Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN TERAPI BERMAIN

PUZZLE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK SEBAGAI


DAMPAK HOSPITALISASI

Disusun Oleh :

Dulfitri NIM : 19316038


Erna Sulandari NIM : 19316045
Rani Septia NIM : 19316099
Rima Septiani NIM : 19316108

Pembimbing Akademik :
Ns. Ria Setia Sari, S.Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI

TANGERANG – BANTEN

TAHUN 2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN TERAPI BERMAIN
PUZZLE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK SEBAGAI
DAMPAK HOSPITALISASI

Pokok Bahasan : Terapi bermain Puzzle


Sub Pokok Bahasan : Terapi bermain terhadap tingkat kecemasan
Waktu : 45 Menit Jam 10.00 WIB
Hari/Tanggal : Rabu, 12 Januari 2020
Tempat : RSUD Kabupaten Tangerang
Sasaran : Anak usia 4-12 tahun
Pelaksana : - Dulfitri
- Erna Sulandari
- Rani Septia
- Rima Septiani

A. Latar Belakang
Seorang anak yang sakit mengharuskan anak untuk dirawat di RS
akan membuat anak dan orang tua hanya dihadaplam pada masalah
kesehatan fisik anak saja tetapi juga psikologis karena baik anak maupun
orang tua juga harus beradaptasi dengan lingkungan yang asing (Agustina
& Puspita, 2010). Hospitalisasi dapat menimbulkan reaksi pada anak yang
dapat berdampak pada perawatan anak dirumah sakit, yaitu reaksi dalam
bentuk kecemasan ringan sampai dengan berat yang akan mempengaruhi
proses penyembuhan anak selama perawatan di rumah sakit (Marni, dkk.
2018).
Kecemasan yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, hal tersebut
dapat berdampak buruk pada proses pemulihan kesehatan anak.
Penatalaksaan untuk mengurangi kecemasan pada anak yang menjalani
perawatan di rumah sakait sangat diperlukan, dengan cara memberi
kesempatan pada anak untuk bermain, melibatkan orangtua, memberikan
informasi, dan mendorong partisipasi orangtua. (Kurdaningsih, 2016).
Bermain merupakan kebutuhan yang muncul secara alamiah dalam
diri pada setiap individu. Permainan merupakan suatu aktivitas yang
bertujuan memperoleh keterampilan tertentu dengan cara membahagiakan
seseorang. (Mujib, Rahmawati, 2015).
Bermain pada anak dapat memperoleh pembatasan dan memahami
kehidupan karena dalam bermain anak merasakan kesenangan, bermain
juga merupakan kegiatan yang membiarkan kesenangan kepada individu.
(Saripudin dan Faujiah, 2018).
Bermain merupakan bahasa dan keinginan dalam mengungkapkan
konflik dari anak yang tidak disadarinya serta dialami dengan kesenangan
yang diekspresikan melalui bio-psiko-sosio yang berhubungan dengan
lingkungan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain selama 45 menit dapat menurunkan
tingkat kecemasan pada anak usia 4-12 tahun

2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan terapi bermain selama 30 menit anak mampu :
a. Dapat bersosialisasi dengan perawat
b. Menunjukan ekspresi non verbal seperti tersenyum, tertawa, dan
saling bercanda.

C. Metode dan Media


1. Metode
a. Bermain bersama
b. Mendegarkan tanggapan anak/tanya jawab
2. Media
a. Puzzle
b. Jam tangan
c. Hadiah

D. Kegiatan
1. Pengorganisasian
a. Leader : Dulfitri
b. Co leader : Rima Septiani
c. Moderator : Rani Septia
d. Fasilitator : Dulfitri
Erna Sulandari
Rani Septia
e. Observer : Erna Sulandari
Rani Septia
Dokumentasi : Rima Septiani

2. Setting tempat

Keterangan :

: Leader : Anak

: Co leader : Orangtua
: Fasilitator : Moderator

: Observer

3. Kegiatan Bermain

No. Waktu Kegiatan Kegiatan Anak


1. 5 menit Pembukaan :
1. Leader membuka dan Menjawab
mengucapkan salam salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Kontrak waktu dengan Mendengarkan
anak
2. 35 menit Kegiatan :
1. Leader menjelaskan Mendengarkan
cara bermain
2. Pempimpin permainan Menerima
membagikan permainan
permainan bermain
3. Leader, co leader, dan
fasilitator memotivasi Memperhatikan
anak
4. Observer Bermain
mengobservasi selama
permaianan
5. Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan

3. 5 menit Penutup :
1. Pempimpin permaian Mengakhiri
menghentikan bermain
permainan puzzle
2. Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
3. Memberikan hadiah
pada anak uang cepat Senang
dalam menyusun
puzzle
4. Membagikan hadiah Senang
pada semua anak yang
bermain
5. Mengevaluasi Mengungkapkan
permainan perasaan

6. Menutup acara dan Mendengarkan


mengucapkan salam dan menjawab
salam

E. Evaluasi

1. Evaluasi struktur

Yang diharapkan :

- Alat-alat yang digunakan lengkap


- Rencana kegiatan dipersiapkan 2 hari sebelumnya kegiatan dan
informasi ke Kepala Ruangan dan perawat yang berjaga.
- Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi Proses

Yang diharapkan :

- Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik


- Terapi dapat dilaksanakan dengan baik
- Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
- Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
dengan tugansya.
3. Evaluasi Hasil
Yang diharapkan :
- Tingkat kecemasan anak menurun dengan menyusun terapi
bermain puzzle
- Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
- Anak merasa senang dan tidak takut
- Orangtua dapat mendampingi kegiatan anak sampai akhir
- Orangtua mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah
diberikan terapi bermain
Lampiran Materi

TERAPI BERMAIN
PUZZLE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK SEBAGAI
DAMPAK HOSPITALISASI

Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien


anak yang sedang mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami
seperti menangis, dan takut pada orang baru. Banyaknya stressor yang dialami
anak ketika menjalani hospitalisasi menimbulkan dampak negatif yang
mengganggu perkembangan anak. Lingkungan rumah sakit dapat merupakan
penyebab stress dan kecemasan pada anak (Marni, 2018).
Kecemasan terbesar pada anak selama menjalani hospitalisasi yaitu
kecemasan terjadinya perlukaan pada daerah sekitar tubuhnya. Semua prosedur
atau tindakan keperawatan baik yang menimbulkan nyeri maupun tidak akan
menyebabkan kecemasan pada anak prasekolah. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan pemahaman anak mengenai tubuh (Alini, 2017).
Kecemasan yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, hal tersebut
dapat berdampak buruk pada proses pemulihan kesehatan anak. Penatalaksaan
untuk mengurangi kecemasan pada anak yang menjalani perawatan di rumah
sakait sangat diperlukan, dengan cara memberi kesempatan pada anak untuk
bermain, melibatkan orangtua, memberikan informasi, dan mendorong
partisipasi orangtua. (Kurdaningsih, 2016)
Menurut (Yulia Devi Putri, 2018) hospitalisasi yaitu suatu keadaan krisis
pada anak, saat anak sakit dan dirawat dirumah sakit. Kejadian ini terjadi
disebabkan karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik bagi anak maupun orangtua atau keluarga
Bermain merupakan kebutuhan yang muncul secara alamiah dalam diri
pada setiap individu. Permainan merupakan suatu aktivitas yang bertujuan
memperoleh keterampilan tertentu dengan cara membahagiakan seseorang.
(Mujib, Rahmawati, 2015)
Bermain pada anak dapat memperoleh pembatasan dan memahami
kehidupan karena dalam bermain anak merasakan kesenangan, bermain juga
merupakan kegiatan yang membiarkan kesenangan kepada individu. (Saripudin
dan Faujiah, 2018)
Bermain merupakan bahasa dan keinginan dalam mengungkapkan konflik
dari anak yang tidak disadarinya serta dialami dengan kesenangan yang
diekspresikan melalui bio-psiko-sosio yang berhubungan dengan lingkungan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Terapi bermain diharapkan mampu menghilangkan batasan, hambatan
dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan
mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang
diharapkan dan anak yang sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan
mudah diajak kerjasama selama masa perawatan (Mulyaman 2006 dalam
Yusuf dkk, 2013). Bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-
anak untuk dapat mengembangkan potensi kreativitas dari anak-anak itu
sendiri. Terapi bermain membantu pelepasan stress dan cemas yang sedang
dirasakan anak dikarenakan bermain memiliki manfaat sebagai sarana pengalih
perhatian (distraksi) yang mengakibatkan anak menjadi rileks. Hal ini
menyebabkan anak yang awalnya mengalami kecemasan menjadi tidak cemas
lagi. (Yusuf, 2013).
Puzzle merupakan permainan yang dapat memfasilitasi permainan
asosiatif dimana pada usia ini anak senang bermain dengan anak lain sehingga
puzzle dapat dijadikan sarana bermain anak sambil bersosialisasi. Saat anak
bermain, maka perhatian anak akan teralihkan dari kecemasan yang sedang
dirasakannya. Penggunaan metode bermain dengan menggunakan puzzle
disamping manfaatnya yang banyak, juga dapat memberikan kesenangan
kepada anak saat memainkannya sehingga kecemasan yang dirasakan oleh
anak dapat menurun. Bermain puzzle juga bermanfaat untuk membantu
meningkatkan keterampilan motorik halus pada anak. Puzzle juga dapat
membantu perkembangan mental dan kreativitas pada anak usia prasekolah.
Pemilihan puzzle sebagai terapi bermain juga dikarenakan bermain puzzle tidak
memerlukan tenaga yang berlebihan sehingga anak tidak akan capek.
(Rahmayati, 2017)
Anak merasa senang setelah melakukan terapi bermain puzzle sehingga
anak merasa nyaman berada di lingkungan rumah sakit. Pelaksanaan terapi
bermain puzzle dilaksanakan secara bersama-sama dengan anak lain agar
ketika anak mulai tidak tertarik untuk melanjutkan bermain puzzle, anak akan
merasa tertantang ketika melihat anak di sebelahnya hampir selesai menyusun
puzzle. Hal tersebut dibuktikan ketika anak lain tersebut hampir selesai
menyusun potongan puzzle, anak akan kembali bersemangat untuk melanjutkan
menyusun puzzle miliknya. (Rahmayati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Alini. (2017). Pengaruh Terapi Bermain Plastisin (Playdoght) Terhadap


Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Mengalami
Hospitalisasi di Ruang Perawatan Anak RSUD Bangkinang Tahun 2017.
Jurnal Keperawatan , 1-10.
Kurdaningsih, S. V. (2016). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Tingkat
Kecemasan Anak Yang Menjalani Hospitalisasi Di Ruang Madinah
Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Jurnal Keperawatan. 274-
278

Marni, R. A. (2018). Pengaruh terapi Bermain Mewarnai Terhadap Penurunan


Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal Keperawatan, 24-29

Winda Fitriani, (2017). Terapi Bermain Puzzle Terhadap Penurunan Tingkat


Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani
Kemoterapi Di Ruang Hematologi Onkologi Anak. Jurnal Keperawatan

Yulia Devi Putri, R. Y. (2018). Pengaruh Terapi Mewarnai Gambar Terhadap


Kecemasan Anak Prasekolah Akibat Hospitalisasi. Jurnal Keperawatan ,
31-36.
LEMBAR OBSERVASI KECEMASAN ANAK DI RUANG ANYELIR
ATAS RSUD KABUPATEN TANGERANG

(Pre Test / Sebelum Terapi Bermain Puzzle)

No Responden :

Inisial :

NO REAKSI YANG MUNCUL RESPON ANAK

YA TIDAK

A. Pada saat perawat masuk ke ruangan tempat


anak dirawat, reaksi anak :

1. Anak berhenti bermain/makan/minum, ekspresi


wajah anak tegang.

2. Anak segera mendekati orangtuanya.

3. Anak memegangi orangtuanya atau saudara yang


ada di dekatnya.

4. Anak menghisap ibu jari tangannya dan meremas-


remas tangannya.

B. Ketika perawat mendekati anak, reaksi anak :

5. Anak memegangi lengan atau tangan orangtua


serta merapatkan tubuhnya.

6. Anak ekspresi wajahnya tegang/mulai menangis


dan menggeser tubuhnya menjauhi perawat.

7. Anak segera membelakangi perawat/menyelimuti


tubuh atau mukanya/berpura-pura tidur.

8. Anak mengajak orangtuanya untuk pulang atau


pergi.
9. Anak minta digendong orangtuanya dan tidak mau
di tinggal sendiri.

C. Ketika perawat membawa alat-alat


pemeriksaan dan mendekati anak reaksi anak :

10. Anak menangis

11. Anak memegangi orangtuanya atau merapatkan


diri dengan orangtuanya.

12. Anak tidak menyapa perawat dan tidak


menanyakan alat apa yang dibawa oleh perawat.

13. Anak tidak menerima perawat dengan ramah dan


tidak menanyakan prosedur apa yang akan
dilakukan oleh perawat.

14. Anak bersikap wajar tetapi tetap pada aktifitasnya.

D. Perilaku anak pada saat perawat melakukan


tindakan keperawatan.

15. Anak meronta-ronta.

16. Anak menendang-nendang kakinya.

17. Anak menangis dan menjerit-jerit

18. Anak menepiskan tangan perawat yang


memegangnya.

19. Anak menekukkan tangan, kaki, serta anggota


tubuh lainnya yang akan dilakukan pemeriksaan.

20. Anak menangis pada saat dilakukan pemeriksaan.

21. Anak menanyakan pada perawat tentang tindakan


yang akan dilakukan sakit atau tidak.

22. Anak mempersilahkan perawat melakukan


tindakan terhadapnya.

E. Pada saat perawat mendekati anak untuk


memberikan obat, reaksi anak :

23. Anak diam/hanya menatap/menangis.

24. Anak menolak untuk memberikan tangannya.

F. Saat perawat mengajak anak bercakap-cakap,


reaksi anak :

25. Anak diam tidak mengeluarkan sepatah katapun.

26. Anak hanya menatap perawat dengan ekspresi


wajah tegang.

27. Anak berkata pelan, yang diucapkan sedikit dan


menghindari kontak mata.

28. Suara anak bergetar, tidak jelas, serta bibirnya


gemetar.

29. Anak tidak merespon, anak asyik menggigit kuku


tangannya.

30. Anak menolak mengikuti instruksi dokter,


perawat, dan petugas kesehatan lainnya.

JUMLAH TOTAL

Tangerang, 2020

Observer

( )
LEMBAR OBSERVASI KECEMASAN ANAK DI RUANG ANYELIR
ATAS RSUD KABUPATEN TANGERANG

(Post Test / Setelah Terapi Bermain Puzzle)

No Responden :

Inisial :

NO REAKSI YANG MUNCUL RESPON ANAK

YA TIDAK

A. Pada saat perawat masuk ke ruangan tempat


anak dirawat, reaksi anak :

1. Anak berhenti bermain/makan/minum, ekspresi


wajah anak tegang.
2. Anak segera mendekati orangtuanya.

3. Anak memegangi orangtuanya atau saudara yang


ada di dekatnya.

4. Anak menghisap ibu jari tangannya dan meremas-


remas tangannya.

B. Ketika perawat mendekati anak, reaksi anak :

5. Anak memegangi lengan atau tangan orangtua


serta merapatkan tubuhnya.

6. Anak ekspresi wajahnya tegang/mulai menangis


dan menggeser tubuhnya menjauhi perawat.

7. Anak segera membelakangi perawat/menyelimuti


tubuh atau mukanya/berpura-pura tidur.

8. Anak mengajak orangtuanya untuk pulang atau


pergi.

9. Anak minta digendong orangtuanya dan tidak mau


di tinggal sendiri.

C. Ketika perawat membawa alat-alat


pemeriksaan dan mendekati anak reaksi anak :

10. Anak menangis

11. Anak memegangi orangtuanya atau merapatkan


diri dengan orangtuanya.

12. Anak tidak menyapa perawat dan tidak


menanyakan alat apa yang dibawa oleh perawat.

13. Anak tidak menerima perawat dengan ramah dan


tidak menanyakan prosedur apa yang akan
dilakukan oleh perawat.

14. Anak bersikap wajar tetapi tetap pada aktifitasnya.

D. Perilaku anak pada saat perawat melakukan


tindakan keperawatan.

15. Anak meronta-ronta.

16. Anak menendang-nendang kakinya.

17. Anak menangis dan menjerit-jerit

18. Anak menepiskan tangan perawat yang


memegangnya.

19. Anak menekukkan tangan, kaki, serta anggota


tubuh lainnya yang akan dilakukan pemeriksaan.

20. Anak menangis pada saat dilakukan pemeriksaan.

21. Anak menanyakan pada perawat tentang tindakan


yang akan dilakukan sakit atau tidak.

22. Anak mempersilahkan perawat melakukan


tindakan terhadapnya.

E. Pada saat perawat mendekati anak untuk


memberikan obat, reaksi anak :

23. Anak diam/hanya menatap/menangis.

24. Anak menolak untuk memberikan tangannya.

F. Saat perawat mengajak anak bercakap-cakap,


reaksi anak :

25. Anak diam tidak mengeluarkan sepatah katapun.

26. Anak hanya menatap perawat dengan ekspresi


wajah tegang.

27. Anak berkata pelan, yang diucapkan sedikit dan


menghindari kontak mata.

28. Suara anak bergetar, tidak jelas, serta bibirnya


gemetar.

29. Anak tidak merespon, anak asyik menggigit kuku


tangannya.

30. Anak menolak mengikuti instruksi dokter,


perawat, dan petugas kesehatan lainnya.

JUMLAH TOTAL

Tangerang, 2020

Observer

( )

Anda mungkin juga menyukai