Anda di halaman 1dari 66

KEHAMILAN DENGAN KEGANASAN ALAT KANDUNGAN

Dosen Pembimbing : Ririn Indriani, SST., M.Tr.Keb

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pengantar Feto Maternal

Disusun Oleh
Kelompok 3
Nama Anggota:
Dewi Dahliana P17312215162
Inayaturrahmi P17312215183
Naily Arida P17312215169
Noor Khofifah P17312215170
Siti Marowiah P17312215173
Siti Sri Wahyuningsih P17312215182
Tasya Nurcholisa P17312215163

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN MALANG
TINGKAT 1
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar
Feto Maternal yang berjudul “Kehamilan Dengan Keganasan Alat Kandungan”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan serta jauh dari kesempurnaan
sebagaimana yang kita harapkan. Oleh karena itu, dengan senang hati kami
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini di kemudian hari.
Demikianlah makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
dan semoga jerih payah kita mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.

Banjarmasin, 17 Agustus 2021

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Tujuan .......................................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8


A. Kehamilan dengan Keganasan Alat Kandungan ........................................... 8
1. Kehamilan Dengan Tumor Ovarium ........................................................ 8
2. Kehamilan Dengan Karsinoma Serviks.................................................. 15
B. Kehamilan dengan Kista Ovarium ............................................................... 22

BAB III ASUHAN KEBIDANAN ....................................................................... 27


A. Asuhan Kebidanan ....................................................................................... 27
B. Kumpulan Soal Kehamilan dengan Keganasan Alat Kandungan ............... 30

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) di indonesia masih sangat tinggi faktanya AKI
justru meningkat dan kini menjadi 359 kematian per 100 ribu kelahiran hidup.
Sementara itu, kepala badan penelitian dan pengembangan kesehatan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia mengatakan, penyebab tertinggi
kematian ibu melahirkan adalah kelompok hipertensi dalam kehamilan 32,4
persen dan perdarahan post partum 20,3 persen. Pemerintah tetap
mengupayakan untuk menurunkan AKI antara lain dengan membuat pedoman
Rencana Aksi Nasional (RAN) yaitu program percepatan penurunan angka
kematian ibu secara nasional (Profil PKBI, 2015)
Sedangkan menurut Kompas (2016), jumlah Angka Kematian Ibu (AKI)
tampaknya masih sulit dilakukan. Berdasarkan Laporan Rutin Program
Kesehatan Ibu tahun 2015 Jumlah kematian ibu di Jawa Barat masih menduduki
peringkat tertinggi di Indonesia yaitu 823, meski jika dilihat dari jumlah rasio,
angka kematian ibu di Jawa Barat terbilang rendah. Rasio kematian ibu per
100.000 tahun 2015 sebesar 87,33 persen.
Kesehatan memiliki berbagai macam ruang lingkup yang harus dipenuhi.
Salah satu ruang lingkup kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Dimana
kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan social secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi baik pada laki-laki dan perempuan
(Depkes RI, 2009)
Pada saat ini terjadi banyak masalah kesehatan reproduksi, diantaranya
penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi yaitu kanker serviks dan
kista ovarium.
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55
tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks

4
dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal
yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona
transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar.
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak
akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat
dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki.
Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh
dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku
sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai
upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku
seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker
serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang
kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia
reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun
1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya
turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh
Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi
memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa
insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus
prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada
operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi
ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih
belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel.
Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.

5
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit
secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi
kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk
membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.
Kista ovarium adalah suatu penyakit ganguan organ reproduksi wanita dan
kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada wanita di masa reproduksinya.(Depkes RI,2011)
Walau Kista ovarium pada kehamilan jarang dijumpai. Namun, pada
kenyataannya angka kejadian adanya kista pada wanita hamil mencapai 1:81
hingga 1: 1000 kehamilan. Pada kehamilan yang disertai dengan kistoma ovarii
seolah-olah menjadi perebutan ruangan, dimana kehamilan makin membesar.
Oleh karena itu, kehamilan dengan kista harus dilakukan operasi untuk
mengangkat kista tersebut. (Ramadhan, Karunia. 2016)
Jika kista tidak diangkat maka dapat terjadi komplikasi berupa puntiran
pada kista yang dapat menimbulkan rasa nyeri hebat serta pendarahan di dalam
kista. Komplikasi ini dapat membahayakan nyawa ibu. Pada kondisi tidak
terjadi puntiran, kista yang berukuran besar dapat menggangu proses turunnya
janin ke jalan lahir. Kista yang terlalu besar juga berisiko pecah dan
mengganggu tahim serta pertumbuhan janin di dalamnya. (AyahBunda. 2016)
Pada kejadian terpuntirnya kista tersebut dapat mengakibatkan suplai
oksigen terhadap bayipun terganggu karena terjadinya perebutan ruangan antara
janin dan kista yang membuat terhimpitnya saluran oksigen kebayi yang dapat
menyebabkan kematian bayi, dan bisa juga menyebabkan kematian ibu karena
semakin membesarnya kista pada kehamilan hingga 6 cm atau lebih maka akan
sering terjadi keluar flek hingga darah yang keluar dari vagina, apabila tidak
segera ditangani bisa menyebabkan kematian ibu karena terlalu sering
megeluarkan darah (perdarahan). (Fimela, 2016)
Dalam hal tersebut dibutuhkan adanya pelaksanaan Antenatal Care (ANC)
di fasilitas kesehatan dan penanganan yang baik, cepat dan tepat sesuai dengan
kebutuhan terhadap ibu hamil patologis dengan kista simpleks ovari dalam

6
upaya untuk membantu menurunkan tingkat kematian ibu dan angka kematian
bayi sesuai Sustainable Development Goals (SDG’s) atau Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan ini hadir menggantikan MDG’s. Oleh karena itu
pelayanan/asuhan antenatal yang baik dan benar merupakan cara penting untuk
memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil dengan kista simpleks
ovari. (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk.2010)
Maka dengan ini penulis tertarik membuat laporan dengan menerapkan dan
mengaplikasikan manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil terhadap Ny. N
dengan kista simpleks ovari di RSUD Kota Bekasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Tumor Ovarium?
2. Apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Karsinoma Serviks?
3. Apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Kista Ovarium?
4. Apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Kista Ovarium?
5. Apa yang dimaksud Kista Simpleks Ovarium Dalam Kehamilan?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Tumor Ovarium
2. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Karsinoma
Serviks
3. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Kehamilan Dengan Kista Ovarium
4. Untuk Mengetahui yang dimaksud Kehamilan Dengan Kista Ovarium
5. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud Kista Simpleks Ovarium Dalam
Kehamilan

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan dengan Keganasan Alat Kandungan


1. Kehamilan Dengan Tumor Ovarium
Adanya tumor ovarium dalam kehamilan dengan potensi sekuele
yang tak menguntungkan dapat terjadi diagnosis yang sukar dan keputusan
terapi bagi ahli obstetri bagi penyelamatan hidup janin maksimal dan
kesejahteraan ibu. Meningkatnya kesadaran pasien akan keuntungan
asuhan antenatal dini dan penggunaan USG rutin kiranya dapat
menyediakan deteksi yang lebih dini dan lebih sering akan adanya adneksa
yang abnormal. Oleh karena itu, kebiasaan dengan insiden dan manifestasi
klinis bermacam-macam tumor ovarium membantu dalam membuat
diagnosis banding dan pendekatan terapi yang pada gilirannya dapat
dipergunakan sepatutnya pada pasien dan keluarganya. Selain itu,
manajemen perioperatif membutuhkan ekspertise dengan persetujuan
bersama dari banyak penyedia pelayanan kesehatan untuk
mengoptimalkan keluaran kehamilan. Mempertimbangkan bahwa jumlah
kehamilan dengan tumor ovarium yang ditemukan pada beberapa institusi
tunggal sangat terbatas, beberapa laporan pengalaman terdahulu diringkas
dalam dukungan profil manajemen di bawah ini.
a. Insidensi
Walaupun adanya masa adneksa yang dideteksi secara klinis selama
kehamilan dinilai jarang terjadi, angka insidensinya secara umum
dinyatakan mempunyai rentang satu tumor ovarium dalam 81
persalinan, seperti yang dilaporkan Grimes dkk, sampai hanya satu
dalam beberapa ribu persalinan. Rentang yang luas ini merupakan
cermin variabilitas dalam kriteris inklusi yang digunakan di antara
para peneliti yang mendapatkan fenomena ini. Komposisi populasi
studi dan fasilitas yang digunakan untuk mengidentifikasi lesi
ovarium diperngaruhi oleh banyak faktor, termasuk usia gestasi pada
saat asuhan antenatal awal, penggunaan USG rutin, definisi ukuran

8
tumor yang bermakna, pendekatan manajemen yang diterima, dan
kebutuhan untuk laparotomi untuk dokmentasi histologi. Bila tak ada
pembatasan yang dilakukan terhadap ukuran tumor dan intervensi
bedah untuk pembuktian dibatasi, insiden yang rendah ( 1 per 81) telah
dicatat, tapi insidennya adalah hampir 70 kali lebih sedikit ( 1 per
6226) bila populasi pasien tidak melakukan asuhan antenatal sampai
kehamilan lanjut.
b. Gambaran klinis dan diagnosis
Penggunaan rutin pencitraan yang terus berkembang selama
kehamilan dan peningkatan peran para ahli obstetri dan ginekologi
sebagai penyedia pelayanan kesehatan primer bagi wanita pada usia
reproduktif mempertinggi deteksi dini dan memudahkan penentuan
tumor ovarium baik yang tersamar maupun yang simptomatis.
Permulaan asuhan antenatal selama kehamilan dini membantu
para klinisi mengidentifikasi abnormalitas adneksa melalui
pemeriksaan pelvis yang hati-hati. Pemeriksaan bimanual serial dan
penilaian sonografi berikutnya dari kecurigaan lesi ovarium harus
dilakukan manajemen yang tepat. Dengan menggunakan USG,
evaluasi adneksa selama 20 minggu pertama kehamilan, Lavery dkk
mendeteksi secara bermakna pembesaran ovarium pada 7,5% pasien
selama 10 minggu pertama kehamilan dengan pengecilan yang cepat
pada 10 minggu berikutnya; sehingga intervensi bedah hanya
diperlukan pada 0,2% pasien yang dimonitor.
Dalam praktek obstetri di mana asuhan antenatal dini dan
penggunaan liberal ekografi merupakan suatu norma, tumor ovarium
dideteksi dalam jumlah terbatas dari pasien-pasien yang asimptomatis
dan hanya kadang-kadang pasien menjadi simptomatis atau
mempunyai tumor yang cukup besar atau membesar secara progresif
menjadi secara nyata perlu dilakukan pembedahan. Jika orang
berasumsi bahwa indikasi operasi merupakan suatu lesi yang
bermakna, kebanyakan massa adneksa menjadi secara klinis dapat
diidentifikasi selama paruh pertama kehamilan. Dalam suatu seri yang

9
dikumpulkan dari 382 pasien yang memerlukan operasi, definisi
abnormalitas ovarium.
Pertimbangan bahwa presentasi yang paling umum tumor jinak
ovarium dalam kehamilan adalah nyeri abdomen, sudah seharusnya
diantisipasi bahwa nyeri itu sama dengan keluhan utama bila proses
ini terjadi selama hamil. Yang paling lazim, penyebab nyeri abdomen
adalah distensi kapsul ovarium, iskemia jaringan, dan iritasi kimia
atau inflamasi peritoneum abdominal, dengan perluasan hal-hal yang
tak wajar yang menentukan tingkat keakutan, sehingga menyatakan
perlunya operasi emergensi. Selama awal kehamilan, kombinasi
perdarahan pervaginam dan nyeri perut bawah memerlukan
pertimbangan terhadap kehamilan ektopik, yang biasanya
memerlukan tindakan pembedahan. Tanpa memperhatikan usia
kehamilan atau tempatnya, kejadian kistoma ovarii yang terdistensi,
walaupun fungsional, biasanya dijumpai. Agaknya pertumbuhan lesi
kistik yang cepat pada ovarium, terlepas dari patofisiologinya,
berakibat pada distensi yang cukup untuk menimbulkan
ketidaknyamanan abdomen. Selanjutnya, nyeri berhubungan dengan
puntiran adneksa yang menyebabkan iskemia jaringan dan mungkin
juga dijumpai peningkatan suhu tubuh yang ringan dan lekositosis.
Walaupun pertanyaan apakah torsi betul-betul terjadi lebih sering
selama kehamilan berlanjut menjadi untuk diperdebatkan, tak terdapat
korelasi yang nyata antara tipe histologi yang lebih sering dengan
ukuran tumor dan frekuensi dai torsi. Namun demikian, pernyataan
klinik bahwa torsi ovarium selama kehamilan mempunyai predileksi
untuk kerangka waktu antara 10 dan 15 minggu, suatu anggapan
bahwa ukuran dan mobilitas baik pada uterus hamil maupun ovarium
pada titik ini selam kehamilan merupakan predisposisi untuk terjadi
rotasi.
Selanjutnya, nyeri dapat menggambarkan iritasi peritoneum
abdominal oleh komponen-komponen yang dilepaskan dari kista
ovarium yang ruptur atau infeksi pada massa adneksa yang intak.

10
Infeksi tanpa terkecuali terjadi pada awalnya sebagai suatu infeksi
puerperalis dan uterus yang subinvolusi, dan definisi memerlukan
evaluasi klinik yang hati-hati. Sebaliknya, ruptur kista ovarium
dengan penyebaran darah atau komponen lain ke dalam abdomen
umumnya menyebabkan nyeri akut dengan terkadang mual dan
muntah. Trauma, khususnya selama inpartu dan persalinan, torsi,
perdarahan intrakista spontan, dan infeksi selama masa nifas adalah
faktor predisposisi terjadinya ruptur. Ruptur kista luteal dengan
dijumpainya hemoperitoneum tampaknya terjadi dengan frekuensi
yang sama dan dominan selama awal kehamilan, di mana teratoma
matur, kistadenoma, dan kista endometriotik atau kista lainnya lebih
menonjol untuk ruptur pada akhir kehamilan, khususnya selama
inpartu, persalinan, dan masa nifas.
c. Pertimbangan manajemen preoperatif
Penatalaksanaan tumor adneksa yang dideteksi selama hamil sama
dengan pendekatan yang digunakan pada pasien-pasien tidak hamil
dengan umur yang sama. Evaluasi klinik dilakukan pada suatu cara
yang cepat dan tepat, harmonis, dan berbagi dengan pasien dan
pasangannya dalam suatu waktu gejala yang bermakna, temuan fisik
dan sonografik, dugaan risiko relatif sekuele ke depan (termasuk
keganasan), usia gestasi, dan viabilitas janin. Berdasarkan informasi
yang dikumpulkan dari penilaian klinis dan laboratoris, pengalaman
laporan terdahulu, dan perspektif pasien, disposisi yang dapat diterima
dicapai oleh dokter dan pasien. Paling sedikit 15% pasien hamil
menderita suatu tumor adneksa dengan diameter melebihi 5 cm,
sekuele bermakna terjadi dan memerlukan tindakan bedah emergensi.
Penyebab yang umum adalah torsi adneksa yang mengelilingi
ligamentum suspensorium, yang berakibat pada nekrosis vaskuler
dengan edema progresif, infark,nekrosis, dan nyeri. Frekuensi yang
lebih sedikit ditemukan penyebab akut abdomen termasuk perdarahan
intrakista, ruptur tumor yang disertai hemoperitonium atau peritonitis
kimia, dan infeksi(tak terkecuali pasca persalinan).

11
Walaupun tingkat keakutan menentukan urgensinya intervensi bedah,
USG sistematis yang hati-hati terhadap janin, plasenta, uterus,
adneksa dan pelvis ikut menentukan dalam membuat diagnosis
banding,rencana penatalaksanaan dan penjelasan kepada pasien.
Setelah mengidentifikasi proses adneksa akut, penatalaksanaan
intraoperatifdijelaskan di bawah ini. Pada kondisi yang non
emergensi, manajemen tumor ovarium dalam kehamilan tergantung
dari : (1) Usia gestasi; (2) risiko pasien terhadap timbulnya komplikasi
yang berhubungan dengan tumor ovarium selama periode antepartum,
inpartum, persalinan atau masa nifas; (3) Risiko yang mungkin terjadi
berupa tersamarnya proses keganasan. Riwayat medis secara abstrak
seperlunya, termasuk informasi sebelum menstruasi dan pemeriksaan
pelvis, dan penilaian USG memberikan informasi usia gestasi dan
penilaian risiko relatif terhadap janin dan ibu.
Tumor-tumor dianggap berisiko untuk tumbuh ke depan mempunyai
sekuele termasuk lesi dengan diameter melebihi 10 cm (khususnya
risiko torsi pada awal trimester kedua), kapsul yang tebal, pinggir
vegetatif,septa internal multipel, konsistensi yang solid atau bernodul,
penambahan ukuran, dan adanya tanda infiltrasi pada cul-de- sac,
fiksasi adneksa atau asites. Adanya satu atau lebih risiko, harus
dipertimbangkan tindakan bedah. Dengan pengecualian yang jarang,
eksplorasi bedah yang nyata dilakukan selama trimester kedua setelah
melengkapi evaluasi medis obstetri dan preanestesi. Sebaliknya, bila
lesi risiko tinggi dideteksi selama saat akhir trimester pertama atau
pada fase awal trimester ketiga, penundaan terapi bedah dianjurkan
untuk mempertinggi keselamatan janin. Namun, pasien harus
dikonseling sehubungan dengan pilihan ini dan diberitahu akan
kerentanannya. Dan lagi, penderita dan keluarganya harus diingatkan
tentang komplikasi.
d. Manajemen Operatif
Sekali keputusan dibuat untuk penentuan tumor ovariumsecara
bedah dan histologi, pendekatan teknik sebaiknya memungkinkan

12
untuk sitoreduksi adekuat pada saat proses keganasan di temukan.
Setelah persiapan defekasi seperlunya, insisi vertikal di garis tengah
digunakan untuk memungkinkan eksplorasi bagi reseksi yang sesuai
dengan manipulasi uterus yang minimal. Saat kavum abdomen di
buka cairan asites diambil untuk sampel atau dilakukan bilasan
peritonium cul-de-sac dan kuadran kanan atas untuk pemeriksaan
sitologi. Semua visera secara sistematis di inspeksi dan dipalpasi,
perlengketan dibebaskan, dan setiap ada kecurigaan perlengketan atau
lesi, dilakukan eksisi untuk pemeriksaan histologi. Ovarium dinilai
untuk menentukan apakah perlu dilakukan reseksi parsial,
ooforektomi, atau tindakan bedah lain yang lebih luas.
e. Hasil kehamilan
Suatu studi selektif sejak tahun 1973 terhadap kematian janin
setelah operasi tumor ovarium dalam kehamilan menunjukkan
keseluruhan hubungan angka kehilangan janin 14 % (rentang 0-21%)
(tabel7) . Selanjutnya ,beberapa laporan menyatakan rasio kematian
janin kira-kira 30% atau lebih bila operasi dilakukan pada trimester
pertama kehamilan. Namun, kebanyakan penelitian ini termasuk studi
interval yang dimulai lebih dari dua dekade yang lalu. Penilaian
terhadap tiga laporan, menguntungkan dari teknologi dan farmasi
yang lebih canggih menunjukan angka kematian janin keseluruhan
adalah 7,6%, 3,0% dan 3,0% setelah dikurangi kematian yang tidak
diakibatkan oleh operasi. Selain itu, tindakan penundaan pembedahan
trimester II berakibat pada hanya 8 dari 66 prosedur yang dilakukan
selama trimester I ,dan hanya terjadi 1 abortus. Penggunaan optimal
USG preoperatif , perencanaan bedah dan konsultasi ahli,dukungan
intraoperatif, dan monitoring pasca operasi dan terapi yang memadai
meminimalisasi kematian janin. Evaluasi ekografi yang nyata
memberikan informasi yang berharga mengenai tanggal kehamilan
dan ukuran tumor, sehingga memudahkan pengambilan keputusan.

13
Bila mungkin,operasi ditunda sampai melewati trimester pertama atau
sampai maturitas janin terjadi jika tumor didiagnosis selama paruh
akhir kehamilan. Prosedur operatif dilakukan dengan tepat, melalui
insisi vertikal, manipulasi uterus dikurangi, dan bantuan ahli onkologi
digunakan untuk menilai terapi bedah yang sesuai jika ditemui proses
kegansan. Yang juga penting adalah menghindari hipotensi dan
hipoksia dengan memperhatikan hidrasi oksigenasi, intubasi,posisi
ibu, dan monitoring intraoperatif. Selanjutnya monitoring pasca
operasi yang kontinyu terhadap iritabilitas pasca operasi setelah usia
gestasi 20 minggu merupakan hal yang rutin dan digunakan obat
tokolitik .
Efikasi penggunaan progesteron sebelum usia gestasi 20 minggu
untuk mengurangi keguguran masih terus diperdebatkan. Namun,
pengangkatan korpus luteum sebagian atau seluruhnya sebelum
plasenta memproduksi progesteron yang cukup dapat menyebabkan
evakuasi uterus spontan. Csapo dkk menunjukkan bahwa aktivitas
uterus berhubungan dengan penurunan kadar steroid setelah
histerektomi,tapi penggantian progestreon mencegah antisipasi
abortus. Hills dkk mengadakan penilaian retrospektif dan
mendapatkan bahwa abortus tidak berkurang bila digunakan
progesteron sebelum atau setelah operasi. Sebaliknya, Karpathios dkk
menggunakan isoksuprin dan progesteron secara bersamaan sebelum
20 minggu dan mendapatkan hasil yang baik. Baru-baru ini, Hopkins
dan Duchon memberikan progesteron saja sebelum dan sesudah
operasi pada trimester pertama dan awal trimester kedua dimana tidak
terjadi abortus. Sayangnya, tak ada uji kontrol prospektif yang
dilakukan untuk menilai progesteron setelah operasi adneksa,
sehingga efikasinya masih tetap belum diketahui.

14
2. Kehamilan Dengan Karsinoma Serviks
Karsinoma serviks merupakan kanker ginekologis terbanyak pada
wanita hamil. Laporan insiden terjadinya karsinoma serviks dalam
hubungannya dengan kehamilan bervariasi di antara beberapa penelitian
yang berbeda dalam lama dan jangka waktu penelitian, saat dimulainya,
penyebaran ras dan status sosioekonomi populasi, institusi dasar rujukan,
dan waktu yang termasuk periode postpartum. Hacker dkk melalui data
dari 15 laporan, menemukan rata-rata insiden karsinoma serviks selama
kehamilan dan 12 bulan pertama post partum mendekati satu kasus dalam
2.205 kehamilan; hampir 3% penderita dengan karsinoma serviks hamil
saat didiagnosis. Rata-rata umur penderita yang hamil dengan karsinoma
serviks (33,8 tahun) adalah 15 tahun lebih muda dibandingkan umur rata-
rata penderita yang tidak hamil. Perbedaan ini nampaknya berhubungan
dengan lebih rendahnya angka kehamilan pada wanita yang lebih tua.
a. Deteksi dan Diagnosis
Gejala awal utama yang paling sering pada karsinoma serviks
adalah perdarahan pervaginam yang abnormal. Abortus, kehamilan
ektopik, plasenta previa, dan solusio plasenta merupakan faktor-faktor
yang paling bertanggung jawab dalam perdarahan pada penderita
obstetri ; bagaimanapun, kemungkinan untuk terjadinya keganasan
serviks menuntut untuk dilakukannya inspeksi dan palpasi pada
serviks. Kejadian keterlambatan diagnosis karsinoma serviks pada
penderita yang hamil dilaporkan pada 62% kasus dengan rata-rata
interval keterlambatan 4,5 bulan. Lebih dari 1/3 penderita tidak terjadi
perdarahan, dan tumor dideteksi pada pemeriksaan panggul prenatal
yang rutin atau pada evaluasi apusan sitologi yang abnormal. Biopsi
langsung pada lesi serviks yang masihdapat dilihat dengan
pengamatan langsung atau pemeriksaan kolposkopik dinyatakan
sebagai penegakkan diagnosis.

15
Tabel 1. Stadium Karsinoma Serviks Menurut FIGO
Stadium I Karsinoma terbatas pada serviks.
Stadium Ia Lesi preklinik yang didiagnosis secara
Stadium Ib mikroskopik.
Lesi dengan dalamnya invasi sampai 5 mm dari
dasar epitel dengan pengukuran horisontal sampai 7
Stadium IIa mm.
Karsinoma melibatkan 2/3 bagian atas vagina
Stadium IIb dengan tidak ada infiltrasi pada parametrium.
Karsinoma menyebar ke parametrium tapi tidak
Stadium III mengenai dinding pelvis.
Karsinoma melibatkan 1/3 bagian bawah vagina
dan atau menyebar kedinding pelvis dan atau
berhubungan dengan hidronefrosis atau ginjal yang
Stadium IV tidak berfungsi akibat tumor.
Karsinoma melibatkan vesika urinaria atau mukosa
rektum dan atau menyebar keluar panggul

Ada 958 kasus yang dilaporkan oleh Hacker dkk, karsinoma


skuamous ada pada lebih dari 93% karsinoma serviks yang
berhubungan dengan kehamilan, adenokarsinoma mendekati 3%
kasus, karsinoma adenoskuamous mendekati 1%, dan subtipe
miscellaneous ada 3%. Cherry dan Glucksmann melaporkan pada 16
kasus karsinoma adenoskuamous pada 26 (62%) penderita hamil,
dimana hanya 19% dari 548 pramenopause, penderita tidak hamil
mempunyai gambaran histologi lesi yang bervariasi. Penelitian lain
ditujukan pada 2 subtipe histologis yang tersering, penamaan, 6 kasus
antepartum sebagai clear cell adenocarcinoma dan 4 kasus glossy cell
carcinoma yang tersembunyi selama kehamilan dan lebih dari 26
bulan postpartum.

16
Klasifikasi stadium FIGO untuk karsinoma serviks disajikan
pada tabel 1. Penilaian klinis lesi dilakukan melalui pemeriksaan
bimanual dan rektovaginal. Sistoskopi dan proktoskopi diindikasikan
pada penderita yang menunjukkan gejala dan pada wanita dengan
kelainan lanjut.
Evaluasi pra terapi yang rutin pada karsinoma serviks selama
kehamilan meliputi radiologis toraks dengan perlindungan pada
bagian abdomen dan modifikasi pielogram intravena yang meliputi
film tunggal dalam 20 menit setelah penyuntikan kontras. Dengan
satu kali radiografi abdominal diagnostik, konseptus mungkin
terpapar paling sedikit 1 cGy, dimana tidak menunjukkan
peningkatan risiko malformasi, karsinoma pada masa anak-anak,
atau kerusakan genetik. Abortus terapeutik secara umum tidak
disarankan jika dosis mematikan selama 4 bulan pertama kehamilan
di bawah 10 cGy, dimana risiko kerusakan genetik dan struktural
pada fetus adalah kecil.
Distribusi berdasarkan stadium karsinoma serviks pada wanita
hamil dan tidak hamil dari 4 penelitian terbesar ditampilkan pada
tabel 2. Proporsi tumor stadium I pada kelompok hamil adalah lebih
besar dibandingkan pada kelompok tidak hamil. Stadium lanjut lebih
sering terjadi jika diagnosis dibuat selama tahun pertama setelah
persalinan dibandingkan saat lesi antepartum yang tertutup.
Tabel 2 Distribusi berdasarkan stadium bagi wanita hamil dan tidak
hamil dengan karsinoma serviks.
Stadium Hamil Tidak No. % No. %
hamil
I 271 31 2.115 16
II 343 40 5.842 43
III 200 23 3.828 28
IV 47 6 1.834 14

17
b. Penatalaksanaan
Pengobatan karsinoma serviks selama kehamilan menjadi
individual, dengan pertimbangan pada umur kehamilan, stadium
karsinoma, dan keinginan ibu. Secara umum, selama trimester
pertama kehamilan, pengobatan dilakukan secara cepat, tanpa
mempertimbangkan fetus. Jika diagnosis dibuat setelah kehamilan 20
minggu, terapi dapat dilakukan setelah persalinan.
Dari keterbatasan data yang tersedia, sedikit keterlambatan pada
terapi awal tidak menampakkan efek samping pada hasil akhir terapi.
Pada 2 penelitian, tidak ada bukti bagi perkembangan tumor yang
dilaporkan selama keterlambatan pengobatan di antara 18 penderita
yang hamil. Walaupun terapi ditunda dari minggu ke 11 menjadi
minggu ke 17 selama trimester kedua kehamilan, 6 penderita dengan
karsinoma serviks stadium I tetap bebas dari kelainan untuk 3 sampai
10 tahun.
Ibu yang meminta penundaan pengobatan sampai setelah
persalinan pada fetus yang viabel, sebagian saat keganasan
didiagnosis selama trimester pertama kehamilan, yang merupakan
penundaan lamanya terapi, diberi pengarahan tentang risiko
perkembangan interval tumor. Persalinan biasanya dilakukan segera
setelah tampak adanya data-data kematangan paru dimana
perkembangan tumor menunjukkan memang membutuhkan
intervensi segera.
Penderita yang gelisah tentang penyakitnya, yang tidak ingin
melanjutkan kehamilan, dan yang tidak mempunyai tingkat fosfolipid
cairan amnion yang immatur dapat diberikan terapi kortikosteroid
profilaksis 24 sampai 48 jam mendahului rencana persalinan.
Walaupun beberapa penelitian menunjukkan penurunan insiden dan
sindroma kegawatan respirasi dengan terapi kortikosteroid antenatal,
efektifitas bahan ini saat digunakan untuk pengobatan pada fetus
sebelum umur kehamilan 26 minggu adalah tidak jelas.

18
Ibu-ibu yang tidak yakin untuk memilih mengakhiri kehamilan,
umumnya ketika diagnosis dibuat sebelum 24 minggu, diberi
informasi yang dibutuhkan untuk memperkirakan keluaran fetus
sebagai suatu proses dalam pengambilan keputusan. Berat lahir
tampaknya menjadi determinan yang paling penting bagi
kelangsungan hidup neonatal. Data yang berasal dari Chicago Lying-
In Hospital, Universitas Chicago sama dengan dari institusi lain.
Angka kelangsungan hidup untuk bayi pada kelompok berat badan
500–899 gram adalah 28%,sedang untuk kelompok 900 – 1199 gram
dan 1200 – 1500 gram masing-masing 79% dan 86%. Akurasi
perkiraan berat badan fetus antenatal dapat dihitung menggunakan
formula yang berdasar pengukuran USG fetus berdimensi.
Pemeriksaan USG juga dapat mempengaruhi penatalaksanaan ketika
malformasi kongenital mayor dapat dideteksi dengan keluaran fetus
yang tidak baik.
Stadium penyakit juga merupakan faktor penting dalam
merencanakan terapi. Radikal histerektomi dengan limpadenektomi
pelvik tampaknya sesuai untuk penderita dengan tumor stadium Ib dan
IIa yang kecil dengan risiko minimal keterlibatan limfatik, masih
dibutuhkannya fungsi koital dan ovarian, riwayat divertikulitis atau
peradangan pelvik, dan keinginan untuk masa terapi yang pendek.
Pembengkakan kehamilan memfasilitasi prosedur operatif. Angka
kesakitan berhubungan dengan bentuk terapi ini dapat diterima.
Selama trimester pertama kehamilan, radikal histerektomi dapat
dilakukan dengan fetus di dalamnya, dimana pada umur kehamilan
lebih dari 20 minggu disarankan setelah histerotomi dengan irisan
fundal vertikal atau seksio sesarea klasik.
Terapi radiasi adalah seefektif radikal histerektomi untuk
karsinoma serviks stadium awal yang kecil dan terapi pilihan untuk
lesi lanjut yang lokal. Ketika diagnosis dibuat selama trimester
pertama kehamilan, pengobatan dimulai dengan irradiasi eksternal

19
tanpa terminasi kehamilan. Selama trimester pertama, abortus spontan
biasanya terjadi sebelum brachyterapi (selama 4 – 7 minggu, rata-rata
33 hari). Jarak waktu antara mulainya iradiasi dan abortus lebih lama
pada trimester kedua (selama 5 – 9 minggu, rata-rata 44 hari). Jika
abortus spontan tidak terjadi, uterus dievaluasi sebelum terapi intra
cavitary. Sebagai pilihan, kombinasi pembedahan dan radioterapi
dapat dipilih untuk lesi stadium awal yang menunjukkan respon yang
sesuai dengan terapi radiasi; histerektomi ekstra fascia dapat
dilakukan setelah eksternal iradiasi dan satu insersi intracavitary.
Ketika terapi dimulai selama trimester ketiga, stadium
pembedahan termasuk pengambilan kelenjar limfe dapat dilakukan
pada saat persalinan perabdominal dengan terapi radiasi yang
dilaksanakan setelah operasi. Perluasan lapangan radioterapi
dilakukan pada kasus terpilih dimana adanya metastase ke pelvis,
kelenjar iliaca dan nodus aorta. Untuk mendeteksi karsinoma selama
interval postpartum, radioterapi dilakukan seperti pada penderita tidak
hamil. Komplikasi radiasi yang utama dan penghentian terapi
sementara dilaporkan pada penderita yang menjalani radioterapi
selama kehamilan.
Terapi radiasi dihindari selama periode menunggu jika ibu
memutuskan untuk melanjutkan kehamilan sampai fetus viabel.
Kebanyakan bayi yang terpapar radiasi dengan dosis di atas 250 cGy
antara umur kehamilan 4 dan 11 minggu mempunyai malformasi berat
pada organ utama. Dengan dosis yang sama dimana persalinan antara
umur kehamilan 11 dan 20 minggu berhubungan dengan
keterbelakangan pertumbuhan, keterbelakangan mental dan
mikrosefalus. Setelah umur kehamilan 20 minggu risiko pada fetus
sama seperti paparan pada postpartum. Iradiasi dapat meningkatkan
kemungkinan pembentukan bahan karsinogen di kemudian hari.
Pengobatan sebaiknya dilakukan selama kehamilan pada penderita
dengan penyakit lanjut dimana harapan hidup ibu terbatas, terutama
jika diagnosis dibuat selama trimester ketiga. Hanya satu kasus

20
kelainan serviks ibu yang melibatkan plasenta yang dilaporkan; tidak
ada kasus metastasis ke fetus. Dengan demikian, abortus terapeutik
tidak dilakukan untuk indikasi fetus. Disarankan untuk melakukan
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik terhadap hasil konsepsi.
c. Penanganan Secara Umum Kanker Serviks Pada Kehamilan
Pengobatan secara konservatif dan dilakukan penilaian ulang setelah
3 bulan post partum. Bila tetap maka dilakukan histerek-tomi.
1) Stadium IA
a) Trimester I, dilakukan abortus provokatus dan dilanjutkan
dengan radiasi atau histerek-tomi totalis.
b) Trimester II (sampai 20 minggu), dilakukan histerek-tomi dan
dilanjutkan dengan radiasi atau histerektomi dan dilanjutkan
dengan radiasi atau histerektomi totalis.
c) Trimester II > 20 minggu, atau Trimester III, ditunggu sampai
janin viable, kemudian dilakukan seksio sesarea dan
dilanjutkan dengan histerek- tomi total atau radiasi.
2) Stadium IB-IIA
a) Trimester I, radiasi untuk abortus provokatus yang dilanjutkan
dengan radiasi/operasi radikal.
b) Trimester II < 20 minggu, histerektomi dan dilanjutkan dengan
radiasi atau operasi radikal.
c) Trimester II > 20 minggu atau trimester III, ekspektatif sampai
janin vaible, kemudian dilakukan seksio sesarea dan
dilanjutkan dengan radiasi atau histerektomi radikal.
3) Stadium IIB-IIIB
a) Trimester I, radiasi untuk abortus provokatus dan post abortus
ditambahradiasi sampai lengkap.
b) Trimester II < 20 minggu, histerektomi dan dilanjutkan dengan
radiasi.
c) Trimester II > 20 minggu atau trimester III, ekspektatif
sampai janin viable, kemudian dilakukan seksio sesarea dan
dilanjutkan dengan radiasi.

21
4) Stadium IVA
a) Trimester I, radiasi untuk abortus provokatus dan dilanjutkan
dengan radiasi paliatif, bila ada respon diteruskan sampai
dicapai dosis kuratif.
b) Trimester II < 20 minggu, histerektomi dan dilanjutkan dengan
radiasi paliatif dan bila respons dapat ditambah sehingga
dicapai dosis kuratif.
c) Trimester II > 20 minggu atau trimester III, ekspektatif sampai
janin viable kemudian dilakukan seksio sesarea, dilanjutkan
dengan radiasi paliatif dan bila respons diteruskan sampai
dosis kuratif.
5) Stadium IVB
a) Trimester I, radiasi untuk abortus provokatus yang dilanjutkan
dengan radiasipaliatif atau kemoterapi.
b) Trimester II < 20 minggu histerektomi, bila tidak ada keluhan
(asimptomatik) dilan-jutkan dengan kemoterapi, bila ada
keluhan (simptomatik) diberikan radiasi.
c) Trimester II > 20 minggu atau trimester III, ekspektatif sampai
janin viable, kemudian dilakukan seksio sesarea. Bila tidak ada
keluhan (asimpto-matik) dilanjutkan dengan kemoterapi, bila
ada keluhan (simptomatik) dilanjutkan dengan radiasi.

B. Kehamilan dengan Kista Ovarium


1. Kista Simpleks Ovarium Dalam Kehamilan
Pembesaran ovarium kurang dari 6 cm yang ditemukan pada awal
kehamilan biasanya mencerminkan pembentukan korpus luteum. Satu dari
1.500 kehamilan mendapat komplikasi tumor yang terdeteksi secara klinis,
berdiameter <50 mm. Jika pemeriksaan ultrason dilakukan secara rutin,
tumor ovarium dapat dideteksi pada 1 dari 200 kehamilan. Kebanyak tumor
karena kista, biasanya karena pembesaran korpus luteum, yang dapat hilang
secara spontan ( Llewelyn dan Jones,2001). Pada kehamilan yang disertai
kista simpleks ovarii seolah-olah terjadi perebutan ruangan, ketika

22
kehamilan makin membesar. Oleh karena itu, kehamilan dengan kista
simpleks ovari memerlukan operasi untuk mengangkat kista tersebut pada
usia kehamilan 16 minggu. Kebanyakan kista simpleks ovari meliputi 25 %
dari semua neoplasma yang menjadi penyulit pada kehamilan. Sisanya 75
% terdiri dari berbagai kista ovarium lainnya. ( Llewelyn dan Jones,2001).
Bahaya melangsungkan kehamilan bersama dengan kista simpleks ovarii
adalah dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya
mengakibakan abortus, kematian dalam rahim. Pada kedudukan kista di
pelvis minor, persalinan dapat terganggu dan dan memerlukan penyelesaian
dengan jalan operasi seksio sesaria. Pada kedudukan kista simpleks ovari di
daerah fundus uteri, persalinan dapat berlangsung normal tetapi bahaya
postpartum mungkin menjadi torsi kista, infeksi sampai abses. Oleh karena
itu, segera sebelum usia kehamilan membesar atau belum sampai usia 25
minggu kehamilan bila diketahui terdapat kista simpleks ovarii, laparotomy
atau operasi sesuai instruksi dokter untuk dilakukan pengangkatan kista
tersebut. (Manuaba,2010).
a. Penyebab Kista Simpleks Ovarium
Ada banyak faktor atau masalah yang menjadi Penyebab kista
simpleks ovarium yang tersering meliputi Masalah hormonal
Kista fungsional biasanya hilang sendiri tanpa pengobatan. Mereka
mungkin disebabkan oleh masalah hormonal atau pengaruh obat untuk
membantu merangsang ovulasi.
1) Endometriosis
Wanita dengan endometriosis dapat mengembangkan jenis kista
ovarium yang disebut endometrioma. Jaringan endometriosis
menyebar ke ovarium lalu tumbuh di sana. Kista ini bisa
menyakitkan saat “berhubungan” dan selama menstruasi.
2) Infeksi panggul yang parah
Infeksi dapat menyebar ke ovarium dan tuba falopi dan
menyebabkan terbentuknya kista. (Mediksus, 2016)
b. Gejala Kista Simpleks Ovarium pada Kehamilan
Sering kali, penyakit kista simpleks ovarium tidak menimbulkan gejala

23
apapun. Namun, gejala dapat muncul seiring dengan bertambah
besarnya kista. Gejala Kista Simpleks Ovarium meliputi: Pembesaran
pada perut bagian bawah kanan atau kiri atau keduanya Nyeri saat
buang air Sakit pada daerah panggul sebelum atau selama siklus
menstruasi Sakit saat berhubungan intim Sakit pada punggung bawah
atau paha Nyeri pada payudara Mual dan muntah Gejala kista yang
berat memerlukan perhatian medis segera, di antaranya:
1) Sakit panggul yang terasa begitu hebat
2) Badan Demam atau meriyang
3) Pingsan atau pusing Napas cepat
Gejala-gejala yang berat di atas dapat menunjukkan bahwa kista
simpleks ovarium mengalami pecah atau terpelintir. Kedua komplikasi
ini dapat memiliki dampak yang serius jika tidak diobati secepat
mungkin. (Mediksus, 2016)

c. Kompilasi Kista Simpleks Ovarium terhadap Kehamilan


Kista selama masa kehamilan tidak selalu berdampak negatif pada
kehamilan dan janin yang dikandung. Kista yang berukuran kecil tidak
akan membahayakan janin dan menimbulkan komplikasi kehamilan.
Tetapi yang perlu dilakukan oleh ibu hamil adalah melakukan
pemantaun yang rutin ke dokter untuk melihat ukuran kista. (Fimela,
2016)
Pemantauan dilakukan untuk memastikan apakah kista bertambah
kecil dan menghilang atau sebaliknya kista semakin membesar. Kista
yang makin lama mengecil dan menghilang tidak perlu kamu
khawatirkan. Kista yang menghilang dan pecah dengan sendiri
memang tidak membahayakan janin yang dikandung. Namun pada
beberapa kasus rasa sakit yang dialami ibu hamil akibat pecah kista
bisa menyebabkan bayi lahir prematur. (Fimela, 2016)
Bila ukuran kista bertambah besar dan melebihi 6-8 cm bisa
menyebabkan risiko pada ibu hamil. Rasa nyeri dan sakit bisa
dirasakan ibu hamil disebabkan kista terpuntir. Selain ini kondisi kista
yang semakin membesar bisa membahayakan perkembangan janin

24
karena mendesak rongga perut. Kista yang membesar juga dapat
menyebabkan sesak nafas karena suplai oksigen ke paruparu tidak
maksimal yang bisa menyebabkan terjadinya IUFD (Intra Uterine
Fetal Deaht) terhadap janin yang dikandung. (Fimela, 2016)
d. Diagnosa Kista Simpleks Ovarium pada Kehamilan
Untuk dapat menentukan seseorang wanita memiliki kista simpleks
ovarium, maka dokter akan melakukan pemeriksaan panggul. Dalam
hal ini dilakukan pemeriksaan fisik secara langsung untuk melihat
apakah ada benjolan atau pembengkakan pada salah satu ovarium dan
melakukan pemeriksaan USG untuk mengkonfirmasi secara visual
dengan memanfaatkan gelombang suara. Pemeriksaan penunjang
lainnya untuk menegakkan diagnosis kista ovarium meliputi:
1) CT scan
Pemeriksaan pencitraan tubuh yang digunakan untuk membuat
gambar penampang organ internal.
2) MRI
Pemeriksaan pencitraan dengan medan magnet untuk
menghasilkan gambar organ internal Karena mayoritas penyakit
kista akan hilang sendiri setelah beberapa minggu atau bulan, maka
dokter mungkin tidak segera merekomendasikan rencana
pengobatan atau operasi. Sebaliknya, ia mungkin akan mengulang
USG dalam beberapa minggu atau bulan untuk memeriksa kembali
kondisi kista tersebut. Jika tidak ada perubahan atau justru kista
semakin membesar, maka dokter akan meminta tes tambahan
untuk menentukan penyebab kista lainnya dan menentukan terapi
yang tepat.
3) Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,
apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara
cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

25
4) Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat
adanya gigi dalam tumor.
5) Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum
peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk
(Mediksus, 2016)
e. Penanganan Kista Simpleks Ovarium pada Kehamilan
1) Laparoskopi
Jika kista berukuran kecil dan setelah pemeriksaan ditemukan
adanya
kanker, maka dokter bisa melakukan laparoskopi atau operasi
pengangkatan kista. Prosedur ini dilakukan dengan membuat
sayatan kecil di dekat pusar dan kemudian memasukkan alat kecil
ke perut untuk mengangkat kista.
2) Laparotomi
Jika kista berukuran besar, dokter dapat mengangkat kista melalui
sayatan yang besar pada perut. Dokter akan melakukan biopsy
langsung, dan jika ternyata kista tersebut adalah kanker, maka
dokter mungkin saja melakukan histerektomi untuk mengangkat
beserta Rahim. (Mediksus, 2016)

26
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

A. Asuhan Kebidanan Kehamilan Dengan Keganasan Alat Kandungan


ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KISTA SIMPLEK
OVARI DI RS ANSARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2021

IDENTITAS
Ibu Suami
Nama Ny.N Tn.N
Umur 45 Thn 50 Thn
Agama Islam Islam
Pekerjaan IRT Karyawan Swasta
Alamat Banjarmasin Banjarmasin

PROLOG
Ny.N datang ke IGD PONEK pada tanggal 17 Agustus 2021, Pukul :09.00 WIB
dengan keluhan nyeri perut kanan dan pinggang kanan bawah, mual muntah dan
kadang panas, keluar flek-flek merah kecoklatan dari vagina, HPHT 20.03.2021,
TP:27.10.2022, siklus haid ibu tratur, riwayat alat kontrasepsi suntik. Ini merupakan
kehamilan ibu yang ke-5, anak ke 3 dan 4 ibu mangalami keguguran ,Ibu tidak
memiliki penyakit menular dan tidak memiliki penyakit hipertensi, DM, dan
jantung.

DATA SUBJEKTIF
Ibu mengatakan nyeri perut kanan dan pinggang kanan bawah, mual muntah dan
kadang panas, keluar flek-flek merah kecoklatan dari vagina.

DATA OBJEKTIF
Keadaan umum: baik, kesadaran: composmetis, TD: 120/80mmHg, Nadi:
84x/menit, RR: 22x/menit, wajah tidak ada odem, konjung tiva tidak anemia, tidak

27
ada pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran payudara dan puting suau menonjol,
Ektremitas atas normal, TFU : 2 jari diatas pusat, Leopold I : Teraba bagian-bagian
terkecil janin yaitu ekstremitas, Leopold II :kanan: teraba bulat, keras melenting
yaitu kepala, kiri : teraba bulat, lunak, tidak melenting yaitu kepala, Leopold III
:Teraba panjang, keras seperti ada tahanan yaitu punggung, Fetus : Letak : Lintang,
Presentasi : Punggung, Posisi : Punggung bawah, pergerakan : aktif, DJJ :
148x/menit. Reflek patella(+), Hb:11,2gr%, protein urin (-).

ANALISA
G5A2P2 usia kehamilan 21 minggu 4 hari janin tunggal hidup intrauteri presebtasi
punggung dengan kista simpleks ovari

PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan yaitu TD 120/80 mmHg, nadi
84x/menit, Rr : 22 x/menit, FU 2 jari diatas pusat. DJJ 148x/m, letak lintang.
Ibu mengerti tentang hasil pemeriksaan.
2. Menjelaskan kepada ibu tentang tanda bahaya kehamilan yaitu perdarahan
pervaginam, mual muntah berlebihan, suhu tubuh lebih > 38C, sakit kepala
hebat, ketubah pecah sebelum waktunya, gerakan janin berkurang, jika ibu
mengalami salah satu tanda tersebut, ibu diharapkan melapor kepetugas
kesehatan untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut. Ibu mengerti tentang tanda
bahaya kehamilan.
3. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian obat seperti paracetamol
500 mg, pemasangan infus dengan aturan 20 tetes/menit. Kolaborasi telah
dilakukan.
4. Menganjurkan kepada ibu untuk makan dengan gizi seimbang yaitu, nasi,
sayur, mayur, lauk-pauk, buah-buahan dan susu. Ibu mengerti dan bersedia
makan dengan gizi seimbang.
5. Memberitahu ibu untuk menghindari makanan yang instan, kaleng, pemanis
buatan. Ibu mengerti dan mau menghindari makanan yang instan.
6. Menganjurkan ibu istirahat yang cukup jangan melakukan aktivitas yang
berlebihan. Ibu mengerti dan bersedia istirahat yang cukup.

28
7. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa kista ovari adalah suatu kumpulan
cairan yang dibungkus kantong didalam organ reproduksi wanita.bu mengerti
tentang penjelasan bidan
8. Memberikan dukungan dan membantu mengurangi kecemasan ibu dengan
meminta ibu agar tenang, berdo’a kepada Allah dan serahkan semua kepada
Allah semoga diberikan kelancaran dalam setiap tindakan dan terapi yang
sedang dijalani. Ibu mengerti dan sudah merasa lega.
9. Memberikan informant consent kepada ibu dan keluarga bahwa ibu harus
melakukan tindakan operasi untuk dilakukan pengambilan kista agar dapat
mempertahankan janinnya. Ibu dan keluarga mengerti dan bersedia untuk
dilakukan operasi.
10. Mengambil darah ibu sebanyak 3 cc untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Darah telah diambil dan sudah diantar lke lab dan hasilnya
adalah Hb 11 gr%, HIV aids negative.
11. Meminta ibu untuk kencing didalam botol urine untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Urine telah diantar ke lab dan hasilnya adalah protein urine
negative, glukosa negative.
12. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa rencana operasi yang telah di
instruksikan oleh dokter obgyn adalah besok pagi dan ibu dianjurkan untuk
puasa yang dimulai nanti malam pada jam 24.00 sampai instruksi selesai
operasi jika sudah sesuai dengan kriteria diperbolehkan makan dan minum
kembali. Ibu dan keluarga mengerti dan ibu bersedia untuk melakukan puasa
yang dimulai nanti malam jam 24.00.
13. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan telah
didokumentasikan.

29
B. Kumpulan Soal Kehamilan dengan Keganasan Alat Kandungan
1. Ny. E 40 tahun P6 A1 datang ke tempat bidan untuk periksa perdarahan.
KU pucat, TD 90/60 mmHg, N: 88 x/m R : 18 x/m, T : 37 c, Hb 7 gr %.
Hasil anamnesa os di atas mengalami keputihan yang berbau kurang lebih
1 tahun belakangan dan akhir-akhir ini mengalami perdarahan saat
berhubungan intim.
Pada kasus tersebut kemungkinan Ny. E menderita apa ?
a. Cervisitis
b. Polip serviks
c. Kanker serviks
d. Radang panggung
e. Kista
2. Ny. A usia 29 tahun datang ke puskesmas dengan suami mengatakan sakit
pada bagian perut dan selalu terlihat kembung. Ibu mengatakan akhir akhir
ini sering bolak – balik buang air kecil. Riwayat pernikahan : ibu sudah
menikah 1 tahun tetapi belum memiliki anak.
Hasil pemeriksaan : TD : 110/70 mmHg, suhu 36,5 C, N : 80x/m, R : 21x/m,
TB : 153 cm, BB 67 Kg.
Pemeriksaan apakah yang tepat untuk menegakan diagnose pada kasus
tersebut ?
a. AFP
b. Tes CA 125
c. Tes CA 15-3
d. B2M
e. CEA
3. Ny. T datang ke bidan praktek dengan, menstruasi tidak teratur, nyeri saat
berhubungan, dan terdapat darah pada urine. Dari hasil anamnesa, suami
bekerja sebagai driver bus antar provinsi dan pulangnya 1 minggu sekali.
Sesuai data kasus di atas NY.T menderita?
a. Vulvitis
b. Cervik
c. Ovarium

30
d. Kista
e. Endometriosis
4. Ny.N P5A2 datang ke IGD PONEK pada tanggal 17 Agustus 2021, Pukul
: 09.00 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan dan pinggang kanan bawah,
mual muntah dan kadang panas, keluar flek-flek merah kecoklatan dari
vagina, siklus haid ibu tratur, riwayat alat kontrasepsi suntik,
TD:120/80mmHg, N:82x/menit, R: 21x/menit, T: 37,5 C.
Kemungkinan Ny.S menderita ?
a. CA Serviks
b. Kista ovarium
c. Radang panggung
d. Vulvitis
e. Endometriosis
5. Ny. S 42 tahun P6A2 datang ke tempat bidan untuk periksa keputihan
berbau yang sudah terjadi sejak 6 bulan yang lalu. KU pucat, TD 90/70
mmHg, N 85 x/m, R 20 x/m, T 37.2c, Hb 9 gr/dl. Ibu juga mengatakan
mengalami menstruasi yang tidak teratur dan mengalami rasa nyeri saat
berhubungan, sering mual dan nafsu makan berkurang yang membuat berat
badan Ny. S menurun
Kemungkinan Ny.S menderita?
a. Ca. Serviks karena pemakaian kb
b. Ca. Serviks karena makan dan minun kurang
c. Ca serviks karena sering melahirkan
d. Kista karena kurang menjaga kebersihan area genetalia
e. Kista karena premenopouse
6. Ny. H G2p1A0 hamil 4 minggu memeriksakan kehamilannya ke dokter
SpOG, ibu mengatakan keluar keputihan yang encer berwarna kecoklatan
dan berbau busuk dari vagina ibu serta nyeri panggul. Hasil pemeriksaan
didapatkan KU baik, TD 110/80 mmHg, N :80 x/menit, R : 20 x/menit, T :
37 C, Hb 10 gram %. Dari hasil pemeriksaan dokter mendiagnosa bahwa
ibu mengalami kanker serviks stadium IA.

31
Pada kasus diatas penatalaksanaan apa yang harus dilakukan mengingat ibu
ada pada kehamilan trimester I ?
a. Abortus provokatus dan dilanjutkan dengan radiasi atau
histerektomi totalis
b. Abortus provokatus
c. Histerektomi totalis
d. Radiasi operasi radikal dilanjutkan dengan histerektomi totalis
e. Kuretase dilanjutkan dengan kemoterapi

32
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kehamilan dengan keganasan alat kandungan terdiri dari kehamilan
dengan tumor ovarium dan kehamilan dengan karsinoma serviks. Tumor
ovarium adalah jaringan yang tumbuh dan berkembang pada ovarium atau
indung telur. Karsinoma serviks adalah kanker yang tumbuh pada sel-sel di
leher rahim. Karsinoma serviks merupakan kanker ginekologi terbanyak pada
wanita hamil. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang nantinya
menemani perempuan di seluruh siklus kehidupannya. Bidan merupakan
tenaga kesehatan kooperatif yang terlibat dalam manajemen pelayanan
kesehatan secara terus. Peran bidan sangat membantu dalam scrining atau
identifikasi penyakit secara dini sehingga terapi dapat dimulai secepatnya dan
prognosa penyakit dapat diperbaiki. Karsinoma serviks dapat di skrining secara
dini dengan menggunakan metode papsmear.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang kehamilan dengan
keganasan alat kandungan sehingga dapat mendeteksi secara dini,
mengaplikasikan dan memberikan asuhan yang tepat guna meningkatkan
pelayanan kebidanan yang berkualitas. Dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan oleh karena itu Kami mohon saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

33
DAFTAR PUSTAKA

Buku Bunga Rampai Pengetahuan Obstetri dan Ginekologi, 2014, UMY

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal Edisi Perdana. Surabaya:


Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia

Modul Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal Komprehensif

Indriani, R.I. (2017). Tersedia dalam hamil-170602091609.pdf. (diakses pada


tanggal 17 Agustus 2021)

34
Dosen pengajar:

Ibu Ririn Indriani, SSR., M. Tr. Keb

Kelompok 3

Siti marowiah
Naili arida
Dewi dahliana
Noor khofifah
Inayaturahmi
Siti sri wahyuningsih
Tasya nurcholisa
Tumor ovarium berisi cairan yang kira
sebut kista, juga dapat berbentuk tumor
padat.
Adanya tumor ovarium dalam kehamilan
dengan potensi sekuele yang tak
menguntungkan dapat terjadi diagnosis
yang sukar dan keputusan terapi bagi ahli
obstetri bagi penyelamatan hidup janin
maksimal dan kesejahteraan ibu.
Permulaan asuhan antenatal selama kehamilan dini
membantu para klinisi mengidentifikasi abnormalitas adneksa
melalui pemeriksaan pelvis yang hati-hati. Pemeriksaan
bimanual serial dan penilaian sonografi berikutnya dari
kecurigaan lesi ovarium harus dilakukan manajemen yang
tepat. Dengan menggunakan USG, evaluasi adneksa selama
20 minggu pertama kehamilan, Lavery dkk mendeteksi secara
bermakna pembesaran ovarium pada 7,5% pasien selama 10
minggu pertama kehamilan dengan pengecilan yang cepat
pada 10 minggu berikutnya; sehingga intervensi bedah hanya
diperlukan pada 0,2% pasien yang dimonitor
Pertimbangan bahwa presentasi yang paling
umum tumor jinak ovarium dalam kehamilan
adalah nyeri abdomen.
penyebab nyeri abdomen adalah distensi
kapsul ovarium, iskemia jaringan, dan iritasi
kimia atau inflamasi peritoneum abdominal,
dengan perluasan hal-hal yang tak wajar
yang menentukan tingkat keakutan, sehingga
menyatakan perlunya operasi emergensi.
Evaluasi klinik dilakukan pada
suatu cara yang cepat dan tepat,
harmonis, dan berbagi dengan pasien
dan pasangannya dalam suatu waktu
gejala yang bermakna, temuan fisik
dan sonografik, dugaan risiko relatif
sekuele ke depan (termasuk
keganasan), usia gestasi, dan viabilitas
janin
Pada kondisi yang non emergensi,
manajemen tumor ovarium dalam kehamilan
tergantung dari :

Usia gestasi

Risiko yang mungkin terjadi berupa


tersamarnya proses keganasan

Risiko pasien terhadap timbulnya komplikasi yang


berhubungan dengan tumor ovarium selama periode
antepartum, inpartum, persalinan atau masa nifas
Pendekatan teknik sebaiknya
memungkinkan untuk sitoreduksi adekuat pada
saat proses keganasan di temukan. Setelah
persiapan defekasi seperlunya, insisi vertikal di
garis tengah digunakan untuk memungkinkan
eksplorasi bagi reseksi yang sesuai dengan
manipulasi uterus yang minimal.
Saat kavum abdomen di buka cairan asites
diambil untuk sampel atau dilakukan bilasan
peritonium cul-de-sac dan kuadran kanan atas
untuk pemeriksaan sitologi. Semua visera secara
sistematis di inspeksi dan dipalpasi, perlengketan
dibebaskan, dan setiap ada kecurigaan
perlengketan atau lesi, dilakukan eksisi untuk
pemeriksaan histologi.
Ovarium dinilai untuk menentukan apakah perlu
dilakukan reseksi parsial, ooforektomi, atau
tindakan bedah lain yang lebih luas.
Penggunaan optimal USG preoperatif , perencanaan
bedah dan konsultasi ahli,dukungan intraoperatif, dan monitoring
pasca operasi dan terapi yang memadai meminimalisasi
kematian janin. Evaluasi ekografi yang nyata memberikan
informasi yang berharga mengenai tanggal kehamilan dan
ukuran tumor, sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
Bila mungkin,operasi ditunda sampai melewati trimester pertama
atau sampai maturitas janin terjadi jika tumor didiagnosis selama
paruh akhir kehamilan.
Karsinoma serviks merupakan
kanker ginekologis terbanyak pada
wanita hamil.

Laporan insiden terjadinya


karsinoma serviks dalam
hubungannya dengan kehamilan
bervariasi di antara beberapa
penelitian yang berbeda dalam
lama dan jangka waktu penelitian,
saat dimulainya, penyebaran ras
dan status sosioekonomi populasi,
institusi dasar rujukan, dan waktu
yang termasuk periode postpartum.
hampir 3% penderita dengan
karsinoma serviks hamil saat
didiagnosis.
Gejala awal utama yang paling
sering pada karsinoma serviks
adalah perdarahan pervaginam
yang abnormal.
Lebih dari 1/3 penderita tidak terjadi
perdarahan, dan tumor dideteksi
pada pemeriksaan panggul
prenatal yang rutin atau pada
evaluasi apusan sitologi yang
abnormal. Biopsi langsung pada lesi
serviks yang masihdapat dilihat
dengan pengamatan langsung atau
pemeriksaan kolposkopik
dinyatakan sebagai penegakkan
diagnosis.
Stadium I Karsinoma terbatas pada serviks.

Stadium
▪ Stadium Ia
Karsinoma Serviks
Lesi preklinik yang didiagnosis secara mikroskopik.

Menurut
Stadium Ib FIGO Lesi dengan dalamnya invasi sampai 5 mm dari dasar epitel dengan
pengukuran horisontal sampai 7 mm.
Stadium IIa Karsinoma melibatkan 2/3 bagian atas vagina dengan tidak ada infiltrasi
Stadium IIb pada parametrium.
Stadium III Karsinoma menyebar ke parametrium tapi tidak mengenai dinding
pelvis.
Stadium IV Karsinoma melibatkan 1/3 bagian bawah vagina dan atau menyebar
kedinding pelvis dan atau berhubungan dengan hidronefrosis atau ginjal
yang tidak berfungsi akibat tumor.
Karsinoma melibatkan vesika urinaria atau mukosa rektum dan atau
menyebar keluar panggul
Pengobatan karsinoma serviks selama
kehamilan menjadi individual, dengan
pertimbangan pada umur kehamilan,
stadium karsinoma, dan keinginan ibu.
selama trimester pertama kehamilan,
pengobatan dilakukan secara cepat,
tanpa mempertimbangkan fetus.
Jika diagnosis dibuat setelah kehamilan
20 minggu, terapi dapat dilakukan
setelah persalinan.
Stadium IA

▪ Trimester I, dilakukan abortus


provokatus dan dilanjutkan dengan
radiasi atau histerek-tomi totalis.
▪ Trimester II (sampai 20 minggu),
dilakukan histerek-tomi dan dilanjutkan
dengan radiasi atau histerektomi dan
dilanjutkan dengan radiasi atau
histerektomi totalis.
▪ Trimester II > 20 minggu, atau Trimester
III, ditunggu sampai janin viable,
kemudian dilakukan seksio sesarea dan
dilanjutkan dengan histerek- tomi total
atau radiasi.
Stadium IB-IIA

▪ Trimester I, radiasi untuk abortus


provokatus yang dilanjutkan dengan
radiasi/operasi radikal.
▪ Trimester II < 20 minggu,
histerektomi dan dilanjutkan dengan
radiasi atau operasi radikal.
▪ Trimester II > 20 minggu atau
trimester III, ekspektatif sampai
janin vaible, kemudian dilakukan
seksio sesarea dan dilanjutkan
dengan radiasi atau histerektomi
radikal.
Stadium IIB-IIIB

▪ Trimester I, radiasi untuk abortus


provokatus dan post abortus
ditambah radiasi sampai lengkap.
▪ Trimester II < 20 minggu,
histerektomi dan dilanjutkan
dengan radiasi.
▪ Trimester II > 20 minggu atau
trimester III, ekspektatif sampai
janin viable, kemudian dilakukan
seksio sesarea dan dilanjutkan
dengan radiasi.
Stadium IVA

▪ Trimester I, radiasi untuk abortus provokatus


dan dilanjutkan dengan radiasi paliatif, bila
ada respon diteruskan sampai dicapai dosis
kuratif.
▪ Trimester II < 20 minggu, histerektomi dan
dilanjutkan dengan radiasi paliatif dan bila
respons dapat ditambah sehingga dicapai
dosis kuratif.
▪ Trimester II > 20 minggu atau trimester III,
ekspektatif sampai janin viable kemudian
dilakukan seksio sesarea, dilanjutkan
dengan radiasi paliatif dan bila respons
diteruskan sampai dosis kuratif.
Stadium IVB

▪ Trimester I, radiasi untuk abortus


provokatus yang dilanjutkan dengan
radiasi paliatif atau kemoterapi.
▪ Trimester II < 20 minggu histerektomi, bila
tidak ada keluhan (asimptomatik) dilan-
jutkan dengan kemoterapi, bila ada
keluhan (simptomatik) diberikan radiasi.
▪ Trimester II > 20 minggu atau trimester III,
ekspektatif sampai janin viable, kemudian
dilakukan seksio sesarea. Bila tidak ada
keluhan (asimpto-matik) dilanjutkan
dengan kemoterapi, bila ada keluhan
(simptomatik) dilanjutkan dengan radiasi
Kista Simpleks Ovarium Dalam
Kehamilan

Pembesaran ovarium kurang dari 6 cm


yang ditemukan pada awal kehamilan
biasanya mencerminkan pembentukan
korpus luteum.
Oleh karena itu, kehamilan dengan
kista simpleks ovari memerlukan
operasi untuk mengangkat kista
tersebut pada usia kehamilan 16
minggu.
Kebanyakan kista simpleks ovari
meliputi 25 % dari semua neoplasma
yang menjadi penyulit pada
kehamilan. Sisanya 75 % terdiri dari
berbagai kista ovarium lainnya.
Penyebab Kista Simpleks Gejala Kista Simpleks Ovarium
Ovarium pada Kehamilan

1. Endometriosis
2. Infeksi panggul
yang parah
Kompilasi Kista Simpleks Ovarium
terhadap Kehamilan

Kista yang berukuran kecil tidak akan membahayakan


janin dan menimbulkan komplikasi kehamilan. Tetapi
yang perlu dilakukan oleh ibu hamil adalah
melakukan pemantaun yang rutin ke dokter untuk
melihat ukuran kista.
Namun pada beberapa kasus rasa sakit yang dialami
ibu hamil akibat pecah kista bisa menyebabkan bayi
lahir prematur. (Fimela, 2016)
Bila ukuran kista bertambah besar dan
melebihi 6-8 cm bisa menyebabkan risiko pada ibu
hamil. Rasa nyeri dan sakit bisa dirasakan ibu hamil
disebabkan kista terpuntir. Selain ini kondisi kista yang
semakin membesar bisa membahayakan
perkembangan janin karena mendesak rongga perut.
Kista yang membesar juga dapat menyebabkan sesak
nafas karena suplai oksigen ke paruparu tidak
maksimal yang bisa menyebabkan terjadinya IUFD
Diagnosa Kista Simpleks Ovarium pada
Kehamilan

1. CT scan
2. MRI
3. Ultrasonografi
4. Foto Rontgen
5. Parasintesis

Penanganan Kista Simpleks Ovarium pada Kehamilan

▪ Laparoskopi

▪ Laparotomi
PROLOG

Ny.N datang ke IGD PONEK pada tanggal 17 Agustus 2021, Pukul


:09.00 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan dan pinggang
kanan bawah, mual muntah dan kadang panas, keluar flek-flek
merah kecoklatan dari vagina, HPHT 20.03.2021, TP:27.10.2022,
siklus haid ibu tratur, riwayat alat kontrasepsi suntik. Ini
merupakan kehamilan ibu yang ke-5, anak ke 3 dan 4 ibu
mangalami keguguran ,Ibu tidak memiliki penyakit menular dan
tidak memiliki penyakit hipertensi, DM, dan jantung.
▪ DATA SUBJEKTIF
Ibu mengatakan nyeri perut kanan dan pinggang kanan bawah,
mual muntah dan kadang panas, keluar flek-flek merah kecoklatan
dari vagina.

▪ DATA OBJEKTIF
Keadaan umum: baik, kesadaran: composmetis, TD: 120/80mmHg,
Nadi: 84x/menit, RR: 22x/menit, wajah tidak ada odem, konjung tiva
tidak anemia, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran
payudara dan puting suau menonjol, Ektremitas atas normal, TFU : 2
jari diatas pusat, Leopold I : Teraba bagian-bagian terkecil janin
yaitu ekstremitas, Leopold II :kanan: teraba bulat, keras melenting
yaitu kepala, kiri : teraba bulat, lunak, tidak melenting yaitu kepala,
Leopold III :Teraba panjang, keras seperti ada tahanan yaitu
punggung, Fetus : Letak : Lintang, Presentasi : Punggung, Posisi :
Punggung bawah, pergerakan : aktif, DJJ : 148x/menit. Reflek
patella(+), Hb:11,2gr%, protein urin (-).
ANALISA
G5A2P2 usia kehamilan 21 minggu 4 hari janin
tunggal hidup intrauteri presebtasi punggung
dengan kista simpleks ovari
PENATALAKSANAAN

1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan yaitu TD 120/80 mmHg,


nadi 84x/menit, Rr : 22 x/menit, FU 2 jari diatas pusat. DJJ 148x/m,
letak lintang. Ibu mengerti tentang hasil pemeriksaan.
2. Menjelaskan kepada ibu tentang tanda bahaya kehamilan yaitu
perdarahan pervaginam, mual muntah berlebihan, suhu tubuh lebih
> 38C, sakit kepala hebat, ketubah pecah sebelum waktunya,
gerakan janin berkurang, jika ibu mengalami salah satu tanda
tersebut, ibu diharapkan melapor kepetugas kesehatan untuk
mendapatkan tindakan lebih lanjut. Ibu mengerti tentang tanda
bahaya kehamilan.
3. Kolaborasi dengan dokter obgyn dalam pemberian obat seperti
paracetamol 500 mg, pemasangan infus dengan aturan 20
tetes/menit. Kolaborasi telah dilakukan.
4. Menganjurkan kepada ibu untuk makan dengan gizi seimbang
yaitu, nasi, sayur, mayur, lauk-pauk, buah-buahan dan susu. Ibu
mengerti dan bersedia makan dengan gizi seimbang.
5. Memberitahu ibu untuk menghindari makanan yang instan,
kaleng, pemanis buatan. Ibu mengerti dan mau menghindari
makanan yang instan.
6. Menganjurkan ibu istirahat yang cukup jangan melakukan
aktivitas yang berlebihan. Ibu mengerti dan bersedia istirahat yang
cukup.
7. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa kista ovari adalah
suatu kumpulan cairan yang dibungkus kantong didalam organ
reproduksi wanita.bu mengerti tentang penjelasan bidan
8. Memberikan dukungan dan membantu mengurangi kecemasan
ibu dengan meminta ibu agar tenang, berdo’a kepada Allah dan
serahkan semua kepada Allah semoga diberikan kelancaran
dalam setiap tindakan dan terapi yang sedang dijalani. Ibu
mengerti dan sudah merasa lega.
9. Memberikan informant consent kepada ibu dan keluarga bahwa
ibu harus melakukan tindakan operasi untuk dilakukan
pengambilan kista agar dapat mempertahankan janinnya. Ibu
dan keluarga mengerti dan bersedia untuk dilakukan operasi.
10.Mengambil darah ibu sebanyak 3 cc untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Darah telah diambil dan sudah diantar lke lab dan
hasilnya adalah Hb 11 gr%, HIV aids negative.
11.Meminta ibu untuk kencing didalam botol urine untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Urine telah diantar ke lab dan hasilnya
adalah protein urine negative, glukosa negative.
12.Memberitahu ibu dan keluarga bahwa rencana operasi yang telah
di instruksikan oleh dokter obgyn adalah besok pagi dan ibu
dianjurkan untuk puasa yang dimulai nanti malam pada jam 24.00
sampai instruksi selesai operasi jika sudah sesuai dengan kriteria
diperbolehkan makan dan minum kembali. Ibu dan keluarga
mengerti dan ibu bersedia untuk melakukan puasa yang dimulai
nanti malam jam 24.00.
13.Mendokumentasikan hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan telah
didokumentasikan.
1. Ny. E 40 tahun P6 A1 datang ke tempat bidan untuk periksa
perdarahan. KU pucat, TD 90/60 mmHg, N: 88 x/m R : 18 x/m, T :
37 c, Hb 7 gr %. Hasil anamnesa os di atas mengalami keputihan
yang berbau kurang lebih 1 tahun belakangan dan akhir-akhir ini
mengalami perdarahan saat berhubungan intim.
Pada kasus tersebut kemungkinan Ny. E menderita apa ?
a. Cervisitis
b. Polip serviks
c. Kanker serviks
d. Radang panggung
e. Kista

2. Ny. A usia 29 tahun datang ke puskesmas dengan suami


mengatakan sakit pada bagian perut dan selalu terlihat
kembung. Ibu mengatakan akhir akhir ini sering bolak – balik
buang air kecil. Riwayat pernikahan : ibu sudah menikah 1 tahun
tetapi belum memiliki anak. Hasil pemeriksaan : TD : 110/70
mmHg, suhu 36,5 C, N : 80x/m, R : 21x/m, TB : 153 cm, BB 67 Kg.
Pemeriksaan apakah yang tepat untuk menegakan diagnose
pada kasus tersebut ?
a. AFP
b. Tes CA 125
c. Tes CA 15-3
d. B2M
e. CEA
3. Ny. T datang ke bidan praktek dengan, menstruasi tidak teratur,
nyeri saat berhubungan, dan terdapat darah pada urine. Dari
hasil anamnesa, suami bekerja sebagai driver bus antar provinsi
dan pulangnya 1 minggu sekali.
Sesuai data kasus di atas NY.T menderita?
a. Vulvitis
b. Cervik
c. Ovarium
d. Kista
e. Endometriosis

4. Ny.N P5A2 datang ke IGD PONEK pada tanggal 17 Agustus


2021, Pukul : 09.00 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan dan
pinggang kanan bawah, mual muntah dan kadang panas,
keluar flek-flek merah kecoklatan dari vagina, siklus haid ibu
tratur, riwayat alat kontrasepsi suntik, TD:120/80mmHg,
N:82x/menit, R: 21x/menit, T: 37,5 C.
Kemungkinan Ny.S menderita ?
a. CA Serviks
b. Kista ovarium
c. Radang panggung
d. Vulvitis
e. Endometriosis
3. Ny. S 42 tahun P6A2 datang ke tempat bidan untuk periksa keputihan berbau
yang sudah terjadi sejak 6 bulan yang lalu. KU pucat, TD 90/70 mmHg, N 85 x/m, R
20 x/m, T 37.2c, Hb 9 gr/dl. Ibu juga mengatakan mengalami menstruasi yang
tidak teratur dan mengalami rasa nyeri saat berhubungan, sering mual dan
nafsu makan berkurang yang membuat berat badan Ny. S menurun
Kemungkinan Ny.S menderita?
a. Ca. Serviks karena pemakaian kb
b. Ca. Serviks karena makan dan minun kurang
c. Ca serviks karena sering melahirkan
d. Kista karena kurang menjaga kebersihan area genetalia
e. Kista karena premenopouse

4. Ny. H G2p1A0 hamil 4 minggu memeriksakan kehamilannya ke dokter SpOG, ibu


mengatakan keluar keputihan yang encer berwarna kecoklatan dan berbau
busuk dari vagina ibu serta nyeri panggul. Hasil pemeriksaan didapatkan KU baik,
TD 110/80 mmHg, N :80 x/menit, R : 20 x/menit, T : 37 C, Hb 10 gram %. Dari hasil
pemeriksaan dokter mendiagnosa bahwa ibu mengalami kanker serviks stadium
IA.
Pada kasus diatas penatalaksanaan apa yang harus dilakukan mengingat ibu
ada pada kehamilan trimester I ?
a. Abortus provokatus dan dilanjutkan dengan radiasi atau histerektomi totalis
b. Abortus provokatus
c. Histerektomi totalis
d. Radiasi operasi radikal dilanjutkan dengan histerektomi totalis
e. Kuretase dilanjutkan dengan kemoterapi

Anda mungkin juga menyukai