Anda di halaman 1dari 15

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK BERMAIN MENYUSUN PUZZLE

DI RUANG PAEDIATRIC/SURGICAL RUMAH SAKIT PREMIER


SURABAYA

DISUSUN OLEH:
Kelompok B1 (Gerbong 1)

PRODI STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TA.2020
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK BERMAIN MENYUSUN PUZZLE
DI RUANG PAEDIATRIC/SURGICAL RUMAH SAKIT PREMIER
SURABAYA

DISUSUN OLEH:
1. Mia Iscahyaningsih 1930052
2. Nova Novidawati S 1930060
3. Novelda Febriyanti 1930062
4. Peny Indrawati 1930068

PRODI STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TA.2020
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun Oleh:
1. Mia Iscahyaningsih 1930052
2. Nova Novidawati S 1930060
3. Novelda Febriyanti 1930062
4. Peny Indrawati 1930068

Judul: Terapi Aktifitas Kelompok Bermain Menyusun Puzzle Di


Ruang Paediatric/Surgical Rumah Sakit Premier
Surabaya.

Telah disetujui untuk dilakukan penyuluhan di Ruang Paediatric/Surgical Rumah


Sakit Premier Surabaya pada hari _____,____ __________ ________

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Dwi Ernawati, S.Kep., Ns., M.Kep Muji Rinawati, S.Kep., Ns


TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK BERMAIN MENYUSUN PUZZLE
DI RUANG PAEDIATRIC/SURGICAL RUMAH SAKIT PREMIER
SURABAYA

Pokok Bahasan : Terapi Aktifitas Bermain Menyusun Puzzle


Sasaran : Anak yang menjalani perawatan di ruang Paediatric
sebanyak 5 orang yang didampingi keluarga dengan
Kriteria
a. Anak usia 3 – 5 tahun
b. Tidak mempunyai keterbatasan fisik
c. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
d. Pasien kooperatif
Waktu : 30 menit
Tempat : Ruang Paediatric Rumah Sakit Premier Surabaya
Hari/Tanggal : Senin, 16 Maret – Jumat 20 Maret 2020

1. PENDAHULUAN
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah,
lingkungan permainan dan teman sepermainannya. Anak usia prasekolah tersebut
menunjukkan reaksi terhadap perpisahan yaitu dengan menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan anak di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya
(Aprina, et al, 2019).
Berdasarkan penelitian Huda & Hadi (2014) diketahui bahwa angka
kesakitan anak di Indonesia pada daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-2
tahun sebesar 25,8%, usia 3-6 tahun sebanyak 14,91%, usia 7-11 tahun sekitar
9.1%, usia 12-18 tahun sebesar 8,13%. angka kesakitan anak usia 0-18 tahun
apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44%. Anak yang
mendapatkan perawatan di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan
psikologisnya (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak
sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Kehilangan di rumah sakit sering kali di
persepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu bersalah,
atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan
dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini berakibat munculnya reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua
(Aprina, et al, 2019).
Tingkat kecemasan anak usia pra sekolah yang di rawat inap di rumah sakit masuk
dalam kategori tinggi, bahkan ada yang sangat tinggi. Tingkat kecemasan ini harus segera
mendapat penanganan agar anak tidak merasa stres berada di rumah sakit. Sebab pikiran
yang stres akan menyebabkan anak akan lama pulih dari pengobatan yang sedang
dijalani. Oleh karena itu bentuk terapi agar anak merasa nyaman di rumah sakit dapat
dilakukan melalui terapi bermain. Terapi bermain merupakan terapi pada anak yang
menjalani hospitalisasi. Permainan anak akan membuat anak terlepas dari ketegangan dan
stres yang dialaminya, dengan melakukan permainan anak akan mengalihkan rasa
sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangan melakukan permainan
(Supartini, 2012). Jenis permainan anak yang tepat dilakukan salah satunya ialah
cooperative play, dimana jenis permainan ini sering dipilih oleh anak. Dalam cooperative
play, salah satu yang diterapkan adalah dengan puzzle. Menurut Adenan (2008) dalam
Mira (2013), dinyatakan bahwa puzzle dan games adalah materi untuk memotivasi diri
secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat.
2. ANALISIS SITUASI
a. Peserta Penyuluhan
Anak yang menjalani perawatan di ruang Paediatric sebanyak 4 orang
yang didampingi keluarga dengan Kriteria
a) Anak usia 3 – 5 tahun
b) Tidak mempunyai keterbatasan fisik
c) Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
d) Pasien kooperatif
b. Sarana Penunjang
Ruangan Paediatric RS. Premier Surabaya
3. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit diharapkan anak
dapat mengekspresikan perasaannya, menurunkan kecemasannya dan merasa
tenang selama perawatan di rumah sakit.

4. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah dilakukan terapi bermain selama 30 menit anak mampu:
a. Bisa merasa tenang selama dirawat
b. Anak merasa tenang dan tidak takut lagi dengan dokter dan perawat
c. Anak mau melakukan anjuran dokter dan perawat
d. Gerakan motoric pada anak lebih terarah
e. Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang
dirawat di ruang yang sama
f. Melatih sosial dan emosi anak
5. METODE DAN MEDIA
1) Metode
a. Bermain bersama
b. Mendengarkan tanggapan anak/tanya jawab
2) Media
a. Puzzle
b. Hadiah
6. KEGIATAN
1. Pengorganisasian
a. Leader : Nova Novidawati
b. Co leader : Novelda Febriyanti
c. Fasilitator : Mia Iscahyaningsih
d. Observer : Peny Indrawati
2. Pembagian tugas :
1) Peran Leader
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b. Memimpin jalannya terapi bermain dari awal hingga berakhirnya
terapi
c. Membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
2) Co Leader
a. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
b. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
c. Membantu memimpin jalannya kegiatan
d. Menggantikan leader jika terhalang tugas
3) Fasilitator
a. Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang
akan dilakukan
b. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
c. Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar
dapat kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.
d. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan
e. Membimbing kelompok selama permainan
4) Observer
a. Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
b. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok
3. Aturan Bermain:
a. Anak diajak bermain di ruangan masing-masing
b. Masing-masing anak berespon terhadap benda/permainan yang ada di
hadapannya
c. Anak mampu menyusun puzzle sesuai dengan gambar
d. Anak tidak boleh berebut selama permainan berlangsung
e. Masing-masing anak akan mendapatkan alat permainan yang sama
4. Setting tempat (gambar/denah ruangan)

Keterangan:
: Leader
: Co leader
: Peserta
: Fasilitator
: Observer
: Orang tua
5. Kegiatan bermain
No Waktu Terapis Anak
1 5 menit Pembukaan:
1. Co leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan Mendengarkan
pembimbing Mendengarkan dan
4. Memperkenalkan anak satu saling berkenalan
persatu dan anak saling
berkenalan dengan Mendengarkan
temannya Mendengarkan
5. Kontrak waktu dengan
anak
6. Mempersilahkan leader
2 20 Kegiatan bermain:
menit 1. Leader menjelaskan cara Mendengarkan
bermain Menjawab pertanyaan
2. Menanyakan pada anak,
anak mau bermain atau Menerima permainan
tidak Bermain
3. Membagikan permainan
4. Leader, co leader, dan
fasilitator memotivasi Bermain
anak
5. Observer mengobservasi
anak
6. Menanyakan perasaan
anak
Mengungkapkan
perasaan
3 5 menit Penutup:
1. Leader menghentikan Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
3. Menyampaikan hasil Mendengarkan
permainan
4. Memberikan hadiah pada Senang
anak yang cepat dalam
menyusun puzzle
5. Membagikan hadiah pada Senang
semua anak yang bermain
6. Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
7. Co leader menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam

7. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
a. Pre Planning sudah disiapkan dan dikonsulkan 2 hari sebelum
kegiatan dilaksanakan
b. Alat/media lengkap dan siap digunakan
c. Tempat/waktu sesuai jadwal
2. Evaluasi Proses
Yang diharapkan:
a. Kegiatan terapi bermain yang dilaksanakan diharapkan dapat
berjalan lancar
b. Pada saat terapi bermain diharapkan terjadi interaksi antara
mahasiswa dan sasaran
c. Pasien diharapkan dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
a. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun
puzzle kemudian berhasil
b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
c. Anak mampu mengikuti terapi bermain dengan perasaan senang dan
bahagia
d. Anak tidak takut lagi dengan perawat
e. Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
f. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi
bermain
MATERI TERAPI AKTIFITAS BERMAIN MENYUSUN PUZZLE PADA
ANAK YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUMAH SAKIT

1. TERAPI BERMAIN
A. Definisi Terapi Bermain
Terapi merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar
terhadap suatu kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang, dengan
tujuan melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud bisa berarti
menghilangkan, mengurangi, meningkatkan, atau memodifikasi suatu kondisi
atau tingkah laku tertentu. Secara umum terdapat dua macam terapi. Pertama,
terapi jangka pendek untuk masalah ringan, yang dapat diselesaikan dengan
member dukungan, memberi ide, menghibur atau membujuk anak. kedua,
terapi jangka panjang untuk masalah yang membutuhkan keteraturan dan
kontinuitas demi perubahan tingkah laku anak (Adriana, 2011).
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah
satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering
disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan
rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam
menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain
tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2014).
Terapi bermain merupakan usaha mengubah tingkah laku bermasalah,
dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Biasanya ada ruangan
khusus yang telah diatur sedemikian rupa sehingga anak bisa merasa lebih
santai dan dapat mengekspresikan segala perasaaan dengan bebas. Dengan cara
ini dapat diketahui permasalahn anak dan bagaimana mengatsinya (Adriana,
2011).
B. Tujuan Terapi Bermain
Tujuan bermain pada anak usia prasekolah menurut Adriana (2011) adalah
sebagai berikut: Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan,
mengembangkan kemampuan berbahasa, mengembangkan pengertian tentang
berhitung (menambah dan mengurangi), merangsang daya imajinasi dengan
berbagai cara bermain pura-pura (sandiwara), membedakan benda-benda
dengan perabaan, menumbuhkan sportivitas, mengembangkan kepercayaan
diri, mengembangkan kreativitas, mengembangkan koordinasi motorik
(melompat, memanjat, lari dan lain-lain), mengembangkan kemampuan
mengontrol emosi, motorik halus dan kasar, memperkenalkan pengertian yang
bersifat ilmu pengetahuan misalnya pengertian terapung dan tenggelam,
memperkenalkan suasana kompetisi, gotong royong.
C. Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Menurut Adriana (2011), fungsi bermain di rumah sakit adalah sebagai
berikut:
1) Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
asing.
2) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
emosi.
3) Membantu mengurangi cemas terhadap perpisahan
4) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-bagian tubuh,
fungsinya dan penyakit.
5) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan serta prosedur medis.
6) Memberi peralihan (distraksi) dan relaksasi.
7) Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan yang asing
8) Memberi cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengeksplorasi
perasaan.
9) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang
positif terhadap orang lain.

2. KONSEP PUZZLE
Puzzle merupakan salah satu jenis permainan yang biasanya menggunakan
potongan (piece), dan pemain diminta memindahkan potongan (piece) secara
bebas. Umumnya puzzle memiliki potongan (piece) denganbentuk yang kompleks
sehingga selama kita berusaha mencocokan gambar, kita juga harus mencocokan
bentuk sambungannnya (Kartinawati, 2011)
Ada beberapajenis puzzle, antara lain:
a. Logic Puzzle
Logic Puzzle adalah puzzle yang menggunakan logika. Gambar berikut adalah
contoh dari logic puzzle berupa grid puzzle.
b. Jigsaw Puzzle
Jigsaw Puzzle adalah puzzle dengan menyusun kepingan-kepingan. Disebut
dengan Jigsaw puzzle karena alat untuk memotong menjadi keeping disebut
dengan jigsaw.
c. Mechanical Puzzle
Mechanical Puzzle adalah puzzle yang kepinganya saling berhubungan.
Contoh puzzle pada mechanical puzzle adalah Soma Cube dan Chinese wood
knots.
d. Combination Puzzle
Combination puzzle adalah puzzle yang dapat diselesaikan melalui beberapa
kombinasi yang berbeda. Rubik's Cube dan Hanoi Tower adalah contoh
Combination Puzzle.
Manfaat Permainan Puzzle (Wong, 2014):
a. Meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak belajar berkonsentrasi.
Saat bermain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya untuk
mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk
menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut.
b. Melatih koordinasi tangan dan mata.
Anak dapat melatih koordinasi tangan dan mata untuk mencocokkan
kepingan-kepingan puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.
c. Meningkatkan Keterampilan Kognitif.
Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk
belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik
bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar
dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle anak akan mencoba
memecahkan masalah yaitu menyusun gambar.
d. Belajar bersosialisasi.
Dua anak yang bermain bersama-sama tentunya butuh diskusi untuk
merancang kepingan-kepingan gambar dari puzzle tersebut. Anak yang lebih
besar akan merasa senang jika dapat membantu anak yang lebih kecil,
sebaliknya pun begitu, sehingga akan tercipta suasana yang nyaman dan
terciptanya interaksi ketika bermain.
e. Melatih kesabaran
Dengan bermain puzzle anak bias belaja melatih kesabarannya dalam
menyelesaikan suatu tantangan.
f. Melatih daya ingat
Bermain puzzle akan melatih daya ingat anak tentang bentuk dan warna
puzzle yang akan disusun. Anak akan mengingat gambar yang dilihat sebelum
menyusunnya.
g. Melatih nalar
Puzzle dalam bentuk manusia akan melatih nalar mereka. Anak akan
menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, kaki dan lain-lain sesuai dengan
logika. Jika sudah menaruh bagian hidung berarti mulut ada di bagian
bawahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta.
Salemba Medika.

Aprina. Ardiyansa, N. Sunarsih. 2019. Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia 3-
6 Tahun Terhadap Kecemasan Pra Operasi. Jurnal Kesehatan. Vol 10, No
2. Politeknik Kesehatan Tanjung Karang.

Huda, M & Hadi, N. 2014. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Respon


Kecemasan Anak Usia Prasekolah dalam Menjalani Hospitalisasi di ruang
Seruni Rumah Sakit Umum Daerah Jombang. Jurnal Metabolisme, 3(1).

Kartinawati. 2011. Pengaruh Terapi Bermain dalam Menurunkan Kecemasan


Pada Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun) yang Mengalami Hospitalisasi di
RSUD Tugorejo Semarang. Semarang: Jurnal Keperawatan.

Kementrian kesehatan Republik Indonesia. 2017. Survey Kesehatan Nasional.


(http://www.litbang.depkes.go.id/surkesnas. Diakses tanggal 15 Maret
2020).

Mira. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta:EGC.

Supartini, Y. 2012. Buku Ajar Konsep Keperawatan Anak. Jakarta:EGC

Wong, D., L. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa: Agus
Sutarna, Neti, Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Egi
Komara Yudha., et al. Edisi 6. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai