Disusun Oleh
DEA DWI SITI HAMIDAH
NIM. 18149011005
1. FUO klasik adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan
diagnostik non invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang
dapat menetapkan penyebab demam.
2. FUO nosokomial penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah
sakit dan kemudian menderita demam > 38,3C dan sudah diperiksa secara
intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
Pada FUO klasik, terdapat lima kategori :
- Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK)
- Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
- Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika,
sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid)
- Lain-lain : kondisi granulomatosis
- Kondisi yang tak terdiagnosis
3. FUO neutropenik : penderita yang memiliki hitung jenis neutrophil <500 ul
dengan demam > 38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3
hari tanpa hasil yang jelas.
4. FUO HIV : penderita HIV yang menderita demam > 38,3 C selama 4 minggu
pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau penderita yang
dirawat di RS yang mengalami demam >3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan
tanpa hasil yang jelas.
C. Etiologi
Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada
anak, ialah penyakit infeksi (50%), diikuti penyakit vaskular-kolagen (15%),
neoplasma (7%), inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi
meliputi sindrom virus, infeksi saluran nafas atas, saluran nafas bawah, traktus
urinarius, gastrointestinal, osteomielitis, mononukleosis, abses, bruselois dan malaria,
sedangkan penyakit vaskular-kolagen meliputi artritis reumatoid, SLE dan vaskulitis.
Keganasan yang sering menimbulkan demam tanpa kausa jelas adalah leukemia,
limfoma dan neuroblastoma. Penyebab demam berkepanjang dalam 6 kelompok,
yaitu infeksi (45-55%) keganasan (12-20%) gangguan jaringan ikat (10-15%)
gangguan hipersensitifitas kelainan metabolik yang jarang terjadi, dan factitious fever .
(Liane, 2010)
D. Patofisiologi
Fever of unknown origin (FUO) merupakan suatu keadaan dimana suhu lebih
tinggi dari 38.3°C (101°F), dimana manifestasinya terjadi demam berkepanjangan
yang berlangsung lebih dari 3 minggu tanpa adanya penegakan diagnosis meskipun
telah dilakukan investigasi seksama selama di rawat-inap pada orang dewasa. Demam
ditimbulkan oleh senyawa yang dinamakan pirogen. Pirogen eksogen merupakan
senyawa yang berasal dari luar tubuh pejamu dan sebagian besar terdiri dari produk
mikroba, toksin atau mikroba itu sendiri.
Pirogen eksogen menginduksi pelepasan senyawa di dalam tubuh pejamu yang
dinamakan pirogen endogen. Pirogen endogen tersebut diproduksi oleh berbagai jenis
sel di dalam tubuh pejamu terutama sel monosit dan makrofag. Senyawa yang
tergolong pirogen endogen ialah sitokin, seperti interleukin (interleukin-1B,
interleukin-1, interleukin-6), tumor nekrosi faktor (TNF-TNF-B) dan interferon.
Pirogen endogen yang dihasilkan oleh sel monosit, makrofag dan sel tertentu lainnya
secara langsung atau dengan perantaraan pembuluh limfe masuk sistem sirkulasi dan
dibawa ke hipotalamus. Di dalam pusat pengendalian suhu tubuh pirogen endogen
menimbulkan perubahan metabolik, antar lain sintesis prostagladin E 2 (PGE2) yang
mempengaruhi pusat pengendalian suhu tubuh sehingga set point untuk suhu tersebut
ditingkatkan untuk suatu suhu tubuh yang lebih tinggi. Pusat ini kemudian
mengirimkan impuls ke pusat produksi panas untuk meningkatkan aktivitasnya dan ke
pusat pelepasan panas untuk mengurangi aktivitasnya sehingga suhu tubuh meningkat
atau terjadi demam. (Nicholas, 2015)
E. Pathway (Nicholas,2015)
F. Manifestasi klinis
1. Demam suhu tubuh 38,3 C berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 2 minggu
tanpa adanya penegakan diagnosis.
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Menggigil
5. Dehidrasi
6. Kehilangan nafsu makan
Foto toraks
Darah perifer lengkap, hitung jenis &
morfologi
Hapusan darah tebal
Laju endap darah dan atau C-reactive protein
Urinalisis
Tahap I
Pemeriksaan mikroskopik apusan darah, urin
(likuor serebrospinal, feses, cairan tubuh lain
bila terdapat indikasi)
Biakan darah, urin, feses, hapusan tenggorok
Uji tuberkulin
Uji fungsi hati
Bila anak tampak sakit berat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat, tetapi bila penyakit
lebih kronik pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan secara bertahap. Pemeriksaan awal
dan rutin meliputi darah tepi lengkap termasuk hitung jenis, trombosit, feses lengkap dan
urinalisis, uji tuberkulin, laju endap darah, biakan darah, biakan urin, kalau perlu dilakukan
hapusan tenggorok.
Adanya pansitopenia, neutropenia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, apalagi bila
disertai dengan trombositopenia atau adanya limfoblas pada hapusan darah perifer perlu
dikonsultasikan kepada ahli hematologi/onkologi serta dilakukan pungsi sumsum tulang.
Jumlah limfosit yang meningkat pada hitung jenis mengarah pada mononukleosis atau infeksi
virus sedangkan neutropenia berat pada pasien sakit ringan sampai sedang bisa disebabkan
oleh berbagai infeksi lain. Leukositosis dan meningkatnya LED menunjukkan adanya infeksi
dan penyakit vaskular kolagen. Anemia hemolitik bisa terdapat pada penyakit vaskular-
kolagen atau endokarditis, sedangkan anemia non hemolitik mengarah pada penyakit kronis
atau keganasan. Piuria dan bakteriuria menunjukkan infeksi saluran kemih, hematuria
menunjukkan kemungkinan endokarditis.
Pemeriksaan fototoraks dapat dilakukan untuk semua pasien sedangkan foto mastoid dan
sinus nasalis serta traktus gastrointestinal dilakukan atas indikasi tertentu. Uji untuk HIV
seharusnya dilakukan untuk semua pasien. Uji serologik lain dapat dilakukan untuk
shigelosis, salmonelosis, bruselosis, tularemia, infeksi mononukleosis, CMV, toksoplasmosis
dan bebrapa infeksi jamur. CT scan dapat membantu mengidentifikasi lesi di kepala, leher,
dada, rongga peritoneum, hati, limpa, kelenjar getah bening intra abdominaldan intra toraks,
ginjal, pelvis dan mediastinum. CT scan atau USG juga dapat membantu dalam melakukan
biopsi atau aspirasi pada daerah yang dicurigai terdapat lesi. Cara ini dapat mengurangi
laparotomi eksplorasi atau torakostomi. Biopsi kadang-kadang dapat membantu menegakkan
FUO.
Dalam pencarian etiologi FUO, ESR (erythrocyte sedimentation rate) harus dievaluasi.
Adanya peningkatan ESR disertai anemia kronik sering dihubungkan dengan giant cell
arteritis atau polymyalgia rheumatica. C reactive protein (CRP) sebaiknya diperiksa karena
merupakan indikator spesifik terhadap respon metabolik terhadap inflamasi pada fase akut.
ANA (anti nuclear antibody), antineutrophil sytoplasmic antibody, faktor reumatoid dan
krioglobulin serum harus dinilai untuk menegakkan penyakit vaskuler kolagen lainnya dan
vaskulitis. PPD (purified protein derivative) diperiksa untuk menskrining pasien tuberkulosis
dengan FUO.
Beberapa pemeriksaan diagnostik terbaru seperti serologi dan kultur virus, memiliki
peran penting dalam mengevaluasi penyakit ini. Namun apabila berbagai evaluasi intensif
telah dilakukan tanpa memberiksan hasil maka tes-tes yang invasif seperti punksi lumbal
maupun biopsi sumsum tulang, hepar serta kelenjar getah bening, dapat dipertimbangkan
sesuai dengan kecurigaan klinis yang ditemukan.
Keterangan tambahan
Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius
Kultur
o Kultur darah untuk patogen aerobik dan non-aerobik
o Kultur urin
o Kultur sputum dan feses dapat membantu keberadaan penyakit paru
maupun gastrointestinal
o Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan steril;
seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal, hepar,
sumsum tulang, dan nodus limfe.
Serologi
o Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil yang
signifikan, seperti adanya antibodi spesifik terhadap mikroorganisme infeksi.
Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari pemeriksaan serologi adalah
Brucellosis, infeksi CMV, infeksi mononucleosis EBV, infeksi HIV,
amebiasis, toxoplasmosis, dan klamidia.
o Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan SLE.
o Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi, kadar
tiroksin, dan LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis kondisi
tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme.
H. Penatalaksanaan
2) Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan Volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme
3. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
3) Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Kekurangan Volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
output terapi.
cairan
- Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.
3. Tingkat - Membantu keluarga
intake dan untuk
output mempertahankan
cairan cairan terhadap
secara oral pasien secara mandiri
sedikit tapi
sering - Mempertahankan
keseimbangan cairan
4. Ajarkan secara parental
keluarga
mengenai
pemberian
cairan
secara
tepat
5. Kaloborasi
pertahanka
n
pemberian
cairan
parental
secara
tepat
5. Kaloborasi :
berikan
parasethamol
sesuai dosis
yang
diperlukan.
Dx. 3 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.
5. Kaloborasi
pemberian
obat
antimetik
sesuai dosis
yang
dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA