Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“TERAPI BERMAIN (WALKIE TALKIE) PADA ANAK USIA PRASEKOLAH”

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah


ANAK

Dosen pembimbing:
Ns. Ganis Indrianti, M. Kep., Sp Kep An

Disusun oleh:
Novia Agustina M 171111
Siti jamariah 1711110285
Mita Handrini M 171111

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Terapi bermain(walkie
talkie)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
menyelesaikan makalah ini, khusunya kepada dosen pembimbing Ns. Ganis Indrianti, M.
Kep., Sp Kep An yang membimbing serta mengarahkan penulis untuk menyusun dan
menyelesaikan makalah dengan sebaik mungkin.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelanjaran serta
referensi bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan baik itu dalam susunan maupun informasi yang dimuat, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan
kesempurnaan dimasa yang akan datang.

Pekanbaru, 04 Desember 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi anak yang sakit dan tidak memungkinkan menjalani perawatan di rumah
menyebabkan anak harus menjalani perawatan di rumah sakit.Hospitalisasi menyebabkan
anak mengalami perpisahan dengan keluarga, harus beradaptasi dengan lingkungan baru,
nyeri di tubuh karena perlukaan, dan otonomi berkurang. Hal ini membuat seorang anak
akan merasakan ketakutan, merasa terancam, sepi, gelisah, dan cemas. Cemas dan stres
yang dialami anak disebabkan oleh karena adanya perubahan status kesehatan dan
perbedaan lingkungan dan kebiasaan kegiatan pada saat sehat maupun saat sakit, atau
adanya perpisahan dengan keluarga saat masa perawatan (Wong, 2008). Hospitalisasi
sering diartikan oleh anak prasekolah sebagai sebuah hukuman, kemudian muncul
perasaan malu, takut, hal ini menjadikan anak bersikap agresif, marah, berontak, sering
bertanya, tidak mau makan, tidak kooperatif hingga kehilangan kontrol dan terbatasnya
aktifitas yang membuat perawatan di rumah sakit bisa terhambat.

Anak yang mengalami kecemasan dapat diatasi dengan intervensi keperawatan,


salah satu metode yang dapat digunakan yaitu dengan terapi bermain.Bermain merupakan
hal yang menyenangkan dan mengasyikan terutama bagi anak.Salah satu media bermain
yang menggunakan fasilitas lingkungan yaitu walkie talkie atau telepon kaleng.
Permainan seperti ini tidak diharuskan untuk membeli semua bahannya, sehingga dirasa
mampu mengasah imajinasi dan kreativitas dalam membuatnya (Zellawati, 2011)

Terapi bermain walkie talkie adalah permainan yang menggunakan kaleng-


kaleng bekas serta benang nilon sebagai perantaranya.Walkie talkie dapat dibuat secara
mudah dan mandiri oleh anak serta tidak membutuhkan biaya. Permainan ini dapat
menumbuhkan kemampuan sosial untuk berinteraksi dengan teman sebaya atau orang
lain, anak juga telah dapat menggunting dan merangkai untuk mengembangkan bakat dan
potensi anak (Nur, 2013). Anak-anak yang di rawat di rumah sakit akan kehilangan
waktunya untuk bersosialisasi dan bermain bebas seperti anak sehat umumnya (Wong,
2008; Rachmaniah, 2012). Dengan walkie talkie dapat mengasah keberanian anak untuk
berkomunikasi dan kemampuan berbahasa, mereka mampu berkomunikasi dan
melakukan percakapan dengan dua orang atau lebih sehingga nantinya dapat menyusun
kalimat yang lebih kompleks (Suciwati, 2014).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Setelah diberikan terapi bermain dihrapkan anak dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya, melanjutkan aktivitas dan kreativitas melalui pengalaman bermain dan
beradaptasi efektif terhadap kecemasan maupun stress karena penyakit maupun perawatan
yang didapatkan.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Meningkatkan hubungan perawat dengan anak.
b. Anak dapat beradaptasi terhadap stressor.
c. Mengurangi rasa traumatik(cemas) selama hospitalisasi.
d. Mengetahui pencapaian terhadap perkembangan pada anak.
1.3 Manfaat Penulisan
a. Mengoptimalkan seluruh bagian tubuh, seperti tulang, otot, dan organ-organ.
b. Anak belajar mengontrol diri.
c. Berkembangnya berbagai keterampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya.
d. Meningkatkan daya kreativitasnya.
e. Mendapatkan kesempatan arti dari benda-benda yang ada disekitar anak.
f. Kesematan untuk bergaul dengan anak lainnya.
g. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Terapi Bermain


2.1.1 Definisi Terapi Bermain
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan dengan tujuan bersenang-
senang, yang memungkinkan seorang anak dapat melepaskan rasa frustasi (Santrock, 2007).
Menurut Wong, 2009, bermain merupakan kegiatan anak-anak, yang dilakukan berdasarkan
keinginannya sendiri untuk mengatasi kesulitan, stress dan tantangan yang ditemui serta
berkomunikasi untuk mencapai kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain.
Terapi bermain merupakan kegiatan untuk mengatasi masalah emosi dan perilaku anak-
anak karena responsif terhadap kebutuhan unik dan beragam dalam perkembangan mereka.
Anak-anak tidak seperti orang dewasa yang dapat berkomunikasi secara alami melalui kata-
kata, mereka lebih alami mengekspresikan diri melalui bermain dan beraktivitas. Menurut
Vanfleet, et al, 2010, terapi bermain merupakan suatu bentuk permainan anak-anak, di mana
mereka dapat berhubungan dengan orang lain, saling mengenal, sehingga dapat
mengungkapkan perasaannya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan dan digunakan anak untuk menghadapi
ketakutan, kecemasan dan mengenal lingkungan, belajar mengenai perawatan dan prosedur
yang dilakukan serta staf rumah sakit yang ada. Hal ini sejalan dengan Asosiasi Terapi
Bermain, 2008, dalam Homeyer, 2008, terapi bermain didefinisikan sebagai penggunaan
sistematis model teoritis untuk membangun proses antar pribadi untuk membantu
seseorangmencegah atau mengatasi kesulitan psikososial serta mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.

2.1.2 Tujuan Terapi Bermain


Wong, et al (2009) menyebutkan, bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain
tidak berhenti pada saat anak-anak sakit atau di rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah
sakit memberikan manfaat utama yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan
anak, selain itu tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi anak-
anak untuk mengekspresikan diri mereka, memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi,
mempelajari aturan sosial dan mengatasi masalah mereka serta memberikan kesempatan
bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru. Adapun tujuan bermain di
rumah sakit adalah agar dapat melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal,
mengembangkan kreativitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress.

2.1.3 Prinsip Pelaksanaan Terapi Bermain

Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu diperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut:

a. Permainan tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat untuk
menghindari kelelahan dan alat-alat permainannya lebih sederhana.

Menurut Vanfeet, 2010, waktu yang diperlukan untuk terapi bermain pada anak yang
dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu 15-20 menit dapat membuat kedekatan
antara orangtua dan anak serta tidak menyebabkan anak kelelahan akibat bermain. Hal ini
berbeda dengan Adriana, 2011, yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi bermain 30-35
menit yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20
menit dan tahap penutup 5 menit. Lama pemberian terapi bermain bisa bervariasi, idealnya
dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3 hari. Pelaksanaan terapi ini dapat
memberikan mekanisme koping dan menurunkan kecemasan pada anak.

b. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang. Permainan harus
memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa nyaman dan yakin
terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti bonekayang dipeluk anak untuk memberi
rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari, mainan tidak membuat anak
tersedak, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak terjatuh,
kuat dan tahan lama serta ukurannya menyesuaikan usia dan kekuatan anak.

c. Sesuai dengan kelompok usia.


Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu dibuatkan jadwal
dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan bermain berlainan antara usia yang lebih
rendah dan yang lebih tinggi

d. Tidak bertentangan dengan terapi

Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program terapi mengharuskan anak
harus istirahat, maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan ditempat tidur. Permainan tidak
boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan anak. Apabila anak harus
tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak
boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang
rawat.

e. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga

Banyak teori yang mengemukakan tentang terapi bermain, namun menurut Wong (2009),
keterlibatan orangtua dalam terapi adalah sangat penting, hal ini disebabkan karena orangtua
mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada
anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya
tidak dibiarkan sendiri. Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak di rumah sakit
diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi.

2.1.4 Pelaksanaan Terapi Bermain

1. PERMAINAN ANAK USIA 0 – 1 TAHUN

Bermain pada bayi mencerminkan perkembangan dan kesadaran terhadap lingkungan,


tujuan bermain pada usia 0 – 1 tahun adalah menstimulasi perkembangan anak, mengalihkan
perhatian anak, mengalihkan nyeri dan ketidaknyamanan yang dirasakan. Pemilihan mainan
anak harus aman, bersih dan selalu dalam pemantauan orang tua. Anak usia 0 – 1 tahun
mengalami perkembangan oral (mulutnya) dimana kepuasan ada dalam mulutnya, jadi anak
cenderung memainkan mulut dan suka memasukkan semua benda kedalam mulutnya.

Permainan permainan yang dapat dilakukan pada anak usia 0 -1 tahun meliputi:

a. Permainan kerincing

Permainan ini menggunakan penglihatan dan pendengaran anak yang berfungsi untuk
mengalihkan perhatian anak serta melatih anak untuk menemukan sumber bunyi yang
berasal dari kerincing. Pelaksanaannya dengan menggoyangkan kerincing hingga anak
menoleh kearah bunyi kerincing, lalu geser kerincing kekiri dan kekanan, jauh mendekat.
Jika anak mencoba untuk meraih, kerincing boleh diberikan ke anak untuk digenggam dan
dimainkan.

b. Sentuhan

Permainan ini menggunakan benda-benda yang akan disentuhkan ke anak, baik kekulit anak
maupun ke telapak tangan anak. Pilihlah benda yang tekstur permukaannya lembut seperti
boneka, sisir bayi, atau kertas. Permainan ini bertujuan untuk mengenalkan benda dengan
sensasi sentuhan dan mengembangkan kesadaran terhadap benda-benda disekitarnya.
Permainan ini dilakukan dengan menempelkan benda-benda yang telah kita tentukan ke
kulit anak, perhatikan respon bayi terhadap ketidaknyamanan.

c. Mengamati mainan

Permainan ini ditujukan untuk perhatian anak dengan menggunakan benda-benda yang
bergerak. Permainan ini dilakukan dengan cara menggerakkan benda-benda yang menarik
perhatian seperti boneka berwarna cerah, mainan berwarna cerah. Benda-benda tersebut
diarahkan mendekat dan menjauh atau kekanan dan kekiri agar anak mengikuti arah benda
tersebut.

d. Meraih mainan

Permainan ini melatih motorik kasar anak dan membuat anak berusaha meraih apa yang
disukainya, yang perlu diperhatikan adalah jika anak sudah mulai bosan karena tidak dapat
menjangkau mainan tersebut, segera dekatkan dan berikan mainan kepada anak. Permainan
ini menggunakan benda-benda yang cerah dan menarik perhatian anak, diletakkan diatas
anak agar anak berusaha mengambil mainan tersebut. Gerak-gerakkan mainan tersebut agar
anak tertarik untuk memegang.

e. Bermain bunyi-bunyian

Permainan ini ditujuan untu anak usia 6 bulan lebih. Pada permainan ini menggunakan alat
musik mainan, baik yang ditiup atau dipukul yang dapat mengeluarkan suara. Pada
pelaksanaannya alat permainan tadi dipukul bisa dengan tangan atau dengan pulpen/pensil
atau sendok. Permainan ini bertujuan untuk melatih respon anak pada suara benda yang
dipukul serta mengajarkan pada anak benda-benda apa saja yang dapat menghasilkan bunyi.

f. Mencari mainan

Pada permainan ini ditujukan untu melatih toleransi anak terhadap adanya kehilangan, agar
anak bisa beradaptasi jika sesuatu benda hilang agar tenang dan berfikir cara
mendapatkannya. Permainan dengan menunjukkan suatu benda lalu sembunyikan benda itu,
atau sembunyikan benda yang sebelumnya digunakan anak lalu ajak anak untuk mencarinya.

g. Menyusun donat warna warni

Permainan ini menggunakan mainan donat plastik yang bawahnya besar dan semakin keatas
semakin mengecil. Permainan ini berfungsi untuk melatih koordinasi motorik halus anak
yang menghubungkan mata dengan otot kecil tubuh.

h. Mengenal bagian tubuh

Permainan ini mengenalkan bagian tubuh anak dan nama-namanya, anak hanya perlu
memperhatikan apa yang dilakukan oleh fasilitator dan akan dilanjutkan oleh keluarga anak.

2. PERMAINAN ANAK USIA 1 – 3 TAHUN

a. Arsitek Menara

Bahan yang dibutuhkan adalah kotak/kubus yang berwarna-warni dengan ukuran yang sama,
kemudian anak diminta untuk menyusun kotak atau kubus ke atas. Penyusunan kubus/kotak
diupayakan yang sama warnanya. Selalu beri pujian setiap kegiatan anak.

b. Tebak Gambar

Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak asing bagi anak seperti binatang,
buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar profesi/pekerjaan. Permainan dimulai dengan
menunjukkan gambar yang telah ditentukan sebelumnya kemudian ajak anak untuk menebak
gambar tersebut, lakukan beberapa kali. Jika anak tidak mengetahui gambar yang dimaksud,
sebaiknya petugas memberitahu dan menanyakan kembali ke anak setelah berpindah ke
gambar lain untuk melatih ingatan anak.

c. Menyusun Puzzle

Permainan ini membutuhkan pendampingan petugas dan diupayakan puzzle yang lebih besar
agar anak mudah menyusun dan memegangnya. Pilih gambar puzzle yang tidak asing bagi
anak, sebelum gambar puzzle dipisah pisah, tunjukkan keanak gambar puzzle yang
dimaksud, kemudian ajak dan dampingi anak untuk menyusun puzzle. Beri contoh
bagaimana cara menyusun puzzle, seperti dimulai dipojok dahulu atau bagian samping
terlebih dahulu. Hal yang perlu diperhatikan dalam puzzle ini adalah jumlah puzzle yang
dipasang/susun tidak lebih dari 6 potongan.

3. PERMAINAN ANAK USIA 4 – 6 TAHUN

a. Bola keranjang
Permainan ini memerlukan bola dan keranjang sampah plastik (bisa juga kotak kosong).
Letakkan kotak/keranjang plastik sejauh 2 meter dari anak, kemudian minta anak melempar
bola kedalam kotak/keranjang sampah plastik, jika ada bola yang tercecer atau tidak masuk,
dibiarkan saja hingga bola sudah habis lalu ajak anak untuk mengambil bola yang tercecer
tersebut dan memasukkannya kedalam keranjang dari tempat bola itu jatuh/tercecer.

b. Bermain dokter-dokteran

Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan situasi lingkungan di rumah sakit dengan
berperan sebagai profesi kesehatan. Dalam permainan ini ajak anak untuk bermain drama
yaitu anak sebagai dokternya sedangkan pasiennya adalah boneka. Minta anak untuk
memeriksa boneka denganstetoskop mulai dada boneka hingga perutnya. Kemudian berikan
spuit/suntikan tanpa jarum kepada anak untuk berpura-pura menyuntikkan obat kepasiennya.
Permainan bisa dilanjutkan ke boneka lainnya dengan perlakuan sama hingga menulis resep
disebuah kertas andaikan memungkinkan. Jelaskan juga fungsi suntikan dan obat itu sebagai
apa saja dan hasil dari suntikan dan obat yang didapat itu apa saja untuk pasien yang sakit.

c. Bermain abjad

Permainan ini membutuhkan pasangan minimal 2 anak, permainan ini dengan menggunakan
jari tangan yang diletakkan dilantai kemudian jari tersebut dihitung mulai A hingga Z.
Jumlah jari terserah pada anak dan jari yang tidak digunakan dapat ditekuk. Huruf yang
tersebut terakhir akan dicari nama binatang/nama buahnya sesuai dengan huruf depannya

d. Boneka tangan

Permainan ini dilakukan dengan menggunakan boneka tangan atau bisa juga boneka jari.
Dalam kegiatan ini petugas bercerita dengan menggunakan boneka tangan. Cerita yang
disampaikan diusahakan mengandung unsur sugesti atau cerita tentang pengenalan kegiatan
dirumah sakit. Biarkan anak memperhatikan isi cerita, sesekali sebut nama anak agar merasa
terlibat dalam permainan tersebut.

4. PERMAINAN ANAK USIA 6 – 12 TAHUN

a. Melipat kertas origami

Permainan origami untuk melatih motorik halus anak, serta mengembangkan imajinasi anak.
permainan ini dilakukan dengan melipat kertas membentuk topi, kodok, ikan, bunga, burung
dan pesawat. Ajari dan beri contoh dengan perlahan kepada anak dalam melipat kertas.
Selalu beri pujian terhadap apa yang telah dicapai anak. Hasil karya anak bisa dipajang
dimeja anak atau didekat infus anak agar mudah terlihat orang lain.

b. Mewarnai gambar
Permainan ini juga melatih motorik halus anak dan meningkatkan kreatifitas anak. Sediakan
kertas bergambar dan krayon/spidol warna, kemudian berikan kertas bergambar tersebut
kepada anak dan minta anak untuk mewarnai gambar dengan warna yang sesuai, ingatkan
anak untuk mewarnai didalam garis. Tulis nama anak diatas gambar yang telah diwarnai
anak.

c. Menyusun puzzle

Siapkan gambar puzzle yang akan disusun anak, upayakan pemilihan gambar puzzle yang
tidak asing bagi anak-anak. Pisahkan terlebih dahulu puzzlenya kemudian minta anak untuk
menyusun kembali gambar tersebut. Ajak/buat kompetisi dalam permainan ini yaitu siapa
yang duluan selesai menyusun puzzle, anak tersebut sebagai pemenangnya. Beri semangat
juga bagi teman lain yang belum menyelesaikan puzzlenya.

d. Menggambar bebas

Sediakan kertas kosong dan pensil atau krayon/spidol warna, lalu berikan kepada anak dan
minta anak menggambar diatas kertas tersebut. Kemudian minta anak menceritakan gambar
yang telah dibuatnya. Beri stimulus dalam memulai menggambar seperti beri ide membuat
gambar mobil, gambar binatang atau menggambar pemandangan

e. Bercerita

Permainan ini ditujukan untuk anak usia 10-12 tahun. Permainan ini dimulai dengan
memberi kesempatan kepada anak untuk membaca sebuah cerita/dongeng (cerita/dongeng
bisa kita siapkan sebelumnya dalam majalah atau buku cerita). Setelah itu minta anak
menceritakan kembali apa yang telah dibacanya. Beri tanggapan terhadap isi cerita yang
disampaikan anak, seperti “wah hebat ya anak kancilnya”. Kemudian beri tepuk tangan
setelah anak selesai menceritakan apa yang telah dibacanya.

f. Meniup balon

Permainan ini sangat baik sekali untuk anak-anak, selain untuk bermain juga melatih
pernafasan anak. Berikan balon bermotif kepada anak kemudian minta anak untuk meniup
balon tersebut hingga besar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pantau anak dan balonnya,
jangan sampai balonnya meletus atau anak memaksakan untuk meniup balon sedangkan
kondisi anak sudah kelelahan.

2.2 Terapi Bermain Walkie Talkie


2.2.1 Definisi Terapi Bermain Walkie Talkie
Terapi bermain walkie talkie adalah permainan yang menggunakan kalengkaleng bekas
serta benang nilon sebagai perantaranya.Walkie talkie dapat dibuat secara mudah dan
mandiri oleh anak serta tidak membutuhkan biaya. Permainan ini dapat menumbuhkan
kemampuan sosial untuk berinteraksi dengan teman sebaya atau orang lain, anak juga telah
dapat menggunting dan merangkai untuk mengembangkan bakat dan potensi anak (Nur,
2013). Anak-anak yang di rawat di rumah sakit akan kehilangan waktunya untuk
bersosialisasi dan bermain bebas seperti anak sehat umumnya (Wong, 2008; Rachmaniah,
2012). Dengan walkie talkie dapat mengasah keberanian anak untuk berkomunikasi dan
kemampuan berbahasa, mereka mampu berkomunikasi dan melakukan percakapan dengan
dua orang atau lebih sehingga nantinya dapat menyusun kalimat yang lebih kompleks
(Suciwati, 2014).

2.2.2 Tujuan Terapi Bermain Walkie Talkie


1. Tujuan Umum
Setelah diberikan terapi bermain diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya, melanjutkan aktivitas dan kreativitas melalui pengalaman bermain dan
berdaptasi efektif terhadap kecemasan maupun stress karena penyakit maupun perawatan
yang didapatkan.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan hubungan perawat dengan anak
b. Anak dapat beradaptasi terhadap stressor
c. Mengurangi rasa traumatic (cemas) selama haspitalisasi
d. Mengetahui pencapaian terhadap perkembangan pada anak

2.2.3 Strategi Pelaksanaan Terapi Bermain Walkie Talkie


1. Kriteria Peserta :
a. Kriteria inklusi : usia anak terapi bermain 4-6 tahun, peserta bermain dalam
kondisi yang stabil atau dengan perawatan minimal terpasang kateter, nasogastric
tube, syring pump, oksigen, nebulizer, dan infus. Peserta terpantau normal dilihat
dari vital sign serta anak tidak sedang demam
b. Kriteria eksklusi : peserta bermain tiba-tiba demam, pasien dalam masa inkubasi,
menolak mengikuti terapi bermain, tidak berada ditempat atau ruangan dikarenakan
program terapi lain seperti operasi, pemeriksaan radiologi, dll.
2. Media
a. Dua buah kaleng bekas
b. Benang
c. Lem
3. Metode Permainan :
a. Rasio staff dengan anak minimal 2:1
b. Pelaksanaan :
- Menjelaskan tujuan terapi kepada keluarga dan anak
- Menjelaskan kegiatan yang dilakukan
- Menyiapkan peralatan
- Bantu anak membuat lubang pada bagian bawah kaleng
- Fasilitasi anak untuk membuat walkie talkie dengan benang dan kaleng
- Tariklah benang pada anak yang berpartisipasi sampai dengan anak yang
berpartisipasi lainnya atau sampingnya
- Potonglah menang tersebut dan pastikan benang tersebut masuk melalui lubang
yang telah dibuat dan bantu anak untuk membuat simpul secara tepat
- Instruksikan anak dengan mencoba berkomunikasi dengan “walkie talkie”
4. Rencana kegiatan terapi bermain Walkie Talkie

NO WAKTU KEGIATAN

PERAWAT ANAK

1 5 menit Pembukan :
1. Terapis memberikan salam kepada Menjawab
klien
2. Terapis memperkenalkan nama dan Mendengarkan
panggilan terapis
3. Terapis menanyakan perasaan klien Menjawab
saat ini
4. Terapis melakukan kontrak program Mendengarkan
dengan klien:
a. Menjelaskan tujuan kegiatan.
b. Menjelaskan aturan main yaitu
dilakukan selama 30 menit.
2 20 menit 1. Terapis membagikan bahan-bahan Mendapatkan
yang digunakan untuk membuat bahan yang akan
walkie talkie digunakan
2. Terapis memperagakan cara Memperhatikan
membuat walkie talkie. terapis
3. Klien membuat walkie talkie Membuat walkie
dengan mengikuti petunjuk dari talkie
terapis. Terapis melakukan
pendampingan terhadap klien.
4. Terapis memperagakan cara Memperhatikan
menggunakan walkie talkie kepada terapis
klien
5. Klien mengikuti terapis tentang Menggunakan
menggunakan walkie talkie. walkie talkie
6. Terapis mengajak klien untuk Mendapat reward
bermain walkie talkie dan
memberikan reward kepada klien
7. Lanjutkan terapi bermain sampai Bermain
selesai
3 5 menit Penutup :
1. Evaluasi
a. Terapis menanyakan perasaan Menjawab
klien setelah mengikuti terapi
bermain.
b. Terapis memberi pujian atas Mendengarkan
perilaku yang positif.
2. Rencana tindak lanjut Mendengarkan
Terapis menganjurkan keluarga
untuk melatih anak lagi untuk
lebih berani dan aktif supaya tidak
jadi pemalu dalam aktivitas
bermain walkie talkie
3. Salam penutup

4. Susunan Pelaksanaan Terapi Bermain Walkie Talkie


a. Leader : bertugas untuk memimpin jalannya kegiatan terapi bermain, membuka
kegiatan terapi bermain, mengucapkan salam, menanyakan validasi serta
memperkenalkan diri dan anggota pelaksana, memberikan demontrasi secara umum
permainan yang akan dilaksanakan
b. Observer : bertugas untuk mengawasi selama kegiatan berlangsung yang meliputi
emosi, keantusiasan peserta, menyimpulkan kegiatan terapi bermain dari masing-masing
peserta maupun secara keseluruhan
c. Fasilitator : bertugas untuk mendampingi peserta terapi bermain, sebagai tempat
menanyakan terkait permainan dan mengarahkan peserta apabila tidak sesuai dengan
intruksi awal.
5. Kriteria evaluasi
a. Anak bersedia mengikuti terapi bermain
b. Anak mengikuti kegiatan sampai selesai
c. Anak dapat mengikuti intruksi yang diberikan
d. Anak melakukan apa yang diharapkan oleh terapis
e. Kebutuhan bermain anak terpenuhi
f. Anak merasa senang mengikuti terapi bermain
g. Anak berperan aktif dalam bermain
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGARUH TERAPI BERMAIN WALKIE TALKIE TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI
RSUD DR. MOEWARDI

Peneliti Sampel Metode Hasil Penelitian

Arrum Putri Anak yang Penelitian 1. Setelah


Aini menjalani rawat inap menggunakan dilakukan
di bangsal Melati II rancangan one terapi
di RS Dr. Moewardi group pre post test bermain,
Surakarta design. tingkat
kecemasan
pada anak
menjadi turun
2. setelah
diberikan
terapi bermain
anak menjadi
lebih
kooperatif
seperti mudah
diberikan
intervensi,
tidak lagi
takut dengan
dokter dan
perawat serta
komunikasi
menjadi lebih
baik.

Pembahasan :
1. Kecemasan Sebelum Pemberian Terapi Bermain
Sebelum diberikan terapi bermain tingkat kecemasan anak sebanyak 12 responden
(37,5%) mengalami cemas ringan, 13 responden (40,6%) mengalami cemas sedang dan 7
responden (21,9%) mengalami cemas berat. Hasil ini menggambarkan anak usia
prasekolah yang mengalami kecemasan akibat hospitalisasi di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta sebagai respon dari pengalaman yang tidak menyenangkan seperti nyeri,
disuntik, diinfus, lingkungan yang berbeda dengan di rumah, berpisah dengan orang tua,
otonomi berkurang selama di rumah sakit. Hospitalisasi menimbulkan dampak stress bagi
kehidupan anak. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Adriana (2011) bahwa perawatan
dan pengobatan di rumah sakit sering membuat anak tidak kooperatif, yaitu sulit atau
menolak untuk didekati dan berinteraksi dengan petugas kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan respon kecemasan yang dimanifestasikan oleh anak
dibuktikan dengan anak mengeluhkan adanya rasa takut dan cemas serta informasi dari
orang tua adanya regresi yang terjadi pada anak selama dirawat di rumah sakit yaitu
mengompol.Hal ini terungkap dalam penelitian anak merasa trauma ketika menjalasni
hospitalisasi.Bentuk lain dari kecemasan atau stress ketika hospitalisasi menurut Aizah
dan Ernawati, (2014) yaitu timbul perasaan malu, takut, bersikap agresif, marah,
berontak, sering bertanya, tidak mau makan, tidak kooperatif hingga kehilangan kontrol
dan terbatasnya aktifitas selama dirawat di rumah sakit.
Tingginya tingkat kecemasan yang dialami oleh anak selama masa hospitalisasi
didukung oleh penelitian Samidah (2012), sebanyak 84.4% anak mengalami kecemasan
ringan selama masa hospitalisasi. Menurut penelitian Wowiling, dkk (2014), sebanyak
42,43% anak mengalami kecemasan selama dirawat di rumah sakit.
Hospitalisasi memaksa anak berpisah dengan lingkungannya yang dirasakan
aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan.Reaksi pada tahap perpisahan diketahui
dari anak sering mengeluh tidak bisa bermain dengan teman.Salah satu tindakan yang
dapat dilakukan agar anak tidak cemas dan merasa nyaman adalah memberikan terapi
bermain, menyediakan fasilitas pendukung anak, ruang dihias sesuai dengan kesenangan
anak-anak.Menurut pendapat Supartini (2005), terapi bermain dapat mengalihkan
perasaan sakit dan merasa relaks dengan permainan.Hasil pengamatan setelah dilakukan
terapi bermain walkie talkie tampak anak tidak lagi menangis, tidak lagi takut dengan
dokter dan perawat, serta mau makan.

2. Kecemasan Setelah Pemberian Terapi Bermain

Tingkat kecemasan sesudah perlakuan dengan terapi bermain walkie talkie


menunjukkan 1 responden (3,1%) tidak cemas, 28 responden (87,5%) mengalami cemas
ringan, dan 3 responden (9,4%) mengalami cemas sedang. Hal ini menunjukkan adanya
penurunan tingkat kecemasan anak setelah diberikan terapi bermain. Hal lain yang
ditemukan peneliti, setelah diberikan terapi bermain anak menjadi lebih kooperatif seperti
mudah diberikan intervensi, tidak lagi takut dengan dokter dan perawat serta komunikasi
menjadi lebih baik.

Prinsip dasar dari permainan walkie talkie adalah menggunakan kalengkaleng


bekas serta benang nilon sebagai perantaranya. Permainan ini diharapkan dapat
menumbuhkan kemampuan sosial untuk dapat berinteraksi dengan teman sebaya atau
orang lain, anak juga telah dapat menggunting dan merangkai untuk mengembangkan
bakat dan potensi anak. Permainan walkie talkie akan membuat suasana rumah sakit
nyaman seperti lingkungan sebelum hospitalisasi, menurut Wong (2008), bahwa anak-
anak butuh bersosialisasi dan bermain bebas seperti 7 anak sehat umumnya. Hal ini
membantu mengurangi ketegangan dan stres yang dialami oleh anak, serta dapat
mengalihkan rasa sakit melalui permainan. Menurut pendapat Supartini (2005), bahwa
anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih
matang dari pada anak toddler, anak sudah lebih aktif, kreatif, dan imajinatif. Demikian
juga kemampuan berbicara dan hubungan sosial dengan temannya semakin meningkat.
Jenis permainan yang sesuai untuk anak usia prasekolah adalah associative play, dramatic
play, dan skill play.
Setelah terapi bermain, tingkat kecemasan pada anak menjadi turun hal ini
didukung oleh penelitian Samidah (2012), dengan hasil setelah diberikan terapi bermain
kecemasan anak turun 100%. Hal yang sama terungkap dari penelitian Wowiling, dkk
(2014), hasilnya tingkat kecemasan anak menjadi turun setelah diberikan terapi bermain
dari 42,43% menjadi 37,17%. Penelitian lain dari Suryanti, dkk (2012), meneliti tingkat
kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi dan didapatkan hasil rata-rata
sebanyak 21,13 menjadi 14,00 setelah dilakukan terapi bermain.

Anda mungkin juga menyukai