Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa pubertas adalah masa ketika mulai berfungsinya alat-alat reproduksi


ditandai dengan pertumbuhan seksual sekunder. Tanda-tanda seksual sekunder
tersebut salah satunya haid (menstruasi). Menstruasi merupakan perdarahan yang
terjadi akibat luruhnya dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang banyak
mengandung pembuluh darah. Lapisan endometrium dipersiapkan untuk menerima
perlekatan embrio atau mempersiapkan uterus untuk kehamilan. Bila kehamilan tidak
terjadi, lapisan ini akan luruh dan darah akan keluar melalui serviks dan vagina
(Widyastuti, 2009).

Lapisan endometrium yang luruh mengakibatkan nyeri atau dismonore. Nyeri


yang terjadi selama menstruasi disebabkan oleh kejang otot uterus (Willson & Price,
2006). Penyebab terjadinya dismenore dikarenakan adanya peningkatan kadar
prostaglandin. Peningkatan ini akan mengakibatkan kontraksi uterus dan
vasokonstriksi pembuluh darah. Aliran darah yang menuju uterus menurun sehingga
uterus tidak mendapat suplai oksingen yang adekuat yang menyebabkan nyeri,
intensitas nyeri dipengaruhi oleh deskripsi individu tentang nyeri atau persepsi
pengalaman nyeri (Kelly, 2007).

Dismenore berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:


dismenore primer dan dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri haid yang
dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata sedangkan dismenorea
sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau
kandungan misalnya infeksi rahim.

Dampak dismenore primer adalah ketika menstruasi, zat prostaglandin yang


diproduksi oleh uterus merangsang kontraksi untuk melepaskan lapisan rahim,
sehingga menyebabkan kram. Zat ini juga menyebabkan vasodilatasi sistem peredaran
darah, pembuluh arteri dan vena mengembang, sehingga darah haid lebih mudah
dikeluarkan. Pada beberapa wanita, prostaglandin juga memicu kontraksi dan spasme
otot polos di saluran gastrointestinal, sehingga menimbulkan mual, muntah dan diare.
Selain itu, aliran darah haid dapat memperburuk rasa nyeri karena gumpalan darah

1
atau aliran darah menstruasi yang deras harus melalui bukaan sempit leher rahim,
peregangan leher rahim oleh aliran tersebut menyebabkan wanita merasa kesakitan
hebat bahkan pingsan (Aulia, 2009). Dismenore primer terjadi pada usia 12-13 tahun
dan beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih (Sukarni, I.
dan W. P, 2013).

Klein dan Litt (2013) mengatakan bahwa Studi epidemiologi pada populasi
remaja berusia 12-17 tahun di Amerika Serikat prevalensi mencapai 59,7%. Mereka
yang mengeluh nyeri, 12% berat, 37% sedang, dan 49% ringan” (dalam Bonde,
2013). Hal ini menjadi masalah yang lebih serius karena di Amerika Serikat, insiden
dismenorea pada remaja putri dilaporkan sekitar 92%. Puncak insiden dismenorea
primer terjadi pada akhir masa remaja (adolescence) dan di awal usia 20-an (Anurogo,
2011). Sinha, Srivastava, Sachan dan Singh (2016) menyatakan dalam penelitiannya
bahwa prevalensi dismenore pada remaja (rentang usia 10-19 tahun) di India sekitar
73,9%. Sementara angka kejadian dismenore pada remaja di Indonesia tidak
ditemukan data yang pasti, akan tetapi menurut buku dari Proverawati dan Misaroh
(2009) angka kejadian dismenore pada tahun 2008 sebesar 64,25%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Astuti dan Noranita (2016) pada siswi
kelas VII (rentang usia 12-13 tahun) di SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta
didapatkan prevalensi dismenore 81%.), sedangkan angka kejadian dismenore di Riau
pernah diteliti oleh Putri (2012) pada remaja putri di Kecamatan Bangko Kabupaten
Rokan Hilir didapatkan prevalensi dismenore sebesar 95,7%. Menurut data tersebut
menyatakan bahwa prevalensi dismenore pada remaja di Riau cukup tinggi dan perlu
penanganan nyeri haid secara farmakologis ataupun nonfarmakologis.

Terapi farmakologis yang paling sering untuk kasus nyeri haid adalah dengan
obat obatan golongan NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs) yang dapat
menghambat cyclooxygenase, sehingga dapat membuat kadar prostaglandin mejadi
rendah. Rendahnya kadar prostaglandin akan mengurangi kontraksi uterus sehingga
ketidaknyamanan dapat dikurangi, akan tetapi terapi farmakologis memberikan efek
samping dan ketidaknyamana bila nyeri haid tidak diatasi, untuk itu maka perlu
metode penanganan yang cukup praktis dan tidak menimbulkan efek samping yaitu
dengan cara terapi non farmakologi ( Sarwono, 2007 ).

2
Terapi non farmakologis untuk nyeri haid bisa dikurangi dengan istirahat yang
cukup, olah raga yang teratur, pemijatan, yoga, dan pengompresan dengan air hangat
di daerah perut (Manan, 2011). Salah satu terapi non farmakologis yang mudah untuk
dilakukan yaitu kompres hangat. Kompres hangat di daerah perut dapat membuat
sirkulasi darah lancar, vaskularisasi lancar dan terjadi vasodilatasi yang membuat
relaksasi pada otot karena mendapat nutrisi yang dibawa oleh darah sehingga
kontraksi otot menurun (Anugraheni, 2013). Dampak yang dirasakan oleh remaja
putri yang dismenore adalah kurang konsentrasi dalam belajar sampai tidak mengikuti
proses belajar. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui dampak
kompres hangat terhadap penurunan nyeri haid mahasiswi keperawatan Universitas
Riau.

1.2 Rumusan masalah

Dismenore merupakan masalah yang biasa terjadi pada kalangan remaja putri, hal ini
dapat menganggu aktivitas sehari-hari. Berdasarkan teori yang ada bahwa dismenore
terjadi karena adanya kontraksi uterus yang disebebkan oleh peningkata hormon
prostaglandin yang dihasilkan saat menstruasi berlangsung. Mengatasi nyeri yang
timbul dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang sering menimbulkan efek
samping dan non farmakologi yang tidak menimbulkan efek samping. Rata-rata
remaja yang mengalami dismenore menggunakan terapi non farmakologi untuk
mengurangi nyeri haid karena tidak menimbulkan efek samping, salah satunya
kompres hangat. Kompres hangat dapat menurunkan spasme otot atau nyei. Panas
dialirkan melalui konduksi, konveksi, dan konversi. Nyeri akibat spasme otot
berespon baik terhadap peningkatan suhu karena dapat melebarkan pembuluh darah
dan meningkatkan aliran darah ke lokal. Oleh karena itu kompres hangat dapat
meredakan nyeri dismenore. Berdasarkan hal diatas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Adakah pengaruh terapi kompres hangat terhadap penurunan
nyeri dismenore pada mahasiswa Keperawatan Universitas Riau?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum:

3
Untuk mengetahui efektifitas kompres hangat terhadap dismenore pada
mahasiswi

1.3.2 Tujuan khusus :


1. Mengidentifikasi skala nyeri sebelum diberikan terapi kompres hangat
2. Mengidentifikasi skala nyeri sesudah diberikan terapi kompres hangat
3. Mengetahui efektifitas kompres hangat terhadap penurunan dismenore

1.4 Manfaat Penelitian :

1.4.1 Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi khususnya remaja putri
mengenai terapi non farnakologis kompres hangat untuk menangani dismenore

1.4.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian lebih lanjut
tentang terapi non farnakologis untuk mengurangi dismenore. Penelitian dapat
memberikan gambaran tentang perawatan nyeri dismenore dengan kompres
hangat sebagai upaya penanganannya terutama dibidang kesehatan.

1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dan informasi
tentang terapi kompres hangat terhadap penurunan dismenore bagi peneliti
selanjutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Dismenore
a. Pengertian Dismenore
Dismenorea atau nyeri menstruasi adalah nyeri singkat sebelum awitan
atau selama menstruasi. Nyeri ini berlangsung selama satu atau beberapa
hari selama menstruasi (Reeder, 2011). Selain itu Dismenorea adalah
menstruasi yang disebabkan oleh kejang otot uterus (Mitayani, 2011)

b. Penyebab Dismenorea
1) Dismenorea primer
Banyak teori yang telah ditemukan untuk menerangkan penyebab
terjadinya dismenore primer, namun meskipun demikian
patofisiologinya belum jelas ada pun menunut Mitayani (2011), yaitu
(1) Faktor psikologis
biasanya terjadi pada gadis-gadis yang emosional tidak stabil,
dengan ambang nyeri rendah sehingga dengan sedikit ransangan
nyeri, maka ia akan sangat merasa kesakitan.
(2) Faktor endokrin
Pada umumnya nyeri haid ini dihubungkan dengan kontraksi
uterus yang tidak hagus. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
pengaruh hormonal Peningkatan produksi prostaglandin akan
menyebabkan peningkatan kontraksi terus yang tidak terkoordinasi
sehingga menimbulkan nyeri
(3) Alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan hubungan antara
asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migren, asma
bronchial, namun bagaimana pun belum dapat dibuktikan
mekanisme nya

5
2) Dismenorea sekunder
(1) Faktor konstitusi seperti anemia
(2) Faktor seperti obstruksi kanalis servikalis
(3) Anomali uterus congenital
(4) Leiomioma submukosa

c. Gejala Klinis
Gejala klinis dismenorea yang sering ditemukan menurut mitayani 2011
adalah
1) Nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama sama dengan
permulaan haid dan berlansung beberapa jam atau lebih
2) Bersamaan dengan rasa nyeri dapat di jumpai rasa mual, muntah,
sakit kepala, diare, dan sebagainya.

d. Klasifikasi Dismenorea
1) Dismenorea primer
(1) Dismenorea primer
Dismenorea primer adalah rasa sakit yang dijumpai tanpa kelainan
alat genital yang nyata. Dismenorea primer biasanya terjadi dalam
12 bulan atau lebih setelah razia pertama (Anurogo & Wulandari,
2011) Dismenorea terjadi jika tidak ada penyakit organik, biasanya
dari bulan keenam hingga tahun kedua setelah menarche.
Dismenorea ini sering hilang pada usia 25 tahun atau setelah
wanita hamil dan melahirkan per vaginam (Bobak, 2004).Selain
itu primer menstruasi ini timbul sejak pertama datang dan akan
pulih sendiri dengan berjalannya waktu.Nyeri ini normal, namun
dapat berlebihan bila dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisik (Lie,
2004)
(2) Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah haid
pertama, tetapi paling sering muncul usia 20-30 tahun (Anugroho
& Wulandari, 2011) adapun timbul karena adanya masalah fisik
seperti endometriosis, polip,uteri,stenosis servik atau penyakit
radang panggul ( Price & Wilson, 2005). Biasanya muncul jika ada

6
penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim, kista,
tumor sekitaran kandungan, kelainan kelainan rahim yang dapat
mengganggu organ dan jaringan sekitarnya ( Lie, 2004)

e. Derajat Dismenore
Dismenorea dapat dibagi menjadi 4 tingkatan menurut keparahannya yaitu
(Riyanto, 2001 dalam Anindita 2010)
1) Derajat 0: Tanpa rasa sakit dan aktivitas sehari-hari tidak
terpengaruh
2) Derajat 1: Nyeri ringan dan memerlukan obat pereda rasa
paracetamol, antalgin, ponstand, namun aktivitas sehari hari jarang
terpengaruh
3) Derajat 2: Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang
nyeri tetapi mengganggu aktivitas sehari hari
4) Derajat 3: Nyeri sangat berat dan tidak berkurang walaupun telah
memakan obat dan tidak mampu bekerja

f. Skala Pengukuran Nyeri Dismenore


Skala penilaian numerik (Numeric Rating Scale (NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan
patokan 10 cm

Skala Intensitas Nyeri Numerik

Keterangan :

0 : Tidak Nyeri

7
1-3 : Nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, menyeringai,


dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik

7-9 : Nyeri berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat


mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan
distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien tidak mampu lagi berkomunikasi,


memukul

g. Faktor yang Mempengaruhi Dismenore


1) Faktor Hormonal
Dismenore dikaitkan dengan produksi hormon progesteron
yang meningkat. Hormon progesteron dihasilkan oleh jaringan ikat
(corpus luteum). Bila hormon progesteron sudah cukup tinggi
dihasilkan, maka timbullah keluhan dismenore. Estrogen, hormon
yang diproduksi ovarium, merangsang pelepasan prostaglandin oleh
rahim. Prostaglandin adalah zat kimia yang sangat mirip dengan
hormon yang berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh,
termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan
kontraksi uterus. Zat tersebut dikeluarkan dalam jumlah sangat kecil
oleh berbagai organ dalam tubuh dan memiliki kisaran efek yang
cukup berarti terhadap organ-organ lokal. Tingginya pelepasan
prostaglandin menyebabkan tingginya kontraksi uterus yang pada
gilirannya mengakibatkan dismenore (Ramaiah, 2010).
2) Faktor Psikis
Menurut Proverawati & Misaroh (2009), Penyebab pasti
dismenore primer hingga kini belum diketahui secara pasti (idiopatik),
namun beberapa faktor yang mendukung sebagai pemicu terjadinya
nyeri menstruasi adalah psikologi yang terjadi pada remaja dan ibu-

8
ibu yang emosinya tidak stabil lebih mudah mengalami nyeri
menstruasi.
3) Faktor Kejiwaan
Remaja yang secara emosional tidak stabil, apabila jika mereka
tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah
timbul dismenore.

h. Faktor Risiko Dismenore


Menurut Proverawati & Misaroh, (2009) menjelaskan bahwa ada
beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan dismenore yaitu :
1) Menstruasi pertama (menarche) di usia dini (kurang dari 12 tahun).

2) Wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup (nullipara).

3) Darah menstruasi berjumlah banyak atau masa menstruasi yang


panjang.

4) Merokok.

5) Adanya riwayat nyeri menstruasi pada keluarga.

6) Obesitas atau kegemukan/ kelebihan berat badan.

i. Penatalaksanaan Dismenore
Menurut Prawirohardjo (2011), ada beberapa penatalaksanaan
dismenore primer diantaranya: Penatalaksanaan secara farmakologis dan
penatalaksanaan secara non farmakologis.
1) Penatalaksanaan secara Farmakologis diantaranya: pemberian obat
analgesik, terapi hormonal, terapi dengan obat non steroid anti
prostagladin, dilatasi kanalis servikalis.
(1) Pemberian obat analgesic
Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat
pemberian sebagai terapi simtomatik, jika rasa nyeri hebat
diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut
bawah untuk mengurangi penderita. Obat analgesik yang sering
pemberian adalah preparat kombinasi aspirin, fansetin, dan kafein.

9
Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lainnovalgin,
ponstan, acetaminophen dan sebagainya.
(2) Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat
sementara untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar
dismenore primer atau untuk memungkinkan penderita melakukan
pekerjaan penting waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat
dicapai dengan memberikan salah satu jenis pil kombinasi
kontrasepsi.
(3) Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin
Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih
70% penderita dapat disembuhkan atau mengalami banyak
perbaikan. Pengobatan dapat pemberian sebelum haid mulai satu
sampai tiga hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid.
(4) Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena
dapat memudahkan pengeluaran darah dengan haid dan
prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat
saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah
dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf sensorik pada
diligamentum infundibulum) merupakan tindakan terakhir, apabila
usaha-usaha lainnya gagal.Menurut Bare & Smeltzer (dalam
Tamsuri 2009), penanganan nyeri yang dialami oleh individu dapat
melalui intervensi farmakologis, dilakukan kolaborasi dengan
dokter atau pemberi perawatan utama lainnya pada pasien. Obat-
obatan ini dapat menurunkan nyeri dan menghambat produksi
prostaglandin dari jaringan-jaringan yang mengalami trauma dan
inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive
terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya, contoh obat anti
inflamasi nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen
2) Penatalaksanaan secara Non Farmakologis
Terapi non farmakologis yang dapat digunakan sebagai alternatif
pilihandalam pengobatan dimenore primer adalah: kompres hangat,
olahraga, pengaturan diet.

10
(1) Kompres hangat
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas yang di bungkus kain yaitu
secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli
ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh
darah dan akan terjadipenurunan ketegangan otot sehingga nyeri
haid yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Uliyah &
Hidayat, 2010).
Menurut Setyaningrum (2012), kompres hangat berfungsi
untuk mengatasi atau mengurangi nyeri, dimana panas dapat
meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi uterus dan
melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri
dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan
sejahtera, meningkatkan aliran menstruasi, dan meredakan
vasokongesti pelvis. Menurut Price & Wilson (2010), kompres
hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk mengurangi
nyeri atau kejang otot.
(2) Olahraga
Olahraga secara teratur dapat menimbulkan aliran darah
sirkulasi darah pada otot rahim menjadi lancar sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri saat menstruasi. Pelepasan endorfin alami
dapat meningkat dengan olah raga teratur yang akan menekan
pelepasan prostaglandin, selain itu mampu menguatkan kadar beta
endorfin yaitu suatu zat kimia otak yang berfungsi meredakan rasa
sakit.
(3) Pengaturan diet
Cara mengurangi dan mencegah rasa nyeri saat menstruasi,
dianjurkan mengkomsumsi makanan yang banyak mengandung
kalsium dan makanan segar, seperti sayuran, buah-buahan, ikan,
daging, dan makanan yang mengandung vitamin B6 karena
berguna untuk metabolisme estrogen.

11
2. Kompres Hangat
a. Pengertian Kompres Hangat
Kompres hangat adalah pemberian rasa hagat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau mebebaskan nyeri, mengurangi
atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu. (Uliyah & Hidayat,2010). Kompres hangat adalah prosedur
menggunakan kain atau handuk yang telah dibasahi air hangat dan
ditempelkan pada bagian tubuh tertentu (Yulian,2010). Menurut Price &
Wilson (2010) kompres hangat sebagai metode yang efektif untuk
mengurangi nyeri atau kejang otot. Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa kompres hangat merupakan kebutuhan rasa nyaman
dan mengurangi relaksasi pada otot

b. Efek Teraupetik Pemberian Kompres Hangat


Menurut Perry & Potter (2005), ada beberapa efek teraupetik
pemberian kompres hangat, yaitu:
1) Vasodilatasi
Meningkatkan aliran darah ke bagian tubuh yang meningkatkan
cidera: meningkatkan pengiriman nutrisi dan pengeluaran zat,
mengurangi kongestif di jaringan yang terluka.
2) Viskositas darah menurun
Meningkatkan pengiriman leukosit dan antibiotik ke daerah luka.
3) Ketegangan otot menurun
Meningkatkan relaksasi otot dan mengurangi nyeri akibat spasme
atau kekauan.
4) Metabolism jaringan meningkat
Meningkatkan aliran darah dan memeberi rasa hangat lokal
5) Permeabilitas kapiler meningkat
Meningkatakan pergerakan zat sisa dan nutrisi

Efek pemberian hangat ini cukup bermanfaat untuk pengobatan,


meningkatkan aliran darah ke bagian yang mengalami cedera Jika panas
digunakan selama 1 jam atau lebih maka aliran darah akan menurun akibat
reflek vasokonstriksi karena tubuh berusaha mengontrol kehilangan panas

12
dari area tersebut. Pengangkatan dan pemberian kembali panas lokal
secara periodik akan mengembalikan efek vasodilatasi. Panas yang
berkaitan dengan jaringan terus-menerus akan merusak sel sel epitel,
menyebabkan kemerahan, rasa perih, bahkan kulit jadi melepuh (Perry
Potter, 2005)

c. Indikasi Kompres Hangat


Bagian tubuh yang mengalami inflamasi atau edema, luka operasi
baru, luka infeksi,penyakit sendi degeneratif, nyeri sendi lokal,ketegangan
otot, nyeri punggung bawah, kram akibat menstruasi, hemoroid inflamasi
perianal dan vagina abses lokal ( Perry & Potter, 2005)

d. Mekanisme Kerja Panas


Energi panas yang hilang atau masuk kedalam tubuh melalui kulit
denganempat cara yaitu: secara konduksi, konveksi, radiasi, dan
evaporasi. Prinsip kerjakompres hangat dengan mempergunakan buli-buli
panas yang dibungkus kainyaitu secara konduksi dimana terjadi
perpindahan panas dari buli-buli panas kedalam perut yang akan
melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga
akan menurunkan nyeri pada wanita disminore primer, karena pada wanita
yang disminore ini mengalami kontraksi uterus dan kontraksi otot polos
(Gabriel, 2009).
Menurut Uliyah & Hidayat (2010), Kompres hangat dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas yang dibungkus kain yaitu secara
konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh
sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi
penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang dirasakan akan
berkurang atau hilang. Berikut ini merupakan suhu yang
direkomendasikan untuk kompres hangat.
Suhu yang direkomendasikan untuk kompres hangat dan dingin
menurut Kozier, (2009)

Deskripsi Suhu Aplikasi


Sangat Dingin Dibawah 15ºC Kantong es

13
Dingin 15-18ºC Kemasan Pendingin
Sejuk 18-27ºC Kompres Dingin
Hangat Kuku 27-37ºC Mandi spons-alkohol
Hangat 37-40ºC Mandi dengan air hangat,
bantalan akuatermia, botol air
panas
Panas 40-46ºC Berendam dalam air panas,
irigasi, kompres panas
Sangat Panas Diatas 46ºC Kantong air panas untuk orang
dewasa
e. Prosedur Pemberian Kompres Hangat
Menurut Kozier, (2009) ada beberapa cara prosedur pemberian
kompres hangat di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Perlengkapan
(1) Botol kaca yang berisikaan air panas dengan tutupnya
(2) Sarung botol
(3) Air panas dan sebuah thermometer
2) Pelaksanaan
(1) Jelaskan kepada klien apa yang akan anda lakukan, mengapa hal
tersebut perlu dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja sama.
(2) Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi yang
tepat.
(3) Berikan privasi klien.
(4) Berikan kompres panas.
3) Variasi botol air panas
Ukur suhu air, ikuti praktik institusi tentang penggunaan suhu yang
tepat. Suhu yang sering digunakan adalah:
(1) 37-40ºC untuk orang dewasa normal.
(2) Isi sekitar dua pertiga botol dengan air panas.
(3) Keluarkan udara dari botol, udara yang tetap berada di botol akan
mencegah botol mengikuti bentuk tubuh yang sedang dikompres.
(4) Tutup botol dengan kencang.
(5) Balikkan botol, dan periksa adanya kebocoran.

14
(6) Keringkan botol.
(7) Bungkus botol dengan handuk atau sarung botol air panas.
(8) Letakkan bantalan pada bagian tubuh dan gunakan bantal untuk
menyangga jika perlu.

f. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Dismenore


Dengan pemberian kompres hangat, maka terjadi pelebaran pembuluh
darah. Sehingga akan memperbaiki peredaran darah didalam jaringan
tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-
sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki.
Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang lebih baik maka akan terjadi
peningkatan aktivitas sel sehingga akan penyebabkan penurunan rasa
nyeri. Pemberian kompres hangat Pada daerah tubuh akan memberikan
signal ke hipothalamus melalui spinal cord. Ketika reseptor yang peka
terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan
signal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan
ukuran pembuluh darah akan memperlancar sirkulasi oksigenisasi
mencegah, terjadinya spasme otot, memberikan rasa hangat membuat otot
tubuh lebih rileks, dan menurunkan rasa nyeri.

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti. Kerangka konsep ini
gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang
suatu topik yang akan dibahas dari konsep ilmu/teori yang dipakai sebagai
landasan penelitian (Setiadi, 2007).
Skema 1
Efektifitas Kompres Hangat Terhadap Penurunan Dismenore

15
Variabel dependen Variabel Independen
Dismenore Kompres Hangat
1. Kompres perut bagian
bawah
2. Menggunakan botol air
panas
3. Air dengan suhu 37-
40ºC
4. Tunggu kurang lebih
15-20 menit

Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri:
Tingkat Nyeri
a. Umur
b. Genetik
c. Pendidikan
d. Lama haid
Ringan Sedang Berat Sangat berat e. Stres

1-3 4-6 7-9 10

Keterangan :

: Diteliti

: Mempengaruhi

: Tidak diteliti

1) Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
lain (Nursalam,2003). Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah
kompres hangat
2) Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain
(Nursalam,2003). Variabel terikat penelitian ini adalah tingkat
dismenore.

16
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara yang kebenarannya akan
dibuktikan melalui hasil penelitian. Hipotesis didapat berdasarkan serangkaian
fakta yang muncul berhubungan dengan masalah yang diteliti (Notoadmodjo,
2010).
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan dismenore
pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan (Fkp) Universitas Riau
2. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan
dismenore pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan (Fkp) Universitas Riau

17
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Menurut Setiadi (2013) desain penelitian merupakan rencana penelitian yang
disusun Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy
Eksperiment dengan rancangan penelitian Non Equivalent Control Group. Dalam
penelitian ini kelompok eksperimen diberikan intervensi atau perlakuan. Sedangkan
pada kelompok kontrol tidak diberikan intervensi atau perlakukan. Pada kelompok
eksperimen dan kelompok control masing-masing diobservasi terlebih dahulu
sebelum diberi perlakuan (pre-test), kemudian setelah diberikan perlakuan diobservasi
kembali (post-test).

B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di kota Pekanbaru tepatnya di kampus Fakultas
Keperawatan UNRI Gobah. Alasan memilih di kampus Fakultas Keperawatan UNRI
Gobah karena mahasiswi pada populasi ini dalam rentang usia produktif mengalami
dismenore

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terjadi atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012). Populasi
penelitian ini adalah mahasiswi Keperawaran Universitas Riau semester 1
sebanyak 100 orang.

2. Sampel Penelitian
Menurut (Notoatmodjo, 2012) sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap
mewakili populasinya. Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan
_kriteria inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013). Untuk menentukan besar sampel
dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Slovin menurut Sugiyono

18
(2011:87). Adapun penelitian ini menggunakan rumus Slovin karena dalam
penarikan 100 sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat
digeneralisasikan dan perhitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah sampel,
namun dapat dilakukan dengan rumus dan perhitungan sederhana. Rumus Slovin
untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :
n= N
1+ N(d) 2
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
d = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih
bisa ditolerir; d = 0,1
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 mahasiswi , sehingga
presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil perhitungan dapat
dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk mengetahui sampel
penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut:
Diketahui : N= 100
d= 0,1
n....?
Jawab : n= N
1+ N(d) 2
n= 100
1+100(0,1) 2
n= 100
1+1
n= 50
Berdasarkan perkiraan rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 50
responen

19
Kriteria Sampel

1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah:
a. Mahasiswi yang bersedia menjadi responden.
b. Mahasiswi yang mengalami dismenore pada hari pertama menstruasi dalam
tiga bulan terakhir berturut-turut.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang tidak
memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2013).
a. Mahasiswi yang tidak bersedia menjadi responden.
b. Mahasiswi yang sudah mendapatkan obat analgetik selama dismenore.
c. Mahasiswi yang tidak berada ditempat sewaktu penelitian berlangsung.

D. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan etika


penelitian dengan empat prinsip yang harus di pegang teguh dalam penelitian
(Notoatmodjo, 2010), yakni:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)


Menghormati harkat dan martabat subyek penelitian, peneliti mempersiapkan
formulir persetujuan subyek (inform consent) yang mencakup hal berikut :
a. Peneliti menjelaskan manfaat dari penelitian ini terhadap responden. Manfaat
penelitian ini bermanfaat untuk menentukan menurunkan nyeri menstruasi
(dismenore) pada remaja putri.
b. Ketidaknyamanan yang timbul dari intervensi terhadap penelitian ini adalah
merasa nyeri menstruasi (dismenore) saat pemberian kompres hangat.
c. Manfaat yang didapatkan responden bisa membandingkan nyeri dan kompres
hangat untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk mengurangi nyeri
menstruasi (dismenore) pada remaja putri.

20
d. Peneliti bersedia dan dapat menjawab secara benar sesuai teori terhadap
prosedur penelitian yang dilakukan.
2. Menghormati privasi dan keberhasilan subyek penelitian (privacy and
confidentiality)
Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama
maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk
menjaga anomitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan
koding (inisial) sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas (justice and inclusiveness)


Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan
keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan,
konstribusi dan pilihan bebas masyarakat.Peneliti perlu dikondisikan sehingga
memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian.
Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh
perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama, etnis
dan sebagainya.

4. Manfaat dan kerugian (harms and benefits)

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna


mendapatkan hasil bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitiandan
dapat digeneralisasikan ditingkat populasi (beneficence).Peneliti meminimalisasi
dampak yang merugikan bagi subjek (nonmaleficence).

21
E. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Pada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi,
komunikasi, dan replikasi. (Nursalam, 2013).

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Ukur Hasil ukur


Operasional

Variabel Kegiatan Lembar Nominal 1. Dilakukan


Bebas: menempelkan observasi
2. Tidak
botol air hangat
Pemberian dilakukan
dilapisi
Kompres
kain/handuk
Hangat
dengan suhu 37-
40ºC pada bagian
perut bawah yang
dilakukan pada
mahasiswa yang
sedang nyeri haid
pada hari ke-1
atau ke-2

Variabel Nyeri dismenore Skala Rasio - Nilai mean


terikat : adalah nyeri nyeri skor nyeri
1. Nyeri
menstruasi numerik pada
Nyeri ringan:1-3
pertama atau kelompok
dismenore 2. Nyeri
selama menstuasi. ekperimen
sedang:4-6
Nyeri ini timbul
3. Nyeri - Nilai mean
tidak lama
berat:7-9 skor nyeri
sebelumnya atau
4. Nyeri pada
bersama-sama
sangat kelompok
dengan permulaan
berat:10 kontrol
haid dan

22
berlangsung untuk
beberapa jam

F. Alat Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data dengan lembar kuesioner.
Alat atau instrumen penelitian yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data
tentang nyeri menggunakan lembar observasi yang berisikan data demografi
responden dan skala intesitas nyeri Numeric Rating Scale (NRS) metode yang efektif
untuk mengetahui perubahan skala dismenore sebelum dan sesudah dilakukan
kompres hangat.

G. Prosedur Pengumpulan Data


1. Tahap Persiapan
a. Menentukan masalah penelitian dan mencari studi pendahuluan.
b. Menyusun proposal dan mendapat persetujuan pembimbing.
2. Prosedur administrasi
a. Setelah prosedur penelitian mendapat persetujuan dari pembimbing,
selanjutnya peneliti mengurus surat permohonan izin penelitian dari FKp UR.
b. Melakukan pengecekan kriteria inklusi pada mahasiswi yang mengalami nyeri
dismenore yang dijadikan responden.
c. Mendatangi responden, menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian.
Kemudian responden dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan
sebagai responden.
d. Proses pengumpulan data kepada responden kelompok intervensi dan
pemberian kuesioner kepada responden kelompok kontrol, setelah
mengumpulan data selesai, dilakukan analisa dengan menggunakan metode
statistiK.
3. Prosedur Teknis
a. Pada kelompok eksprerimen :
1) Peneliti memperkenalkan diri dan memberikan kuesioner penelitian (data
demografi dan karakteristik menstruasi) kepada seluruh responden.
2) Peneliti mencari dan memilih calon responden sesui kriteria inklusi.

23
3) Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang
akan diperoleh jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan persetujuan atau
menolak untuk menjadi subjek penelitian. Setelah calon responden
menyatakan bersedia untuk mengituti prosedur penelitian, peneliti
meminta mereka untuk menandatangani informed concent yang telah
disiapkan oleh peneliti.
4) Peneliti meminta responden untuk mengisi lembar observasi (data
demografi).
5) Peneliti membuat penjanjian untuk mengukur intensitas dismenore pada
periode menstruasi pertama.
6) Peneliti kemudian membuat perjanjian kembali untuk melakukan kompres
hangat selama 15-20 menit dan dilakukan pada bagian perut bawah yang
dilakukan pada mahasiswi yang sedang nyeri haid pada hari ke-1 atau ke-2
dengan suhu 37-40ºC.
7) Kompres hangat dilakukan pada waktu yang telah ditentukan dengan
responden sebelumnya.
8) Setelah dilakukan selama 2 hari berturut-turut, peneliti membuat perjanjian
dengan responden untuk melakukan pengambilan data (mengukur skala
dismenore).
9) Peneliti melakukan pengambilan data (mengukur skala dismenore) setelah
dilakukan kompres hangat.

b. Pada kelompok kontrol:


1) Peneliti memperkenalkan diri dan memberikan kuesioner penelitian (data
demografi dan karakteristik menstruasi) kepada seluruh responden
2) Peneliti mencari dan memilih calon responden sesuai kriteria inklusi
3) Peneliti didampingi menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta
dampak yang akan diperoleh jika responden bersedia berpastisipasi dalam
penelitian. Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan
persetujuan atau menolak untuk menjadi subjek penelitian. Setelah calon
responden menyatakan bersedia untuk mengituti prosedur penelitian,
peneliti meminta mereka untuk menandatangani informed concent yang
telah disiapkan oleh peneliti.

24
4) Peneliti meminta responden untuk mengisi lembar observasi (data
demografi)
5) Peneliti membuat perjanjian untuk mengukur intensitas dismenore pada
pertama dan kedua menstruasi.
6) Setelah seluruh pengumpulan data selesai, peniliti memberikan leaflet
tentang dismenore dan panduan melakukan kompres hangat, serta
mengajarkan kompres hangat kepada kelompok kontrol.

H. Pengolahan Data dan Analisa Data


Setelah data terkumpul maka peneliti mengolah data dengan langkah-langkah
analisis data sebagai berikut:
a. Pengeditan (pemeriksaan)
Mengecek kembali hasil observasi dan wawancara hasil kuesioner yang telah
dikumpulkan berupa kelengkapan nomor responden, umur responden serta
dokumentasi pengukuran intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan kompres
hangat.

b. Setelah data di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng “kodean”


atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan (Nugroho, 2012). Pada penelitian ini hasil dari
scoring pemberian kode antara lain yaitu :

1. Dismenore ringan skornya : 1-3


2. Dismenore sedang skornya : 4-6
3. Dismenore berat skornya : 7-9
4. Dismenore sangat berat skornya : 10 Indikasi Dismenore
Dismenore ringan = 1, Dismenore sedang = 2, Dismenore berat = 3,
Dismenore sangat berat = 4.
c. Entri data (memasukkan data)
Data yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau “software” komputer. Dalam proses ini dituntut ketelitian orang
yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun
hanya memasukkan data (Nugroho, 2012).
d. Cleaning data ( merapikan)

25
Mengecek kembali apakah ada kesalahan data, sehingga data siap untuk di
analisa.
e. Processing ( pemgolahan)
Data di proses dengan mengelompokkan kedalam variabel yang sesuai.
f. Analyzing( penilaian)
Meliputi analisa univariat dan analisa bivariat menggunakan program SPSS.

I. Analisa Data
1. Analisa univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap variabel dari
hasil penelitian (Notoadmodjo, 2005). Analisa univariat berfungsi untuk
meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan
data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Analisa ini digunakan
untuk mendapatkan gambaran tentang sebaran umur responden, distribusi
intensitas nyeri dismenore sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) diberikan
kompres air hangat pada kelompok intervensi serta distribusi intensitas nyeri tanpa
perlakuan pada kelompok kontrol.

2. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua variabel
yaitu untuk mengetahui perbedaan intensitas dismenore pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Analisa bivariat merupakan uji terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoadmodjo, 2012). Metode
analisis statistik yang digunakan adalah Uji Wilcoxon Rank Test. Uji Wicoxon
Rank Test merupakan uji hipotesis yang cukup banyak digunakan dalam analisis
data penelitian dan sebagai uji alternatif dari paired t-test (Swarjana, 2016). Data
yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest dikumpulkan dan dianalisa dengan
menggunakan Uji Wilcoxon Rank Test dengan menggunakan SPSS 16.0
Uji Wilcoxon Rank Test merupakan uji nonparametik untuk melihat adanya
perbedaan antara 2 variabel yang berpasangan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Dwienda, O. R. A. (2015). Gambaran perbedaan intensitas dismenore setelah melakukan senam


dismenore pada remaja putri di SMP Negeri 21 Pekanbaru Tahun 2014. Jurnal Maternity
and Neonatal, 1(6), 274–279. Retrieved from http://e-journal.upp.ac.id

Hayati, S. H. P. (2018). Efektivitas Terapi Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri


Dismenore Pada Remaja Di Bandung. Jurnal Keperawatan BSI, VI(2), 156–164.

Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.

M, M., & Karlina, L. (2017). Penurunan Nyeri Dismenorea Primer melalui Kompres Hangat
pada Remaja. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, v3(n2), 88–96.
https://doi.org/10.24198/jkp.v3n2.4

Marni. (2013). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakakarta: Pustaka Pelajar.

Rustam, E. (2013). Gambaran Pengetahuan Remaja Puteri Terhadap Nyeri Haid ( Dismenore )
dan Cara Penanggulangannya. Gambaran Pengetahuan Remaja Puteri Terhadap Nyeri
Haid (Dismenore) Dan Cara Penanggulangannya, 3(1), 286–290. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id

Tobergte, D. R., & Curtis, S. (2013). Pengaruh Nyeri Haid (Dismenorhea) Terhadap Aktifitas
Sehari-hari Pada Remaja Di SMP N 2 Ponorogo. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.

Price & Wilson,2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (Edisi 6, vol 2),
Jakarta : EGC.
Prawihardjo. 2011. Penatalaksanaan Dismenore. Jakarta: EGC.

27
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta.

Kozier B & Gleniora Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. 2006. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: EGC.

Perry,G.A & Potter, P.A 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai