Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


STIMULASI PERSEPSI : MENGATASI DEFISIT PERAWATAN DIRI
SESI II : BERDANDAN
DI RUANG SEJAHTERA RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners
Kelompok:
Ahmad Asroful Anam, S.Kep 131723143037
Maria Wahyu M. P., S.Kep 131723143033
Muhamad Tarmizi, S.Kep 1317231430
Yumiati Tuwa Ringu, S.Kep 1317231430

PROGRAM S1 PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat
fisik, mental, dan sosial, bukan keadaan semata- mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan. Devinisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang
positif, bukan sekadar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan
emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan
efektif, dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri. Tidak ada satupun devinisi universal kesehatan jiwa, tetapi kita dapat
menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari perilakunya. Karena perilaku seseorang dapat
di lihat atau ditafsirkan berbeda oleh orang lain, yang bergantung pada nilai dan keyakinan,
maka penentuan definisi kesehatan jiwa menjadi sulit (Sheila, 2008).
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang
terlihat dari hubungan interpersonal, yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kesetabilan emosional (Sheila, 2008).
Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres atau
disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai
peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan (Sheila, 2008)
Keperawatan jiwa mempelajari berbagai macam kasus yang berhubungan dengan
gangguan jiwa sesorang. Salah satunya adalah Defisit Perawatan Diri (Personal Hygiene).
Kurang perawatan diri pada klien dengan gangguan jiwa merupakan : Suatu keadaan dimana
seseorang mengalami kerusakan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
(kegiatan hidup sendiri). Defisit Perawatan Diri merupakan akibat dari ketidak mampuan
seseorang dalam perawatan dirinya karena lupa akan caranya maupun ketidak tahuan dalam
perawatan diri. Kurang perawatan diri tampak dari ketidak mampuan merawat kebersihan
diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting secara mandiri.
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidak mampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri,berhias secara mandiri,dan toileting, buang air besar/buang air kecil
(Damaiyanti, 2008).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawtan diri seperti kebersihan diri, berhias, makan dan toileting. (Herdman, 2012).
Personal Hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan
diri di pengaruhi berbagai faktor diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu, atau
kelurga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri
(Hidayat, 2006).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu klien mampu memahami pentingnya kebersihan diri dan perawatan
diri secara maksimal.
2. Tujuan Khusus
a. Klien mampu memakai pakaian dengan rapi
b. Klien mampu menunjukkan aktivitas berdandan/berhias

C. Manfaat
1. Bagi profesi keperawatan
Perawat dapat menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi
persepsi berdanadan untuk meningkatkan kemampuan pasien dengan gangguan jiwa
dalam menjaga dan merawat penampilan dan kebersihan dirinya.
2. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan pengetahuan tentang terapi modalitas yaitu Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) stimulasi persepsi DPD. Sebagai sarana melatih mahasiswa untuk
belajar tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep TAK
1. Definisi TAK
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,
2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu
psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau
petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental
Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi
psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi
pasien dengan gan gguan interpersonal (Yosep, 2008).
2. Manfaat TAK
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu :
1) Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesada ran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
2) Khusus
a. Meningkatkan identitas diri.
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan
kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
3. Tujuan TAK
Depkes RI mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai
berikut :
1) Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh
pemahaman dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk
berkumpul, berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan
memberikan tanggapan terhadap pandapat maupun perasaan ortang
lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri
dengan prilaku defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari
rasa tidak enak karena merasa diri tidak berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti fungsi kognitif dan afektif.
2) Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai
identifikasi diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat
dibutuhkan oleh seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di
dalam kelompok akan ada waktu bagi anggotanya untuk menyalurkan
emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota kelompok
lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-
hari.
4. Dampak TAK
Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok dapat
memberikan dampak yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat. Yalom
(1985) dalam tulisannya mengenai terapi kelompok telah melaporkan 11 kasus
yang terlibat dalam efek terapeutik dari kelompok. Faktor-faktor tersebut
adalah:
1) Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang
mempunyai masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi
atau setidaknya dapat dimengerti oleh orang lain.
2) Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain
yang telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional
yang diberikan oleh kelompok lainnya.
3) Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan dukungan
satu sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide
dari yang lainnya.
4) Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk
kebanyakan klien merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota
lainnya dapat jadi resepien reaksi tranferensi yang kemudian dapat
dilakukan.
5) Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk
menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien
dapat memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk belajar
dan melatih cara baru berinteraksi.
6) Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi
tentang ganguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku
orang dan pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.
7) Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau
anggota lainnya memberikan model peran yang baik.
8) Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam
kehidupan seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan berkembangnya
rasa kesatuan dan persatuan memberi pengaruh kuat dan memberi perasaan
memiliki dan menerima yang dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan
seseorang.
9) Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan antar
pribadi, bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai
pengalaman memperbaiki hubungan menjadi lebih baik.
10) Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi
ketegangan emosi tetapi juga menguatkan perasaan kedekatan dalam
kelompok.
11) Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui keterbatasan
seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang.
5. Indikasi dan Kontraindikasi TAK
Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI
(1997) adalah :
1) Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas
kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan
autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
2) Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas
kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah
tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat,
sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.
3) Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di
upayakan pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik
terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir
dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan
problem yang sama.
6. Proses TAK
Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada
terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman
dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan
sebagian otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana
yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik membuka
diri dan tidak menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri.
Setiap permulaan dari suatu terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat
yang kritis karena prosedurnya merupakan sesuatu yang belum pernah dialami
oleh anggota kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai
dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-
terapis dan kemudian mempersilakan anggota untuk memperkenalkan diri
secara bergilir, bila ada anggota yang tidak mampu maka terapis
memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud dan tujuan serta
prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan dibicarakan dalam
kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul klien.
Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik
siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan
sementara. Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang
meningkatoleh karenanya terapis perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan
ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa klien masih perlu mengikuti terapi
individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar
mengajak temannya yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis
membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya
kekacauan dikeluarkan dan terapi aktifitas kelompok berjalan terus dengan
memberikan penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau
permintaan yang datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan
di tanggapi dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat atau
bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif atau katalisator. Terapis hendaknya
menyadari bahwa tidak menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi
menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-individu.
Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat
pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin
dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota
untuk pertemuan berikutnya. (Kelliat, 2005).
7. Tahapan dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok
(Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).
1) Fase Pra Kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah
anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang
digunakan. Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah
anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang.
Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang
memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa
yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat
(Yosep, 2007).
2) Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok
baru, dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001)
membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.
Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga
membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.
a. Tahap Orientasi
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-
masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak
dengan anggota.
b. Tahap Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pem impin perlu
memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah
perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
c. Tahap Kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi
dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004)
3) Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi
stabil dan realistis. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai prcaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007)
4) Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
BAB III
SATUAN ACARA KEGIATAN
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
STIMULASI PERSEPSI : MENGATASI DEFISIT PERAWATAN DIRI
SESI II : BERDANDAN

Topik : Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : perawatan diri (Berdandan)


Sasaran : Pasien di ruang Sejahtera
Jumlah pasien : 4 orang
Hari/Tanggal : Rabu, 06 Juni 2018
Pukul : 09.00 WIB- 09.30 WIB
Tempat : Ruang Sejahtera RSUD Dr. Soetomo Surabaya

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yaitu klien mampu memahami pentingnya kebersihan diri dan
perawatan diri secara maksimal.
2. Tujuan Khusus
a. Pasien mampu memakai pakaian dengan rapi secara mandiri
b. Pasien mampu menunjukkan aktivitas berdandan/berhias

B. Sasaran
Pasien di ruang Sejahtera

C. Metode
1. Simulasi
2. Praktik
3. Diskusi
4. Tanya jawab

D. Alat
1. Satu set pakaian dalam: celana dalam, kaos dalam. BH (wanita)
2. Satu set pakaian luar: kemeja, celana panjang atau rok, jilbab (jika wanita berjilbab)
3. Alat rias wanita: sisir, bedak, lipstick, ikat rambut
4. Alat rias pria: sisir, alat cukur kumis
5. Kaca cermin

E. Kriteria Peserta
Berdasarkan pengamatan dan kajian status klien maka karakteristik klien yang
dilibatkan dalam terapi aktifitas kelompok ini adalah pasien yang koperatif dan bersedia
mengikuti kegiatan TAK.

F. Proses TAK
1. Sesi II A : Berdandan : Berpakaian Rapi
a. Tujuan
 Klien memahami manfaat berpakaian rapi
 Klien mampu mengelola pakaian bekas pakai
 Klien mampu memilih pakaian yang seusai
 Klien mampu menggunakan pakaian yang sesuai
b. Setting
Diskusi : perawat dan klien duduk melingkar
c. Alat
 Satu set pakaian dalam: celana dalam, kaos dalam. BH (wanita)
 Satu set pakaian luar: kemeja, celana panjang atau rok, jilbab (jika wanita berjilbab)
 Kaca cermin
d. Metode
 Diskusi
 Tanya jawab
 Simulasi
e. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
Persiapan klien :
Pilih klien sesuai dengan indikasi. Jumlah 5-10 klien.
Buat kontrak kegiatan, manfaat kegiatan, waktu dan tempat
Persiapan tempat dan setting tempat : siapkan tempat diskusi dan tempat peragaan
2) Orientasi
 Memberi salam terapeutik: salam dari terapis. Perkenalkan diri jika perlu.
 Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini.
 Jelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan adalah berpakaian dengan baik,
waktunya 1 jam, dan tempat di ruang diskusi.
3) Tahap Kerja
 Diskusikan manfaat berpakaian dengan baik. Tanyakan kepada semua klien
secara bergantian tentang manfaat berpakaian dengan baik. Jika ada klien yang
tidak bisa menjawab, beri stimulasi hingga pasien bisa menjawab.
 Buat rangkuman pendapat klien tentang berpakaian dengan baik. Tambahkan
informasi jika rangkuman pendapat klien masih ada yang kurang benar.
Manfaat berpakaian dengan baik:
 Mencegah infeksi
 Meningkatkan penampilan diri
 Diskusikan alat-alat untuk berpakaian dengan baik. Tanyakan kepada kklien
sesuai kebiasaan klien sesuai kebiasaan klien selama ini.
 Rangkum jawaban klien, bila ada yang kurang ditambahkan oleh perawat
Alat/bahan berpakaian dengan baik:
 Satu set pakaian dalam: celana dalam, kaos dalam. BH (wanita)
 Satu set pakaian luar: kemeja, celana panjang atau rok, jilbab
(jika wanita berjilbab)
 Kaca cermin
 Diskusikan cara berpakaian dengan baik dan benar. Beri kesempatan klien
menjelaskan cara berpakaian dengan baik dan benar.
Cara berpakaian:
Siapkan pakaian bersih
Pakai pakaian dalam
Pakai pakaian luar
Bercermin, perhatikan sudah rapi
Simpan pakaian kotor ditempat yang disediakan
 Peragakan cara berpakaian dengan baik. Minta salah satu klien
mendemonstrasikan cara berpakaian dengan baik.
 Beri pujian untuk kemajuan klien.
4) Tahap terminasi
 Evaluasi
Evaluasi subjektif : tanyakan perasaan klien setelah belajar berpakaian dengan
baik dan setelah mencoba berpakaian dengan baik
Evaluasi objektif : minta klien bergantian menyebutkan kembali tentang;
manfaat berpakaian dengan baik, alat dan bahan peraw berpakaian dengan baik
atan kuku, cara berpakaian dengan baik.
 Rencana Tindak Lanjut
Anjurkan klien untuk berpakaian dengan baik minimal 2x semingg.
Evaluasi dan dokumentasi
Nama Klien
No. Aspek Yang Dinilai
1. Menjelaskan manfaat
per berpakaian dengan
baik awatan kuku
2. Menyebutkan alat dan
bahan berpakaian
dengan baik
3. Menjelaskan tahapan
berpakaian dengan
baik
4. Memperagakan
berpakaian dengan
baik
5. Komitmen melakukan
berpakaian dengan
baik 2x sehari
Jumlah
Catatan :
Beri tanda check (√) untuk kemampuan yang dapat dilakukan
Bila klien tidak mampu, stimulasi/latih sampai klien mampu
Bila klien dianggap mampu jika semua unsur kemampuan tercapai

2. Sesi II B : Berdandan : Berhias Diri


a. Tujuan
 Klien memahami manfaat berhias diri
 Klien memahami alat dan bahan berhias diri
 Klien mampu memahami cara berhias diri
b. Setting
 Diskusi : ruang diskusi yang tenang dan nyaman
 Demonstrasi: ruang hias/ruang ganti
c. Alat
 Alat rias wanita: sisir, bedak, lipstick, ikat rambut
 Alat rias pria: sisir, alat cukur kumis
 Cermin
d. Metode
 Diskusi dan tanya jawab
 Simulasi
e. Langkah Kegiatan
1) Persiapan
Persiapan klien :
Pilih klien sesuai dengan indikasi. Jumlah 5-10 klien.
Buat kontrak kegiatan, manfaat kegiatan, waktu dan tempat
Persiapan tempat dan setting tempat : siapkan tempat diskusi dan tempat peragaan
2) Orientasi
 Memberi salam terapeutik: salam dari terapis. Perkenalkan diri jika perlu.
 Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini.
 Jelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan adalah berhias diri, waktunya 1 jam,
dan tempat di ruang diskusi.
3) Tahap Kerja
 Diskusikan manfaat berhias diri. Tanyakan kepada semua klien secara
bergantian tentang manfaat berhias diri. Jika ada klien yang tidak bisa
menjawab, beri stimulasi hingga pasien bisa menjawab.
 Buat rangkuman pendapat klien tentang berhias diri. Tambahkan informasi jika
rangkuman pendapat klien masih ada yang kurang benar
Manfaat berhias diri:
 Membuat rasa nyaman
 Meningkatkan penampilan diri
 Diskusikan alat-alat untuk berhias diri. Tanyakan kepada kklien sesuai
kebiasaan klien sesuai kebiasaan klien selama ini.
 Rangkum jawaban klien, bila ada yang kurang ditambahkan oleh perawat
Alat/bahan berhias diri:
 Alat rias wanita: sisir, bedak, lipstick, ikat rambut
 Alat rias pria: sisir, alat cukur kumis
 Cermin
 Diskusikan cara berhias diri yang benar. Beri kesempatan klien menjelaskan
cara berhias diri yang benar.
 Rangkum jawaban klien tentang cara berhias diri
Cara berdandan wanita:
 Pakai bedak
 Pakai lipstik
 Pakai sisir rambut dan ikat rapi
 Cara berdandan pria:
 Rapikan kumis/cukur rapi
 Bersih
 Bercermin, pastikan rapi
 Peragakan cara berhias diri. Minta salah satu klien mendemonstrasikan cara
berhias diri.
 Beri pujian untuk kemajuan klien.
4) Tahap terminasi
 Evaluasi
Evaluasi subjektif : tanyakan perasaan klien setelah berhias diri dan setelah
mencoba berhias diri.
Evaluasi objektif : minta klien bergantian menyebutkan kembali tentang;
manfaat berhias diri, alat dan bahan berhias diri, cara berhias diri.
 Rencana Tindak Lanjut
Anjurkan klien untuk berhias diri minimal 2x sehari setelah mandi
Evaluasi dan dokumentasi
Nama Klien
No. Aspek Yang Dinilai
1. Menjelaskan manfaat
berhias diri
2. Menyebutkan alat dan
bahan berhias diri
3. Menjelaskan tahapan
berhias diri
4. Memperagakan berhias
diri
5. Komitmen melakukan
berhias diri 2x sehari
setelah mandi
Jumlah
Catatan :
Beri tanda check (√) untuk kemampuan yang dapat dilakukan
Bila klien tidak mampu, stimulasi/latih sampai klien mampu
Bila klien dianggap mampu jika semua unsur kemampuan tercapai

G. Pengorganisasian
Leader : Yumiati Tuwa Ringu, S,Kep
Co Leader : Maria Wahyu M. P., S.kep
Fasilitator : Ahmad Asroful Anam, S.Kep
Observer : Muhamad Tarmizi, S.Kep

Deskripsi tugas (job description)


1. Leader Tugas:
a. Menyusun rencana TAK
b. Mengarahkan kelompok mencapai tujuan
c. Membuka acara dan memperkenalkan diri dan anggota tim terapis
d. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
e. Menetapkan dan menjelaskan aturan permainan
f. Sebagai role model
g. Sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
2. Co. Leader Tugas:
a. Membuka acara TAK
b. Membantu leader mengatur anggota
c. Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami blocking
d. Menyerahkan kembali posisi kepada leader
e. Menutup acara TAK
3. Fasilitator
Tugas:
a. Ikut serta dalam kegiatan TAK
b. Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan aktif dan memotivasi
c. Mempertahankan kehadiran anggota
d. Mencegah adanya gangguan dan hambatan terhadap klien
4. Observer
Tugas :
a. Mengobservasi respon klien
b. Mengamati dan mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan
perilaku klien (jumlah anggota yang hadir, yang terlambat, daftar hadir, respon
verbal dan non verbal klien)
c. Memberi umpan balik pada klien
d. Mengidentifikasi strategi yang digunakan leader
e. Memprediksi respon klien pada pendapat peserta lain

H. Setting Kegiatan

L
Keterangan :
K K
L
: Leader
F Co. L Co. L
: Co. Leader
F
K K : Fasilitator
O O
: Observer
K
: Klien
I. Evaluasi dan Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien dalam memberikan pendapat dan
mendeskripsikan gambar dengan benar. Evaluasi setiap pendapat yang dikemukakan klien
sesuai dengan kenyataan/realita.
DAFTAR PUSTAKA

DepKes (2000). Standar Pedoman Keperawatan Jiwa. Jakarta: DepKes.


Nurhasanah. J. dkk, (2006). Ilmu Komunikasi dalam Konteks Keperawatan. Jakarta: TBK.
Tarwoto & Wartonah (2000). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna. Dkk, (2007). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, Akemat, (2004). Keperawatan Jiwa Teori Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai