Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PENYAKIT TIDAK MENULAR

Kanker Servik

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah KOMUNITAS

Di bimbing oleh: Ns. Erwanto, S.Kep., MMRS

Disusun Oleh:

Nama : Vidiyah Yunica Hermayanti

Nim : 1801100503

Kelas : Proxima Sentauri

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

JL. Panji Suroso No.6 Kel. Polowijen, Kec. Blimbing Kota Malang Telp.(0341) 488762 ,
Email : stikeskendedesmalang@gmail.com

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya, Penulis
dapat menyesuaikan Makalah Penyakit tidak Menular Kanker Servik. Makalah ini telah Saya
selesaikan dengan maksimal berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu Saya sampaikan banyak terimakasih kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara
maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendaha hati, Saya selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa Saya sampaikan, semoga Makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Malang, 21 april 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul Luar (cover)

Kata Pengantar ................................................................................................

Daftar isi...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

1.3 Tujuan ...............................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kanker Servik..................................................................

2.2 Klasifikasi Kanker Servik ................................................................

2.3 Gejala Klinis Kanker Servik ............................................................

2.4 Faktor Penyebab dan Factor Resiko Kanker Servik..........................

2.5 Epidemiologi Kanker Servik.............................................................

2.6 Patologi Kanker Servik.....................................................................

2.7 Penyebab Terjadinya Kanker Servik.................................................

2.8 Diagnosis Kanker Servik ..................................................................

2.9 Pengobatan Kanker Servik................................................................

2.10 Terapi Komplementer.....................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................


3.2 Saran .................................................................................................

3
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks
berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar
[4]
penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks
biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel
sel kolumnar.
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun
dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara 
berkembang.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel
epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya
pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanisme
timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi
hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah
kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus
berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab
utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya
teknik skrining pap smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining
belum lagi memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa
insiden kanker serviks masih tetap tinggi.

4
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan
kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini
masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu
adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam
tahap penelitian.
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara
anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran.
Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat
keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal
disetujui penentuan luasnya penyebaran penyakit melalui sistem stadium.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kanker serviks uterus dan apa sajakah kalsifikasi dan gejala
klinis dari kanker serviks ?
2. Apa yang menjadi faktor penyebab dan faktoe resiko dari kanker serviks ?
3. Bagaimanakah gambaran epidemiologi kanker serviks ?
4. Bagaimanakah patologi, penyebaran, dan diagnosis dari kanker serviks ?
5. Bagaimana cara pengobatan dan pencegahan kanker serviks ?
6. Bagaimana terapi komplementer dalam menangani penyakit kanker service terhadap
nyeri dan kecemasan ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mnegetahui dimaksud dengan kanker serviks uterus dan apa sajakah kalsifikasi
dan gejala klinis dari kanker serviks
2. Untuk mengetahui faktor penyebab dan faktoe resiko dari kanker serviks
3. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi kanker serviks
4. Untuk mengetahui patologi, penyebaran, dan diagnosis dari kanker serviks
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan kanker serviks
6. Untuk mengetahui terapi komplementer dalam menangani penyakit kanker service
terhadap nyeri dan kecemasan

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kanker Serviks
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher
rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker serviks yang sudah masuk ke
stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan
wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epithelium yang normal
sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala dan merupakan proses yang
perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun.
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang
menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi
karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi
karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi
karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik,
yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki
tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita.

2.2 Klasifikasi Kanker Serviks


Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat
oleh IFGO (International Federation of Ginekoloi and Obstetrics) yaitu sebagai berikut :
Stage 0 : Casrsinoma insitu = Ca intraepithelial = Ca preinvasif.
Stage 1 : Ca terbatas pada cerviks.

6
Stage 1 a : Disertai invasi daro stoma (preclinical-Ca) yang hanya diketahui secara
histology.
Stage 1 b : Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2 : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah
mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.
Stage 3 : Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina
Stage 4 : Sudah mengenai organ-organ yang lain

2.3 Gejala Klinis Kanker Serviks

Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan sedikit darah,
pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan
waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa
perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa
sakit yang sangat hebat.

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun,
kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.

7
2.4 Faktor Penyebab dan Faktor Resiko Kanker Serviks
1. Faktor Penyebab
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. Sebagai
tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok
mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel.
Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat
memenuhi servik selama intercourse.Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga
menyebabkan servikal displasia.National Cancer Institute merekomendasikan bahwa
wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran setiap hari.
Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan
antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.

2. Faktor Resiko
a. Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanke servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
derah transformas pada sia tesebut bila serin terekspos. Frekuensi hubungna seksual
juga berpengaruh pada lebi tingginya resiko pada usia tersebut, yeyapitidak pada
kelompok usia lebih tua. (Schiffman,1996).

b. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan,maka semain besar resiko terjamgkit kanker serviks.
Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.

c. Merokok
Beberapa peneitian menunukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding sepert
pola hubungna seksual. Penemuan lain mempekhatkan ditemkanna nikotin paa
cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifata sebaai kokassnoen dan bersama-

8
sma dengan kasinoge yan elah ada selanjutnya mendoron pertumbuhan ke arah
kanker.

d. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna
kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun
pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun
penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas
seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit
untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan
kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan
smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada
kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi
antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena
adanya bias dan faktor confounding.

e. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko
terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa
perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.

f. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen
pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi

9
nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan
masalah tersebut.

g. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan
panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.

2.5 Epidemiologi Kanker Serviks


1. Distribusi Menurut Umur
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami mutasi
lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan akhirnya menjadi
Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkatan pra-kanker. Klasifikasi
terbaru menggunakan nama Neoplasma Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia
ringan, NIS 2 untuk displasia sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-
situ.
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah
hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama dengan
ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama dengan NIS 1
selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 rata-rata13,9 tahun dan
NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7 tahun. Sedanhkan menurut Cuppleson LW dan
Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS akan berkembang sesuai dengan
pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker
infiltratif meningkat 2 kali.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics)
tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama
banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-
39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur
40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.

10
Inseden kanker leher larim (Age Standarized Cancer Incidence Rate / ASR)
penduduk Kota Semarang, tercatat pada tahun 1980-1981 menunjukkan ASR 27,9 dan
data tahun 1985-1989 ASR 24,4. Dibandingakan dengan berbagai daerah diluar negeri
angka ini sedikit berbeda, seperti di Thailand (Chiang Mai) dilaporkan ASR tahun
1983-1987 adalah 33,2 dan di Korea Selatan 13,2 tahun 1982-1983. India menunjukkan
angka lebih tinggi yaitu 41,7 tahun 1982.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun,
sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian
yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-
1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok
umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.

2. Distribusi Menurut Tempat


Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang
seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin
dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan
terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000) membuktikan
bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita minoritas seperti
imigran Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan dengan anggapan mereka
bahwa wanita yang tidak melakukan gonta-ganti pasangan (promikuitas) tidak perlu
melakukan Pap smear.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens kanker
leher rahim mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi kanker
leher rahim dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada tahun
2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%, Bandung sebesar
25,1%, Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%.

2.6 Patologi Kanker Serviks


Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks
(portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ).
Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam
kanalis serviks.

11
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif
membentuk ulkus

3. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur


jaringan pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis
epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif (metaplasia
skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik) melalui
tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali
menjadi mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus.

Gambar 1. Lokasi Kanker Leher Rahim

12
Gambar 2. Progresivitas Kanker Serviks

13
Gambar 3. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

2.7 Penyebaran Kanker Serviks


Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah
parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan
kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor
dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran
melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks
umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh
penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana
basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam
pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis,
atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah
invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis
belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik
(tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui
kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina,
korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat

14
menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium
akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak,
obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut
melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati ,
ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi
ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke
dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen
terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis
minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran
hematogen (hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe


regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral,
paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai
paru, hati, ginjal, tulang serta otak.

2.8 Diagnosis Kanker Serviks


Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang
menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,
dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam
penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar
senggama.

15
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa
kanker serviks adalah:

1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks
dan endoserviks.

16
Gambar 4. Pemeriksaan Pap Smear

Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

17
2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat
seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan
kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal.
Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat
kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan
kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan
vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik,
tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.

Gambar 6. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal

3. Biopsi

18
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika
kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

Gambar 7. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)

2.9 Pengobatan untuk Kanker Serviks


Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran
tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk
hamil lagi.

1. Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui
LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena
kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di
sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada
wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.

19
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi
untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam
radioterapi, yaitu :
 Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
 Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

 Iritasi rektum dan vagina


 Kerusakan kandung kemih dan rektum
 Ovarium berhenti berfungsi.

3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk
menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-
sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui
mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan
diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga
pemulihan, begitu seterusnya.

4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan
tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon,
yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

2.10 Pencegahan dan Penanganan Kanker Serviks

20
Pengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu pencegahan prmer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier Strategi
kesehatan masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah
dengan pencegahan primer dan pencegaan sekunder.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh setiap


orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya
kanker serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hdup sehat
untuk mengurangi atau menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan
seksual ganda dan lain-lain. Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan
imuisasi HPV pada kelompok masyarakat

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan


skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks
secara dibni sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan
kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan
waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana
dan sensitive untuk mwndeteksi karsinoa pra invasive. Bila diobati dengan baik,
karsinoma pra invasive mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa
kasus pada fase invasive hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program
skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan
di Negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbukimampu menurunkan
tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60% dalamkurun waktu 20 tahun
(WHO,1986).

Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan kanker
serviks, yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :
1) Kampanye kesadaran masyarakat
2) Program pendidikan kesehatan masyarakat

21
3) Promosi kesehatan
b. Pencegahan khusus, misalnya :
1) Interfensi sumber keterpaparan
2) Kemopreventif

2. Pencegahan Tingkat Kedua


a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya :
1) Kemoterapi
2) Bedah

3. Pencegahan Tingkat Ketiga


Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan kanker
umumnya ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan radioterapi dan
operasi radikal kurang lebih sama, meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan
karena umumnya yang dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.

Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya. Anda
dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya
menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam
kehidupan sehari-hari antara lain :

1. Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena,
vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher
rahim.
2. Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat
meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
3. Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
4. Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
5. Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6. Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan
sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.

22
7. Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap smear.
Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
8. Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
9. Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini
dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk
membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.

2.11 Terapi komplementer


Pengobatan terhadap keluhan penderita kanker serviks juga dapat dilakukan dengan terapi
komplementer. Salah satu terapi komplementer yaitu Progressive Muscle Relaxation (PMR)
yang menggabungkan latihan nafas dalam, serangkaian seri kontraksi serta relaksasi otot
tertentu, dan distraksi. PMR merupakan salah satu dari teknik relaksasi yang paling mudah
dilakukan, memiliki gerakan sederhana, telah digunakan secara luas, dan dapat meningkatkan
kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatan (Syarif & Putra, 2014). PMR
dilakukan dengan cara menegangkan otot secara sementara, kemudian kembali diregangkan
dimulai dari kepala sampai kaki secara bertahap (Casey & Benson, 2012). Teknik relaksasi
ini dapat menimbulkan keselarasan tubuh dan pikiran yang diyakini memfasilitasi
penyembuhan fisik dan psikologis (LeMone & Burke, 2008).
PMR merupakan salah satu bentuk penerapan perawatan paliatif untuk pasien kanker serviks.
Menurut KEPMENKES RI No.812 Tahun 2007, tujuan perawatan paliatif ialah memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit terminal dan kronik dengan pencegahan melalui identifikasi dini dan penilaian yang
tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain meliputi fisik, psikososial dan
spiritual.
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian kanker serviks ialah lama menderita kanker dan
pengobatan yang akan dijalani. Responden penelitian yang menderita kanker serviks lebih
dari 1 tahun telah menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak 6 kali dalam siklus. Tingkat
kecemasan dan intensitas nyeri mempunyai korelasi yang signifikan (Melzack & Wall, 2006).
Pengaruh intensitas nyeri terhadap kecemasan juga dapat dilihat dari teori gate control yaitu
jika modulasi input melewati input nosisepsi, gerbang kemudian diblok dan transmisi
nosisepsi berhenti atau dihalangi di substansia gelatinosa tanduk dorsal dari korda spinalis.
Faktor perilaku dan emosional mempengaruhi gerbang melalui mekanisme menghambat
transmisi impuls nyeri (Butar-Butar, Yustina, & Harahap, 2015). Hambatan transmisi impuls

23
nyeri juga dapat dimodulasi oleh adanya opiat endogen yang penting dalam sistem analgesik
tubuh dengan cara menutup mekanisme pertahanan ini dengan merangsang sekresi endorphin
yang akan menghambat pelepasan substansi P. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa skor
kecemasan mengalami penurunan bersamaan dengan penurunan terhadap skala nyeri. Orang
yang cemas dan tegang akan membuka gerbang sehingga rangsang nyeri akan meningkat
(Kaplan, Sadocks, & Greb, 2007).
Perubahan intensitas nyeri yang dirasakan oleh responden selain karena pelepasan hormon
endorphin juga disebabkan oleh distraksi yang mengarahkan responden harus berfokus pada
setiap gerakan yang dilakukan sehingga dapat mengalihkan perhatian responden. Rasa
nyaman mulai dirasakan pada gerakan ke-12 dan 13 dikarenakan pusat nyeri yang dirasakan
berada pada bagian adomen (perut) sehingga peneliti menganjurkan untuk memperbanyak
melakukan gerakan di daerah tersebut.
Latihan PMR bekerja melibatkan aktivitas sistem saraf otonom yaitu dengan meningkatkan
kerja saraf parasimpatis dan menurunkan stimulasi sistem saraf simpatis serta hipotalamus
sehingga pengaruh stres fisik terhadap keduanya menjadi minimal (Haryati, 2015). Aktivasi
sistem saraf parasimpatis akan menurunkan denyut jantung, memperlambat laju pernafasan,
meningkatkan aliran darah ke otot dan saluran pencernaan sehingga dapat mengurangi
distress akibat gejala fisik (Ramadhani & Putra, 2008). PMR akan mengontrol aktivitas
kemudian stimulus tersebut akan mempengaruhi neurotransmitter (norephineprin, serotonin,
GABA) yang mengatur perasaan dan pikiran seseorang. Penyampaian stimulus ke sistem
saraf pusat tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan endorphin yang menyebabkan
ketegangan otot menjadi berkurang sehingga membuat tubuh menjadi relaks (Syarif & Putra,
2014). Endorphin bekerja dengan mengikat reseptor opiat dan opiat endogen yang kemudian
akan membentuk suatu sistem penekanan nyeri intrinsik. Ikatan tersebut dapat mengurangi
nyeri dengan mencegah dibebaskan reseptor sebagai neurotransmitter penghasil nyeri.
PMR merupakan intervensi perilaku yang dapat mengurangi kecemasan. Teori ini didukung
bahwa kecemasan dan relaksasi otot menghasilkan kondisi fisiologis yang berlawanan dan
tidak dapat timbul bersama-sama. Respon neurologis terhadap kecemasan berupa ketegangan
otot, maka ketegangan ini dapat dipulihkan dengan relaksasi otot dan kecemasan akan
berkurang
(Haryati, 2015).
Rasionalisasi penggunaan PMR untuk mengurangi kecemasan juga didukung oleh model
stress-koping yang menyatakan bahwa individu berhadapan dengan stressor akan
menimbulkan respon afektif dan fisiologis pada aktivitas neurologis, seperti peningkatan

24
tekanan darah atau denyut jantung pada penilaian pertama. PMR dapat memberikan manfaat
ganda yaitu menimbulkan adaptasi individu yang lebih positif dalam waktu yang singkat dan
penurunan kecemasan yang tidak bergantung pada proses netralisir stressor (Haryati, 2015).
PMR telah membantu pasien kanker serviks untuk meningkatkan relaksasi terhadap berbagai
gejala dan keluhan yang dirasakan sehingga pasien lebih toleran terhadap berbagai aktivitas
sehari-hari.

25
BAB III
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
1. Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan dikalangan
wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epithelium yang normal
sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala dan merupakan proses yang
perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun. Ada beberapa klasifikasi tapi
yang paling banyak penganutnya adalah yang dibuat oleh IFGO (International
Federation of Ginekoloi and Obstetrics), yaitu Stage 0, 1, 1 a , 1 b, 2, 3 , dan 4. Gejala
klinis kanker serviks pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas,
baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus
yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
2. HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak kanker serviks.
Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Adapun
faktor resikonya, yaitu : Pola hubungan seksual, Paritas, Merokok, Kontrasepsi oral,
Defisiensi gizi, Sosial ekonomi, dan Pasangan seksual.
3. Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics) tahun
1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama
banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur
30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok
umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69
tahun. Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang
seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika
Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan
terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
4. Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada
wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, di dalam
kanalis serviks. Penyebaran kanker serviks pada umumnya secara limfogen melalui
pembuluh getah bening menuju 3 arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke
arah korpus uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut
menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih. Diagnosis kanker serviks
tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi masalah adalah

26
bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan
deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.
5. Pengobatan kanker serviks yang dapat dilakukan, yiatu : Pembedahan, Terapi
penyinaran, Kemoterapi, dan Terapi biologis. Sedangkan beberapa cara praktis yang
dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah kanker serviks, yaitu :
miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh, hindari merokok, hindari seks sebelum menikah
atau di usia sangat muda atau belasan tahun, pemberian vaksin atau vaksinasi HPV
untuk mencegah terinfeksi HPV, melakukan pembersihan organ intim atau dikenal
dengan istilah vagina toilet, hindari berhubungan seks dengan banyak partner, secara
rutin menjalani tes Pap smear secara teratur, dan sebagainya.

2.3 Saran

Berhati-hatilah dengan penyakit kanker serviks, lebih baik mencegah dari pada
mengobati.Ternyata tidak mudah menjadi seorang wanita, tapi bukan berarti sulit untuk
menjalaninya. Penyakit bisa kita hindari asal kita selalu berusaha hidup sehat dan teratur.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alfian Elwin Zai. 2009. Skripsi : Karakteristik Penderita Kanker leher Rahim Yang Dirawat
Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003-2007. FKM
Universitas Sumatera Utara Medan.
(http://www.researchgate.net/publication/42356226_Karakteristik_Penderita_Kanker_l
eher_Rahim_Yang_Dirawat_Inap_Di_Rumah_Sakit_Umum_Pusat_Haji_Adam_Malik
_Medan). Diakses Tanggal 5 Februari 2011.

Ayu Izza. 2009. Epidemiologi Kanker Serviks.


(http://ayuizza.blogspot.com/2009/12/epidemiologi-kanker-serviks.html). Diakses
Tanggal 5 Februari 2011.

Satyadeng. 2010. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks).


(http://drvegan.wordpress.com/2010/01/10/kanker-leher-rahim-kanker-serviks/).
Diakses Tanggal 5 Februari 2011.

Kumpulan info sehat. 2009. Kanker Serviks Pembunuh Banyak Wanita.


(http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/237-kanker-serviks-
leher-rahim-pembunuh-wanita.html). Diakses Tanggal 5 Februari 2011.

28

Anda mungkin juga menyukai