Anda di halaman 1dari 16

Bell’s Palsy

PEMBIMBING : DR. LUHU AVIANTO TAPIHERU, SP.S

DISUSUN OLEH : GIAMY GIAMTO 102119088


DEFINISI

 Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan
idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer
 Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan dampak yang kuat
pada seseorang.
STRUKTUR ANATOMI NERVUS
FACIALIS
EPIDEMIOLOGI

• Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi
ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika
Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi

• Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan
wanita dengan perbandingan yang sama.
ETIOLOGI

 Edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis, tetapi
penyebab ini masih di perdebatkan
 Paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil
dengan jendela yang terbuka)
 HSV (Herpes Simpleks Virus)
Patofisiologi
GEJALA KLINIS

 Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak


 Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan
mencong tertarik ke arah sisi yang sehat.
 Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.
Gejala :
1. kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.
2. Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
3. Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
4. Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
LANJUTAN

 Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis).
Gejala:
seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi.
 Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.
Gejala:
seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.
 Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala:
seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).
 Lesi di porus akustikus internus.
Gangguan:
seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII
PENEGAKAN DIAGNOSIS

 ANAMNESIS
1) Nyeri postauricular
2) Aliran air mata
3) Perubahan rasa
4) Mata kering
5) Hyperacusis
 PEMERIKSAAN FISIK
 House-Brackmann Grading System
 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 PEMERIKSAAN RADIOLOGI (Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Bell’s palsy
maka pemeriksaan radiologi tidak diperlukan lagi)
DIAGNOSIS BANDING

  Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis


 Herpes Zoster Oticus
PENATALAKSANAAN

 TERAPI FARMAKOLOGI
a) ANTI VIRAL
 Acyclovir 400 mg selama 10 hari
b) KORTIKOSTEROID
 Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari,
diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian, dimana pemberiannya dimulai pada
hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan
pasien
LANJUTAN

 Terapi non Farmakologi/Rehabilitasi Medik


 Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak
cacat handikap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mengenai integritas sosial.
a) Program fisioterapi
b) Program Terapi Okupasi
c) Program Sosial Medik
d) Program Psikologi
e) Program Ortotik Prostetik
f) Home Program
KOMPLIKASI

 Regenerasi motorik yang tidak sempurna


 Regenerasi sensoris yang tidak sempurna
 Reinervasi aberan dari nervus facialis.
PROGNOSIS

 Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa
 Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam
waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun
atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan
gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan
peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa.
 Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita
nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM
KESIMPULAN

 Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat
disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis.
 Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi.
 Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obatan antiviral dan kortikosteroid
serta perawatan mata yang berkesinambungan. Prognosis pasien dengan Bell’s palsy relative baik meskipun
pada beberapa pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.

Anda mungkin juga menyukai