Anda di halaman 1dari 40

PAPER

Ca Cervix
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti kepanitraan Klinik Stase (KKS) SMF
Bagian Obstetri dan Ginekologi Sakit Haji Medan Sumatra Utara

Oleh :
Tasya Noerchaerunisa
20360126

Pembimbing :
dr. H. Muslich Perangin-angin, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Pap
er ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian Obstetri dan
Ginekologi Sakit Haji Medan dengan judul “Ca Cervix”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri tauladan yang
baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian Obstetri dan Ginekologi . Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan Paper masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun
penyajian materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan Paper selanjutnya.
Semoga Paper ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

BAB II Tinjauan Pustaka


2.1 Definisi.........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi................................................................................................4
2.3 Klasifikasi Dan Staging................................................................................4
2.4 Etiologi.......................................................................................................10
2.5 Faktor Predisposisi.....................................................................................11
2.6 Patofisiologi...............................................................................................13
2.7 Diagnosis....................................................................................................16
2.8 Penatalaksanaan.........................................................................................19
2.9 Pencegahan.................................................................................................27
2.10 Prognosis....................................................................................................33

BAB III Kesimpulan


3.1 Kesimpulan................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dar
i rahim yang menempel pada puncak vagina). 90 % dari kanker serviks berasal dari sel s
kuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pa
da saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang w
anita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang per
ubahan perilaku sel epitel serviks.1
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, k
ontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanism
e timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat varias
i hingga sulit untuk dipahami.2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah k
anker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus ber
ada di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderit
a baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. 2,3
Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.Sesungg
uhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehata
n diperbaiki. Diperkirakan setiap hari dijumpai sekitar 40-45 kasus baru kanker serviks
dan sekitar 20-25 kematian karena kanker serviks. 2,3
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanit
a dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap sme
ar. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara ber
kembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Cakupan skrining di Indonesia sangat rendah yaitu <5% (idealnya 80%).2
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnos
is sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya.
Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau k
ombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomat

1
is” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan peril
aku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gambar.1 Kanker serviks

Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas,
dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secar
a harfiah berarti “pertumbuhan baru”. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringa
n yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jari
ngan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan terseb
ut telah berhenti.4
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri
oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya sili
nder atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina ante
rior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginali
s. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara o
stium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis. 4
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epi
tel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel permukaan (epitel) tersebut men
galami penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks ber
kembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan s
el yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelai
nan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displas
ia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi men

3
jadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kank
er. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan kars
inoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun. 4

2.2 Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2015 Kanker serviks adalah kanker kedua yang palin
g umum terjadi pada wanita di seluruh dunia, dan di beberapa negara berkembang, peny
ebab utama kematian akibat kanker. Secara global setiap tahunnya, sekitar setengah juta
wanita terdiagnosis kanker serviks, dan sekitar 275.000 wanita meninggal karena penya
kit ini. Dalam hal prevalensi, diperkirakan 1,4 juta wanita di seluruh dunia hidup dengan
kanker serviks. Pada tahun 2008, ada hampir 200.000 kasus baru kanker serviks di Nega
ra-negara Anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Wilayah Asia Tenggara, yang
memberikan insidensi hampir 25 per 100.000 dan tingkat kematian hampir 14 per 100.0
00.5
Di Indonesia tahun 2010-2013 kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 k
anker terbanyak berdasarkan data dari Patologi Anatomi dengan insidens sebesar 12,7%
Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memili
ki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5‰. 6

2.3 Klasifikasi Dan Staging


Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan his
topatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifika
si berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO.7
1) Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
 CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih ku
rang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pad
a dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia rin
gan). Ini dipertimbangkan sebagai lowgrade lesion (luka derajat rendah).
 CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya, dipertimban
gkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada perubaha
n-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari jaringan pe
lapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).

4
 CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat ting
gi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahanperubahan prakanker pada se
l-sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, t
ermasuk luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia
dan carcinoma yang parah ditempat asal.

2) Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks


 ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kat
a "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada pe
rmukaan dari cervix. Satu dari dua pilihanpilihan ditambahkan pada akhir dari
ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang ber
arti tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).
 LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahanperubaha
n karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
 HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahw
a sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.

3) Klasifikasi berdasarkan stadium klinis


Federation Internationale de Gynecologie et d’Obstetrique (FIGO) dan American
Joint Committe on Cancer telah meyusun pembagian stage kanker serviks, namun yan
g paling bayak di gunakan adalah FIGO.

5
Table 1. Definisi Stage FIGO
Stage Description Illustration
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perl
I
uasan ke korpus uteri
Kanker preklinik, hanya bisa di identifikasi den
IA
gan mikroskop.
Pengukuran stroma invasi ≤3 mm dan kedalam
IA1
an ≤7
Pengukuran stroma invasi >3 mm dan < 5mm,
kedalaman ≤ 7 mm
IA2

IB Lesi terbatas pada cervix, ukuran lesi


lebih besar dari stage 1A
IB1 Lesi klinik <4 cm
IB2 Lesi klinik >4 cm

II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan


menjalar ke2/3 bagian atas vagina dan ke para
metrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIA Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masi
h bebas dari infiltrat tumor.

IIA1 Lesi klinis ≤4.0 cm.


IIA2 Lesi klinis >4.0 cm.
IIB Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi
belum sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal v
agina / ke parametrium sampai dinding panggu
l.

6
IIIA Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal v
agina, sedang ke parametrium tidak dipersoalka
n asal tidak sampai dinding panggul.

IIIB Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, t


idak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tu
mor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/ pr
oses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada ganggu
an faal ginjal.

IV Proses keganasan telah keluar dari panggul keci


l dan melibatkan mukosa rektum dan atau kand
ung kemih.
IVA Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau su
dah menginfiltrasi mukosa rektum dan atau kan
dung kemih.

IVB Telah terjadi penyebaran organ jauh.

7
Tabel 2. Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM

Tingkat Krtieria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding
panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian d
istal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul (tida
k ada celah bebas)

T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas sampai


diluar panggul

T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara histologik

T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul

Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditam
bahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai pemeriksaan hist
ologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul, limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengancelah be
bas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
Tidak ada metastasis berjarak jauh
M0
Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio arrte
M1
ri iliaka komunis.

Berdasarkan tipe Histopatologi WHO 2014, terbagi menjadi:


1. Berasal Supravaginal part/ canalis cervicalis disebut adenocarcinoma,
10-15% dari semua kanker serviks dan timbul dari sel kelenjar penghasil le
ndir endoserviks. Adenokarsinoma seringkali bersifat okultisme dan mungkin aka
n berlanjut sebelum terbukti secara klinis. Adenokarsinoma endometrioid adalah k
elenjar yang paling sering diidentifikasi dan terlihat paling mirip dengan endometr

8
ium. Mereka mengandung peningkatan jumlah kelenjar yang berada pada tingkat
yang lebih dalam daripada kelenjar endoserviks normal.

2. Berasal Vaginal part disebut squamous cell atau epidermoid ca.


Terdiri dari 85% dari semua kanker serviks, dan timbul dari ektoserviks. P
erubahan ini dapat dikaitkan dengan metode penyaringan yang diperbaiki untuk le
si skuamosa awal serviks dan peningkatan prevalensi HPV (Vizcaino, 2000) Lapo
ran tahunan International Federation of Obstetricians and Gynecologists (FIGO),
yang melaporkan lebih dari 10.000 karsinoma skuamosa dan 1.138 adenokarsino
ma, mencatat tidak ada perbedaan dalam kelangsungan hidup pada kanker stadium
I. Namun, dengan penyakit stadium lanjut, bukti menunjukkan bahwa adenokarsin
oma serviks (stadium IIB sampai IVA) dapat menyebabkan risiko kelangsungan h
idup yang lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa.

3. Mixed cervical carcinoma


Keganasan serviks ini jarang dan secara histologis dikelompokkan sebagai
adenosquamous, adenoid cystic, epithelioma basal adenoid, dan karsinoma sel gel
as. Karsinoma Adenosquamous tidak berbeda secara mencolok dengan adenokarsi
noma serviks. Komponen skuamosa kurang terdiferensiasi dan menunjukkan sedi
kit keratinisasi. Karsinoma glassy sel menggambarkan bentuk adenokarsinoma ya
ng tidak terdiferensiasi dengan jelas di mana sel menampilkan sitoplasma dengan
permukaan kaca dan nukleus menonjol dengan nukleolat bulat. Karsinoma kistik
Adenoid biasanya muncul sebagai massa gembur keras. Secara histologis tumor in
i menyerupai adenokarsinoma dengan diferensiasi adenokistik. Terakhir, dari kelo
mpok campuran tumor langka ini, epitelioma basal adenoid biasanya berperilaku t
idak berbahaya. Secara histologis, tumor ini ditandai oleh sarang dan tali sel oval
kecil dengan susunan palisading perifer.

4. Neuroendocrine Tumor pada Serviks


Keganasan ini termasuk sel besar dan tumor sel kecil pada serviks. Tumor
neuroendokrin sel besar sangat agresif dan bahkan kanker stadium awal memiliki t
ingkat kelangsungan hidup bebas penyakit yang relative rendah meski diobati den
gan histerektomi radikal dan kemoterapi adjuvant. Sebaliknya, karsinoma neuroen
dokrin sel kecil mengandung populasi sel kecil yang seragam dengan rasio cytopla

9
sm yang tinggi dan menyerupai karsinoma sel kecil pada paru-paru. Tumor endok
rin dan paraaseokrin yang tidak biasa dikaitkan dengan tumor neuroendokrin ini.

5. Tumor ganas lainnya.


Jarang, serviks mungkin merupakan tempat sarkoma dan limfoma ganas. S
ebagian besar tumor ini hadir sebagai massa serviks yang berdarah. Awalnya, dife
rensiasi sarkoma serviks dari sarkoma uterus primer memerlukan pemeriksaan pat
ologis yang hati-hati dan lokalisasi primer utama tumor. Leiomiosarcoma dan sark
oma stroma serviks memiliki prognosis buruk, mirip dengan sarkoma uterus. Kare
na tumor ini jarang terjadi, pernyataan mengenai pengobatan sarkoma serviks terb
atas. Sebagian besar kasus dikelola dengan perawatan multimodal.8

2.4 Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HP
V). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyeba
bkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang diseb
abkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anog
enital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikait
kan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehi
ngga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae. HPV
virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid ikosahedral.
Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading fram
es (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E mengsintesis 6 protein
E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam proses replikasi virus dan
onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait denga
n pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi
kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

Tabel 3. Peranan protein virus HPV


E Protein Peranannya
E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

10
E2 Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E3 Mengikat sitokeratin
E4 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor,
platelet derivat growth factor, p123)
E5 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol
transkripsi
E6 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L Protein Peranannya
L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan highrisk (resi
ko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
1. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala
dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43,
44, 54, 61, 70, 72, dan 81.
2. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebi
h dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- ris
k) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan se
kitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan 58.6 I
nfeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan kank
er serviks.8

2.5 Faktor Predisposisi


Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks men
ingkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia
dini, yaitu kurang dari 20 tahun, juga dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya ka
nker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matangnya daerah transform
as pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaru
h pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih t
ua.

11
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin se
ring melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Am
erika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol
dengan infeksi HPV.

Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan ka
nker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel confounding seperti pola hubung
an seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita p
erokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen
yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.

Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiff
man,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh la
ma pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kej
adian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain m
endapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripad
a bukan penggunakontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz
dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya
dengan hal tersebut. WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggun
aan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit
untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontr
asepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam me
mpengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan serviks,sehingg
a displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlu
kan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrase
psi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.

Infeksi Human Papillomavirus

12
HPV adalah agen infeksi etiologi primer. Meskipun faktor penularan seksual lai
nnya, termasuk virus herpes simpleks 2, dapat memainkan peran kausatif bersamaan, 95
% kanker serviks dikaitkan dengan subtipe HPV onkogenik (Brinton, 1992).

Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara
kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperk
uat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita d
engan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas d
an kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.

Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan ya
ng menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko y
ang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang di
kaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker s
erviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.8

2.6 Patofisiologi

13
Karsinoma sel skuamosa serviks biasanya muncul di persimpangan squamocolu
mnar dari lesi displastik yang sudah ada sebelumnya, yang pada kebanyakan kasus men
gikuti infeksi HPV (Bosch, 2002). Secara umum, perkembangan dari displasia ke kanke
r invasif memerlukan beberapa tahun, namun ada variasi yang luas. Perubahan molekule
r yang terlibat dengan karsinogenesis serviks bersifat kompleks dan tidak sepenuhnya di
pahami. Karsinogenesis diduga dihasilkan dari efek interaktif antara faktor lingkungan,
kekebalan hospes, dan variasi genom sel somatik.8
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal ter
utama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan ba
nyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses pe
rkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblasto
ma (Rb). Protein E6 mengikat p53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga
sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan d
engan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan syste
m kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yan
g resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika
dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HP
V mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.

14
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif den
gan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih
belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm d
ari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau dara
h, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks,
akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebu
t sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebara
n secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjala
r) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingka
t akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyeba
ran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum l
atum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya
secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kir
i mencapai paruparu, hati , ginjal, tulang dan otak.
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan wak
tu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita y
ang sudah berusia sekitar 40 tahun.

Gambar.2 Perjalanan Penyakit Kanker Serviks

2.7 Diagnosis
A. Anamnesis

15
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Namun, ka
dang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. cairan yang keluar dari vagina in
i makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut ke
perdarahan yang abnormal.
3. Perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid atau ti
mbulnya perdarah setelah masa menopause

Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk kanker serviks:
1. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau da
n dapat bercampur dengan darah
2. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal.
3. Timbul nyeri pada daerah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah
bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggan
g ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi
nyeri pada tempat-tempat lainnya.
4. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema
pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah
(rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri. 8

B. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik umum
Pada pemeriksaan fisik umum biasanya terdapat pembesaran kelenjar lim
fe supra klavikula dan inguinal. Selain itu bisa juga terdapat pembesaran liver, as
cites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang terkena.

b) Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan Ginekologi dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut:
1) Vaginal toucher
 Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada vagina.
 Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi, eksofitik ata
u endofitik.

16
 Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau diperlukan dilakukan sondas
e untuk konfirmasi besar dan arah uterus apakah terjadi piometra dan he
matometra.
 Adneksa/ parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat, apak
ah terdapat tumor.

2) Rectal toucher
Menilai penyebaran penyakit ke arah dinding pelvis yaitu Cancer Fre
e Space (CFS), yaitu merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks den
gan dinding pelvis dengan kriteria sebagai berikut :
 CFS 100% : belum ada tanda-tanda penyebaran.
 CFS 25-100% : penyebaran belum mencapai dinding pelvis.
 CFS 0% : penyebaran mencapai dinding pelvis.9

C. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes sitologi
Secara umum, kanker serviks dapat dideteksi dengan mengetahui adanya
perubahan pada daerah serviks dengan cara pemeriksaan sitologi mengunakan te
s Pap Smear. Pap smear diperkenalkan oleh Dr. George Papanicolaou pada 1962
di Yunani. Melalui tes pap smear dapat diketahui apakah terdapat infeksi, radang,
atau pertumbuhan sel-sel yang abnormal didalam serviks. American Cancer Soc
iety (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan panduan ba
hwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear 3 tahun sekali setelah pe
rtama kali memulai aktivitas seksual atau saat berusia 21 tahun.9 Sitologi berman
faat untuk mendeteksi sel-sel serviks yang tidak menunjukkan adanya gejala den
gan tingkat ketelitan mencapai 90%. Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
 Kelas I : sel-sel normal
 Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan r
ingan biasanya disebabkan oleh infeksi
 Kelas III: mencurigakan kearah keganasan
 Kelas IV: sangat mencurigakan adanya keganasan
 Kelas V: pasti ganas

17
b) Kolposkopi
Kolposkopi merupakan pemeriksaan serviks dengan menggunakan alat c
olposcope yaitu alat yang disamakan dengan mikroskop dengan pembesaran ant
ara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya didalamnya. Alat ini diperkenalkan ole
h Hans Hinselmann pada 1925. Salah satu hasil pemeriksaan dengan kolposkopi
adalah citra foto serviks. Pemeriksaan kolposkopi dilakukan guna konfirmasi ap
abila hasil tes pap smear menunjukkan adanya sel abnormal serta sebagai penent
u biopsi.

c) Biopsi
Apabila hasil tes pap smear yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan
kolposkopi menunjukkan adanya sel abnormal dan lesi maka tahapan selanjutny
a adalah biopsi. Biopsi adalah pengambilan sedikit jaringan serviks untuk diteliti
oleh ahli patologi. Biopsi dilakukan didaerah yang abnormal jika sambungan sku
amosa-kolumnar (SKK) yang terlihat seluruhnya oleh pemeriksaan kolposkopi.

18
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan aneste
si dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk
mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah b
awah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kank
er invasif atau hanya tumor saja.10

d) Radiologi
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung k
emih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema bar
ium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abd
omen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran local dari tumor dan / atau te
rkenanya nodus limpa regional.11

2.8 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara h
istologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup mela
kukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi). Tindakan peng
obatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis.
A. Tatalaksana Lesi Prakanker12
Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehata
n, sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada.
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakuka
n program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapa
t dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program, yaitu bila
didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan seder
hana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah terlatih.

19
Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal direkomendasi
kan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan
maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP)
atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan
diagnostic maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai beb
as batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi
total.

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi :


 LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observ
asi 1 tahun.

20
 HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observa
si 6 bulan.

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks : 12

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal


Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan C
O2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruks
i lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase pe
nyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
a) Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan
bagian yang sakit sampai dengan suhu 0C. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 0
C selsel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pe
mbekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu:
- Sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut
- Konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu
- Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein
- Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggu
nakan N20.

b) Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2


3mm. Lesi NIS 1 yang kecil dilokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumny
a dapat disembuhkan dengan efektif.

c) Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sam


pai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan
dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan h
anya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
d) Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan gas
CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan patolo
gis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.

21
2. Terapi NIS dengan eksisi
a) Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada servi
ks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa
ataupun pengobatan prakanker serviks

b) Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kec
il jaringan serviks

c) Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik ya


ng dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks.

22
d) Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : mengambil leher rahim, bagia
n dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk
wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari.

e) Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengan


gkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakuk
an pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaikny
a sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yan
g berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (re
siko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung tel
ur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya
pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi a
da spesimen lesi yang diangkat.

B. Tatalaksana Kanker Serviks Invasif12


Tatalaksana kanker serviks bergantung pada stadium kanker serviks.

23
a) Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization). Konisasi sudah adekuat yang masih memerl
ukan fertilitas. Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total. Bila hasil ko
nisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif.
b) Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) apabila fertilitas dipertahankan. Histerektomi Total apa
bila fertilitas tidak dipertahankan
c) Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipe
rtahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik da
pat dilakukan Brakhiterapi
d) Stadium IA2,IB1,IIA1
Pilihan :
1. Operatif.
 Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik.
 Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko
yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan tidak b
ebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya.
 Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja. Ap
abila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka radiasi ek
sterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.
2. Non operatif
 Radiasi (EBRT dan brakiterapi)
 Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brak
iterapi)
e) Stadium IB 2 dan IIA2
Pilihan :
1. Operatif
 Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi.
Tata laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patol
ogi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
2. Neoajuvan kemoterapi

24
 Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk mengecilkan massa
tumor primer dan mengurangi risiko komplikasi operasi. Tata laksan
a selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatom
i untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
f) Stadium IIB
Pilihan :
1. Kemoradiasi
2. Radiasi
3. Neoajuvan kemoterapi
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfad
enektomi.
4. Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam pen
elitian)
g) Stadium III A  III B
1. Kemoradiasi
2. Radiasi
h) Stadium IIIB dengan CKD
1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
3. Radiasi
i) Stadium IV A tanpa CKD
1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih d
ahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan :
2. Kemoradiasi Paliatif, atau
3. Radiasi Paliatif
j) Stadium IV A dengan CKD, IV B
1. Paliatif
2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat d
ipertimbangkan.13
Jenis pengobatan yang dapat diberikan :9
1) Pembedahan
2) Radioterapi

25
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak selsel ka
nker.Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta memati
kan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, I
V diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu
tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel k
anker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelen
jar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin keb
utuhan jaringan sehat di sekitarseperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III
B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat
paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioter
api, yaitu :
1) Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak p
erlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 har
i/minggu selama 5-6 minggu.
2) Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukka
n langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan sela
ma itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beber
apa kali selama 1-2 minggu.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melal
ui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa
kankermempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh de
ngan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberi
kan untuk mencegah kankeryang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dala
m beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam perio
de waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar lua
s dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberika
n kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk p
enyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberi

26
kan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus kank
er serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Plata
min Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara pemberian kemoterapi dapat secara
ditelan, disuntikkan dan diinfus. Obat kemoterapi yang paling sering digunakan
sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and I
VA adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering
digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacita
xel, ifosamide.topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplas
tin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tid
ak dapat dilakukan atau tidakmenampakkan hasil; kanker serviks yang timbul ke
mbali / menyebar ke organ lain.
4. Terapi Paliatif (Supportive Care)
Terapi Paliatif (Supportive Care) yang lebih difokuskan pada peningkata
n kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi,
pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan
obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opi
oid ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid ku
at seperti morfin dan fentanyl

2.9 Pencegahan
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kank
er, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.13
1. Pencegahan Primer
Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya :
Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondo
m (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga keb
ersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia
(untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kank
er ini).

27
a) Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemam
puan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus Ke
tika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Yang sebaiknya dimilik
i oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1) Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyeba
b kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPV lain yang
juga menyebabkan kanker.
2) Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodi
es yang tinggi.
3) Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4) Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5) Profil keamanan yang baik
6) Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
2. Pencegahan Sekunder 15
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan s
krining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker ser
viks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perke
mbangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasi
ve memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupak
an metode sederhana dan sensitive untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila
diobati dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan me
ndekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahan
an sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan P
ap mear test dan telah dilakukan di Negara negara maju. Pencegahan dengan pap
smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60
% dalam kurun waktu 20 tahun.

Test Pap / Pap Smear14

28
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sika
t untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel ters
ebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, ra
dang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan, dengan secara teratur melakukan tes Pap
smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat diguna
kan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisit
as: tinggi (95-98%)

Syarat:
 Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah h
ari pertama menstruasi.
 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon spermisida f
oam, krim atau jelly atau obat-obatan pervaginam
 Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes
Pap smear

Indikasi:
 Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur 21 t
ahun.
 Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan li
quid-based.
 Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
 Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu
seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama kortik
osteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

29
Alat-alat dan Bahan:
 spekulum cocor bebek
 spatula ayre
 cytobrush
 kaca objek
 alcohol 95%

Metode pengambilan Pap smear:

 Beri label nama pada ujung kaca objek


 Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
 Lihat adanya abnormalitas serviks
 Identifikasi zone transformasi
 Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona transforma
si.
 Putar spatula 360o disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak denga
n permukaan epithelial.
 Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang ter
kumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya Ketika instrument dik
eluarkan.
 Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula an
tara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari cytobr
ush dikumpulkan.
 Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan seluruh
permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
 Cytobrush hanya perlu diputar . putaran searah jarum jam.
 Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

30
 Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar gag
angnya berlawanan dengan arah jarum jam.

 Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya
tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan samp
el dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

 Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan den


gan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol 95
% selama 20 menit.

 Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.


 Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.
Evaluasi sitologi:

Klasifikasi Papanicolaou.
- Kelas I : sel-sel normal

31
- Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan ringa
n biasanya disebabkan oleh infeksi
- Kelas III: mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV: sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V: pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi


- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika r
eaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi dilakuk
an pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,har
us dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV), selanjutn
ya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang pemeriksa
an Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3 tahun sekali
sampai usia 65 tahun.

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)15


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asa
m asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlat
ih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks
yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.

Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher Rahim ya
ng telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau
tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebalikny
a jika leher rahim berubah warna menjadimerah dan timbul plak putih, maka din
yatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati de
ngan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2
ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% den
gan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebu

32
t, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangan
i dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adan
ya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perub
ahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan at
au dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kank
er yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan
merusak organ tubuh yang lain.

2.10 Prognosis
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
a. Umur penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinik keganasan
d. Sitopatologi sel tumor
e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya
f. Sarana pengobatan yang ada15
% Harapan Hidup 5
Stadium Penyebaran kanker serviks
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
Menyerang luar uterus tetapi meluas ke dindi
II 60
ng pelvis
Meluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga
III 33
bawah vagina atau hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung kemih atau rekt
IV 7
um atau meluas keluar pelvis sebenarnya

Kekambuhan Lokal
Kekambuhan lokal meliputi kekambuhan di porsio, kekambuhan dipuncak vagin
a. Kekambuhan lokal pasca pembedahan dapat diterapi dengan pembedahan atau terapi
radioterapi. Kekambuhan lokal pasca radioterapi dapat diterapi dengan pembedahan ata
u terapi radiasi. Pembedahan histerektomi radikal merupakan salah satu pilihan pada ke
kambuhan lokal ataupun resisten pada pemberian pengobatan dengan radioterapi. Pemb

33
edahan histerektomi radikal pada kekambuhan atau persisten pasca radioterapi mempun
yai risiko komplikasi yang cukup besar. Komplikasinya berupa stenosis ureter, fistula b
aik vesicovaginal ataupun uretro-vaginal dan rekto-vaginal. Kejadian komplikasi ini dap
at mencapai 44%.

Kekambuhan Sentral
Kekambuhan sentral adalah kekambuhan di uterus dengan atau vesika urinaria, r
ektum, ataupun parametrium. Kejadian kekambuhan sentral pada 5 tahun pertama berkis
ar 6,8% pada 10 tahun pasca terapi 7,8% dan pada 20 tahun 9,6%. Hasil terapi yang me
nderita rekurensi > 36 bulan lebih baik jika dibandingkan dengan yang <36 bulan. Keka
mbuhan sentral pasca pembedahan dapat diterapi dengan pembedahan atau terapi radiot
erapi.

Kekambuhan regional
Kekambuhan regional adalah kekambuhan yang meliputi organ genital mencapai
dinding panggul. Kekambuhan regional pascapembedahan dapat diterapi dengan radiote
rapi.

34
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim seb
agai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringa
n sekitarnya. Insiden kanker serviks diperkirakan 1: 40 - 50 pada umur seksual aktif 20 -
45 tahun, mencapai puncaknya pada umur 35 tahun. Penyebab utama kanker serviks ada
lah virus yang disebut Human Papilloma (HPV). Terdapat beberapa faktor risiko kanker
serviks seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini, Terdapat beberapa cara klasifikasi di
splasia berdasarkan sitologi, histopatologi, dan stadium klinis menurut FIGO. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tera
pi kanker serviks tergantung kepada berat/luas dan jenis lesi. Pecegahan kanker serviks
dapat secara primer dan sekunder. Pencegahan primer dengan menghindari faktor risiko
dan vaksinasi, sedangkan pencegahan sekunder dengan skrining kanker serviks yang ber
tujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan
penyembuhan dapat ditingkatkan. Skrining dapat dilakukan dengan pemeriksaan pap sm
ear dan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, et al.: GLOBOCAN 2012, Cancer Incidence a


nd Mortality Worldwide: IARC CancerBase No. 11. Lyon, France: International Ag
ency for Research on Cancer, 2013. Available at : http://globocan.iarc.fr/default.asp
x accessed Mei 2nd 2014.
2. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Badan Registrasi Kanker IAPI,
Yayasan kanker di Indonesia. 2012.
3. Mochtarom M. Data registrasi Kanker Ginekologik. Bagian Obstetri dan Ginekolog
i. RSUPN/FKUI. Jakarta. IARC, Globocan 2012.
4. National Cancer Institute. General Information for Cervical Cancer. Available at : h
ttp://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/page
1
5. World Health Organization. 2015. Strategic framework for the comprehensive contr
ol of cancer cervix in South-East Asia Region. New Delhi: Regional Of ce for Sout
h-East Asia.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pusat Data dan Informasi Kemen
trian Kesehatan (INFODATIN) STOP KANKER. Jakarta Selatan: Kemenkes RI
7. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma of the vu
lva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8, 2014. [PUBMED
Abstract].
8. Cunningham, Mac Donald, Gant. 2005. William Obstetri, Edisi 22. Jakarta: EGC.
9. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jak
arta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387
10. Prayetni., 2007, Gambaran Umum Kanker Leher Rahim, Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan, Jakarta. dalam Darmawati, D., 2010, Kanker Serviks Wanita Usia Su
bur, Ideal Nursing Journal, 1(1), pp.09-13.
11. Gale, Danielle & Charette, Jane. 2000. Rencana asuhan keperawatan onkologi. Jaka
rta : EGC
12. Kementrian Kesehatan RI. 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. http://
www.kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKServiks.pdf.
13. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to E
ssential Practice. Geneva: WHO, 2006.
14. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asi
an Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.

36
15. Medline Plus. Pap Smear. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency
/article/003911.htm Accesed Mei 5th 2015.

37

Anda mungkin juga menyukai