Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA BERMAIN (SAB)

MENYUSUN PUZZLE

DI RUANG ANAK FLAMBOYAN 9

RSUD dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh:

Elfatria Sri Rejeki

071202021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

JL.GEDONG SONGO KEL. CANDI REJO

KEC. UNGARAN BARAT KAB. SEMARANG


SATUAN ACARA BERMAIN

(TERAPI MENYUSUN PUZZLE)

Pokok bahasan : Terapi Bermain Menyusun Puzzle

Sub pokok bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Sakit yang Dirawat di Rumah
Sakit dengan Cara Stimulasi Motorik dan Sosial

Waktu : 20 menit

Hari/tanggal : Rabu, 9 Februari 2022

Tempat : Ruang Flamboyan (Anak)

Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang Flamboyan 9 yang
memenuhi kriteria:
 Anak usia 2 tahun
 Tidak mempunyai keterbatasan fisik
 Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
 Pasien kooperatif

A. Alasan Dilakukan Terapi Bermain


Seorang anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit yang tidak bisa bermain
akan merasa bahwa kebutuhan dalam hidupnya tidak terpenuhi dan hal tersebut dapat
mencetuskan suatu kecemasan dalam dirinya. Maka dari itu, penting untuk tenaga
kesehatan menyediakan sarana bermain untuk anak dan mendampinginya. Beberapa
fungsi bermain di rumah sakit, yaitu :
a. Menyediakan hiburan
b. Membantu anak merasa lebih aman terhadap lingkungan yang asing;
c. Mengurangi stres perpisahan
d. Mendorong interaksi dan mengembangkan sikap yang positif terhadap orang
lain;
e. Memberikan pengalaman terhadap ide yang kreatif
f. Memfasilitasi pencapaian tujuan terapeutik;
g. Menempatkan anak pada posisi yang
h. berperan aktif

Terapi bermain merupakan salah satu intervensi terbaik dalam menangani masalah
kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi. Terapi bermain merupakan cara
pemulihan dengan menggunakan permainan untuk menghadapi ketakutan dan
kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit. Terapi bermain menggunakan
permainan terapeutik yang berfokus pada bermain sebagai mekanisme perkembangan
dan peristiwa yang kritis seperti hospitalisasi. Manfaat dari terapi bermain adalah
menurunkan stres psikologis dan fisiologis yang merupakan tantangan bagi anak
dalam menghadapi pengobatan. Manfaat jangka panjang adalah terapi bermain dapat
membantu perkembangan respon perilaku positif untuk menggambarkan pengalaman
pengobatan (Subardiah I. 2011)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 20 menit agar dapat mencapai tugas
perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan walaupun dalam kondisi
sakit.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi bermain selam 20 menit anak mampu:
a. Bersosialisasi dengan perawat baru
b. Menunjukkan ekspresi nonverbal dengan tertawa, tersenyum dan saling
bercanda.

C. Metode dan Media


1. Metode
a. Bermain bersama
b. Mendengarkan tanggapan anak/tanya jawab
2. Media
a. Puzzle
b. Hadiah

D. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti permainan selama 20 menit anak akan mampu:

1. Melatih koordinasi mata dan tangan

2. Menstimulus perkembangan motorik anak dan kognitifnya.

3. Anak dapat menyusun puzzle

4. Dapat bersosiaisasi dan berkomunikasi dengan lingkungan

5. Menghilangkan / mengurangi perasaan takut dan kecemasan.

6. Menunjang unsur psikologis fisik/ sosial komunikasi

7. Memenuhi kebutuhan aktifitas bermain.

E. Media

Puzzle
F. Kegiatan bermain

No Waktu Terapis Anak


1 5 menit Pembukaan:
1. Mahasiswa membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan
4. Memperkenalkan anak satu Mendengarkan dan saling
persatu dan anak saling berkenalan berkenalan
dengan temannya
5. Kontrak waktu dengan anak Mendengarkan
Mendengarkan
2 15 menit Kegiatan bermain:
1. Mahasiswa menjelaskan cara
bermain Mendengarkan
2. Menanyakan pada anak, anak mau Menjawab pertanyaan
bermain atau tidak
3. Membagikan permainan Menerima permainan
Bermain
4. Menanyakan perasaan anak
Bermain
Mengungkapkan perasaan
3 5 menit Penutup:
1. Mahasiswa menghentikan Selesai bermain
permainan Mengungkapkan perasaan
2. Menanyakan perasaan anak Mendengarkan
3. Menyampaikan hasil permainan Senang
4. Memberikan hadiah pada anak
yang cepat dalam menyusun Senang
puzzle
5. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
6. Mahasiswa menutup acara Mendengarkan
7. Mengucapkan salam Menjawab salam

G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
 Alat-alat yang digunakan lengkap
 Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi Proses
Yang diharapkan:
 Terapi dapat berjalan dengan baik
 Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
 Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
 Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
3. Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
 Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun puzzle
kemudian berhasil
 Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
 Anak merasa senang
 Anak tidak takut lagi dengan perawat
 Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
 Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi bermain
Lampiran materi:

TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZLE DENGAN


KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2013).
Menurut Joyce Engel (2015), yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah
anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:
1. Aspek fisik
2. Aspek motorik
3. Aspek bahasa
4. Aspek kognitif
5. Aspek sosialisasi

Puzzle merupkan salah satu alat bermain yang dapat membantu perkembangan psikososial
pada anak usia prasekolah. Puzzle merupakan alat permainan asosiatif sederhana. Permainan
mengenai terapi bermain menggunakan puzzle untuk mengata kecemasan sendiri telah
dilakukan, dengan hasil terapi bermain puzzle dapat mengatasi kecemasan pada anak yang
dihospitalisasi (Mutiah, 2015). Penelitian oleh Kaluas (2015) juga menyatakan bahwa
bermain puzzle dapat menurunkan kecemasan pada anak. Hal ini karena saat bermain puzzle
anak dituntut untuk sabar dan tekun dalam merangkainya. Lambat laun hal ini akan berakibat
pada mental anak sehingga anak terbiasa bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menghadapi
sesuatu. Bermain puzzle tidak hanya memiliki manfaat untuk mengatasi kecemasan namun
juga membantu untuk perkembangan anak (Pratiwi & Deswita, 2013)

Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu mengembangkan
kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam proses pengembangan
kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien untuk menggunakan kemampuan
bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa dengan proses sosialisasi dengan
orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya.
Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar maka dia sudah siap untuk
meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti bersosialisasi dengan orang
lain seperti mengenalkan diri (Pratiwi & Deswita, 2013)

B. STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN


Stimulasi yang diperlukan anak usia 1-3 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan
permainan yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar
menggambar.
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu
separuh dengan cara membagikan kue.
4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke
tetangga (Suherman, 2013)

C. TES SKRINING PERKEMBANGAN MENURUT DENVER (DDST)


DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau
tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining
yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan
validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara
efektif 85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan
perkembangan (Soetjiningsih, 2013).
Frankenburg dkk (2012) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang
dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/
tingkah laku sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu
aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan
otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan
untuk menggambar, memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk
memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan;
Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh.

D. FAKTOR PENYEBAB KETIDAKMAMPUAN MENYUSUN PUZZEL


Menurut Immanuel, ketidakmampuan melakukan tugas perkembangan
tertentu, seperti bergerak, tumbuh, bicara, ataupun kecakapan motorik tertentu seperti
menyusun, merangkai ataupun memposisikan benda, dapat menghambat
berkembangnya keterampilan berikutnya. Diwaspadai kemungkinan mengalami
keterlambatan.
Faktor penyebabnya yaitu:
1. Karena kurang dirangsang atau kurang latihan
Anak dengan usia 1-3 tahun perlu dilatih rangsangan motorik halus dan kasarnya
dengan memberinya stimulus pendukung. Umumnya, anak usia ini berminat pada
hal-hal yang berhubungan dengan sebab-akibat, sehingga ingin mencoba
memadukan satu benda dengan benda lain.
2. Ada gangguan pada mata
Pandangan yang tidak jelas pada anak membuatnya enggan melakukan kegiatan
yang menggunakan benda-benda kecil. Anda perlu memeriksakannya ke dokter
sebelum hal ini berlangsung lama.
3. Ada gangguan pada saraf atau retardasi mental
Gangguan ini dapat diwaspadai dari kemampuan meraba. Bila Anda mendapati si
kecil Anda mengalami kelainan pada keterampilan meraba, Anda perlu waspada.
Segera bawa ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan. (Immanuel, R. (2016).

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN


Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kegagalan
berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:
1. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)
2. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid, kekurangan
hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
3. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam
pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan
4. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan
mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh
5. Anemia atau penyakit darah lainnya
6. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau
hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi

Menurut Soetjiningsih secara umum terdapat dua faktor yang


mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor
lingkungan (ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai
hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal
dan patologis, jenis kelamin, suku bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di
negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang
sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor
genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang
anak yang optimal. (Soetjiningsih,2013)

F. DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP ANAK.


1. Separation ansiety
2. Tergantung pada orang tua
3. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
4. Tahap putus asa: berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,
menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
5. Tahap menolak: Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan
dengan orang lain dan menyukai lingkungan (Alimul, A.A. (2013).

G. MANFAAT TERAPI BERMAIN


1. Terapi bermain menyusun balok dapat merangsang keterampilan proses berfikir
dan motorik anak
2. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
3. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak
4. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada
anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih tegang dan nyeri
5. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif. (Immanuel, R. (2016))
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A.A. (2013). Pengantar ilmukeperawatan anak I. Jakarta: Salemba Medika.

Immanuel, R. (2016). Permainan Edukatif dalam Perkembangan Logic-Smart Anak. Terdapat


pada: http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01fd/325abfcd.dir/
doc.pdf. Diakses pada 25 Desember 2013.

Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 2013. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku,
Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna .

Setiawan dkk. (2014). Keperawatan anak & tumbuh kembang (pengkajian dan pengukuran).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Soetjiningsih. (2012). Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.

Veltman M,W Browne K.D. 2014. An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing from
Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.

Whaley L.F, Wong D.L. 2013. Nursing Care of infants and children in-ed. St Louis : Mosby
year book

Anda mungkin juga menyukai