Anda di halaman 1dari 25

PRE MENSTRUAL SYNDROME

PMS adalah singkatan dari pre-mestrual syndrome suatu kumpulan gejala (sindrom = kumpulan gejala) yang meliputi gejala fisik, mental, dan perilaku, yang terkait erat dengan siklus menstruasi pada wanita. Gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya terjadi secara regular pada dua minggu periode sebelum menstruasi. Biasanya gejala ini hilang sendiri pada hari pertama atau kedua haid, namun dapat pula berlanjut setelahnya.

Sekitar 80-95 % perempuan pada usia melahirkan mengalami gejala-gejala PMS dan bentuknya sangat bervariasi satu dengan yang lain. Bahkan antar siklus pun bisa bervariasi gejalanya pada seseorang Pada sekitar 14 % perempuan antara usia 20-35 tahun, sindrom pramenstruasi dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari kegiatannya. Menurut penelitian, PMS lebih banyak terjadi pada wanita usia 30-49 tahun. Bahkan pada wanita yang sudah mengalami operasi pengangkatan rahim, masih juga bisa mengalami PMS jika sedikitnya satu ovarium masih ada.

Sebagian lagi, 3-8 % wanita, mungkin mengalami gangguan yang lebih berat, yang disebut premenstrual dysphoric disorder (PMDD). PMS dan PMDD tidak sama. Wanita dengan PMDD dapat mengalami depresi sampai seminggu atau lebih sebelum mendapatkan haid, Sedangkan PMS, lebih pendek durasinya, lebih ringan, dan juga gejalanya lebih ke arah fisik. Seorang bisa mengalami PMS saja, atau PMDD, atau kedua-duanya.

Apa penyebab PMS ?


Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas Yang pertama, beberapa teori menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. PMS terjadi pada fase luteal pada siklus menstruasi Fase ini terjadi segera setelah sebuah telur dilepaskan dari ovarium, dan terjadi mulai dari hari 14-28 pada siklus menstruasi normal (hari pertama haid dihitung sebagai hari 1) Pada fase luteal ini, hormon dari ovarium menyebabkan lapisan rahim akan menebal dan membentuk seperti sponge. Pada waktu yang sama, telur akan dilepaskan dari ovarium.

Jika saat itu ada hubungan seksual, maka telur dapat bertemu sperma yang masuk, dan telur yang sudah dibuahi ini akan menempel di lapisan uterus yang sudah menebal dan spongy tadi untuk tumbuh menjadi janin. Pada saat itu, kadar hormon progesteron akan meningkat, sebaliknya estrogen mulai menurun. Jika pada masa itu tidak ada hubungan seksual yang menyebabkan pembuahan, maka lapisan rahim yang sudah siap tadi meluruh, menjadi darah haid. Pergeseran keberadaan hormon dari estrogen menjadi progesteron inilah yang menyebabkan beberapa gejala PMS.

Para ahli percaya bahwa perubahan kadar progesteron dalam tubuh ini yang menyebabkan perubahan mood, perilaku, dan fisik pada wanita pada fase luteal ini Progesteron berinteraksi dengan bagian tertentu otak yang terkait dengan relaksasi. Teori lain menyatakan karena hormon estrogen yang berlebihan Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel.

Studi yang lebih baru menyatakan bahwa ada perubahan hormon dan neurotransmiter yang mungkin juga bisa menjadi penyebabnya. Endorfin ini hormon yang menyebabkan perasaan senang, happy mood, dan sekaligus juga membuat orang kurang sensitif terhadap nyeri (obat seperti heroin dan morfin beraksi seperti endorfin). Hormon ini dapat turun kadarnya pada fase luteal dalam siklus haid. Karenanya, pada fase luteal ini kadang wanita merasa kurang happy dan nyeri, seperti nyeri haid atau sakit kepala.

Beberapa wanita dengan PMS juga menjadi bertambah berat badan atau sedikit membengkak Hal ini karena terjadi penahanan air di dalam tubuh. Hormon tadi dapat mempengaruhi ginjal, yang mengatur keseimbangan air dan garam dalam tubuh Kelebihan air dalam tubuh ini kadang juga bisa menyebabkan gejala PMS, terutama berat badan bertambah, sehingga meningkatkan persepsi negatif dan memperburuk kondisi emosi seorang wanita. Siklus hormonal juga mempengaruhi kadar serotonin yang mengatur banyak fungsi, termasuk mood dan sensitivitas terhadap nyeri.

Jika dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami PMS, wanita dengan PMS memiliki kadar serotonin otak yang lebih rendah pada fase luteal ini. Rendahnya kadar serotonin terkait dengan terjadinya depresi Teori lain yang mencoba menjelaskan PMS melibatkan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan di area-area dimana terjadi PMS, seperti payudara, otak, saluran reproduksi, ginjal, saluran cerna dan diduga berkonstribusi terhadap gejala-gejala PMS seperti kram, payudara sakit, atau konstipasi/sembelit.

Apa gejala-gejala PMS?


- Mood : kecemasan, nervous, perasaan berubah-ubah (mood swings), sensitif, depresi, pelupa, bingung, insomnia, dll. - Perilaku : ingin makan yang manis-manis, nafsu makan meningkat, mudah menangis, kurang konsentrasi, sensitif terhadap kebisingan - Fungsi fisik : sakit kepala, lelah, pusing, berat badan meningkat, kembung, payudara membengkak, sembelit atau diare, akne

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya PMS


wanita yang pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak) status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum) usia (PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30 - 45 tahun) stress (faktor stress memperberat gangguan PMS) diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS)

kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS kegiatan fisik (kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS)

Tipe dan gejala Tipe PMS

Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. 80 % gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%, dan PMS D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan.

PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi. PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.

PMS tipe C (craving) ditandai rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium. PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadangkadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS benar-benar murni tipe D.

PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.

Kram pada waktu haid atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling sering. Gangguan nyeri yang hebat, atau dinamakan dismenorea, sangat mengganggu aktivitas wanita, bahkan acap kali mengharuskan penderita beristirahat bahkan meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam atau beberapa hari. Dismenorea memang bukan PMS. Dismenorea primer umumnya tidak ada hubungannya dengan kelainan pada organ reproduksi wanita dan hanya terjadi sehari sebelum haid atau hari pertama haid. Nyeri perut ini juga tidak ada hubungannya dengen PMS yang mulai terasa 10 - 14 hari sebelum haid. Gejala malah hilang begitu haid datang. Kalau dismenorea membaik atau bahkan hilang sama sekali setelah seseorang melahirkan, tidak demikian dengan PMS. Wanita yang pernah melahirkan malah berisiko lebih tinggi menderita PMS.

Apa gejala PMDD ?

Gangguan premenstrual yang lebih berat adalah PMDD Gangguan ini terdiagnosa hanya jika gejalanya cukup berat sehingga mengganggu fungsi normal seseorang. Seperti PMS, gejala PMDD dimulai 7-14 hari sebelum hari menstruasi, dan hilang ketika menstruasi datang. Namun tidak seperi PMS, PMDD dapat berefek serius pada wanita, dan digolongkan sebagai gangguan kesehatan mental.

Seorang wanita dikatakan mengidap PMDD jika ia mengalami 5 atau lebih gejala-gejala pada minggu-minggu sebelum menstruasi dan hal itu terjadi dalam hampir setiap kali menstruasi setiap bulannya. Gejala-gejala itu adalah: depresi (perasaan putus asa, tidak berguna, tidak sekedar sedih), kecemasan, peralihan mood yang signifikan, marah, kehilangan interest terhadap aktivitas rutin (bekerja, sekolah, hobi), kesulitan konsentrasi, merasa kehabisan energi, perubahan nafsu makan (jadi rakus terhadap makanan tertentu), gangguan tidur, gejala-gejala fisik : kembung, payudara bengkak, sakit kepala. Jika gejala ini terjadi di luar siklus menstruasi, maka seseorang mungkin mengalami masalah kesehatan mental, dan perlu pemeriksaan lebih lanjut ke dokter ahlinya.

Bagaimana pengatasannya?
Pengaturan makan/diet : untuk mengurangi kembung dan penahanan air dalam tubuh, hindari makanan bergaram tinggi, terutama seminggu sebelum haid; cukupi kebutuhan vitamin dan mineral , seperti : Vitamin E, vitamin B, kalsium, Magnesium (dapat diperoleh dari makanan misalnya kacang-kacangan, gandum, sayuran hijau) 2. Latihan aerobik dan relaksasi 3. Menggunakan obat
1.

Beberapa obat yang dapat digunakan antara lain adalah obat anti radang dan penghilang nyeri. Parasetamol dan ibuprofen, merupakan pilihan yang cukup aman untuk mengatasi nyeri haid, sakit kepala, sakit payudara, dll. Kedua, golongan obat penenang dan anti depresan, tapi ini hanya jika sangat diperlukan, misalnya pada PMDD, dan harus diperoleh dengan resep dokter. Contohnya: diazepam (Valium), alprazolam, fluoksetin, sertralin. Ketiga, diuretik, yaitu untuk meningkatkan pengeluaran urin. Ini akan membantu mengurangi cairan tubuh sehingga mengatasi gejala PMS seperti kembung, payudara bengkak, atau peningkatan berat badan. Tapi ini pun harus diperoleh dengan resep dokter. Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8 - 10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen. Pemberian hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai tablet isap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.

Pencegahan PMS (sindrom pra-menstruasi)

Batasi kosumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, alkohol, kopi, teh, coklat, serta minuman bersoda Mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang cukup, idealnya 2 liter atau 8 gelas per hari Kurangi rokok atau berhenti merokok. Batasi konsumsi protein (sebaiknya sebanyak 1,5 gr/kg berat badan per orang)

Batasi konsumsi makanan produk susu dan olahannya (keju, es krim, dan lainnya) dan gunakan kedelai sebagai penggantinya Batasi konsumsi lemak dari bahan hewani dan lemak dari makanan yang digoreng. Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks seperti nasi dan sereal. Meningkatkan konsumsi sayuran hijau. Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial linoleat seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran.

Konsumsi vitamin B kompleks terutama vitamin B6, vitamin E, kalsium, magnesium juga omega-6 (asam linolenat gamma GLA) Di samping diet, perhatikan pula hal-hal berikut ini untuk mencegah munculnya PMS: * Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur. * Menghindari dan mengatasi stres. * Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS. * Catat jadwal siklus haid Anda serta kenali gejala PMSnya. * Perhatikan pula apakah Anda sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya

Anda mungkin juga menyukai