OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
1. Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi.
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
2. Khusus
a. Meningkatkan identitas diri.
b. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d. Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan
sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan
kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.
C. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (Yusuf, 2015).
Tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh
pemahaman dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk
berkumpul, berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan
memberikan tanggapan terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri
dengan prilaku defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari rasa
tidak enak karena merasa diri tidak berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
fungsi kognitif dan afektif.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai identifikasi
diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat dibutuhkan
oleh seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di dalam kelompok
akan ada waktu bagi anggotanya untuk menyalurkan emosinya untuk
didengar dan dimengerti oleh anggota kelompok lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-hari,
terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk saling berkomunikasi
yang memungkinkan peningkatan hubungan sosial dalam kesehariannya.
D. Dampak Teraupetik Dari Kelompok.
Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok dapat
memberikan dampak yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat. Yalom (1985)
dalam tulisannya mengenai terapi kelompok telah melaporkan 11 kasus yang terlibat
dalam efek terapeutik dari kelompok. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang mempunyai
masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau setidaknya
dapat dimengerti oleh orang lain.
2. Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain yang
telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional yang
diberikan oleh kelompok lainnya.
3. Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan dukungan satu
sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide dari yang
lainnya.
4. Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk
kebanyakan klien merupakan suatu masalah atau persoalan. Baik terapis maupun
anggota lainnya dapat jadi resepien reaksi tranferensi yang kemudian dapat
dilakukan.
5. Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk
menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien dapat
memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan melatih
cara baru berinteraksi.
6. Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi tentang
ganguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku orang dan
pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.
7. Identifikasi, prilaku tiruan (imitative) dan modeling dapat dihasilkan dari terapis
atau anggota lainnya memberikan model peran yang baik.
8. Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan
seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa kesatuan dan
persatuan memberi pengaruh kuat dan memberi perasaan memiliki dan menerima
yang dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang.
9. Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan antar
pribadi, bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai
pengalaman memperbaiki hubungan menjadi lebih baik.
10. Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi
ketegangan emosi tetapi juga menguatkan perasaan kedekatan dalam
kelompok.
11. Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui keterbatasan
seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang
(Setyoadi, 2011).
E. Indikasi Dan Kontraindikasi TAK
Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Yusuf, 2015)
adalah :
1. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas
kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan
autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas
kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah
tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat,
sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.
3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan
pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi,
diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan
pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan
masalah yang sama.
F. Komponen Kelompok.
Kelompok terdiri dari (Yosep, 2013):
1. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses
pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur
kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan
interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan
anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan
diambil secara bersama.
2. Besar kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar
akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi
informasi dan interaksi yang terjadi.
3. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi.
Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali
perminggu, atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
G. Proses Terapi Aktivitas Kelompok.
Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada
terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman
dalam psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian
otoritasnya dan menyerahkan kepada kelompok (Yusuf, 2015).
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana
yang tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik membuka diri
dan tidak menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap
permulaan dari suatu terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat yang
kritis karena prosedurnya merupakan sesuatu yang belum pernah dialami oleh
anggota kelompok dan mereka dihadapkan dengan orang lain (Yusuf, 2015).
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai
dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu dan kemudian mempersilakan
anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang tidak
mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud
dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan
dibicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis
atau usul klien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas
mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah (Yusuf, 2015).
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan
sementara. Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang
meningkat oleh karenanya terapis perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini
mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa klien masih perlu mengikuti terapi
individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar
mengajak temannya yang kurang banyak bicara (Yusuf, 2015).
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan
dikeluarkan dan terapi aktifitas kelompok berjalan terus dengan memberikan
penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan
yang datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan di tanggapi
dengan sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat atau bukan pula
wasit. Terapis lebih banyak pasif. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak
menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang
terdiri dari individu — individu (Yusuf, 2015).
Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat
pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin
dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk
pertemuan berikutnya. (Yusuf, 2015).
H. Tahapan dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh
dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi
kelompok (Stuart, 2009).
1. Fase Prakelompok.
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan pemimpin (leader),
jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang
digunakan. Menurut Yosep (2013), jumlah anggota kelompok yang
ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum
4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti
TAK adalah: sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak
agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2013).
2. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Yosep (2013) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi,
konflik, dan kohesif.
a. Tahap Orientasi.
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-
masing, pemimpin menunjukkan rencana terapi dan menyepakati
kontrak dengan anggota.
b. Tahap Konflik.
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin
perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah
perilaku perilaku yang tidak produktif.
c. Tahap Kohesif.
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang
informasi dan lebih intim satu sama lain.
3. Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil
dan realistis. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri
dan kemandirian.
4. Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan
pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan
sehari-hari.Terminasi dapat bersifat sementara atau akhir.
I. Macam Terapi Aktivitas Kelompok.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat yaitu :
1. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi
yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus terkait dengan pengalaman dan
atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Fokus terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang mengalami
kemunduran orientasi dengan karakteristik: pasien dengangangguan
persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas, kurang inisiatif atau ide,
kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2013).
Adapun tujuan dari TAK stimulasi persepsi adalah pasien mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh
paparan stimulus kepadanya. Sementara, tujuan khususnya: pasien dapat
mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan tepat dan
menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami (Yusuf, 2015).
Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami
dalam kehidupan, khususnya untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam
empat sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
1. Sesi pertama : mengenal halusinasi
2. Sesi kedua : menghardik
3. Sesi ketiga : obat
4. Sesi keempat : bercakap-cakap
5. Sesi kelima : kegiatan terjadwal
Tahapan kegiatan :
Tujuan khusus :
Karakteristik :
Hari : Rabu
Mengetahui
Pembimbing Klinik
( )
Waktu : 30 menit
A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Klien memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan
oleh paparan stimulus kepadanya
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Klien dapat mengenal isi halusinasi
b. Klien dapat mengenal frekuensi terjadinya halusinasi
c. Klien dapat mengenal waktu terjadinya halusinasi
d. Klien mengenal situasi terjadinya halusinasi
e. Klien mengenal perasaanya pada saat terjadinya halusinasi
C. Seleksi Pasien
1. Kondisi pasien kooperaitf
2. Jenis masalah keperawatan sesuai dengan indikasi TAK yaitu halusinasi
3. Jumlah pasien yang ikut 6 pasien
4. Pasien bersedia mengikuti TAK
5. Proses seleksi pasien dilakukan sehari sebelum pelaksanaan
D. Jadwal Kegiatan
1. Tempat pelaksanaan TAK
Dilakukan di Ruang Nakula
2. Waktu Pelaksanaan
Rabu 29 mei 2019, jam 09:30 — 10 : 00 WIB
E. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab
3. Demonstrasi
F. Media dan Alat
1. Kertas
2. Bolpount
3. Jadwal kegiatan pasien
4. Papan nama
G. Pengorganisasian (job description)
1. Leader (sang ayu ketut sri suprapti)
a. Menjelaskan tujuan dan peraturan sebelum kegiatan dimulai.
b. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya
c. Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan tertib
d. Menjelaskan permainan
2. Co Leader (putu novi ernawati)
a. Menampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas pasien
b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang.
c. Mengatur alih permainan kalau leader bloking.
3. Fasilitator (eulalia)
a. Memfasilitasi pasien yang kurang aktif
b. Berperan sebagai role play bagi pasien selama kegiatan
4. Observer dan operator (subagiyo)
a. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien selama kegiatan
berlangsung
c. Memutarkan dan menghidupkan music kembali untuk menentukan pasien
yang dipilih untuk bercerita sesuai pemegang bola terakhir.
H. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan
2. Ruangan nyaman dan tenang
Keterangan :
: Leader
: Co Leader
: Fasilitator
: Pasien
I. Progam Antisipasi
1. Penanganan pasien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok
a. Memanggil nama pasien
b. Memberi kesempatan kepada pasien tersebut untuk menjawab sapaan
perawat atau pasien yang lain
2. Bila pasien meninggalkan permainan tanpa pamit :
a. Panggil nama pasien
b. Tanya alasan pasien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan beritahukan kepada
pasien bahwa pasien dapat melaksanakan keperluanya, setelah itu pasien
diperbolehkan kembali lagi.
3. Bila ada pasien lain ingin ikut :
a. Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada pasien tertentu
b. Katakan pada pasien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti pasien tersebut lain waktu.
c. Jika pasien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak member
peran pada permainan tersebut
J. Langkah Kegiataan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 1
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Terapis memperkenalkan diri
3) Terapis mempersilahkan masing-masing klien untuk memperkenalkan
diri
b. Evaluasi dan validasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1. Leader menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu
mengenal halusnasinya
2. Terapis menjelaskan aturan main TAK :
a) Jika ada klien yang ingin meningalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis
b) Klien harus berkonsentrasi
c) Setiap klien mengikuti kegiatan TAK dari awal sampai selesai
d) Lama kegiatan 30 menit
e) Apabila ada yang mengajukan pertanyaan / ada yang usulan
diharapkan untuk mengacungkan tangan
f) Terapis melakukan kontrak waktu dan tempat pelaksanaan TAK
3. Tahap Kerja
a. Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu :
1) Music akan dinyalakan, saat music terdengar bola akan diputar sambil
pasien mulai berjoget dan menyanyi, saat music berhenti leader akan
menunjuk pasien yang membawa bola terakhir
b. Leader meminta klien menceritakan isi halusinasi, frekuensi, waktu
terjadinya, situasi yang membuat terjadi dan perasaan klien saat terjadi
halusinasi. Hasilnya ditulis di kertas
c. Berikan pujian setiap klien selesai bercerita
d. Simpulkan isi, frekuensi, waktu, situasi pada saat terjadi dan perasaan jika
halusinasi muncul
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK sesi I
(mengenal halusinasi)
2) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak Lanjut
Leader meminta untuk melaporkan isi, frekuensi, waktu, situasi dan
perasaan pada saat halusinasi muncul
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati topic TAK yang akan datang : cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik
2) Menyepakati mengenai waktu dan tempat TAK
K. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
FORMULIR PESERTA KEGIATAN YANG DIEVALUASI
Sesi I : Stimulasi Sensori (Halusinasi )
Kemapuan mengenal halusinasi
Petunjuk :
a. Tulis nama penggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
b. Untuk setiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi : isi,
frekuensi, waktu, situasi dan perasaan saat halusinasi muncul. Beri tanda √
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika