Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI BERMAIN : MENGGAMBAR DAN MEWARNAI

Oleh Kelompok :

1. I Wayan Ariana (23089142009)


2. Ni Putu Ina Agresia Sintamaylani (23089142036)

3. Made Arya Dwi Mahaendra (23089142028)


4. Komang Irma Supriyanti (23089142019)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

2023
A. LATAR BELAKANG

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah
sakit sehingga anak harus beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit (Wong, 2009). Angka
kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah
perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%,
usia 13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-
21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44%. Anak yang dirawat di
rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi.

Hospitalisasi, baik itu hospitalisasi jangka pendek, pembedahan, ataupun hospitalisasi jangka
panjang dari suatu penyakit yang kronik sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak,
terutama selama tahun-tahun awal. Hal ini sering menimbulkan stres karena anak akan mengalami
ketakutan terhadap orang asing yang tidak dikenalnya dan pekerja rumah sakit, perpisahan dengan
orang terdekat, kehilangan kendali, ketakutan tentang tubuh yang disakiti, dan nyeri (Potter, 2013).
Reaksi-reaksi tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan; pengalaman sebelumnya dengan
penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi; keterampilan koping yang dimiliki; keparahan diagnosis;
dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2013).

Cemas akibat perpisahan atau yang biasa disebut depresi analitik, merupakan stres utama
pada bayi usia pertengahan sampai usia prasekolah. Pada rentang usia tersebut kecemasan
dimanifestasikan dalam tiga fase, yaitu fase protes, putus asa, dan pelepasan. Selama fase protes,
anak-anak bereaksi secara agresif, menolak perhatian dari orang lain, dan kedukaan mereka tidak
dapat ditenangkan. Selama fase putus asa, anak-anak cenderung tidak aktif, tidak tertarik, dan
menarik diri dari orang lain. Sedangkan fase pelepasan, anak akan tampak menyesuaikan diri
terhadap lingkungan, akan tetapi hal ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-
tanda kesenangan (Hockenberry & Wilson, 2013).

Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh anak dapat diberikan terapi bermain.
Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun sedang mengalami
sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011). Bermain merupakan salah satu
alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi
terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat
penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan
kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Ball, et al.
2012).
Selain itu, bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-otot, kognitif serta emosinya.
Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana anak dapat mengenal segala sesuatu
yang ada disekitarnya sehingga anak mendapatkan kesempatan cukup untuk bermain. Bermain
dapat menjadikan anak individu dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas dibandingkan
pada anak yang masa kecil kurang mendapatkan kesempatan untuk bermain.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mendapatkan terapi bermain selama 10 menit, anak diharapkan bisa merasa senang
selama perawatan di rumah sakit dan tidak takut lagi terhadap perawat, serta anak lebih nyaman
selama berada di rumah sakit.

C. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah diajak bermain selama 10 menit anak diharapkan:
1. Anak merasa senang dan tidak takut lagi dengan dokter dan perawat
2. Merasa nyaman selama dirawat
3. Gerakan motorik halusnya bisa terarah
4. Berkembang kognitifnya
5. Kejenuhan anak selama di rumah sakit berkurang
6. Kreatifitas anak bisa berkembang
D. PERENCANAAN
a. Jenis program bermain menggambar

1. Karakteristik
a. Anak usia 4-6 tahun
b. Anak didampingi oleh orang tua
c. Anak dapat duduk dan keadaan umum yang cukup baik
d. Anak kooperatif
2. Metode
a. Demonstrasi dan bermain bersama
3. Alat yang digunakan
a. Kertas dan pensil
4. Setting Tempat

Bermain dilakukan di ruang bermain anak. Perawat berhadapan dengan anak sedangkan
orang tua berada di sebelah anak untuk membantu dalam bermain.

Ket:

Tempat tidur

Pasien

Perawat

Orang Tua

E. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Persiapan
a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat-alat
c. Menyiapkan anak dan keluarga
2. Pelaksanaan
No. Terapis Waktu Subjek Terapi
1. Persiapan : 3 Menit Memperkenalkan diri,
a. Menyiapkan Memperhatikan
ruangan.
b. Menyiapkan
Menyiapkan alat-alat.
c. Menyiapkan anak
dan
keluargaPersiapan
2. Proses : 5 Menit Menjawab salam, Bermain
a. Membuka proses bersama dengan antusias dan
terapi bermain mengungkapkan perasaannya
dengan mengucap
kan salam,
memperkenalkan
diri.
b. Menjel askan pada
anak dan keluarga
tentang tujuan dan
manfaat bermain,
menjelaskan
cara permainan.
c. Menga jak anak
menggambar
d. Mengevaluasi valuasi
respon anak dan
keluarga.
3. Penutup (1 menit). 2 menit Memperhatikan dan menjawab
Menyimpulkan, salam
mengucapkan salam
Jumlah 10 menit
F. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
Persiapan yang dilakukan selama 3 menit sebelum pelaksanaan
a. Alat yang dipakai adalah kertas, kertas bergambar, pensil, dan pensil warna
b. Tempat dilakukan terapi bermain di ruang Bakas RSUD Kabupaten Klungkung
c. Kontrak waktu dengan keluarga
2. Evaluasi Proses
a. Anak kooperatif pada saat pelaksanaan terapi bermain
b. Anak aktif
3. Evaluasi hasil
a. mengikuti kegiatan dengan baik
b. Anak tidak takut lagi dengan perawat
c. Anak dapat menggambar secara bebas
d. Anak merasa senang dan nyaman
e. Kreatifitas anak berkembang
Penilaian Terapi Bermain Menggambar
Aspek yang dinilai Nilai
1. Motorik Halus
a. Anak mampu memegang pensil
2. Sosial Personal
a. Anak mengikuti kegiatan kegiatan terapi bermain dengan
kooperatif
Jumlah skor

Skoring:

1 : Kurang 2: cukup 3: Baik

Kesimpulan

…………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………

G. LAMPIRAN MATERI TERAPI BERMAIN


1. Pengertian Bermain

Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain
merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan
pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011). Bermain merupakan pekerjaan
pada masa kanak-kanak. Ahli pekembangan anak mengakui bahwa bermain sebagai strategi
koping yang penting bagi anak, hal tersebut merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak
serta merupakan salah satu cara yang paling efektif menurunkan stres pada anak dan penting
untuk menyejahterakan mental dan emosional anak (Purwandari, Mulyono, & Sucipto, 2010).
Terapi bermain merupakan suatu bentuk permainan anak-anak, di mana mereka dapat
berhubungan dengan orang lain, saling mengenal, sehingga dapat mengungkapkan perasaannya
sesuai dengan kebutuhan mereka. Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan dan
digunakan anak untuk menghadapi ketakutan, kecemasan dan mengenal lingkungan, belajar
mengenai perawatan dan prosedur yang dilakukan serta staf rumah sakit yang ada.
Melalui bermain akan semakin mengembangkan kemampuan dan keterampilan motorik
anak, kemampuan kognitifnya, melalui kontak dengan dunia nyata, menjadi eksisdi
lingkungannya, menjadi percaya diri, dan masih banyak lagi manfaat lainnya. Bentuk
permainan yang sesuai dengan anak usia 3-6 tahun yaitu mewarnai gambar
Mewarnai merupakan suatu bentuk kegiatan kreativitas, dimana anak diajak untuk
memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu bentuk atau pola gambar, sehingga
terciptalah sebuah keasi seni. Dengan mewarnai dapat menurunkan tingkat kecemasan pada
anak dengan warna yang di hasilkan, menurunkan tingkat kecemasan anak selama perawatan
dengan mengajak mereka bermain menggunakan alat permainan yang tepat.
2. Tujuan Terapi Bermain
Wong, et al (2009) menyebutkan, bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak
berhenti pada saat anak-anak sakit atau di rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit
memberikan manfaat utama yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak,
selain itu tujuan terapi bermain adalah untuk menciptakan suasana aman bagi anak-anak untuk
mengekspresikan diri mereka, memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan
sosial dan mengatasi masalah mereka serta memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk
berekspresi dan mencoba sesuatu yang baru. Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar
dapat melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak
sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress (Saputro, 2017).

Penerapan terapi bermain dengan mewarnai gambar dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada anak usia pra sekolah dan dilanjutkan
sebagai intervensi yang dapat dilakukan secara mandiri pada pasien tersebut.
3. Fungsi Bermain
Adapun fungsi bermain pada anak yaitu:
a. Perkembangan sensoris-motorik : aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar
yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembanga fungsi otot.
b. Perkembangan intelektual: anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan
membedakan objek. Misalnya, anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas
dan anak dapat memperbaikinya maka anak telah belajar memecahkan masalahnya
melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan
daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi,
akan melatih kemampuan intelektualnya.
c. Perkembangan sosial: perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan
hubungan sosial dan belajar memecahkan dari hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas
bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar
tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja.
d. Perkembangan kreativitas: berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui
kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
e. Perkembangan kesadaran diri: melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-
peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Dalam hal ini, peran
orang tua sangat penting untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap
orang lain. Nilai-nilai moral: anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya
dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
f. Bermain Sebagai Terapi :Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami
berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut, cemas, sedih dan
nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada di 22 lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya
karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) (Saputro, 2017).
4. Macam- macam Bermain
a. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa

yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :


1) Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut,
memperhatikan, mengocok-ocok apakah adan bunyi, mencium, meraba, menekan dan
kadang-kadang berusaha membongkar.
2) Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumah- rumahan.
3) Bermain drama (Dramatic Play)
Misal bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan teman- temannya.
4) Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain.

b. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan mendengar.
Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk
mengatasi kebosanan dan keletihannya. (Dewanti & Surakarta, 2023)
Contoh : Melihat gambar di buku/majalah, mendengar cerita atau musik,menonton
televisi dan lain-lain. (Desmita, 2009).
5. Alat Permainan Edukatif
Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan
perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna
untuk :
a. Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang
pertumbuhan fisik anak, trediri dari motorik kasar dan halus. Contoh alat bermain
motorik kasar : sepeda, bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll. Motorik halus:
gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll.
b. Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar.Contoh
alat permainan : buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, tape, TV, dll.
c. Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna, dll.
Contoh alat permainan : buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio,
dll.
d. Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan interaksi ibu dan anak,
keluarga dan masyarakat. Contoh alat permainan : alat permainan yang dapat dipakai
bersama, misal kotak pasir, bola, tali, dan lain- lain (Andriana, 2011)
6. Permainan Anak Usia 4-6 Tahun
a. Menggambar bebas
Sediakan kertas kosong dan pensil atau krayon/spidol warna, lalu berikan kepada
anak dan minta anak menggambar diatas kertas tersebut. Kemudian minta anak
menceritakan gambar yang telah dibuatnya. Beri stimulus dalam memulai menggambar
seperti beri ide membuat gambar mobil, gambar binatang atau menggambar pemandangan
(Saputro,2017).

b. Mewarnai

Mewarnai merupakan suatu bentuk kegiatan kreativitas, dimana anak diajak untuk
memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu bentuk atau pola gambar, sehingga
terciptalah sebuah keasi seni. Dengan mewarnai dapat menurunkan tingkat kecemasan pada
anak dengan warna yang di hasilkan, menurunkan tingkat kecemasan anak selama perawatan
dengan mengajak mereka bermain menggunakan alat permainan yang tepat. Sementara
gambar merupakan sebuah media yang dapat merangsang otak. Dengan menggambar, anak
akan berpikir dan melakukan analisa terhadap segala pengalaman yang mungkin pernah
dilihat dan diamatinya. Sediakan kertas yang berisi gambar, pensil warna atau krayon atau
spidol berwarna, lalu berikan kepada anak dan minta anak untuk mewarnai gambar yang ada
dikertas tersebut . setelah itu minta anak untuk menjelaskan mengapa mewarnai gambar
tersebut dengan warna yang ia pilih dan gunakan. (Asmarawanti & Lustyawati, 2020)
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.Ball, J.,
Bindler, R., Cowen, K. (2012). Principles of Pediatric Nursing: Caring for Children, Ed.5. USA:
Pearson.
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Hockenberry, M.J., &
Wilson, D. (2013). Wong’s essentials of pediatric nursing (9th Ed.). St.
Louis: Mosby).

Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Pra
Sekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo
Semarang. http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/article/vie
w/92. Oktober 2023, pukul 18.00 WITA

Purwandari, H., Mulyono, W.A., & Sucipto, A. (2010). Terapi bermain untuk menurunkan kecemasan
perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Jurnal

Asmarawanti, & Lustyawati, S. (2020). Penerapan Terapi Bermain Mewarnai Gambar Untuk Menurunkan
Tingkat Kecemasan Hospitalisasi Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun). Jurnal Ilmiah Kesehatan Dan
Keperawatan, 83–92. https://jurnal.ummi.ac.id/index.php/lentera/article/view/216/85

Dewanti, B. A., & Surakarta, U. A. (2023). Penerapan Terapi Bermain Mewarnai Pada Anak Prasekolah
Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Jurnal Riset
Rumpun Ilmu Kesehatan (JURRIKES), 2(2), 14–25.

Anda mungkin juga menyukai