Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KASUARI
RSJ PROVINSI JAWA BARAT
(SESI :4)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Profesi


dalam Stase Keperawatan Jiwa

Disusun oleh :
ANIP, S.Kep
ASEP IWAN, S.Kep
DIKDIK NURSIDIK, S.Kep

:
:
:

4012160038
4012160039
4012160040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR


PROGRAM PROFESI NERS XI
2016

LEMBAR PENGESAHAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KASUARI
RSJ PROVINSI JAWA BARAT

Disusun oleh :
ANIP, S.Kep
ASEP IWAN, S.Kep
DIKDIK NURSIDIK, S.Kep

:
:
:

4012160038
4012160039
4012160040

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal ______________________

Mengetahui,
Pembimbing/CI Lapangan

( Arimbi, S.Kep., Ns )

TERAPI AKTIVITAS BERFOKUS PADA PERILAKU KEKERASAN


I. Latar Belakang

Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah


Sakit Jiwa Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien
memiliki riwayat melakukan perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien
yang memiliki kriteria perilaku kekerasan

Oleh karena itu, perawat akan

melakukan Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan (TAK PK) agar


Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang lain.
II. Landasan Teori
A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun

orang lain. Sering disebut juga gaduh

gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu


stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut
untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI,
2000)
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor

yang

mempengaruhi

terjadinya

perilaku

kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua
insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan
timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi

perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang


menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan
tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan
pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang
mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga
diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh
Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa
agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk
terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan
emosionalnya

secara

agresif

sesuai

dengan

respon

yang

dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.


Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan.
Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga
dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan
cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan
agrsif mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan

bahwa

adanya

pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang


ternyata menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan

terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan


seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus
temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku
agresif: serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam
amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1)
2)
3)
4)

Masa kanak-kanak yang mendukung


Sering mengalami kegagalan
Kehidupan yang penuh tindakan agresif
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat

anaknya

dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.


e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
f.

menghadapi rasa frustasi.


Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

4. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal

4)
5)
6)
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
c.
1)
2)
3)
4)
5)
d.

Rahang mengatup
Postur tubuh kaku
Jalan mondar-mandir
Verbal
Bicara kasar
Suara tinggi, membentak atau berteriak
Mengancam secara verbal atau fisik
Mengumpat dengan kata-kata kotor
Suara keras
Ketus
Perilaku
Melempar atau memukul benda/orang lain
Menyerang orang lain
Melukai diri sendiri/orang lain
Merusak lingkungan
Amuk/agresif
Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin

berkelahi, menyalahkan dan menuntut.


e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar,
f.

berdebat,

meremehkan,

sarkasme.
Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan

kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Respon Adaptif

Asertif

Respon Maladaptif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon


Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif
sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif
: individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan
b. Frustasi
c. Pasif
d. Agresif
e. Kekerasan

ketenangan.
: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
: individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan
suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang

dimanivestasikan

dalam

bentuk

fisik.

Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk


komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu.

Orang

yang

mengalami

kemarahan

sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia


tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan. Rentang
respon kemarahan individu dimulai dari respon
normal (asertif) sampai pada respon yang tidak
normal (maladaptif).
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/
keinginan tidak baik.
c. Represif, yaitu mencegah
diekspresikan

dengan

keinginan

melebihkan

yang
sikap/

berbahaya
perilaku

bila
yang

berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan

dengan

melebihkan

sikap

perilaku

yang

berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.

f.

Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang


berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang
dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak
teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah
(HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi
maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayangbayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal
ini data berdampak

pada keselamatan

dirinya dan orang lain

(resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).


Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat
mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal
ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen
terapeutik inefektif).
B. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
( Stuart & Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai
latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti
agresif,

takut,

kebencian,

kompetitif,

kesamaan,

ketidaksamaan,

kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika


kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik
yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan
orang lain serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif.
Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan
pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling
membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan
menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan

perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan


dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan
tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri peningkatan
hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu,
stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi.
3. KriteriaPasien
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas
kelompok iniadalah:
a. Klien dengan riwayat perilakukekerasan.
b. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang.
c. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)
4. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas:
1) Mengkoordinasiseluruhkegiatan.
2) Memimpinjalannyaterapikelompok
3) Memimpindiskusi.
b. Co-Leader, bertugas :
1) Membantu leader mengkoordinasiseluruhkegiatan.
2) Mengingatkan leader jikaadakegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.
c. Fasilitator, bertugas:
1) Memotivasi peserta dalama ktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.
d. Observer, bertugas :
1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai
akhir.
2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3) Mengobservasi perilaku pasien
5. Setting tempat

Keterangan :
: Leader
: Co-leader
: Fasilitator
: Klien
: Observer

6. Peserta
Peserta yang akan dihadirkan diantaranya adalah:
a) Tn. S
b) Tn. A
c) Tn. J
d) Tn. D
e) Tn. M
7. Tata Tertib dan antisipasi masalah tata tertib
Tata Tertib Kegiatan TAK sbb:
a) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK.
b) Peserta wajib hadir 10 menit sebelum acara dimulai.
c) Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi.
d) Tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan (TAK)
berlangsung.
e) Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat
tangan kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.
f) Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan.
g) Peserta dilarang keluar sebelum acara TAK selesai.
h) Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis, namun Tak belum
selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk
memperpanjang waktu TAK kepada anggota.
Antisipasi
a) Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok
Memanggil klien
Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan
perawat atau klien yang lain
b) Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit:
Panggil nama klien
Tanya alasan klien meninggalkan permainan
Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan
pada klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu
klien boleh kembali lagi
c) Bila ada klien lain ingin ikut

Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang


telah dipilih
Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin
dapat diikuti oleh klien tersebut
Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak
memberi peran pada permainan tersebut.

Therapi Stimulasi Persepsi terbagi dalam 5 sesi diantaranya


adalah sbb:
Sesi 1 : Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
Sesi 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik
Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Sosial
Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual
Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan dengan Patuh Mengkonsumsi
Obat

Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual

A. Tujuan
Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur.
A. Waktu dan Tempat

1. Hari/ tanggal
2. Jam
3. Tempat

: Selasa, 24 Mei 2016


: 14.00 14.30 WIB
: Ruang Kasuari

B. Setting
1. Terapis dan k lien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangannyaman dan tenang.
C. Alat
1. Papan tulis/flipchart/whiteboard/ LCD Projektor dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien
D. Pengorganisasian :
1.
Leader
2. Co-leader
:
3.
Observer
4. Fasilitator
:

:
:

E. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan Tanya jawab
3. Bermain peran /simulasi
F. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi
b. Menyiapkan alat dan tempat
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluas/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala
marah, serta perilaku kekerasan
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi social yang asertif
untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah
mencegah perilaku kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut.

untuk

a. Jika ada klien yang meninggalkan kelompok, harus meminta


izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 30 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing masing klien.
b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing masing
klien.
c. Menuliskan kegiatan ibadah masing masing klien.
d. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah.
e. Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
f. Memberikan pujian pada penampilan klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial
yang asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku
kekerasan terjadi.
2) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi social yang
asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur.
3) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan dating
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu minum obat
teratur.
2) Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.
G. Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 4,
kemampuan klien yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk
mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut:
Sesi 4 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan spiritual

No

Nama Klien

Mempraktikkan
Kegiatan ibadah pertama

Mempraktikkan
Kegiatan ibadah kedua

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua
kegiatan ibadah pada saat TAK. Beri tanda centang jika klien mampu dan
tanda silang klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimilki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien.Contoh : klien mengikuti sesi 4 , TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan dua cara ibadah.
Anjurkan klien melakukannya secara teratur di ruangan( buat jadwal)

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok.Jakarta:EGC
Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai