Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PROLONG FIVER DI RUANG KEMUNING

RSD GUNUNG JATI CIREBON


Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners
Stase Konsep Dasar Profesi

Disusun Oleh
DEA DWI SITI HAMIDAH
NIM. 18149011005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES YPIB MAJALENGKA
2018/2019
A. Pengertian

Pizzo dkk, mendefinisikan demam berkepanjangan adalah apabila anak


menderita demam dengan suhu rektal e” 38,5 0C atau lebih dalam waktu minimal
selama 2 minggu. Teach 3 memakai waktu lebih dari 5 hari dalam mengevaluasi anak
yang menderita demam berkepanjangan. (Gustawan & Tarini, 2014)

Lorin dan Feigin mendefinisikan demam kepanjangan adalah kondisi tubuh


dengan suhu tubuh lebih dari 38 0C yang terjadi lebih dari 8 hari dengan penyebab
yang sudah atau belum diketahui. Saat ini lebih sering digunakan istilah  fever of 
unknown origin, yang definisinya adalah suatu keadaan yang ditandai demam
intermiten dengan suhu 38,3 0  C yang terjadi selama 3 minggu atau lebih dengan
 penelusuran yang agresif selama rawat jalan atau telah menjalani pemeriksaan intensif
selama perawatan 1 minggu namun belum ditemukan penyebabnya. (Gustawan &
Tarini, 2014)
B. Klasifikasi (Anton dkk, 2015)

1. FUO klasik adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan
diagnostik non invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang
dapat menetapkan penyebab demam.
2. FUO nosokomial penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah
sakit dan kemudian menderita demam > 38,3C dan sudah diperiksa secara
intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
Pada FUO klasik, terdapat lima kategori :
- Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK)
-  Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
- Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika,
sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid)
- Lain-lain : kondisi granulomatosis
- Kondisi yang tak terdiagnosis
3. FUO neutropenik : penderita yang memiliki hitung jenis neutrophil <500 ul
dengan demam > 38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3
hari tanpa hasil yang jelas.
4. FUO HIV : penderita HIV yang menderita demam > 38,3 C selama 4 minggu
 pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau penderita yang
dirawat di RS yang mengalami demam >3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan
tanpa hasil yang jelas.
C. Etiologi

Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada
anak, ialah penyakit infeksi (50%), diikuti penyakit vaskular-kolagen (15%),
neoplasma (7%), inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi
meliputi sindrom virus, infeksi saluran nafas atas, saluran nafas bawah, traktus
urinarius, gastrointestinal, osteomielitis, mononukleosis, abses, bruselois dan malaria,
sedangkan penyakit vaskular-kolagen meliputi artritis reumatoid, SLE dan vaskulitis.
Keganasan yang sering menimbulkan demam tanpa kausa jelas adalah leukemia,
limfoma dan neuroblastoma. Penyebab demam berkepanjang dalam 6 kelompok,
yaitu infeksi (45-55%) keganasan (12-20%) gangguan jaringan ikat (10-15%)
gangguan hipersensitifitas kelainan metabolik yang jarang terjadi, dan factitious fever .
(Liane, 2010)
D. Patofisiologi

Fever of unknown origin (FUO) merupakan suatu keadaan dimana suhu lebih
tinggi dari 38.3°C (101°F), dimana manifestasinya terjadi demam berkepanjangan
yang berlangsung lebih dari 3 minggu tanpa adanya penegakan diagnosis meskipun
telah dilakukan investigasi seksama selama di rawat-inap pada orang dewasa. Demam
ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Pirogen eksogen merupakan
senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk
mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri.
Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang
dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis
sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang
tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1B,
interleukin-1, interleukin-6), tumor nekrosi faktor (TNF-TNF-B) dan interferon.
Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya
secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan
dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen
menimbulkan perubahan metabolik, antar lain sintesis prostagladin E 2 (PGE2) yang
mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga  set point   untuk suhu tersebut
ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian
mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke
 pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat
atau terjadi demam. (Nicholas, 2015)
E. Pathway (Nicholas,2015)

F. Manifestasi klinis

1. Demam suhu tubuh 38,3 C berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 2 minggu
tanpa adanya penegakan diagnosis.
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Menggigil
5. Dehidrasi
6. Kehilangan nafsu makan

G. Pemeriksaan prolong fever  (Barry army bakry dkk, 2008)


Pada kasus FUO diperlukan pemeriksaan fisis lengkap, kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Sumber demam mungkin
terlihat dengan melakukan palpasi pada sendi yang bengkak. Pemeriksaan fisis tidak
hanya pada hari pertama, tetapi sebaiknya diulang sampai diagnosis ditegakkan.
Pembesaran kelenjar getah bening regional dapat timbul akibat proses infeksi lokal,
sedangkan pembesaran kelenjar getah bening umum mungkin disebabkan infeksi
sistemik meliputi keganasan dan berbagai proses inflamasi.
Adanya artralgia, artritis, mialgia atau sakit pada anggota gerak mengarah
 pada penyakit vaskular-kolagen. Apabila ditemukan kelainan bunyi jantung harus
dipikirkan endokarditis, gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, adanya darah pada
tinja atau kehilangan berat badan mengarah ke inflamasi di usus besar.nyeri perut atau
adanya massa mungkin timbul menyertai ruptur appendiks. Ikterus mengarah kepada
hepatitis, sedangkan ruam menunjukkan penyakit vaskular-kolagen, keganasan atau
infeksi. Faringitis, tonsilitis atau abses peritonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau
infeksi mononukleosis, CMV, tularemia atau leptospirosis.
Pemeriksaan fisis yang teliti harus dilakukan terutama pada saat pasien
demam. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
 Keadaan umum dan tanda vital
 Kulit
 Mata
 Sinus
 Orofaring
 Kelenjar limfe
 Abdomen
 Muskuloskeletal
 Saluran kemih
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang untuk menegakkan
 penyebab demam sangat diperlukan. Sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak
serentak. Luasnya pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan derajat
 penyakit pasien.
1 Anamnesis lengkap
2 Pemeriksaan fisis
3 Pemeriksaan penunjang

 Foto toraks
 Darah perifer lengkap, hitung jenis &
morfologi
 Hapusan darah tebal
 Laju endap darah dan atau C-reactive protein
 Urinalisis
Tahap I
 Pemeriksaan mikroskopik apusan darah, urin
(likuor serebrospinal, feses, cairan tubuh lain
 bila terdapat indikasi)
 Biakan darah, urin, feses, hapusan tenggorok
 Uji tuberkulin
 Uji fungsi hati

 Pemeriksaan uji serologik : terhadapa


salmonella, toksoplasma, leptospira,
Tahap II mononukleosis, virus sitomegalo, histoplasma
 USG abdomen, kepala (bila ubun-ubun besar
masih terbuka)

 Aspirasi sumsum tulang


 Pielografi intravena
 Foto sinus paranasal
 Antinuclear antibody (ANA)
Tahap III  Enema barium
 Skaning
 Limfangiogram
 Biopsi hati
 Laparatomi

Bila anak tampak sakit berat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat, tetapi bila penyakit
lebih kronik pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan awal
dan rutin meliputi darah tepi lengkap termasuk hitung jenis, trombosit, feses lengkap dan
urinalisis, uji tuberkulin, laju endap darah, biakan darah, biakan urin, kalau perlu dilakukan
hapusan tenggorok.
Adanya pansitopenia, neutropenia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, apalagi bila
disertai dengan trombositopenia atau adanya limfoblas pada hapusan darah perifer perlu
dikonsultasikan kepada ahli hematologi/onkologi serta dilakukan pungsi sumsum tulang.
Jumlah limfosit yang meningkat pada hitung jenis mengarah pada mononukleosis atau infeksi
virus sedangkan neutropenia berat pada pasien sakit ringan sampai sedang bisa disebabkan
oleh berbagai infeksi lain. Leukositosis dan meningkatnya LED menunjukkan adanya infeksi
dan penyakit vaskular kolagen. Anemia hemolitik bisa terdapat pada penyakit vaskular-
kolagen atau endokarditis, sedangkan anemia non hemolitik mengarah pada penyakit kronis
atau keganasan. Piuria dan bakteriuria menunjukkan infeksi saluran kemih, hematuria
menunjukkan kemungkinan endokarditis.
Pemeriksaan fototoraks dapat dilakukan untuk semua pasien sedangkan foto mastoid dan
sinus nasalis serta traktus gastrointestinal dilakukan atas indikasi tertentu. Uji untuk HIV
seharusnya dilakukan untuk semua pasien. Uji serologik lain dapat dilakukan untuk
shigelosis, salmonelosis, bruselosis, tularemia, infeksi mononukleosis, CMV, toksoplasmosis
dan bebrapa infeksi jamur. CT scan dapat membantu mengidentifikasi lesi di kepala, leher,
dada, rongga peritoneum, hati, limpa, kelenjar getah bening intra abdominaldan intra toraks,
ginjal, pelvis dan mediastinum. CT scan atau USG juga dapat membantu dalam melakukan
 biopsi atau aspirasi pada daerah yang dicurigai terdapat lesi. Cara ini dapat mengurangi
laparotomi eksplorasi atau torakostomi. Biopsi kadang-kadang dapat membantu menegakkan
FUO.
Dalam pencarian etiologi FUO, ESR (erythrocyte sedimentation rate) harus dievaluasi.
Adanya peningkatan ESR disertai anemia kronik sering dihubungkan dengan giant cell
arteritis atau polymyalgia rheumatica. C reactive protein (CRP) sebaiknya diperiksa karena
merupakan indikator spesifik terhadap respon metabolik terhadap inflamasi pada fase akut.
ANA (anti nuclear antibody), antineutrophil sytoplasmic antibody, faktor reumatoid dan
krioglobulin serum harus dinilai untuk menegakkan penyakit vaskuler kolagen lainnya dan
vaskulitis. PPD (purified protein derivative) diperiksa untuk menskrining pasien tuberkulosis
dengan FUO.
Beberapa pemeriksaan diagnostik terbaru seperti serologi dan kultur virus, memiliki
 peran penting dalam mengevaluasi penyakit ini. Namun apabila berbagai evaluasi intensif
telah dilakukan tanpa memberiksan hasil maka tes-tes yang invasif seperti punksi lumbal
maupun biopsi sumsum tulang, hepar serta kelenjar getah bening, dapat dipertimbangkan
sesuai dengan kecurigaan klinis yang ditemukan.

Keterangan tambahan
 Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius
 Kultur
o Kultur darah untuk patogen aerobik dan non-aerobik
o Kultur urin
o Kultur sputum dan feses   dapat membantu keberadaan penyakit paru
maupun gastrointestinal
o Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan steril;
seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal, hepar,
sumsum tulang, dan nodus limfe.
 Serologi
o Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil yang
signifikan, seperti adanya antibodi spesifik terhadap mikroorganisme infeksi.
Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari pemeriksaan serologi adalah
Brucellosis, infeksi CMV, infeksi mononucleosis EBV, infeksi HIV,
amebiasis, toxoplasmosis, dan klamidia.
o Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan SLE.
o Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi, kadar
tiroksin, dan LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis kondisi
tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme.
H. Penatalaksanaan

1. Beri obat penurun panas seperti paracetamol, asetaminofen.


2. Beri pasien banyak minum. pasien menjadi lebih mudah dehidrasi pada waktu
menderita panas. Minum air membuat mereka merasa lebih baik dan mencegah
dehidrasi.
3. Beri pasien banyak istirahat, agar produksi panas yang diproduksi tubuh
seminimal mungkin.
4. Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak, lipatan paha, leher
 belakang.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
 b. Riwayat kesehatan
c. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas
d. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot
dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak)
1. Pemeriksaan fisik 
Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
2. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
 b. Sistem persyarafan: kesadaran
c. Sistem pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler 
e. Sistem gastrointestinal
f. Sistem integument
g. Sistem perkemihan
3. Pada fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 b. Pola nutrisi dan metabolism
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perseptual
g. Pola toleransi dan koping stress
h. Pola nilai dan keyakinan
i. Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
 b. Foto rontgent
c. USG

2) Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

3) Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Kekurangan Volume cairan b/d kehilangan cairan aktif 

Tujuan Rencana Rasional


ebutuhan cairan terpenuhi. 1. Observasi - Penurunan sirkulasi
KH : tanda- darah dapat terjadi
- Mata tidak cekung. tanda vital dari peningkatan
- Membrane setiap tiga kehilangan cairan
mukosa tetap  jam. yang mengakibatkan
lembab. hipotensi dan
- Turgor kulit takikardia.
 baik.
- Menunjukkan status
volume sirkulasi,
terjadinya / perbaikan

2. Observasi  perpindahan cairan,

intake dan dan respon terhadap

output terapi.

cairan
- Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.
3. Tingkat - Membantu keluarga
intake dan untuk
output mempertahankan
cairan cairan terhadap
secara oral  pasien secara mandiri
sedikit tapi
sering - Mempertahankan
keseimbangan cairan
4. Ajarkan secara parental
keluarga
mengenai
 pemberian
cairan
secara
tepat

5. Kaloborasi
 pertahanka
n
 pemberian
cairan
 parental
secara
tepat

Dx. 2 Hipertermia b/d peningkatan laju metabolisme


Tujuan Rencana Rasional
Hipertermia Teratasi dengan 1. Monitor Suhu - Melihat
K.H : tubuh setiap 2  perkembangan suhu
- Kulit tidak  jam dan membantu
menunjukan menegakan intervensi
ruam - Kompres hangat akan
(kemerahan) 2. Berikan terjadi perpindahan
- Suhu tubuh kompres  panas secara
normal (36o - hangat (tepid konduksi melalui pori
37o) C water sponge) kulit.
- Kulit tidak - Untuk mengganti
teraba panas cairan tubuh yang
3. Tingkatkan hilang akibat
Intake & evaporasi.
output cairan - Membantu keluarga
membrikan terapi
 penurunan panas non
4. Intruksikan farmakologi secara
kepada mandiri
keluarga - Terapi farmakologi
 pasien cara untuk menurukan
mencegah  panas
keluarnya
 panas dan
serangan
 panas

5. Kaloborasi :
 berikan
 parasethamol
sesuai dosis
yang
diperlukan.

Dx. 3 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.

Tujuan Rencana Rasional


Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Monitor - Untuk mengetahui
dengan K.H: Asupan keseimbangan
- mual berkurang Makanan haluaran dan
- tidak ada muntah masukan
-  Nafsu Makan 2. Kaji - Untuk mengetahui
kemampuan  perubahan nutrisi
makan pasien klien dan sebagai
indikator intervensi
selanjutnya
- Memenuhi kebutuhan
3. Berikan
nutrisi dengan
makan
meminimalkan rasa
sedikit tapi
mual dan muntah
sering
- Membantu keluarga
untuk memenuhi
asupan gizi sesuai
4. Ajarkan
usia yang diperlukaN
keluarga
- Mengatasi
mengenai
mual/muntah,
kebutuhan
menurunkan asam
nutrisi sesuai
lambung yang dapat
usia
memicu mual/muntah

5. Kaloborasi
 pemberian
obat
antimetik
sesuai dosis
yang
dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Antoon,James W, Potisek, M Nicholas, Etc. Pediatric Of Unknown Origin.


Vol. 36. No.9. 2015
Gustawan, I. W., & Tarini, A. (2014). Pola kuman dan sensitifitas antibiotik kasus demam
 berkepanjangan. Jurnal Ilmiah Kedokteran. Medicinia. Vol 45 No 1, 26.
Campbell, Liane. Fever of Unknown Origin. Last updated May 2010. Diunduh Pada 7 juni
2018 melalui
http://peds.stanford.edu/Rotations/blue_team/documents/Fever_of_Unknown_Origin_ 
Summary.pdf
Dinarello, CA, Povat R. Fever and Hyperthermia In Harrison Principles of Internal Medicine.
Volume I. 17th Edition. New York. 2008.
Gloria dkk. 2017. Nursing Interventions Classification Edisi Keenam. Micromedia :
Yogyakarta
Gloria dkk. 2016. Nursing Outcomes Classifications Edisi Kelima. Micromedia: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai