Anda di halaman 1dari 24

KERJASAMA TIM YANG EFEKTIF SERTA

MANAJEMEN RISIKO KLINIS DAN PROSES


MONITORING SERTA EVALUASI
PATIENT SAFETY
TIM PELAYANAN
KESEHATAN YANG
EFEKTIF
Pengantar Tim Pelayanan Kesehatan
Tim adalah satu rangkaian yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berinteraksi secara dinamis, saling
bergantung dan adaptif terhadap tujuan umum, dan masing-masing memiliki peran khusus atau fungsi untuk
melakukan dan yang memiliki jangka waktu keanggotaan.

Dalam pelayanan kesehatan, tim yang paling efektif dari perspektif pasien adalah tim multidisiplin, tapi tim dapat
berasal dari kelompok profesional tunggal. Keefektifan pelayanan dari sebuah tim adalah seberapa baik tim
berkomunikasi satu sama lain dengan pasien akan menentukan seberapa efektif pelayanan dan pengobatan, serta
bagaimana perasaan anggota tim tentang pekerjaan mereka.

Karakteristik yang dimiliki oleh tim kesehatan diantaranya yaitu :

1. Mengetahui peran mereka dan orang lain dalam tim dan berinteraksi untuk mencapai tujuan Bersama

2. Pembuatan keputusan

3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dan berfungsi dalam kondisi -beban kerja yang tinggi

4. Bertindak sebagai unit kolektif,


Tipe Tim Pelayanan Kesehatan
Untuk mendukung pelayanan pasien berpusat pada keselamatan pasien, pasien dan keluarga mereka harus
dianggap sebagai anggota aktif dari tim kesehatan. Serta menjadi penting bagi pengambilan keputusan
bersama dan persetujuan pasien. Dengan melibatkan pasien sebagai anggota tim dapat meningkatkan
keselamatan dan kualitas pelayanan, karena pasien adalah sumber informasi yang berharga, dan menjadi
satu-satunya anggota tim yang ada setiap saat selama pelayanan. Ada banyak jenis tim dalam pelayanan
Kesehatan, diantaranya :

1. Tim Inti
2. Tim Koordinasi
3. Tim Kontingensi
4. Tim Layanan Tambahan
5. Tim Layanan Pendukung
6. Administrasi
Karakteristik Tim yang Sukses
Tim kesehatan berasal dari banyak situasi, beberapa sangat stabil, tetapi tim yang lain bisa sangat tidak stabil
dengan perubahan keanggotaan yang sering. Setiap anggota tim akan memiliki berbagai tingkat pengetahuan
dan keterampilan, yang harus diakomodasi.
Mickan dan Roger telah menjelaskan dalam daftar berikut karakteristik sederhana yang mendukung tim
kesehatan yang efektif terlepas dari seberapa stabil tim tersebut.

1. Tujuan Umum
2. Tujuan yang Terukur
3. Kepemimpinan yang Efektif
4. Komunikasi Efektif
5. Perpaduan yang Bagus
6. Saling Menghormati
7. Syarat Tambahan
8. Kepemimpinan
Teknik Komunikasi bagi Tim
Pelayanan Kesehatan
Kemampuan komunikasi yang baik merupakan inti dari keselamatan pasien dan kerja sama tim yang efektif.
Strategi berikut dapat membantu anggota tim dalam berbagi informasi akurat dan memastikan fokus atas
informasi yang disampaikan.

1. ISBAR (Introduction, Situation, Background, Assesment and Recomendation)


2. Panggilan
3. Memeriksa Kembali
4. Serah Terima Pasien
Memecahkan Konflik dalam Tim
Kemampuan ini sangat penting dalam keberhasilan kerja sama tim serta sangat menantang bagi anggota
junior tim, seperti pelajar, atau tim yang sifatnya sangat hierarkis. Namun, penting bagi semua anggota tim
dapat berkomentar ketika mereka menyaksikan tindakan yang akan berdampak pada keselamatan pasien.
Protokol berikut ini telah dikembangkan untuk membantu anggota tim mengungkapkan keprihatinan mereka
dengan cara bertingkat

1. Keselamatan Psikologi
2. Aturan dua Tantangan
3. CUS (Concerned, Uncomfortable and Safety issue)
4. Skript DESC (Describe, Express, Suggest, Consequences)
Tantangan Kerjasama Tim
Sejumlah hambatan tertentu muncul dalam membangun dan memelihara kerja sama tim yang efektif dalam
pelayanan kesehatan. Beberapa di antaranya dijelaskan di bawah ini :

1. Perubahan Peran
2. Perubahan Tata Letak dan Kelola
3. Hirearki Pelayanan Kesehatan
4. Sifat Individual Pelayanan Kesehatan
5. Ketidakstabilan Tim
6. Kecelakaan pada Industri Lain
7. Menilai Kinerja Tim
8. Ringkasan Syarat Pengetahuan
MANAJEMEN RESIKO
KLINIS
Risiko adalah Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan dan efek dari
ketidakpastian tujuan (AS/NZS 4360:2004) dan Efek dari ketidakpastian tujuan (ISO 31000:2009).

Manajemen risiko (risk management) adalah keseluruhan proses mengenai identifikasi bahaya (hazards
identification), penilaian risiko (risk assessment), dan menentukan pengendaliannya (risk control), atau disingkat
HIRARC (elemen pokok dalam system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)).

Keberhasilan program manajemen risiko tergantung pada penciptaan dan pemeliharaan system pelayanan yang
aman, yang dirancang untuk mengurangi kesalahan medis dan meningkatkan kinerja profesional. Banyak rumah
sakit, klinik, dan layanan kesehatan memiliki sistem mapan seperti pelaporan pasien terjatuh, kesalahan
pengobatan, ditahan identifikasi pasien. Namun demikian, sebagian besar layanan kesehatan baru mulai focus
pada semua aspek pelayanan klinis dalam upaya untuk mengurangi risiko terhadap pasien.
1. Proses manajemen risiko
Mengelola risiko harus dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan manajemen risiko
sebagaimana terlihat dalam Risk Management Standard AS/NZS 4360 (Ramli, 2010), yang meliputi :

1. Penentuan konteks
2. Identifikasi risiko
3. Analisa risiko
4. Evaluasi risiko
5. Pengendalian risiko
6. Komunikasi
7. Pemantauan dan tinjauan ulang
2. Identifikasi bahaya 3. Penilaian resiko
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk Setelah melakukan identifikasi bahaya
mengetahui potensi bahaya yang ada di dilanjutkan dengan penilaian risiko yang
lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan bertujuan untuk mengevaluasi besarnya risiko
karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, serta skenario dampak yang akan
waspada dan melakukan langkah-langkah ditimbulkannya. Penilaian risiko digunakan
pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan sebagai labgkah saringan untuk menentukan
(Ramli, 2010). tingkat risiko ditinjau dari kemungkinan kejadian
(likehood) dan keparahan yang dapat
ditimbulkannya (severity).
4. Mengumpulkan informasi
tentang resiko
Fasilitas pelayanan kesehatan di sebagian besar negara menggunakan berbagai mekanisme untuk mengukur
kerugian yang mengakibatkan kerugian kepada pasien dan staf, serta cara menghindarinya.

Beberapa organisasi kesehatan yang memerintahkan ada pelaporan insiden dapat mengalami kelebihan beban
dengan adanya paelaporan insiden dan banyak insiden tidak dianalisa karena sumber daya yang tidak memadai.
Untuk mengatasi masalah ini, banyak organisasi kesehatan telah memperkenalkan berbagai macam kode
penilaian - untuk membantu mengidentifikasi insiden yang menunjukkan risiko yang paling serius. Namun,
bahkan pengenalan sistem insiden paling serius belum menyelesaiakan persoalan dalam beberapa sistem.
Beberapa kegiatan yang biasa digunakan untuk mengelola risiko klinis dijelaskan di bawah.

• Mengawasi insiden
• Peristiwa sentinel
• Keluhan dan Kepedulian adalah Tanggung Jawab Pribadi
• Kelelahan dan Kebugaran dalam Praktik Medis
5. Memahami dan mengelola
resiko klinis
a. Tahu cara melaporkan risiko dan bahaya di tempat kerja

b. Jaga akurasi dan kelengkapan catatan medis

c. Mengetahui Kapan dan Bagaimana Meminta Bantuan dari Instruktus, Supervisor atau Petugas Medis
Senior

d. Terlibat dalam pertemuan yang mendiskusikan manajemen risiko dan keselamatan pasien

e. Tanggapi pasien dan anggota keluarganya secara layak setelah terjadi kesalahan medis

f. Tanggapi keluhan dengan sesuai


Kasus Kerjasama Tim yang Efektif dan Manajemen Resiko
Kain Kasa Tertinggal di Dalam Rahim Saat Operasi Caesar, Perempuan Ini Lapor Polisi

TULANG BAWANG BARAT, KOMPAS.com — Septina (25), warga Tiyuh Panaragan, Kecamatan
Tulangbawang Tengah, Tulangbawang Barat, melaporkan manajemen RS Asy Syifa ke polisi. Laporan tersebut
disampaikan setelah petugas medis menemukan kain kasa di dalam perut Septina. Diduga kain kasa tersebut
tertinggal saat korban menjalani operasi caesar anak pertama di RS Asy Syifa pada 27 Maret 2019. Kain kasa
yang sudah berwarna kehijauan dan berbau menyengat itu dikeluarkan oleh petugas medis.

Dari pengakuan Septina, setelah operasi caesar ia kerap merasakan sakit di bagian perut. Selain itu, waktu nifas
yang dialami Septina lebih lama yaitu hingga 85 hari. Padahal waktu nifas normal berkisar 40 hari. Tak hanya
itu, cairan dengan aroma menyengat juga keluar dari organ intimnya. Bahkan orang di sekitarnya juga
mencium aroma tersebut.

Untuk memeriksakan kondisnya, Septina mendatangi seorang bidan di Poned Panaraganjaya, Kecamatan
Tulangbawang Tengah. Saat diperiksa diketahui bahwa ada kain kasa di dalam rahimnya. Ketika dikeluarkan,
kain kasa tersebut berwarna kehijauan dan mengeluarkan aroma menyengat.
Bersama suaminya, Septina kemudian melaporkan manajemen Rumah Sakit Asy Syifa, Tulangbawang Barat,
tempat ia melakukan operasi caesar, ke Polres Tulangbawang. Suami korban mengatakan kelalaian yang
dilakukan pihak rumah sakit dapat merenggut nyawa istrinya dan berharap aparat kepolisian dapat segera
menindaklanjuti laporannya.

Sementara itu Humas RS Asy Syifa, mengatakan berdasarkan hasil rapat internal, pihak rumah sakit akan
melakukan audit oleh komite medik rumah sakit guna menangani kasus tersebut. Pemkab Tulangbawang Barat
juga akan membentuk tim investigasi untuk menindaklanjuti dugaan malapraktik yang dilakukan oknum dokter
Rumah Sakit Asy Syifa Medika. Tim investigasi akan bertugas mengumpulkan data dan keterangan dari korban
dan sejumlah pihak terkait dugaan malapraktik yang menimpa Septina (25).

Kadis Kesehatan Tubaba mengatakan, hasil investigasi akan menjadi acuan untuk memberikan teguran dan
sanksi terhadap oknum dokter yang telah dilaporkan korban ke Polres Tulangbawang tersebut. Kanit Tipiter
Satreskrim Polres Tulangbawang mengatakan akan memanggil dua dokter Asy Syfa Tubaba beresta tim yang
terlibat dalam operasi tersebut untuk dimintai keterangan terkait dugaan malapraktik

Jefri menjelaskan pemanggilan saksi-saksi dari Puskesmas Poned Panaragan Jaya bertujuan untuk
mengumpulkan keterangan dan bukti bukti terkait dugaan kasus malapraktik tersebut.
PROSES
MONITORING SERTA
EVALUASI
PATIENT SAFETY
1. Sistim Keamanan dalam Perawatan Kesehatan
Mengacu pada kerangka kerja Vincent untuk analisis kejadian klinis, didasarkan pada model kecelakaan organisasi
untuk memberikan contoh nyata dari berbagai jenis kegagalan yang relevan dengan konteks layanan kesehatan,
dengan menggunakan analisis insiden spesifik dan literatur layanan kesehatan yang lebih luas ( Lihat Gambar di
bawah ini).

Tujuan khusus dari Protokol London adalah untuk memastikan proses penyelidikan reflektif yang komprehensif
untuk insiden klinis yang melampaui kesalahan dangkal atau kesalahan untuk mengungkap faktor kontribusi yang
mengakar lebih dalam.
2. Dimensi Pengukuran dan Pemantauan
Keselamatan berkaitan dengan berbagai cara di mana sistem dapat gagal berfungsi, yang tentunya jauh lebih banyak
daripada mode fungsi yang dapat diterima. Beberapa kegagalan mungkin sudah tidak asing lagi, bahkan bisa
diprediksi, namun sistem mungkin juga tidak berfungsi dengan cara yang tidak terduga. Keselamatan sebagian
dicapai dengan waspada terhadap gangguan ini, merespons dengan cepat untuk menjaga agar tetap berjalan lancar.

Vincent, Burnett, & Cartney (2013) mengelompokkannya beberapa informasi idealnya yang dibutuhkan untuk
memberi gambaran menyeluruh tentang keamanan organisasi secara menyeluruh menjadi lima dimensi, yaitu :

• Kerusakan masa lalu: ini mencakup tindakan psikologis dan fisik


• Keandalan: ini mencakup ukuran perilaku dan system
• Sensitivitas terhadap operasi: informasi dan kapasitas untuk memantau keselamatan
setiap jam atau setiap hari
• Antisipasi dan kesiapan: kemampuan mengantisipasi, dan bersiap menghadapi, masalah
• Integrasi dan pembelajaran: kemampuan untuk merespon dan memperbaiki, informasi
keselamatan
3. Keselamatan
Definisi keselamatan pasien adalah proses dalam fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan
solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Keselamatan pasien dan kualitas pasien adalah
jantung dari penyampaian layanan kesehatan. Untuk setiap pasien, yang merawat, anggota keluarga dan profesional
kesehatan, keselamatan sangat penting untuk penegakan diagnosa, tindakan kesehatan dan perawatan.

Model keselamatan pasien menurut ACSQH (2010), tahap pertama pelaksanaan reformasi akreditasi telah
difokuskan pada pengembangan seperangkat Standar Pelayanan Kesehatan Keselamatan dan Mutu Nasional. Standar
tersebut juga menyediakan sarana untuk menilai kinerja organisasi. Draft Standar telah dikembangkan untuk:
a. Tata Kelola untuk Keselamatan dan Mutu dalam Organisasi Pelayanan Kesehatan
b. Infeksi terkait kesehatan
c. Keamanan obat
d. Identifikasi Pasien dan Prosedur Pencocokan; dan
e. Timbang terima (Handover) Klinis
4. Sistem Pelaporan
Sistem pelaporan dalam perawatan kesehatan pada awalnya ditujukan untuk menyediakan sarana pengukuran dan
pembelajaran baik dari kejadian buruk maupun masalah keselamatan lainnya. Hasil penelitian Vincent, Burnett, &
Cartney (2013) menunjukkan bahwa sistem pelaporan rutin yang diterapkan di rumah sakit besar ini melewatkan
sebagian besar insiden keselamatan pasien yang diidentifikasi berdasarkan catatan kasus dan hanya mendeteksi 5%
insiden yang mengakibatkan kerusakan pada pasien. Juga diketahui bahwa sistem pelaporan kejadian sangat miskin
dalam mendeteksi kejadian buruk.

a. Pelaporan kejadian yang ditargetkan


Beberapa organisasi menggunakan laporan kejadian prospektif atau tertarget, seringkali untuk jangka waktu tertentu,
untuk mengatasi masalah keamanan yang diketahui.

b. Pelaporan wajib 'tidak pernah kejadian


Beberapa kejadian keselamatan jarang terjadi namun memiliki konsekuensi tragis, misalnya, kematian karena
menyuntikkan obat intravena ke sumsum tulang belakang. Ini adalah peristiwa keselamatan yang paling menonjol
dan paling mengganggu yang sesuai dengan 'kecelakaan' domain lainnya.
Kasus Proses Motoring dan Evaluasi Pasien Safety
Petugas Medis Lalai, Nyawa Bayi Melayang

BIREUEN, KOMPAS.com — Tgk Nurhayati, tokoh perempuan di Bireuen, menyayangkan kelalaian sejumlah
tenaga medis di ruang bersalin RSUD dr Fauziah, Bireuen, hingga lagi-lagi mengakibatkan nyawa bayi yang
baru lahir tak bisa diselamatkan. Tgk Nurhayati mengaku mendapat laporan bahwa salah seorang anggota
keluarga miskin yang melahirkan di ruang bersalin rumah sakit milik pemerintah tersebut tidak dilayani sesuai
prosedur pelayanan. Akhirnya, bayi yang dilahirkan meninggal saat persalinan.

Nurhayati mengisahkan, pada malam kejadian, ibu bayi malang itu, Nurhayati, warga Desa Geulanggang
Teungah, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, sudah diserang rasa sakit luar biasa ketika masuk ke
ruang bersalin. Di sana, Nurhayati dan suaminya, Efendi, hanya diperiksa oleh tiga petugas medis yang
belakangan diketahui siswa sebuah sekolah kesehatan yang sedang praktik.

Hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada bidan, tetapi dianggap belum saatnya melahirkan. Padahal,
diakui Tgk Nurhayati, sang ibu ini sudah tiga kali memanggil karena merasakan air ketuban tumpah terlalu
banyak, dan perutnya mulas luar biasa. Lagi-lagi, siswa praktik meminta ibu korban untuk bersabar hingga
waktunya.
Beberapa lama kemudian masuk tiga bidan dan terkaget menyaksikan kondisi dan ketuban yang mulai
mengering. Secepatnya mereka mengambil tindakan untuk menuntun Nurhayati yang kondisinya mulai
kepayahan karena kehabisan tenaga menahan sakit sejak lama.

"Pada saat itu, ibu korban masih sadar dan melihat sendiri bagaimana kebingungannya para bidan tadi karena
peralatan banyak tidak tersedia. Mereka terlihat sibuk bergerak ke sana kemari mengumpulkan peralatan,"
terang tokoh perempuan ini mengutip cerita ibu bayi malang itu.

Hingga dilahirkan, bayi berjenis kelamin perempuan itu sudah tidak bersuara lagi dan belakangan diketahui
meninggal. Lagi-lagi saat dokter yang seharusnya menangani baru datang, para bidan di sana tergugup dan
salah tingkah.

Kendati keluarga mengikhlaskan musibah itu, Tgk Nurhayati mengaku bahwa pihaknya akan meneruskan
laporan ini agar menjadi pengalaman bagi petugas medis dalam memberikan jasanya. "Bukan sekali dua kali
ini saja kita mendengar kelalaian petugas medis. Bekerja di (bidang) kesehatan adalah menyangkut nyawa
manusia. Jika tak becus, lebih baik keluar dan bekerja secara swasta saja, yang tidak makan gaji dari
pemerintah," tandasnya.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai