Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA BERMAIN

BERDONGENG ATAU BERCERITA PADA ANAK

Oleh:
Kelompok 14
1. Achmad Mudhofir 201710461011040
2. Siti Nafisah 201710461011038
3. Hafidha Tsalats 201710461011039

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


IRNA IV RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN SATUAN ACARA BERMAIN
DONGENG ATAU CERITA

MALANG, Desember 2017

MENGETAHUI,

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

( ) ( )
SATUAN ACARA BERMAIN “DONGENG”
DI RUANG 7A RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Pokok Bahasan : Terapi Bermain pada Anak di RSUD dr. Saiful Anwar
Malang

Sub Pokok Bahasan : Terapi Bermain Anak Usia 3-6 Tahun (Tahap Usia Pre
School)

Tema SAB : Dongeng atau Bercerita

Tujuan : Mengoptimalkan Perkembangan Bersosialisasi dan


Berinteraksi

Tempat : Ruang Bermain 7A IRNA IV RSUD dr. Saiful Anwar


Malang

Waktu : Jum’at, 15 Desember 2017

Pukul 10.00-10.30 WIB

Sasaran : Anak usia 3-6 tahun (Tahap Usia Pre School)

Media : Boneka

Metode : Bermain bersama

Materi : Terlampir

1.1 Latar Belakang


Kecemasan merupakan salah satu emosi yang sering menimbulkan
stres yang paling banyak dirasakan oleh banyak orang. Kadang-kadang
kecemasan juga disebut dengan ketakutan atau perasaan gugup.
Kecemasan dapat didefinisikan sebagai berikut, perasaan yang timbul
akibat ketakutan, ragu-ragu, gelisah yang dapat menimbulkan
ketegangan fisik yang tinggi. Hal ini ditimbulkan sebagai reaksi atau
sebagai suatu respon dari perasaan akan adanya. Beberapa kasus
kecemasan (5-42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses
fisiologis. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau
keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk
kecemasan sekunder. ( Gunawan, 2011)
Terapi bermain merupakan salah satu terapi yang dapat
menurunkan kecemasan pada anak. Terapi bermain ada dua macam
yaitu : bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif antara lain:
bermain mengamati, drama, fisik. Sedangkan bermain pasif antara
lain: melihat gambar, mendengar musik dan juga mendengarkan
dongeng. Dengan terapi bermain sangat kondusif untuk anak yang
sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya terpenuhi. Ada
pengaruh yang signifikan pada terapi bermain dengan berceritaa
terhadap hospitalisasi. (Kuswara, 2010)

Salah satu manfaat bermain bagi anak adalah untuk meningkatkan


daya kreativitas dan membebaskan anak dari stres. Kreativitas anak
akan berkembang melalui permainan. Ide-ide yang orisinil akan keluar
dari pikiran mereka. Bermain juga dapat membantu anak untuk lepas
dari stres kehidupan sehari-hari. Stres pada anak dapat disebabkan
oleh rutinitas harian selama hospitalisasi yang membosankan.

1.2 Tujuan Umum


Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit, diharapkan
anak merasa lebih senang dan tenang selama mendapatkan perawatan di
Rumah Sakit dan tidak takut dengan tenaga medis sehingga anak merasa
nyaman selama dirawat di rumah sakit.

1.3 Tujuan Khusus

Setelah mendapatkan terapi bermain diharapkan anak:

1. Merasa tenang selama dirawat di Rumah Sakit


2. Merasa senang dan tidak takut terhadap tenaga medis
3. Melaksanakan anjuran dari dokter dan perawat
4. Anak menjadi kooperatif pada perawat dan tindakan keperawatan
5. Kebutuhan bermain anak dapat terpenuhi
6. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
7. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi anak terhadap
permainan
8. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang
tepat
9. Anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi

1.4 Rencana Pelaksanaan Kegiatan

No. Waktu Kegiatan Subjek Terapi


Persiapan:
a. Menyiapkan ruangan a. Ruang 7A
1 5 menit
b. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan b. Alat yang diperlukan
c. Menyiapkan anak dan keluarga c. Anak dan keluarga
Proses:
a. Membuka acara dengan mengucap a. Menjawab salam
salam dan memperkenalkan diri
b. Menjelaskan pada anak dan keluarga b. Memperhatikan
2 20 menit tentang tujuan, manfaat, serta cara
bermain c. Dongen atau bercerita
c. Memulai permainan
d. Mengevaluasi respon anak dan
keluarga
Penutup:
a. Mengevaluasi respon anak dan a. Merespon, menanggapi,
3 5 menit keluarga mendengarkan,
memperhatikan
b. Mengucapkan salam b. Menjawab salam

1.5 Pengorganisasian
Leader : Achmad Mudhofir
Co. Leader : Siti Nafisah
Fasilitator dan Observer : Hafidha Tsalats

1.6 Setting Tempat


Leader Fasilitator

Co Leader Observer
1.7 Tahapan
a. Persiapan pasien
 Keluarga bersedia mengikutsertakan anak dalam bermain
 Anak bersedia terlibat dalam permainan
 Anak siap untuk mendengarkan dongeng
b. Lingkungan
 Lingkungan tempat bermain menunjang
 Perhatian anak dapat terfokus pada dongeng yang diceritakan
c. Media
 Boneka
d. Proses
 Fasilitator memperkenalkan anak-anak yang ikut bermain
 Anak mampu berkonsentrasi saat dongeng di lakukan
 Anak dapat mengembangkan kreativitasnya
 Anak mampu mempertahankan konsentrasi sampai kegiatan selesai
e. Hasil
 Anak mampu bersosialisasi dan berkonsentrasi
 Anak dapat mengetahui cara dan aturan permainan
 Anak tidak cemas dan mengikuti kegiatan sampai selesai

1.8 Evaluasi
 Anak antusias dalam mengikuti acara bermain
 Anak dapat menceritakan apa yang di tanggap dari dongeng
 Anak mengikuti acara bermain sampai selesai
MATERI BERMAIN DONGENG

A. Tahap Perkembangan Pada Usia Pre School


Pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang memasuki masa
prasekolah merupakan tahap dasar yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangananak selanjutnya (Adriana, 2013). Masa pra sekolah
merupakan “ golden age period ” yang merupakan masa perkembangan
seluruh aspek dalam kehidupan manusia baik fisik, kognitif, emosi dan
sosial (Martani, 2012). Menurut PeraturanMenteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 TentangPemantauan Pertumbuhan,
Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh KembangAnak, anak prasekolah
yaitu mereka yang sudah mencapai usia 60 bulan sampai72 bulan. Anak
pra sekolah merupakan anak yang berusia 3-6 tahun yangmemiliki
berbagai macam potensi. Potensi-potensi tersebut akan dirangsang dan
dikembangkan sehingga pribadi anak tersebut dapat berkembang secara
optimal.

 Aspek Bahasa
1. Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Secara Umum

Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam


bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun
non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau symbol. Manusia
berkomunikasi lewat bahasa memerlukan proses yang berkembang dalam
tahap-tahap usianya. Bagaimana manusia bisa menggunakan bahasa
sebagai cara berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik
untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang pemerolehan
bahasa.
Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang
ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima
pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal.
Bahasa digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan
lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan
emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada
simbol verbal.
Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda
gestural, dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi
nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah
ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara.
Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi
verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan
yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang berbeda
beda.

 Tahapan-tahapan Umum Perkembangan Kemampuan Berbahasa


Seorang Anak, Yaitu:
Reflexsive Vocalization
Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeuarkan suara tangisan yang masih
berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin
menangis tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
Babling
Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak
nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan
sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai
dengan keinginan atau perasaan si bayi.
Lalling
Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun
belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan
sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang
diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….”
Echolalia
Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru
suara-suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan
menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta
sesuatu.
True Speech
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18
bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna
seperti orang dewasa.
 Aspek Sosial
Pada tahun ketiga anak sudah hampir mampu berpakaian dan makan
sendiri, rentang perhatian meningkat, mengetahui jenis kelaminnya sendiri,
dalam permainan sering mengikuti aturannya sendiri tetapi anak sudah mulai
berbagi. Tahun keempat anak sudah cenderung mandiri dan keras kepala atau
tidak sabar, agresif secara fisik dan verbal, mendapat kebanggaan dalam
pencapaian, masih mempunyai banyak rasa takut. Pada akhir usia prasekolah
anak sudah jarang memberontak, lebih tenang, mandiri, dapat dipercaya, lebih
bertanggungjawab, mencoba untuk hidup berdasarkan aturan, bersikap lebih
baik, dalam permainan sudah mencoba mengikuti aturan tetapi kadang
curang.
 Aspek Kognitif
Tahun ketiga berada pada fase perseptual, anak cenderung egosentrik
dalam berfikir dan berperilaku, mulai memahami waktu, mengalami
perbaikan konsep tentang ruang, dan mulai dapat memandang konsep dari
perspektif yang berbeda. Tahun keempat anak berada pada fase inisiatif,
memahami waktu lebih baik, menilai sesuatu menurut dimensinya, penilaian
muncul berdasarkan persepsi, egosentris mulai berkurang, kesadaran sosial
lebih tinggi, mereka patuh kepada orang tua karena mempunyai batasan
bukan karena memahami hal benar atau salah. Pada akhir masa prasekolah
anak sudah mampu memandang perspektif orang lain dan mentoleransinya
tetapi belum memahaminya, anak sangat ingin tahu tentang faktual dunia.
.(Andriana, 2013)

B. Pengertian Dongeng/Cerita
Dongeng adalah cerita-cerita fiksi yang diceritakan pendongeng kepada
para pendengar secara lisan yang di dalamnya terdapat pesan moral positif
yang mendidik. Dongeng biasanya didongengkan kepada anak-anak yang
masih kecil, oleh orangtua, kakek, nenek, paman, bibi dan lain sebagainya.
Dongeng bisa disampaikan kepada anak sebelum tidur hingga si anak tertidur
pulas dengan cara bercerita langsung maupun dengan membaca buku
dongeng.
Menyampaikan dongeng yang menarik kepada anak memang
membutuhkan keterampilan khusus. Mulai dari cara menyampaikan cerita,
kontrol volume dan intonasi suara, hingga menirukan suara maupun perilaku
tiap-tiap karakter yang ada dalam cerita perlu diperhatikan. Jika anak bisa
memahami pesan di baliknya dan menikmati dongeng yang kita bawakan,
maka itu tandanya bahwa kita sudah berhasil (Martini, 2012)

C. Manfaat Dongen/Cerita
 Memperkaya kosakata anak.
 Mendengarkan sebuah cerita bisa menstimulasi daya imajinasi dan
berpikir agar si Kecil tumbuh menjadi anak yang kreatif.
 Melatih kemampuan mendengar.
 Melatih daya ingatnya.
 Memperkenalkan anak dengan hal-hal di sekitarnya, seperti gambar,
bentuk, huruf, angka, dan lainnya.
 Makin banyak anak mendengar, maka makin mudah anak untuk berbicara.

D. Hal Yang Diperhatikan Saat Permainan


 Alat permainan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak
 Mendongeng sesuai disesuaikan dengan usia anak
 Jangan memaksa anak bila anak sedang tidak ingin mendengarkan
dongeng atau cerita
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. D. (2013). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
SelembaMedika

Gunawan.2011. Konsep Kecemasan. Jakarta : EGC

Kuswara, 2010. Teori-Teori Kepribadian. Jakarta: Gramedia

Martani, W.(2012). Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini.
Jurnal Psikologi, 39(1), 112-120.
TIGA SEKAWAN

Dahulu kala, hiduplah seekor Ibu Kelinci dengan 3 orang anaknya. Anak yang
sulung sangat malas dan mengabaikan pekerjaannya.Anak yang tengah sangat
rakus, tidak mau bekerja dan kerjanya hanya makan. Anak bungsunya tidak
seperti kakaknya, ia anak yang rajin bekerja. Suatu saat Ibu Babi berkata kepada
anak-anaknya, “Karena kalian sudah dewasa, kalian harus hidup mandiri dan
buatlah rumah masing-masing”. Si bungsu berpikir rumah seperti apa yang akan
didirikannya.

Si sulung tanpa mau bersusah payah membuat rumahnya dari jerami. Si bungsu
berkata, “Kalau rumah jerami nanti akan hancur bila ada angin atau hujan”. “Oh
iya ya! Kalau begitu aku akan membuat rumah dari kayu saja, supaya kuat jika
ada angin”, kata si tengah. Setelah selesai si bungsu kembali berkata, “kalau
rumah kayu walau tahan angin tetapi akan hancur jika dipukul”. Si kakak menjadi
marah, “Kau sendiri lambat membuat rumah dari batu batamu itu, jika hari telah
sore serigala akan datang.” Si bungsu bertekad akan membuat rumah dari batu-
bata yang kuat yang tidak goyah dengan angin atau serangan serigala. Malampun
tiba, pada saat bulan purnama, si bungsu telah selesai. Esok harinya, si bungsu
mengundang kedua kakaknya, lalu mereka pergi ke rumah ibu Kelinci. “Hebat
anak-anakku, mulai sekarang kalian hidup dengan mengolah ladang sendiri”, ujar
Ibu Kelinci. Kedua kakak si bungsu menggerutu. “Tidak ah, cape!,” gerutu
mereka.

Menjelang senja telah tiba, mereka pamit kepada Ibu mereka. Dalam perjalanan,
tiba-tiba seekor serigala membuntuti mereka. “Aku akan memakan kelinci malas
yang tinggal di rumah jerami itu”, kata serigala. Ketika sampai di depan pintu si
sulung ia langsung menendang pintu. “Buka pintu!” teriaknya. Si sulung terkejut
dan cepat-cepat mengunci pintu. Tetapi serigala lebih cerdik. Ia langsung meniup
rumah jerami itu sehingga menjadi hancur.

Si sulung lari ketakutan ke rumah adiknya si Tengah yang terbuat dari kayu.
Walaupun pintu telah dikunci, serigala langsung mendobrak rumah kayu itu
hingga hancur. Serigala mendekat ke arah kedua anak kelinci yang sedang
berpelukan karena ketakutan. Keduanya langsung lari dengan sekuat tenaga
menuju rumah si bungsu. “Cepat kunci pintunya!, nanti kita dimakan”, kata si
sulung.

Si bungsu dengan tenang mengunci pintu. “Tak usah khawatir, rumahku tidak
akan goyah”, kata si bungsu sambil tertawa. Ketika serigala sampai, ia langsung
menendang, mendobrak berkali-kali tetapi malah si serigala yang badannya
kesakitan. Serigala akhirnya menyerah dan kemudian langsung pulang. Sejak saat
itu, ketiga anak kelinci ini hidup bersama, dan sang serigala tidak pernah datang
lagi.

Suatu hari, ketiga anak kelinci pergi ke bukit untuk memetik apel. Tiba-tiba
Serigala itu muncul disana. Anak-anak kelinci langsung naik ke pohon
menyelamatkan diri. Serigala yang tidak dapat memanjat pohon menunggu di
bawah pohon tersebut. Si bungsu berpikir, lalu ia berteriak, “Serigala, kau pasti
lapar. Apakah kau mau apel?”, si bungsu segera melempar sebuah apel. Serigala
yang sudah kelaparan langsung mengejar apel yang menggelinding. “Sekarang
ayo kita lari!”. Akhirnya mereka semua selamat.

Beberapa hari kemudian, si serigala datang ke rumah si bungsu dengan membawa


tangga yang panjang. Serigala memanjat ke cerobong asap. Si bungsu yang
melihat hal itu berteriak, “Cepat nyalakan api di tungku pemanas!”. Si sulung
menyalakan api, si bungsu membawa kuali yang berisi air panas.

Serigala yang ada di cerobong asap, pantatnya kepanasan tak tertahankan. Malang
bagi si serigala, ketika ia ingin melarikan diri, ia terpeleset dan jatuh tepat ke
dalam air yang mendidih. “Waa!”, serigala cepat-cepat lari. Karena seluruh
badannya luka, maka ia menjadi serigala yang telanjang.

Sejak saat itu, ketiga anak-anak babi menjalani hidup dengan baik, dengan
mengelola lading-ladang mereka. Si sulung dan si tengah sekarang menjadi rajin
bekerja seperti si bungsu. Ibu kelinci merasa bahagia melihat anak-anaknya hidup
dengan rukun dan damai.

Tamat.

Anda mungkin juga menyukai