Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN NYERI

DYSMENORRHEA PADA REMAJA PUTRI

Proposal Riset Keperawatan

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penulisan Ilmiah

Disusun oleh :

FITRI ARMELIA SARI

19052

AKADEMI KEPERAWATAN

GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menstruasi adalah perubahan secara fisiologis pada perempuan.
Menstruasi adalah perdarahan yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa
organ kandungan telah berfungsi matang. Secara umum, remaja mengalami
menarche adalah usia 12 sampai dengan 16 tahun, dengan siklus menstruasi
normal terjadi setiap 22-35 hari, dengan lamanya menstruasi 2-7 hari
(IRLANE MAIA DE OLIVEIRA, 2017).
Menurut data World Health Organization atau WHO, didapatkan
kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita yang mengalami
dysmenorrhea dengan 10 - 15% mengalami dysmenorrhea berat. Studi
epidemiologi di Mesir melaporkan kejadian dysmenorrhea pada 75%
remaja perempuan pubertas dengan jumlah ketidakhadiran di sekolah
sebesar 20,3% yang dihubungkan dengan beratnya gejala (Lia, 2018).
Sementara di Indonesia angkanya di perkirakan 55% perempuan produktif
yang tersiksa oleh dysmenorrhea. Di surabaya didapatkan 1,07% - 1,31%
dari jumlah penderita dysmenorrhea datang kebagian kebidanan.
Dysmenorrhea banyak terjadi dan di temukan pada remaja putri, data ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran
Universitas Hassanudin di dapatkan bahwa keluhan dysmenorrhea
terbanyak antara usia 13-15 tahun dengan 53,9% kasus dan dysmenorrhea
derajat sedang dengan 47,3% kasus (Mahua et al., 2018).
Dysmenorrhea merupakan nyeri menstruasi yang dikarakteristikan
sebagai nyeri singkat sebelum awitan atau selama menstruasi yang
merupakan permasalahan ginekologikal utama, yang sering dikeluhkan oleh
wanita. Dysmenorrhea merupakan masalah yang sering terjadi pada wanita
yang sedang mengalami haid atau menstruasi (Yunitasari R, 2017).
Dysmenorrhea seringkali menyerang sebagian besar perempuan.
Dysmenorrhea merupakan gejala, bukan penyakit. Gejalanya berupa nyeri
dibagian perut bawah. Kasus–kasus tertentu, nyeri dapat dirasakan sampai
seputar panggul dan sisi dalam paha. Nyeri terasa terutama pada hari
pertama dan kedua haid (Oktasari et al., 2014).
Permasalahan nyeri haid adalah permasalahan yang paling sering
dikeluhkan perempuan. Dysmenorrhea dapat menyerang perempuan yang
mengalami haid pada usia berapapun, tidak ada batasan usia dan sering
disertai dengan kondisi-kondisi yang memperberat seperti; pusing,
berkeringat dingin, bahkan hingga pingsan. Jika seperti ini, tentunya nyeri
haid tidak boleh dibiarkan begitu saja. Kebanyakan wanita mengalami
tingkat kram yang bervariasi, pada beberapa wanita hal itu muncul dalam
bentuk rasa tidak nyaman, sedangkan beberapa yang lain menderita rasa
sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari – hari (Ucd & Col, 2017)
Kompres hangat merupakan salah satu metode non farmakologi
yang dianggap sangat efektif dalam menurunkan nyeri atau spasme otot
(Oktasari et al., 2014). Kompres hangat merupakan metode memberikan
rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan (Mahua et al.,
2018). Penggunaan kompres hangat diharapkan dapat meningkatkan
relaksasi otot-otot dan mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan serta
memberikan rasa hangat lokal. Pada umumnya panas cukup berguna untuk
pengobatan. Panas meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi dan
meningkatkan sirkulasi (Rahmadhayanti et al., 2017). Bentuk lain dari
penggunaan terapi hangat adalah pemberian kompres hangat di area
punggung bawah. Penelitian mengenai pemberian kompres hangat di area
punggung bawah masih jarang dilakukan pada nyeri dysmenorrhea, padahal
kompres hangat di area punggung bawah dapat mengurangi sensasi nyeri
dan juga kram (IRLANE MAIA DE OLIVEIRA, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengaruh Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Nyeri Dysmenorrhea Pada Remaja Putri”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada studi
kasus ini adalah ”Bagaimanakah Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Dysmenorrhea Pada Remaja Putri” ?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Nyeri Dysmenorrhea pada Remaja Putri.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat nyeri dysmenorrhea pada remaja putri
sebelum dilakukan kompres hangat.
b. Mengidentifikasi tingkat nyeri dysmenorrhea pada remaja putri
sesudah dilakukan kompres hangat.

D. Manfaat Studi Kasus


1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan dan informasi khususnya di bidang
keperawatan tentang pengaruh pemberian kompres hangat terhadap
penurunan nyeri dysmenorrhea.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui pengaruh kompres hangat terhadap
penurunan nyeri dysmenorrhea pada remaja putri.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk kegiatan pembelajaran mengenai
terapi kompres hangat untuk penurunan nyeri dysmenorrhea.
c. Bagi Remaja Putri
Sebagai bahan informasi mengenai cara pencegahan nyeri
dysmenorrhea, sehingga dapat menurunkan kejadian nyeri saat
dysmenorrhea dan tidak mengganggu aktivitas maupun pekerjaan.
d. Bagi Profesi
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar dalam pengembangan
asuhan keperawatan khususnya pada remaja putri yang mengalami
nyeri dysmenorrhea.
e. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukan khususnya
bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit agar dapat meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan khususnya perawat dalam pemberian
terapi kompres hangat untuk penurunan nyeri dysmenorrhea.

E. Ruang Lingkup Studi Kasus


Penelitian ini merupakan penelitian keperawatan medikal bedah
untuk mengidentifikasi pengaruh kompres hangat dalam upaya penurunan
nyeri dysmenorrhea. Lokasi penelitian ini dilakukan di............ Penelitian ini
menggunakan teknik purpossive sampling dengan observasi sebelum dan
sesudah dilakukan kompres hangat. Subjek pada penelitian ini adalah
remaja putri. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan....... Data yang diambil
langsung dari sumbernya (responden) dan data yang diambil secara
langsung melalui tempat penelitian itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Dysmenorrhea
a. Pengertian
Dysmenorrhea adalah nyeri pada daerah punggul akibat haid
dan produksi zat prostagladin. Sering kali dimulai segera setelah
mengalami haid pertama (menarche). Nyeri berkurang setelah
haid, namun pada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami
selama periode haid. Dysmenorrhea cenderung terjadi lebih
sering pada gadis remaja yang mengalami kegelisahan,
ketegangan, dan kecemasan. Jika tidak diatasi, nyeri haid ini
sering akan mengganggu aktivitas para wanita (Sari & Mareta,
2020).
Dysmenorrhea adalah nyeri saat haid yang terasa di perut
bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah
menstruasi. Haid inilah yang menjadi suatu gejala dimana paling
sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk
konsultasi dan pengobatan, karena gangguan ini sifatnya
subjektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai yang memaksa
wanita untuk istirahat atau bahkan berakibat pada menurunnya
kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari (Sutrisni &
Arfiani, 2019).
Dysmenorrhea adalah nyeri pada daerah panggul yang
terjadi menjelang menstruasi atau selama periode menstruasi.
Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti,
namun diduga terjadi akibat produksi prostaglandin (PGF2α)
yang berlebihan pada saat menstruasi (Austrianti, rifka;
Andayani, 2019).
b. Klasifikasi Dysmenorrhea
Dysmenorrhea dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu
dismenore primer dan sekunder :
1. Dysmenorrhea Primer
Dysmenorrhea primer yaitu suatu kondisi yang
dihubungkan dengan siklus ovulasi. Pada dismenore primer
biasanya terjadi pada seorang wanita yang mengalami
menarche setelah 2-3 tahun dan bisa mencapai umur 15-25
tahun. Frekuensi akan menurun dengan bertambahnya usia
dan akan berhentisetelah melahirkan. Adanya suatu
penonjolan pada aktivasi kinerja protaglandin F2a yang
timbul akibat gangguan keseimbangan antara prostaglandin-
prostaglandin E2 dan F2a dengan prostasiklin, yang
disintesis oleh sel-sel endometrium uteri. Peningkatan
produksi prostaglandin dan pelepasannya (terutama PGF2a)
dari endometrium selama menstruasi menyebabkan
kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi dan tidak teratur
sehingga timbul nyeri. Adapun Tanda gejala dari
dysmenorrhea primer yaitu nyeri pada daerah pinggang,
mual dan muntah, sakit kepala, letih, pusing, pingsan, dan
diare, serta kelabilan emosi selama menstruasi (Yunitasari R,
2017).

2. Dysmenorrhea Sekunder
Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri
menstruasi yang berkembang dari dismenore primer yang
terjadi sesudah usia 25 tahun dan penyebabnya karena
kelainan pelvis (Yunitasari R, 2017). Dismenorea sekunder
terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami
dismenorea. Dysmenorrhea sekunder merupakan bentuk
nyeri haid akibat penyakit tertentu yang behubungan dengan
alat reproduksi wanita. Hal ini terjadi pada kasus infeksi,
mioma submucosa, polip corpus uteri, endometriosis,
retroflexio uteri fixata, stenosis kanalis servikalis, adanya
AKDR, tumor ovarium. Rasa nyeri yang dirasakan hampir
sama dengan dysmenorrhea primer juga (Khoiriati, 2016).

c. Patofisiologi
Proses timbulnya dysmenorrhea ketika menstruasi adalah
saat korpus luteum akan menyusut hal ini mengakibatkan
produksi estrogen dan progesteron pun akan menurun. Seiring
dengan penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat,
endometrium mensekresi prostaglandin (PGF2α). Pelepasan
prostaglandin yang berlebihan menyebabkan vasospasme
arterior uterus, sehingga mengakibatkan iskemia dan kram
abdomen bawah yang pada umumnya bersifat siklik. Pelepasan
prostaglandin yang berlebihan tersebut sampai saat ini belum
diketahui penyebabnya (Austrianti, rifka; Andayani, 2019).
Respons sistemik terhadap PGF2α meliputi nyeri punggung,
kelemahan, pengeluaran keringat, gejala saluran cerna (anoreksi,
mual, muntah, dan diare) dan gejala sistem saraf pusat seperti
pusing, nyeri kepala, dan konsentrasi buruk.14 Hal ini didukung
dengan prostaglandin konsentrasi tinggi PGF2α yang ditemukan
pada wanita dysmenorrhea. Vasopresin juga dapat berperan
dengan meningkatkan kontraksi uterus dan menyebabkan nyeri
iskemik. Peningkatan kadar vasopresin telah dilaporkan pada
wanita dengan dysmenorrhea. Kontraksi rahim bisa berlangsung
beberapa menit dan terkadang menghasilkan tekanan uterus 50
sampai 80 mmHg bahkan hingga 180 mmHg setiap tiga sampai
10 menit dan berlangsung selama 15 sampai 30 detik
(Yunianingrum, 2018).
d. Tanda dan Gejala
Gejala umum dysmenorrhea adalah nyeri perut bagian
bawah, dapat menyebar kedaerah pinggang dan paha. Nyeri
dapat bersifat tajam, tumpul, siklik, atau menetap, dan dapat
berlangsung dalam beberapa jam sampai 1 hari. Kadang-kadang
nyeri dapat lebih lama dari 1 hari, tapi jarang melebihi 72 jam.
Gejala-gejala sistemik yang menyertainya berupa mual, muntah,
diare, sakit kepala, dan perubahan emosional (Austrianti, rifka;
Andayani, 2019).
Gejala dysmenorrhea yaitu kram di bagian bawah perut
yang biasanya menyebar ke bagian belakang, terus ke kaki,
pangkal paha dan vulva (bagian luar alat kelamin wanita),
Rasa sakit datang secara tidak teratur, Biasanya nyeri
mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi,
mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari
akan menghilang, gejala-gejala tingkah laku seperti
kegelisahan, depresi, sensitif, lekas marah, gangguan
tidur, kelelahan, lemah, mengidam makanan dan kadang-
kadang perubahan suasana hati yang sangat cepat, Keluhan fisik
seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut
kembung atau sakit, sakit kepala, sakit sendi, sakit punggung,
mual, muntah, diare atau sembelit, dan masalah kulit seperti
jerawat (acne) (Herawati, 2017).
Gejala-gejala fisik yang umum terjadi selama wanita
mengalami menstruasi ialah adanya perubahan berat badan;
pembengkakan pada perut, jari, tungkai atau pergelangan kaki,
ketidaknyamanan di payudara sebagai akibat pembesaran
payudara bila ditekan, akan terasa nyeri dan kaku, sakit kepala,
bahkan sebagian wanita mengalami migrain, rasa nyeri dan
pegal-pegal pada otot (Nida & Sari, 2016).
e. Faktor Penyebab dan Resiko
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dysmenorrhea
antara lain yaitu :
1. Faktor hormonal
2. Faktor psikis
3. Faktor kejiwaan
4. Faktor resiko (Nida & Sari, 2016).
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea
primer yaitu menarche dini (usia pertama kali menstruasi < 12
tahun), Kurang atau tidak pernah berolah raga, Siklus Haid
memanjang atau Lama haid lebih dari normal (7 hari),
Mengkonsumsi alcohol, Riwayat keluarga yang positif, dan
Merokok (Mempengaruhi & Nyeri, 2017).

f. Penatalaksanaan Dysmenorrhea
Mengantisipasi nyeri menstruasi, ada beberapa terapi yang
dapat dilakukan, antara lain terapi anti prostaglandin, terapi
harmonal, terapi bahan alami, dan pola hidup sehat. Terapi anti
prostaglandin dan harmonal seperti Non Steroid Anti Inflamasi
(NSAI) : Analgesik, Paracetamol atau Asetamonofen
(Sumagesic, Panadol dll) harus melibatkan dokter, sedangkan
untuk terapi bahan alami dan pola hidup sehat dapat dilakukan
sendiri, seperti memperhatikan asupan gizi yang seimbang,
istirahat yang cukup dan olahraga sesuai kebutuhan. Masalah
yang terjadi pada saat ini, banyak wanita karier kesulitan untuk
mengatur pola hidup sehat serta mengkonsumsi terapi bahan
alami (Austrianti, rifka; Andayani, 2019). Terapi non-
farmakologi yang sering digunakan adalah terapi hangat atau
dingin. Salah satu bentuk terapi hangat atau dingin yang sering
dilakukan yaitu, dengan pemberian kompres hangat di perut
pada penderita dysmenorrhea (Dhirah & Sutami, 2019).
Apabila nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan
sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang
mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan
medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut
dimaksudkan untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan
mengurangi pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan
mengurangi beratnya dysmenorrhea. Jika obat ini juga tidak
efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya
laparoskopi). Jika dysmenorrhea sangat berat bisa dilakukan
ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim
dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas. Pengobatan untuk
dysmenorrhea sekunder tergantung kepada penyebabnya
(Anjasmara, 2018).

2. Kompres Hangat
a. Pengertian
Kompres hangat merupakan suatu teknik perpindahan panas
yang dapat disalurkan melalui konduksi (botol, air panas,
bantalan pemanas listrik, lampu kompres panas kering atau
lembab) atau konversi (Riani, 2017). Kompres hangat
merupakan metode memberikan rasa hangat pada klien dengan
menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada
bagian tubuh yang memerlukan (Mahua et al., 2018). Pemberian
kompres hangat merupakan salah satu tindakan mandiri. Efek
hangat dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah yang nantinya akan meningkatkan aliran darah
ke jaringan. Penyaluran zat asam dan makanan ke sel-sel
diperbesar dan pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat
mengurangi rasa nyeri haid primer yang disebabkan suplai darah
ke endometrium kurang (Nida & Sari, 2016).
Kompres hangat merupakan salah satu metode non
farmakologi yang dianggap sangat efektif dalam menurunkan
nyeri atau spasme otot. Panas dapat dialirkan melalui konduksi,
konveksi, dan konversi. Nyeri akibat memar, spasme otot, dan
arthritis berespon baik terhadap peningkatan suhu karena dapat
melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah
lokal. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang disalurkan melalui
kompres hangat dapat meredakan nyeri dengan menyingkirkan
produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri lokal (Lia,
2018).

b. Tujuan Kompres Hangat


Penggunaan kompres hangat di area perut bertujuan untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga meningkatkan sirkulasi
darah ke bagian yang nyeri, menurunkan ketegangan otot
sehingga mengurangi nyeri akibat spasme otot atau kekakuan
otot (Dhirah & Sutami, 2019). Suhu yang hangat dapat membuat
sirkulasi darah lancar, vaskularisasi lancar dan terjadinya
vasodilatasi yang membuat relaksasi pada otot karena otot
mendapat nutrisi berlebih yang dibawa oleh darah sehingga
kontraksi otot menurun (Leukosit et al., 2020).
Pemberian kompres hangat memakai prinsip pengantaran
panas melalui cara konduksi yaitu dengan menempelkan buli-
buli panas pada perut sehingga akan terjadi perpindahan panas
dari buli-buli panas ke dalam perut, sehingga akan menurunkan
nyeri pada wanita dengan dysmenorrhea primer, karena pada
wanita dengan dysmenorrhea ini mengalami kontraksi uterus
dan kontraksi otot polos (Nida & Sari, 2016). Dengan kompres
hangat yang dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi uterus dan melancarkan pembuluh darah sehingga
dapat meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan
meningkatkan perasaan sejahtera, meningkatkan aliran
menstruasi dan meredakan Vasokongesti pelvis (Leukosit et al.,
2020).
Respon fisiologis pemberian kompres hangat adalah :
1. Terjadinya vasodilatasi
2. Viskosis darah menurun
3. Ketegangan otot menurun
4. Metabolisme jaringan meningkat
5. Permeabilitas kapiler meningkat (Riani, 2017).

c. Fisiologi Kompres Hangat


Kompres hangat yang digunakan berfungsi untuk
melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah,
mengurangi kekakuan, dan menghilangkan sensasi rasa sakit.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, terapi kompres hangat
dilakukan selama 30 menit dengan 1 kali pemberian dan
pengukuran intesitas nyeri dilakukan dari 15-20 menit selama
tindakan. Efek analgesik dari terapi panas (kompres hangat)
disebabkan oleh kesamaan suhu jaringan superficial dengan
jaringan bagian dalam, tapi mekanismenya tidak diketahui.
Pemberian kompres hangat juga berpengaruh terhadap aktivitas
serabut saraf yang berdiameter besar dan kecil. Implus nyeri
dihantarkan oleh serabut saraf berdiameter kecil yang membuka
pintu gerbang sumsum tulang belakang kemudian diteruskan ke
farmatioretikulo batang otak selanjutnya dikirim ke talamus atau
korteks untuk diinterpretasikan sebagai nyeri. Pemberian
kompres hangat akan merangsang serabut saraf yang
berdiameter besar, dimana letak serabut saraf yang berdiameter
besar dan serabut saraf yang berdiamater kecil berjalan parallel.
Perangsangan pada serabut saraf berdiameter besar akan
menyebabkan pintu gerbang spinal cord menutup sehingga
implus nyeri tidak dapat memasuki spinal cord dan tidak
diteruskan ke cortex awareness untuk di interpretasikan sebagai
nyeri (Yunianingrum, 2018).

d. Prosedur Pemberian Kompres Hangat


Menurut (Ucd & Col, 2017) ada beberapa cara prosedur
pemberian kompres hangat di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Perlengkapan
a. Botol air panas dengan tutupnya
b. Sarung botol
c. Air panas dan sebuah termometer
2. Pelaksanaan
a. Jelaskan kepada klien apa yang akan anda lakukan,
mengapa hal tersebut perlu dilakukan, dan
bagaimana klien dapat bekerja sama.
b. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian
infeksi yang tepat.
c. Berikan privasi klien.
d. Berikan kompres panas.
3. Variasi botol air panas
Ukur suhu air, ikuti praktik institusi tentang
penggunaan suhu yang tepat. Suhu yang sering digunakan
adalah:
a. 46-52˚C untuk orang dewasa normal.
b. 40,5-46˚C untuk orang dewasa yang tidak sadar atau
yang kondisinya sedang lemah.
c. Isi sekitar dua pertiga botol dengan air panas.
d. Keluarkan udara dari botol, udara yang tetap berada
di botol akan mencegah botol mengikuti bentuk
tubuh yang sedang dikompres.
e. Tutup botol dengan kencang.
f. Balikkan botol, dan periksa adanya kebocoran.
g. Keringkan botol.
h. Bungkus botol dengan handuk atau sarung botol air
panas.
i. Letakkan bantalan pada bagian tubuh dan gunakan
bantal untuk menyangga jika perlu.

3. Konsep Nyeri
a. Pengertian
Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Sering kali dijelaskan
dalam istilah proses distruktif, jaringan seperti ditusuk- tusuk,
panas terbakar, melilit, mual, perasaan takut dan seperti emosi
(Bidan & Rina, 2017).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,
dengan onset atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Tanda dan gejala mayor
nyeri akut adalah mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur. Tanda dan
gejala minor nyeri akut adalah tekanan darah meningkat, pola
nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,
berfokus pada diri sendiri dan diaphoresis (Anjasmara, 2018).

b. Fisiologi Nyeri
Kerusakan sel dapat disebabkan oleh stimulus suhu,
mekanik, atau kimiawi yang mengakibatkan pelepasan
neurotransmitter eksitatori, seperti prostaglandin, bradikinin,
kalium, histamin, dan substansi. Substansi yang peka terhadap
nyeri yang terdapat disekitar serabut cairan ekstraselular,
menyebarkan “pesan” adanya nyeri dan menyebabkan inflamasi
(peradangan). Serabut nyeri memasuki medulla spinalis melalui
tulang belakang dan melewati beberapa rute hingga berakhir di
graymatter (lapisan abu - abu) medulla spinalis. Substansi P
dilepaskan di tulang belakang yang menyebabkan terjadinya
transmisi sinapsis dari saraf perifer aferen (pancaindera) ke
sistem spinotalamik, yang melewati sisi yang berlawanan.
Persepsi merupakan salah satu poin dimana seseorang sadar
akan timbulnya nyeri. Presepsi memberikan seseorang perasaan
sadar dan makna terhadap nyeri yang kemudian membuat orang
bereaksi. Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisologis dan
perilaku setelah merasakan nyeri (Yunianingrum, 2018).

c. Pengukuran Nyeri
Menurut (Yunianingrum, 2018) terdapat beberapa macam skala
nyeri yang digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri seseorang
antara lain :
1. Numeral Rating Scale (NRS)
Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai
rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada
skala numeral dari 0-10. Angka 0 berarti “no pain”dan 10
berarti “severe pain”. NRS lebih digunakan untuk alat
pendeskripsian kata. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik. Skala 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3
menunjukkan nyeri yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam
nyeri sedang, dan angka 7- 10 merupakan kategori nyeri
berat.
2. Verbal Rating Scale (VRS)
Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk
menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, range
dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS
dinilai dengan memberikan angka pada setiap kata sifat yang
sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya.

3. Visual Analog Scale (VAS)


VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk
memeriksa intensitas nyeri secara khusus meliputi 10 -15 cm
garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level
intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung
kanan diberi tanda “bad pain”). VAS merupakan suatu garis
lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus – menerus
dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.

4. Skala Nyeri Oucher


Skala ini dikembangkan oleh Judith E. Beyer pada
tahun 1983 untuk mengukur skala nyeri pada anak yang
terdiri dari dua skala nyeri yang terpisah yaitu sebuah skala
dengan nilai 0-10 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak
yang lebih besar dan fotografik dengan enam gambar pada
sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Gambar wajah yang
tersedia dengan peningkatan rasa tidak nyaman dirancang
sebagai petunjuk untuk memudahkan anak memahami
makna dan tingkat keparahan nyeri.

5. Wong-Baker FACES Pain Rating Scale


Skala yang dikembangkan oleh Wong-Baker FACES
Foundation pada tahun 1983 ini terdiri atas enam wajah
dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang
sedang tersenyum untuk menandai tidak adanya rasa nyeri
yang dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat
menjadi wajah kurang bahagia, wajah sangat sedih, sampai
wajah sangat ketakutan yang berarti skala nyeri yang
dirasakan sangat nyeri.
4. Konsep Remaja
a. Pengertian
Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari
masa anak ke masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. Secara
etiologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi
remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun,
sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum
muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Berdasarkan sifat atau ciri
perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap,
yaitu: masa awal remaja (10-12 tahun), masa remaja tengah (13-
15 tahun), dan masa remaja akhir (16-19 tahun) (Jannah, 2017).

b. Karakteristik
Dari berbagai penjelasan di atas, dapatlah dipahami tentang
berbagai ciri yang menjadi kekhususan remaja. Ciri-ciri tersebut
adalah :
1) Masa remaja sebagai periode yang penting
Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun
akibat jangka panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik
yang begitu cepat disertai dengan cepatnya perkembangan
mental, terutama pada masa awal remaja. Semua
perkembangan ini menimbulkan perlunya penyesuaian
mental serta perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat
baru.
2) Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan
bukan juga orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti
anak-anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai dengan
umurnya. Kalau remaja berusaha berperilaku sebagaimana
orang dewasa, remaja seringkali dituduh terlalu besar
ukurannya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti
orang dewasa. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas
ini juga menguntungkan karena status memberi waktu
kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilaku, nilai, dan sifat yang paling
sesuai bagi dirinya.
3) Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama
masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama
awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan
pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat.
Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan
perilaku juga menurun.
4) Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode perkembangan mempunyai
masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja
sering menjadi persoalan yang sulit diatasi baik oleh anak
laki-laki maupun anak perempuan. Ketidakmampuan
mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara
yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan
bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan
mereka.
5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian
diri terhadap kelompok masih tetap penting bagi anak laki-
laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai
mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan
menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,
seperti sebelumnya. Status remaja yang mendua ini
menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan remaja
mengalami “krisis identitas” atau masalah-masalah
identitas-ego pada remaja.
6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan
ketakutan
Anggapan stereotip budaya bahwa remaja suka
berbuat semaunya sendiri atau “semau gue”, yang tidak
dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak,
menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan
mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung
jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja
yang normal.
7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Masa remaja cenderung memandang kehidupan
melalui kacamata berwarna merah jambu. Ia melihat
dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam
hal harapan dan cita-cita. Harapan dan cita-cita yang tidak
realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi
keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya
emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Remaja
akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain
mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai
tujuan yang telah ditetapkannya sendiri.
8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah,
para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip
belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka
sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti
orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu,
remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang
dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok,
minumminuman keras, menggunakan obat-obatan, dan
terlibat dalam perbuatan seks bebas yang cukup
meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku yang
seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan yang
diharapkan mereka (Saputro, 2017).

c. Perkembangan pada Remaja


Perkembangan pada remaja dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Remaja Awal
Remaja awal sering dikenal dalam istilah asing yaitu
early adolescence memiliki rentang usia antara 11-13 tahun.
Pada tahap ini mereka masih heran dan belum mengerti akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan tersebut.
Mereka juga mengemangkan pikiran-pikiran baru, mudah
tertarik pada lawan jenis, dan juga mudah terangsang secara
erotis.
2. Remaja Madya
Remaja yang dikenal dalam istilah asing yaitu middle
adolescence memiliki rentang usia antara 14-16 tahun.
Tahap remaja madya atau pertengahan sangat
membutuhkam temannya. Masa ini remaja lebih cenderung
memiliki sifat yang mencintai dirinya sendiri (narcistic).
Remaja padatahap ini juga masih bingung dalam mengambil
keputusan atau masih labil dalam berperilaku.
3. Remaja Akhir
Remaja akhir atau istilah asing yaitu late
adolenscence merupakan remaja yang berusia antara 17-20
tahun. Masa ini merupakan masa menuju dewasa dengan
sifat egois yaitu mementingkan diri sendiri dan mencari
pengalaman baru. Remaja akhir juga sudah terbentuk
identitas 10 seksualnya. Mereka biasanya sudah berpikir
secara matang dan intelek dalam mengambil keputusan
(Jannah, 2017).

B. Tinjauan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengakajian adalah data dasar pada proses keperawatan yang
dilakukan secara komprehensif dan menghasilkan kumpulan data
mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola
kesehatan dan perawatan terhadap dirinya sendiri, serta hasil
konsultasi medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya.
Pengkajian keperawatan difokuskan pada respons klien terhadap
masalah – masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Data yang dikumpulkan untuk menunjang
diagnosis keperawatan harus mempunyai karakteristik yang
lengkap, akurat dan nyata serta relevan. Data – data yang
dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari klien sendiri tetapi
dapat juga dari orang terdekat (keluarga) klien, catatan klien, riwayat
penyakit dahulu, konsultasi dengan terapis, hasil pemeriksaan
diagnostik, catatan medis, dan sumber kepustakaan (Putri, 2020).
Menurut (Putri, 2020), pengkajian asuhan keperawatan pada
pasien dismenore adalah sebagai berikut :
1. Identitas
Pada identitas pasien ini meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, suku, bangsa,
agama, tanggal, jam MRS, nomor register, dan diagnose
medis. Pada penderita dengan gangguan menstruasi
biasanya pada wanita usia >12-45 tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan sering menjadi alasan
klien untuk menerima pertolongan kesehatan. Pada
dismenore biasanya dikeluhan merasa nyeri dimulai saat
haid.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang adalah informasi
mengenai keadaan dan keluhan paien saat timbul
dismenore yang menyebabkan gangguan rasa yang tidak
nyaman. Keluhan pada klien dengan gangguan
dismenore adalah nyeri dimulai saat haid dan meningkat
saat keluarnya darah, disertai mual, muntah, kelelahan
dan nyeri kepala.
4. Riwayat Penyait Dahulu
Apakah klien pernah mengalami riwayat penyakit
seperti DM, hipertensi atau penyakit jantung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Peranan keluarga atau keturunan merupakan faktor
penyebab penting yang perlu dikaji yaitu penyakit berat
yang pernah diderita salah satu anggota keluarga yang
ada hubungannya dengan oeprasi misalnya: TBC, DM
dan Hipertensi.
6. Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada klien dengan
gangguan menstruasi yang perlu diketahui adalah :
a. Keadaan haid
Perlu ditanyakan kapan datangnya menarche siklus
haid, hari pertama haid terakhir untuk diketahui
yang keluar darah muda atau darah tua, encer atau
menggumpal, lamanya nyeri atau tidak, pada
sebelum atau sesudah haid, berbau atau tidak,
dimana untuk mengetahui gambaran tentang
keadaan alat kandungan.
b. Perkawinan
Berapa kali kawin dan berapa lama dengan suami
yang sekarang.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Ditanyakan riwayat kehamilan dan persalinan serta
nifas yang lalu, bagaimana keadaan bayi yang
dilahirkan, apakah cukup bulan atau tidak,
kelahirannya normal atau tidak, siapa yang
menolong persalinan dan dimana melahirkannya
(Putri, 2020).

7. Pola kebiasaan sehari – hari menurut Virginia


Henderson
a. Respirasi
Pada klien dengan gangguan menstruasi frekuensi
pernafasan biasanya normal atau meningkat bila
disertai dengan nyeri pada saat menstruasi.
b. Nutrisi
Klien dengan gangguan menstruasi biasanya
mengalami perubahan pada pemenuhan kebutuhan
nutrisi dikarenakan adanya nyeri dan
ketidaknyamanan.
c. Eliminasi
Klien dengan gangguan menstruasi biasanya tidak
mengalami gangguan dalam eliminasi.
d. Istirahat/tidur
Pada klien dengan gangguan menstruasi biasanya
mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
akibat nyeri dan ketidaknyamanan.
e. Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Pada klien dengan gangguan menstruasi tidak
mengalami gangguan dalam hal temperatur tubuh,
suhu tubuh 370C.
f. Kebutuhan personal higiene
Klien dengan gangguan menstruasi biasanya tidak
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
personal hygiene.
g. Aktivitas
Pola aktivitas klien dengan gangguan menstruasi
dapat terganggu karena adanya nyeri dan
ketidaknyamanan.
h. Gerak dan keseimbangan tubuh
Gerak dan keseimbangan tubuh klien dengan
gangguan menstruasi terkadang mengalami
gangguan karena adanya nyeri dan
ketidaknyamanan.
i. Kebutuhan pakaian
Klien dengan gangguan menstruasi tidak mengalami
gangguan dalam memenuhi kebutuhan berpakaian
tersebut.
j. Kebutuhan keamanan
Klien dengan gangguan menstruasi mengalami
gangguan dengan keamanan karena adanya nyeri dan
ketidaknyamanan.
k. Sosialisasi
Pada data sosial ini dapat dilihat apakah klien merasa
terisolasi atau terpisah karena terganggunya
komunikasi, adanya perubahan pada kebiasaan atau
perubahan dalam kapasitas fisik untuk menentukan
keputusan untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya.
l. Kebutuhan spiritual
Klien yang menganut agama tertentu selama keluar
darah haid tidak diperbolehkan melaksanakan
ibadah.
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Klien dengan gangguan menstruasi biasanya tidak
memenuhi kebutuhan bermain dan rekreasi karena
nyeri dan ketidaknyamanan.
n. Kebutuhan Belajar
Bagaimana klien berusaha belajar, menemukan atau
memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada
perkembangan yang normal, kesehatan dan
penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia (Putri,
2020).

8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien yang mengalami gangguan
menstruasi biasanya lemah dan gelisah.
b. Kesadaran
Kesadaran klien dengan gangguan menstruasi
biasanya composmentis jika tidak mengalami
dismenore berat yaitu sampai tidak sadarkan diri.
c. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah : Normal (120/80 mmHg)
2) Nadi : Normal/Meningkat (>80-100 x/menit)
3) Pernafasan : Normal (>20-24 x/menit)
4) Suhu : Normal (36,50C – 37,50C)
d. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Meliputi bentuk wajah apakah simetris atau
tidak, keadaan rambut dan keadaan kulit kepala.
2) Wajah
Pada daerah wajah yang dikaji bentuk wajah,
keadaan mata, hidung, telinga, mulut dan gigi.
3) Mata – telingah – hidung
Apakah konjungtiva pucat atau merah, apakah
sklera ikterik.
4) Leher
Perlu dikaji apakah terdapat benjolan pada leher,
pembesaran vena jugularis dan adanya
pembsesaran kelenjar tiroid.
5) Dada dan punggung
Perlu dikaji kesimetrisan dada, ada tidaknya
tertraksi intercostae, pernafasan tertinggal, suara
wheezing, ronchi, bagaimana irama dan
frekuensi pernafasan. Pada jantung dikaji bunyi
jantung (interval) adakah bunyi gallop, mur –
mur.
6) Payudara/mammae
Apakah puting susu menonjol atau tidak, apakah
ada pembengkakkan dan atau nyeri tekan.
7) Abdomen
Ada tidaknya distensi abdomen, bagaimana
dengan bising usus, adakah nyeri tekan.
8) Ekstremitas atas dan bawah
Kulit dingin, kering, pucat, capillary refill
memanjang. Ekstremitas atas dan bawah yang
dikaji yaitu kesimetrisannya, ujung – ujung jari
sianosis atau tidak, ada tidaknya edema.
9) Genetalia
Bagaimana rambut pubis, distribusi, bandingkan
sesuai usia perkembangan klien. Kulit dan area
pubis, adanya lesi, eritema, visura, leukoplakia
dan eksoria labia mayora, minora, klitoris,
meatus uretra terhadap perkembangan ulkus,
keluaran dan nodul (Putri, 2020).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk
mengidentifikasi respons pasien individu, keluarga, komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Putri, 2020).
Diagnosa keperawatan untuk wanita yang mengalami
gangguan menstruasi menurut (Anjasmara, 2018) meliputi:
a. Risiko tinggi terhadap koping individu atau keluarga tidak
efektif yang berhubungan dengan
1) Pengetahuan tentang penyebab gangguan yang tidak
memadai
2) Efek fisiologis dan emosional gangguan
b. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan
1) Perawatan diri
2) Terapi yang tersedia untuk mengatasi gangguan tersebut
c. Risiko tinggi gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan
1) Gangguan menstruasi
d. Risiko tinggi terhadap harga diri rendah yan berhubungan
dengan
1) Persepsi lain tentang rasa tidak nyamannya
2) Ketidakmampuan untuk mengandung
e. Nyeri yang berhubungan dengan
1) Gangguan menstruasi

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcomes) yang diharapkan.
Setiap intervensi keperawatan pada standar SIKI terdiri atas tiga
komponen yaitu label, definisi dan tindakan (Putri, 2020).
Asuhan keperawatan pada kasus dismenore primer yang
dapat diberikan menurut (Anjasmara, 2018), yaitu:
a. Jelaskan pada klien tentang keadaan dan hasil
pemeriksaannya
b. Pemberian analgesik dan tokolitik
c. Anjurkan klien untuk berolahraga ringan seperti senam,
berjalan kaki, bersepeda, atau berenang
d. Anjurkan klien untuk cukup istirahat
e. Anjurkan klien untuk memperbanyak komsumsi protein
dan sayuran hijau
f. Anjurkan klien untuk mengompres panas atau dingin
pada daerah perut jika terasa nyeri

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi pada proses keperawatan adalah fase ketika
perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fase implementasi
memberikan tindakan keperawatan aktual dan respons klien yang
dikaji pada fase akhir, fase evaluasi. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai tujuannya yaitu mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan
untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan (Putri,
2020).

5. Evaluasi
Pelayanan telah efektif ketika wanita melaporkan
peningkatan dalam kualitas hidupnya kemampuan perawatan diri,
dan konsep diri serta gambaran tubuh yang positif (Anjasmara,
2018). Evaluasi merupakan aspek penting dalam proses
keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi
menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang
dilakukan ketika atau segera setelah mengimplementasikan program
keperawatan memungkinkan perawat untuk segera memodifikasi
intervensi. Evaluasi yang dilakukan pada interval tertentu
menunjukan tingkat kemajuan untuk mencapai tujuan dan
memungkinkan perawat untuk memperbaiki kekurangan dan
memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Putri, 2020).

C. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan salah satu jenis kerangka yang
didalamnya menegaskan tentang teori yang dijadikan sebagai landasan
serta digunakan untuk menjelaskan fenomena yang sedang diteliti
(Hardani et al., 2020).

Menstruasi

Terjadi kontraksi pada


dinding uterus
Dysmenorrhea Faktor penyebab :
faktor psikologis,

Non Farnakologi : yoga faktor konstitusi,

dan aromaterapi faktor endokrin,

lavender, joging, renang, faktor alergi, sistem


Farmakologi : obat-
kompres hangat. saraf, faktor
obatan
prostaglandin.

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sebuah kerangka yang didalamnya
menjelaskan konsep yang terdapat pada asumsi teoritis, yang kemudian
digunakan untuk mengistilahkan unsur yang terdapat dalam objek yang
akan diteliti serta menunjukkan adanya hubungan antara konsep tersebut
(Hardani et al., 2020).

Remaja putri Kompres Hangat :


yang mengalami
1. Kompres perut bagian bawah
nyeri
Dysmenorrhea 2. Menggunakan botol air panas
3. Air dengan suhu 40 ̊ - 50 ̊ C
4. Tunggu kurang lebih 15-20
menit

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Tingkat Nyeri nyeri :
a. Umur
b. genetik
c. Pendidikan
d. Lama haid
e. Stres
Ringan Sedang Berat Sangat berat
1-3 4-6 7-9 10

Keterangan :

: Diteliti

: Mempengaruhi

: Tidak diteliti

E. Penelitian yang Relevan


1. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh H. Mahua, S.
Mudayantiningsih, P. Perwiraningtyas (2018) pada 16 remaja putri
yang ada di SMK Penerbangan Angkasa Singosari, setelah diberikan
kompres air hangat terjadi penurunan skala nyeri sedang dari 75%
menjadi 18,8% dan juga terdapat responden yang tidak mengalami
nyeri dismenore setelah diberikan kompres air hangat yaitu 12,5%.
Hal ini dikarenakan kompres hangat adalah metode yang sangat
efektif dalam menurunkan nyeri dismenore, sehingga responden
merasa nyaman dengan kompres hangat yang diberikan. Kompres
air hangat dapat memindahkan panas ke dalam tubuh untuk
melebarkan pembuluh darah yang akan menyebabkan terjadi
penurunan penegangan otot. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai
p value0,001 (< α 0,05) yang berarti terdapat pengaruh yang
signifikan sesudah diberikan kompres air hangat terhadap
penurunan tingkat nyeri dismenore. Nilai correlation coefisient atau
Z =- 3,317 menunjukkan bahwa kompres air hangat lebih efektif
3,317 kali terhadap penurunan nyeri dismenore pada remaja putri di
SMK Penerbangan Angkasa Singosari Tahun Ajaran 2016-2017
(Mahua et al., 2018).
2. Dari hasil penelitian hasil penelitian N. Lia (2018) yang berjudul
“Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi
(Dysmenorrhea) Pada Siswi Kelas X Di SMK YPIB Majalengka
Kabupaten Majalengka Tahun 2018”, menunjukkan bahwa sebelum
kompres hangat kurang dari setengah (29,4%) siswi mengalami
intensitas nyerinya berat, sementara sesudah kompres hangat lebih
dari setengah (52,9%) siswi Kelas X SMK YPIB Majalengka
Kabupaten Majalengka Tahun 2018 mengalami intensitas nyerinya
sedang. Terdapat pengaruh kompres hangat terhadap intensitas nyeri
menstruasi (dysmenorrhea) pada siswi kelas X SMK YPIB
Majalengka Kabupaten Majalengka Tahun 2018 (? value = 0,0001)
dan besarnya penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah
kompres hangat sebesar 22,95. Hasil penelitian ini mendukung teori
bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi
dysmenorrhea (nyeri menstruasi) yaitu dengan melakukan kompres
hangat (Lia, 2018).
3. Hasil penelitian R. Nida, D. Sari (2016) menunjukkan bahwa siswi
yang mengalami nyeri sebelum dilakukanya tindakan kompres
hangat sesuai tabel 1.3 : siswi yang mengalami nyeri haid
(disminore) paling banyak terdapat dalam kategori 3, yaitu nyeri
sedang sebanyak 18 anak (60%) dan paling sedikit dalam kategori 5
yaitu nyeri berat tidak tertahankan sebanyak 1 anak (3,3%)
sedangkan untuk kategori 2 yaitu nyeri ringan sebanyak 3 anak
(10%) dan untuk kategori 4 nyeri berat sebanyak 8 anak (26,7%).
Berdasarkan hasil penelitian pada siswi kelas XI di SMK
Muhammadiyah Watukelir didapatkan bahwa setelah dilakukan tiga
kali tindakan kompres hangat; tindakan kompres hangat yang
menunjukkan penurunan nyeri disminore secara signifikan yaitu
setelah dilakukan tindakan yang ketiga yaitu kategori tidak nyeri
sebanyak 18 anak (60 %); nyeri ringan 12 anak (40 %); serta nyeri
sedang, nyeri berat, dan nyeri berat tak tertahankan tidak ada (0%)
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test
pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri haid pada siswi
kelas XI di SMK Muhammadiyah Watukelir didapatkan nilai
signifikasi (p) 0,00 yang berarti bahwa nilai p (0,00) kurang dari
0,05; sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian
kompres hangat terhadap penurunan nyeri dismenorea (Nida & Sari,
2016).

F. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan suatu dalil atau akidah, tetapi
kebenarannya belum terujikan (Ucd & Col, 2017). Hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Ada pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri
dysmenorrhea pada remaja putri.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penellitian


Penelitian ini adalah jenis penelitian pra eksperimental dengan
menggunakan desain one group pretest-postest dimana pada kelompok
eksperimen dilakukan tes awal (Pretest) sebelum diberikan
intervensi/perlakuan kemudian dilakukan tes akhir (Posttest) setelah
diberikan intervensi/perlakuan (Abidin et al., 2019).

Tabel 3.1 : Desain Penelitian Pra-Eksperimental One Group Pre-Posttest


Design
Pra Perlakuan Post-test
O1 X O2

Keterangan :
O1 : Observasi tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres hangat.
X : Perlakuan tindakan kompres hangat.
O2 : Observasi tingkat nyeri sesudah dilakukan kompres hangat.

B. Popolasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai
tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karaktersitik tertentu di dalam suatu penelitian (Hardani et al., 2020).
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri sebanyak......
2. Sampel
Sampel adalah sebagain anggota populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik pengambilan sampling (Hardani et al., 2020).
dianggap mewakili populasinya. Besar sampel pada penelitian ini
ditentukan dengan _kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk menentukan
besar sampel dalam penelitian ini peneliti menggunakaan rumus
Lemeshow 1990 (Ucd & Col, 2017). Untuk menaksir populasi adalah
sebagai berikut :

2
𝑁 .𝑍1−𝑎
⁄2.𝑝.𝑞
n =
𝑑2 (𝑁−1)+ (1,96)21−𝑎/2.𝑝.𝑞

40 (1.96)2.0,2 (1−0,2)
n = (0.1)2 (40−1)+(1,96)2.0.2 (1−0,2)

40 × 3,8 × 0,16
n =
0,39+0,6
24,3
n =
0,09

n = 24

Keterangan :
n = jumlah sampel
p = perkiraan proporsi (0,2)
q = 1-p
d = presisi absolut (10%)
2
𝑍1−𝑎⁄ = statistik Z (Z = 1,96 untuk a + 0,05)
2

Kriteria Sampel :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Remaja yang bersedia menjadi responden
b. Remaja yang mengalami dysmenorrhea pada hari pertama
menstruasi
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Remaja yang mengalami dysmenorrhea yang tidak hadir saat
penelitian
b. Remaja yang sudah mendapatkan obat analgetik selama
dysmenorrhea

C. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang
jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data
sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi
agar diperoleh sampel yang representatif (Hardani et al., 2020). Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam
penelitian) sehingga sampel tersebut dapat mewakili karateristik populasi
yang telah dikenal sebelumnya (Ucd & Col, 2017).

D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang
menurut peneliti akan mempengaruhi variabel dependen (terikat)
dalam suatu eksperimen (Hardani et al., 2020). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah kompres hangat pada remaja putri yang
mengalami dysmenorrhea.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang
menurut peneliti akan dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu
eksperimen (Hardani et al., 2020). Variabel dependen pada penelitian
ini adalah penurunan nyeri pada remaja putri yang mengalami
dysmenorrhea.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,
atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Yunianingrum, 2018).

Tabel 3.2 : Definisi Operasional Pengaruh Kompres Hangat Terhadap


Penurunan Nyeri Dysmenorrhea pada Remaja Putri.

Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor


Operasional Ukur
1 2 3 4 5 6
Variabel Kegiatan 1. Kompres SOP - -
Bebas : menempelkan botol perut bagian (Standar
Kompres air hangat di lapisi bawah Operasio
hangat kain /handuk 2. Menggunakan nal
pada dengan suhu 40- botol air panas Prosedur
remaja 50ºC pada bagian 3. Air dengan )
putri perut bawah yang suhu 400 –500 c
dilakakukan pada 4. Tunggu
remaja yang sedang kurang lebih 15-
nyeri haid pada 20 menit
hari ke 1 atau ke 2
dan perubahan
yang diamati
setelah perlakuan
selama 15-20
menit. Botol air
hangat diganti
setiap 10 menit
(Ucd & Col, 2017).
Dan dilakukan di
Desa......
Variabel Dysmenorrhea Pernyataan Skala Ordin Nilai 0-10
Terikat : adalah nyeri pada verbal yang Nyeri al Nilai 0 tidak
Penurunan daerah panggul menyatakan Numerik nyeri
nyeri yang terjadi penilaian nyeri 1: Nilai 1-3
dysmenorr menjelang menstruasi nyeri ringan
hea pada menstruasi atau (dismenore). 2: Nilai 4-6
remaja selama periode a. 0 (Tidak nyeri
putri. menstruasi. Sampai nyeri): sedang
saat ini Secara 3: Nilai 7-9
penyebabnya obyektif nyeri berat
belum diketahui klien dapat 4: Nilai 10
secara pasti, namun berkomunika nyeri sangat
diduga terjadi si dengan berat (Ucd
akibat produksi jelas, tidak & Col,
prostaglandin ada nyeri 2017).
(PGF2α) yang yang
berlebihan pada dirasakan.
saat menstruasi b. 1-3 (Nyeri
(Austrianti, rifka; ringan):
Andayani, 2019). Secara
obyektif
klien tidak
menyeringai
& mendesis
dapat
menunjukkan
lokasi nyeri.
c. 4-6 (Nyeri
sedang):
Secara
obyektif
klien
mendesis,
menyeringai,
dapat
menunjukkan
lokasi nyeri.
d. 7-9 (Nyeri
berat): Klien
dapat
mengontrol
nyeri,memeg
ang lokasi
nyeri secara
terus-
menerus
berbicara
tidak begitu
lancar.
e. 10 (Nyeri
hebat): Klien
sudah tidak
mampu lagi
berkomunika
si, memukul
(Ucd & Col,
2017).

F. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian menurut Ibnu Hadjar adalah “ alat ukur
yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi
karakteristik variabel secara objektif”. Sehingga diperlukan teknik
pengembangan skala atau alat ukur untuk mengukur variable dalam
pengumpulan data yang lebih sistematis (Hardani et al., 2020). Instrumen
pada penelitian ini adalah :
1. SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk kompres hangat.
2. Lembar observasi untuk penilaian tingkat nyeri.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Desa.... Waktu penelitian ini adalah......

H. Prosedur Pengumpulan Data


Langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Tahap Awal
a) Mengurus izin penelitian dengan membawa surat dari Akademi
Keperawatan Giri Satria Husada Wonogiri Kepada Badan Kesatuan
Bangsa Dan Politik Kabupaten Pacitan.
b) Peneliti datang ke Desa ...... untuk melakukan pendataan identitas
pada responden penelitian.
c) Peneliti memberikan penjelasan tujuan, manfaat, prosedur, serta hak
dan kewajiban kepada calon responden.
2. Tahap Pengambilan Data Awal
Tahap pengambilan data awal yaitu menggunakan lembar
pengukuran skala nyeri pada perlakuan yang sama.
3. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah data awal (pre-test) dari masing-masing responden
diketahui, kemudian akan diberi perlakuan sama berupa kompres hangat
pada saat menstruasi pertama sebanyak 3 kali berturut-turut.
4. Tahap Pengambilan Data Akhir
Tahap pengambilan data akhir yaitu menggunakan lembar
pengukuran skala nyeri pada perlakuan yang sama.
5. Tahap Penutup
Pada tahap ini melakukan pengolahan data, analisis, dan
membuat laporan penelitian.

I. Pengolahan Data
Pada tahap pengambilan data awal menggunakan observasi.
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
software statistik.
Pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Editing
Tahap ini dilakukan untuk pemeriksaan data, pemeriksaan jawaban,
memperjelas serta melakukan pengecekan terhadap data yang
dikumpulkan untuk menghindari pengukuran yang salah
(Yunianingrum, 2018).
2. Coding
Setelah data di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng “kodean”
atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan (Yunianingrum, 2018).
3. Data Entry
Memasukkan atau memindahkan data kedalam master tabel dan diolah
dengan bantuan software dari komputer (Yunianingrum, 2018)
4. Cleaning
Pengecekan data ke dalam computer untuk mengurangi kemungkinan
terjadi kesalahan (Yunianingrum, 2018).
5. Tabulating
Dari data mentah dilakukan penataan atau penilaian. Kemudian,
menyusun dalam bentuk table distribusi frekuensi sehingga diperoleh
gambaran mengenai masing – masing variabel (Yunianingrum, 2018).

J. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat dalam
penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik reponden yaitu
intensitas nyeri pada saat dysmenorrhea (Yunianingrum, 2018).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat mempertimbangkan sifat-sifat dua variabel dalam
hubungannya satu sama lain. Hubungan antara dua variabel adalah
saling mempengaruhi dalam (Hardani et al., 2020).

K. Etika Penelitian
Beberapa prinsip etik yang perlu diperhatikan dalam penelitian antara lain :
1. Informed consent, informed consent merupakan bentuk persetujuan
antara peneliti dan responden penelitian dengan memberikan lembar
persetujuan. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Beberapa
informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial yang akan
terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan
lain-lain (Anjasmara, 2018).
2. Anonimity (tanpa nama) , memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan. Untuk menjaga kerahasiaan klien, maka peneliti tidak akan
mencantumkan nama klien pada lembar pengumpulan data, sebagai
gantinya digunakan inisial dan nomor responden (Anjasmara, 2018).
3. Confidentiality (rahasia), kerahasiaan yang diberikan kepada responden
dijamin oleh peneliti (Sutianingsih, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J., Supriyadi, S., & Surendra, M. (2019). Pengaruh William Flexion
Exercise Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) Pada
Siswi Sman 7 Kota Malang. Jurnal Sport Science, 9(1), 39.
https://doi.org/10.17977/um057v9i1p39-49

Anjasmara, S. (2018). Penerapan senam dismenore untuk pemenuhan kebutuhan


aman nyaman pada remaja yang mengalami dismenore di wilayah kerja
puskesmas sewon ii. Skripsi, 1–119.

Austrianti, rifka; Andayani, R. putri. (2019). Jurnal Abdimas Saintika. Jurnal


Abdimas Saintika, 1(1), 1–8. file:///C:/Users/ACER/Desktop/JURNAL
HIPERTENSI/jurnal revisi 1.pdf

Bidan, P., & Rina, M. (2017). Klinik Ayah Bunda Medan Amplas Tahun 2017
Verawati Girsang Politeknik Kesehatan Kemenkes Ri Medan Jurusan
Kebidanan Prodi D-Iv Kebidanan Alih Jenjang Medan.

Dhirah, U. H., & Sutami, A. N. (2019). Efektifitas Pemberian Kompres Hangat


Terhadap Penurunan Intensitas Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMAS
Inshafuddin Banda Aceh Effectiveness Of Giving Warm Compress To
Decreasing The Intensity Of Dismenorea In Adolescent Teens In Inshafuddin
Banda Aceh Pr. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 5(2), 270–
279. http://jurnal.uui.ac.id/index.php/JHTM/article/view/457

Hardani, Andriani, H., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Istiqomah, R. R., Fardani, R. A.,
Sukmana, D. J., & Auliya, N. H. (2020). Metode Penelitian Kualitatif &
Kuantitatif (Issue April). https://perpustakaan.gunungsitollikota.go.id

Herawati, R. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN


NYERI HAID (DISMENOREA) PADA SISWI MADRASAH ALIYAH NEGERI
PASIR PENGARAIAN. 161–172.

IRLANE MAIA DE OLIVEIRA. (2017). No 主観的健康感を中心とした在宅高


齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. 1–14.
Jannah, M. (2017). Remaja Dan Tugas-Tugas Perkembangannya Dalam Islam.
Psikoislamedia : Jurnal Psikologi, 1(1), 243–256.
https://doi.org/10.22373/psikoislamedia.v1i1.1493

Khoiriati, R. (2016). Hubungan Antara Faktor Sosiodemografi Dan Sikap Dalam


Menghadapi Kejadian Dismenorea Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 1 Suboh
Situbondo. Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, Hal.

Leukosit, H. P., Tuberkulosis, P., Oat, M., Sardadi, S., Jayapura, K., & Rampa, E.
(2020). Global health science. 5(2), 78–83.

Lia, N. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Intensitas Nyeri Menstruasi


(Dysmenorrhea) Pada Siswi Kelas X Di SMK Ypib Majalengka Kabupaten
Majalengka. Jurnal Kampus Stikes YPIB Majalengka, VII(14), 27–37.
https://stikesypib.ac.id/e-journal/index.php/JK/article/view/59

Mahua, H., Mudayatiningsih, S., & Perwiraningtyas, P. (2018). Pengaruh


Pemberian Kompres Air Hangat Terhadap Dismenore Pada Remaja Putri Di
SMK Penerbangan Angkasa Singosari Malang Hawa. Nursing News, 3(1),
259–268. https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/view/787

Mempengaruhi, F. Y., & Nyeri, K. (2017). *Rika Herawati. 161–172.

Nida, R. M., & Sari, D. S. (2016). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenore Pada Siswi Kelas XI SMK Muhammadiyah
Watukelir Sukoharjo (The Influence Of Warm Compress Decrease In
Dismenorhea Eleventh Grade Students Of SMK Muhammadiyah Watukelir
Sukoharjo). Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional, 1(2), 103–109.
https://doi.org/10.37341/jkkt.v1i2.84

Oktasari, G., Misrawati, & Tri Utami, G. (2014). Perbandingan Efektivitas


Kompres Hangat Dan Kompres Dingin Terhadap Penurunan Dismenorea Pada
Remaja Putri. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, 1–8.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=186748&val=6447&titl
e=Perbandingan efektivitas kompres hangat dan kompres dingin terhadap
penurunan dismenorea pada remaja putri

Putri, N. S. (2020). Gambaran Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi


Akupresure Untuk Mengatasi Gangguan Rasa Nyaman Pada Pasien
Dismenore. Karya Tulis Ilmiah, 9–39.

Rahmadhayanti, E., Afriyani, R., & Wulandari, A. (2017). Pengaruh Kompres


Hangat terhadap Penurunan Derajat Nyeri Haid pada Remaja Putri di SMA
Karya Ibu Palembang. Jurnal Kesehatan, 8(3), 369.
https://doi.org/10.26630/jk.v8i3.621

Riani, D. (2017). Penurunan Nyeri Dismenorea Pada Mahasiswi Universitas ‘


Aisyiyah. 1–12. http://digilib.unisayogya.ac.id/2690/1/DWI RIANI
1610104420_NASKAH PUBLIKASI.pdf

Saputro, Z. khamim. (2017). Aplikasia: Jurnal aplikasi ilmu-ilmu agama (


memahami ciri dan tugas perkembangan masa remaja). Jurnal Aplikasi Ilmu
Ilmu Agama, Volume 17(No 1), 25–32.

Sari, S. M., & Mareta, A. (2020). PENGARUH PEMBERIAN JAMU KUNYIT


ASAM DENGAN PENURUNAN NYERI HAID PADA REMAJA PUTRI Di
MAN 3 PALEMBANG TAHUN 2019. Journal of Chemical Information and
Modeling, 21(1), 1–9. https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Sutianingsih. (2019). Asuhan keperawatan pada klien cerebrovaskuler accident (


cva ) bleeding / stroke hemoragik dengan masalah keperawatan kerusakan
integritas kulit di ruang hcu melati rsud bangil pasuruan. PROGRAM
STSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA
MEDIKA JOMBANG.

Sutrisni, & Arfiani. (2019). Perbedaan efektifitas pemberian yoga dan kompres
hangat terhadap tingkat nyeri dismenore pada mahasiswa fakultas ilmu
kesehatan. 72–85.

Ucd, U. C. D. T., & Col, A. (2017). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者


における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. 13–14.

Yunianingrum, E. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Dan Aromaterapi Lavender


Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Primer Pada Remaja Putri Di Pondok
Pesantren As Salafiyyah Dan Pondok Pesantren Ash- Sholihah Sleman.
Skripsi, 107.

Yunitasari R. (2017). Seminar Nasional Pendidikan, Sains dan Teknologi Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah
Semarang. Seminar Nasional Pendidikan, Sains Dan Teknologi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah
Semarang, 398–405.

Anda mungkin juga menyukai