjadi batuk (klien sering mengalami batuk). Rasa nyerinya seperti
tertusuk-tusuk dan menunjukkan skala 7 dari 0-10. Nyerinya menetap dan
semakin sakit ketika batuk. Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan
bahwa lima hari yang lalu klien dilakukan operasi pada perutnya (laparotomi)
akibat penyakit peritonitis yang dialami, klien takut makan dan minum, banyak
makanan yang ditarak/ tidak dimakan. Hasil pemeriksaan fisik ada bekas
operasi dan terbuka, klien terlihat lemah, klien hanya menghabiskan 5 sendok
dalam satu porsi makan dan tubuh klien tampak kurus, dengan BB sekarang 47
kg (BB sebelum sakit 51 kg) dengan TB 165 cm (terjadi penurunan BB), RR 24
x/menit dengan irama napas cepat, dan penggunaan otot bantu napas, TD
130/90 mmHg, nadi 102 x/menit, suhu 38,5oC, akral hangat. Sekitar luka
operasi terlihat kemerahan dan lembab. Hasil laboratorium didapatkan
Hemoglobin 10,3 gr/l, Leukosit meningkat 27.500 mm3, Hematokrit 36% dan
trombosit 264.000 mm3, serta Albumin menurun 3 gr/dl. Klien didiagnosis
mengalami Burst Abdomen.

3.2 Pengkajian
a. Data Demografi
Nama Klien : Ny. P
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Keluhan Utama
Ny. P mengeluhkan nyeri hebat di perut pada bagian luka bekas operasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Lima hari yang lalu klien dilakukan operasi pada perutnya (laparotomi).
Klien takut makan dan minum. Terdapat bekas operasi dan terbuka pada

34
perut klien. Klien terlihat lemah, klien hanya menghabiskan 5 sendok dalam
satu porsi makan dan tubuh klien tampak kurus.
d. Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengalami peritonitis
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit turunan berdasarkan hasil anamnesa
f. Pemeriksaan Fisik
 B1 (Breath) : RR 24 x/menit dengan irama napas cepat, dan
penggunaan otot bantu napas
 B2 (Blood) : TD 130/90 mmHg, nadi 102 x/menit, suhu 38,5oC,
akral hangat
 B3 (Brain) : Klien tidak mengalami penurunan kesadaran,
timbul nyeri pada area luka laparotomi
 B4 (Bladder) : Asupan cairan menurun sehingga memicu
timbulnya penurunan haluaran urin
 B5 (Bowel) : Terjadi penurunan BB, klien nampak kurus, BB
sekarang 47 kg dengan TB 165 cm
- Inspeksi : terjadi sedikit pembengkakan pada luka post
operasi, tidak ada distensi abdomen, terdapat sedikit
rembesan darah.
- Auskultasi : bising usus normal
- Palpasi : tidak ada kelainan pada otot-otot perut, nyeri 4 cm
pada sekitar luka
- Perkusi : tidak dilakukan
 B6 (Bone) : Klien nampak lemah
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin = 10,3 gr/dl (normalnya 13-18 gr / dl)
- Leukosit = 27.500 mm3 (normalnya 3,8 – 10,6 ribu mm3)
- Hematokrit = 36% (normalnya 40-52%)
- Trombosit = 264.000 mm3 (normalnya 150 – 440 ribu mm3)
- Albumin = 3 gr/dl (normal dewasa 3,5-5,0 g/dl)

35
3.3 Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Klien mengeluhkan Faktor risiko post Ketidakefektifan pola
sesak napas operasi napas b.d nyeri (00032)
Domain 4.
DO: Peningkatan tekanan Aktivitas/Istirahat
- RR 24 x/menit intra abdominal Kelas 4. Respons
dengan irama napas Kardiovaskular/Pulmonal
cepat. Menekan otot-otot
- Adanya dinding abdomen Pola napas tidak efektif
penggunaan otot sehingga akan teregang b.d hambatan upaya
bantu napas. napas (nyeri saat
Berkurangnya jahitan bernapas) (D.0005)
luka operasi Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi
Burst abdomen

Luka pada abdomen

Nyeri pada abdomen

Frekuensi nafas
meningkat

Ketidakefektifan pola
nafas
DS: Faktor risiko post Nyeri akut b.d agen
Ny. P mengeluhkan operasi cedera fisik (prosedur
nyeri hebat di perut pada bedah) dan agen cedera
bagian luka bekas Peningkatan tekanan biologis (infeksi) (00132)
operasi. intra abdominal Domain 12. Kenyamanan

36
DO: Menekan otot-otot Kelas 1. Kenyamanan
P : Nyeri terasa semakin dinding abdomen Fisik
parah saat terjadi batuk. sehingga akan teregang
Q : Nyeri seperti Nyeri akut b.d agen
tertusuk-tusuk. Berkurangnya jahitan pencedera fisik
R : Nyeri 4 cm pada luka operasi (prosedur operasi) dan
sekitar luka. pencedera fisiologis
S : Skala 7 dari 0-10. Burst abdomen (inflamasi) (D.0077)
T : Nyerinya menetap Kategori: Psikologis
dan semakin sakit ketika Luka pada abdomen Subkategori: Nyeri dan
batuk. Kenyamanan
Nyeri akut
DS: - Faktor risiko post Hipertermia b.d
operasi penyakit (00007)
DO: Domain 11. Keamanan
- Suhu 38,5oC, akral Peningkatan tekanan atau Perlindungan
hangat. intra abdominal Kelas 6. Termoregulasi
- Sekitar luka operasi
terlihat kemerahan Menekan otot-otot Hipertermia (D.0130)
dan lembab. dinding abdomen Kategori. Lingkungan
sehingga akan teregang Subkategori. Keamanan
dan Proteksi
Berkurangnya jahitan
luka operasi

Burst abdomen

Kegagalan
penyembuhan luka

Luka operasi terbuka

37
Keluarnya jaringan
dalam rongga abdomen

Terpapar udara luar

Infeksi

Hipertermi
DS: Faktor risiko post Risiko infeksi d.d
operasi gangguan integritas
DO: kulit dan prosedur
- Ada bekas operasi Peningkatan tekanan invasif (00004)
dan terbuka. intra abdominal Domain 11.
- Sekitar luka operasi Keamanan/Perlindungan
terlihat kemerahan Menekan otot-otot Kelas 1. Infeksi
dan lembab. dinding abdomen
- Hasil laboratorium: sehingga akan teregang Risiko infeksi d.d efek
Leukosit: 27.500 prosedur invasif dan
mm3 . Berkurangnya jahitan kerusakan integritas
luka operasi kulit (D.0142)
Kategori: Lingkungan
Burst abdomen Subkategori: Keamanan
dan Proteksi
Kegagalan
penyembuhan luka

Luka operasi terbuka

Keluarnya jaringan
dalam rongga abdomen

Terpapar udara luar

38
Risiko Infeksi
DS: Faktor risiko post Ketidakseimbangan
- Klien takut makan operasi nutrisi: kurang dari
dan minum. kebutuhan tubuh b.d
- Banyak makanan Peningkatan tekanan kurang asupan
yang ditarak/ tidak intra abdominal makanan (00002)
dimakan. Domain 2. Nutrisi
Menekan otot-otot Kelas 1. Makan
DO: dinding abdomen
- Klien hanya sehingga akan teregang Defisit nutrisi b.d
menghabiskan 5 ketidakmampuan
sendok dalam satu Berkurangnya jahitan menelan makanan
porsi makan. luka operasi (D.0019)
- Tubuh klien tampak Kategori: Fisiologis
kurus dan lemah. Burst abdomen Subkategori: Nutrisi dan
- BB sekarang 47 kg. Cairan
BB sebelum sakit Nyeri
51 kg. TB = 165 cm
(IMT sekarang = Penurunan nafsu makan
17,26). & anoreksia
- Hasil laboratorium:
Hemoglobin: 10,3 Ketidakseimbangan
gr/l nutrisi: kurang dari
Hematokrit: 36% kebutuhan tubuh
Albumin: 3 gr/dl

3.4 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan NANDA
1. Ketidakefektifan pola napas b.d nyeri.
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (prosedur bedah) dan cedera biologis
(infeksi).

39
3. Risiko infeksi d.d gangguan integritas kulit dan prosedur invasif.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan
makanan.

Diagnosa Keperawatan SDKI


1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas).
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) dan pencedera
fisiologis (inflamasi).
3. Risiko infeksi d.d efek prosedur invasif dan kerusakan integritas kulit.
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan.

3.5 Intervensi Keperawatan


Diagnosa:
Ketidakefektifan pola napas b.d nyeri (00032)
Domain 4. Aktivitas/Istirahat
Kelas 4. Respons Kardiovaskular/Pulmonal

Pola napas tidak efektif (D.0005)


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi
NOC NIC
Status Pernapasan (0415) Peningkatan (Manajemen) Batuk
1. Irama pernapasan klien kembali (3250)
normal. (15-20 x/menit) 1. Mendukung klien menarik napas
2. Klien tidak lagi menggunakan dalam beberapa kali.
otot bantu pernapasan saat Pemberian Obat (2300)
bernapas. 1. Mengkuti prosedur lima benar
3. Klien tidak mengalami batuk. dalam pemberian obat.
2. Memverifikasi resep obat-obatan
sebelum melakukan pemberian
obat.

40
3. Berkolaborasi dengan tim medis
dalam perencanaan pemberian
obat.
4. Memonitor klien terhadap efek
terapeutik untuk obat yang
diberikan.
Terapi Oksigen (3320)
1. Berkonsultasi dengan tenaga
kesehatan lain (tim medis)
mengenai penggunaan oksigen
tambahan.
Monitor Pernapasan (3350)
1. Memonitor kecepatan, irama dan
kedalaman napas klien.
2. Mencatat pergerakan dada, dan
penggunaan otot bantu napas.
3. Memonitor pola napas klien.

Diagnosa:
Nyeri akut b.d agen cedera fisik (prosedur bedah) dan cedera biologis
(infeksi) (00132)
Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik

Nyeri akut (D.0077)


Kategori: Psikologis
Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
NOC NIC
Kontrol Nyeri (1605) Manajemen Nyeri (1400)
1. Klien mampu menggunakan 1. Menggali bersama klien faktor-
tindakan pencegahan nyeri faktor yang dapat memperberat

41
seperti yang telah nyeri (nyeri bertambah hebat
diinstruksikan. saat batuk).
2. Klien mampu menggunakan 2. Mengajarkan teknik relaksasi
tindakan pengurangan nyeri (napas dalam) dan lebih
tanpa analgesik. dioptimalkan sebagai terapi
3. Klien mampu menggunakan nonfarmakologi.
analgesik yang telah 3. Mengeliminasi faktor-faktor
direkomendasikan dengan yang menguatkan rasa nyeri
tepat. (seperti memperhatikan
Status Kenyamanan (2008) kebersihan lingkungan).
1. Klien mampu mendapatkan 4. Menggali riwayat penggunaan
perawatan sesuai dengan obat terkait penurunan sensasi
kebutuhan. nyeri.
Tingkat Ketidaknyamanan (2109) 5. Memastikan pemberian
1. Klien tidak mengalami rasa analgesik sebelum melakukan
nyeri kembali. aktivitas (menghindari bahaya
Pengetahuan: Manajemen Nyeri sedasi).
(1843) Pemberian Analgesik (2210)
1. Klien mampu mengetahui 1. Menentukan lokasi,
pentingnya kepatuhan terhadap karakteristik, kualitas dan
rejimen obat yang telah keparahan nyeri sebelum
diresepkan. mengobati klien.
2. Klien mampu mengatur jadwal 2. Mengecek adanya riwayat
guna melakukan pembatasan alergi obat.
aktivitas terkait kondisinya saat 3. Berkolaborasi dengan tim
ini. medis dalam peresepan
analgesik sesuai dengan
kondisi klien yang sudah dikaji
(meliputi jenis, dosis, rute dan
waktu pemberian obat yang
efektif).

42
4. Mengecek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan.
5. Mengevaluasi keefektifan
pemberian analgesik.
6. Mengajarkan pada klien
tentang cara penggunaan
analgesik, strategi menurunkan
efek samping serta harapan
terkait keputusan pengurangan
nyeri.
Monitor Tanda-Tanda Vital (6680)
1. Memonitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernapasan secara tepat.
2. Memonitor tekanan darah
setelah klien mengonsumsi
obat yang diresepkan.
3. Memonitor irama dan laju
pernapasan (hingga mencapai
nilai normal reguler).

Diagnosa
Hipertermia b.d penyakit (00007)
Domain 11. Keamanan atau Perlindungan
Kelas 6. Termoregulasi

Hipertermia (D.0130)
Kategori. Lingkungan
Subkategori. Keamanan dan Proteksi
NOC NIC

43
Termoregulasi (0800) Perawatan Demam (3740)
1. Klien mengalami penurunan 1. Mendorong klien untuk
suhu kulit (suhu rentang 36-37 mengonsumsi cairan
derajat celsius). (mencegah dehidrasi).
2. Klien tidak mengalami 2. Berkolaborasi dengan medis
perubahan warna kulit dalam pemberian antipiretik.
(kemerahan (-)). 3. Memonitor warna kulit dan
suhu.
4. Memantau komplikasi yang
mungkin ditimbulkan akibat
dari demam.
Pengecekan Kulit (3590)
1. Memeriksa kondisi luka klien.

Diagnosa:
Risiko infeksi d.d gangguan integritas kulit dan prosedur invasif (00004)
Domain 11. Keamanan/Perlindungan
Kelas 1. Infeksi

Risiko infeksi (D.0142)


Kategori: Lingkungan
Subkategori: Keamanan dan Proteksi
NOC NIC
Keparahan Infeksi (0703) Perawatan Luka (3660)
1. Tidak terdapat tanda 1. Memonitor karakteristik luka,
kemerahan pada luka termasuk drainase, warna,
laparotomi klien. ukuran dan bau.
2. Terjadi penurunan jumlah sel 2. Membersihkan luka dengan
darah putih atau leukosit normal saline atau pembersih
(rentang normal : 3,8 – 10,6 yang tidak beracun dengan
ribu mm3). tepat.

44
Penyembuhan Luka: Sekunder 3. Mempertahankan teknik
(1103) balutan steril pada luka dengan
1. Tidak nampak eritema pada tepat.
kulit sekitar luka. Manajemen Obat (2380)
2. Tidak nampak peradangan 1. Mengkaji riwayat kesehatan
luka. dan riwayat pengobatan.
2. Berkolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian resep
antibiotik.
3. Memonitor efek pemberian
obat seperti penurunan kadar
leukosit.
Kontrol Infeksi (6540)
1. Memberikan terapi antibiotik
yang sesuai.
2. Meningkatkan intake nutrisi
yang tepat.

Diagnosa:
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang
asupan makanan (00002)
Domain 2. Nutrisi
Kelas 1. Makan

Defisit nutrisi (D.0019)


Kategori: Fisiologis
Subkategori: Nutrisi dan Cairan
NOC NIC
Status Nutrisi (1004) Manajemen Gangguan
1. Klien mampu mendapatkan Makan(1030)
asupan makanan yang adekuat.

45
2. Klien memiliki rasio berat 1. Berkolaborasi dengan ahli gizi
badan dan tinggi badan yang dalam menentukan asupan
optimal (nilai rentang normal kalori harian yang diperlukan.
IMT = 18,5 – 24,9 kg/m2). 2. Menimbang berat badan klien
Tingkat Ketidaknyamanan (2109) secara rutin (pada hari yang
1. Klien tidak lagi mengalami sama dan setelah BAB/BAK).
kehilangan nafsu makan akibat 3. Membatasi aktifitas fisik sesuai
kondisi yang dialami. kebutuhan untuk meningkatkan
Status Nutrisi: Pengukuran berat badan.
Biokimia (1005) Bantuan Peningkatan Berat Badan
1. Klien mendapatkan (1240)
peningkatan hemoglobin (nilai 1. Memberikan obat-obatan
normal Hb = 13-18 gr / dl). pereda nyeri sebelum makan.
2. Klien mengalami peningkatan 2. Mendukung peningkatan
nilai albumin (normal dewasa asupan kalori.
3,5-5,0 g/dl). 3. Memonitor nilai albumin,
3. Klien mengalami peningkatan hemoglobin dan hematokrit
nilai hematokrit (normalnya klien secara intensif.
40-52%). Phlebotomi: Sampel Darah Vena
Kelelahan: Efek yang Mengganggu (4238)
(0008) 1. Mengkaji instruksi medis akan
1. Klien tidak mengalami pengambilan sampel darah.
gangguan aktivitas fisik akibat 2. Membersihkan area penusukan.
kelemahan otot. 3. Memasukkan jarum pada vena
yang sudah dipilih dan
mengamati darah yang keluar.
4. Memberi label pada spesimen.
5. Mengirimkan ke laboratorium
untuk dianalisa lebih lanjut.

46
3.6 Evaluasi
1. S = Klien mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami sesak napas.
O = Klien sudah tidak nampak menggunakan otot bantu nafas saat bernafas,
irama nafas klien teratur (18 x/menit), klien sudah tidak mengalami
batuk.
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan.
2. S = Klien mengatakan bahwa perutnya masih terasa nyeri.
O = Area sekitar jahitan 2 cm saat dipalpasi masih terasa nyeri.
A = Masalah teratasi sebagian.
P = Intervensi dilanjutkan.
3. S = -
O = Masih terdapat sedikit tanda kemerahan pada luka laparotomi klien,
suhu tubuh klien 37,9oC.
A = Masalah teratasi sebagian.
P = Intervensi dilanjutkan.
4. S = -
O = Masih terdapat sedikit tanda kemerahan pada luka laparotomi klien,
leukosit = 10.900 mm3.
A = Masalah teratasi sebagian.
P = Intervensi dilanjutkan.
5. S = Klien mengatakan bahwa sudah tidak takut untuk makan dan minum.
O = Klien dapat menghabiskan satu porsi makan, berat badan klien
meningkat (BB = 52 kg), hemoglobin = 13,3 gr/dl, hematokrit = 45%,
albumin = 4 gr/dl.
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan

47
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Burst abdomen diartikan sebagai terpisahnya jahitan luka pada abdomen
secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen
pada luka post operatif disertai protrusi dan eviserasi isi abdomen. Eviserasi
adalah menonjolnya visera melalui tepi penutupan luka abdomen yang terlepas
dan memerlukan intervensi bedah sederhana.

Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor.Berdasarkan


beberapa penelitian yang telah dilakukan faktor resiko akan dibedakan menjadi
tiga bagian yaitu faktor pre-operative, operative, dan post-operative.

48
Daftar Pustaka

Gruendemann, Barbara J., Fernsebner, Billie. (2005). Buku ajar keperawatan


perioperatif, volume 1. Jakarta: EGC
Lotfy, Wael. (2009). Burst Abdomen : Is It a Preventable Complication. General
Surgery Department Facuty of Medicine Zagazig University. Egyption
Journal of Surgery Vol.28, No.3
Fishman TD, Phases of Wound Healing. Wound Care Information Network.
1995;1-2. http://www.medicaledu.com/phases.htm. Diakses pada 30 Mei
2017

49

Anda mungkin juga menyukai