Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

TERAPI BERMAIN PADA ANAK USIA 5-9 TAHUN

Dosen Pengampu : Ns. Ni Bodro Ardi S.Kep M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4 :


1. Erfita Nabila (221030122696)
2. Imelda Febrianti (221030122434)
3. Maya Anggraini (221030121985)
4. Muhammad Khoiruddin Lubis (221030121961)
5. Neva Rama Cahyaningrum (221030121984)

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


JL. Pajajaran No.1, Pamulang Bar., Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan,
Banten 1541
2023
A. Latar Belakang
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua
yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermaian akan membuat
menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena
beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak ( noname, 2006).
Ketika masa anak sudah memasuki masa todler anak selalu membutuhkan
kesenangan pada dirinya dan anak membutuhkan suatu permainan. Aktivitas
bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak. Sekarang
banyak dijual macam-macam alat permainan, jika orang tua tidak selektif dan
kurang memahami fungsinya maka alat permainan yang dibelinya tidak akan
berfungsi efektif. Alat permaianan hendaknya disesuaikan dengan jenis
kelamin dan usia anak, sehingga dapat merangsang perkembangan anak
dengan optimal. Dalam kondisi sakitpun aktivitas bermaian tetap perlu
dilaksanakan namun harus disesuaikan dengan kondisi anak.
Saat di rumah sakit, anak mengalami stress akibat perubahan lingkungan
dan mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress itu sendiri. Stress tersebut
perlu mendapat perhatian yang khusus serta penanganannya agar anak lebih
kooperatif dalam mengahadapi permasalahan yang dihadapi. Salah satunya
dengan cara melakukan terapi bermain, hal ini akan mengalihkan perhatian
anak terhadap rasa sakit, stress oleh suasana rumah sakit, perpisahan dengan
anggota keluarga, menghindari dampak psikologis yang akan terjadi dan lain-
lain.
Bagi anak, bermain merupakan metode bagaimana mereka mengenal
lingkungan sekitarnya. Tidak hanya sekedar mengisi waktu luang, tetapi
bermain juga merupakan kebutuhan anak yang akan membantunya
menstimulasi otot-otot dan saraf melainkan sarana mereka untuk melimpahkan
perasaan dan pikirannya.
Ruangan yang digunakan adalah di ruangan terapi bermaian yang terdapat di
Rumah Sakit atau bisa juga digunakan ruang perawatan anak. Dimana di ruang
tersebut terdapat alat-alat bermain yang disesuaikan dengan usia anak. Terapi
bermaian ini bertujuan untuk mempraktekkan keterampilan, memberikan
ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif dan merupakan suatu aktifitas
yang memberikan stimulasi dalam kemampuan keterampilan kognitif dan
afektif.
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Diharapkan dapat menurunkan stress pada anak dan menstimulasi
tumbuh kembang anak setelah mendapatkan terapi bermain. Anak lebih
merasakan ketenangan dan kenyamanan selama menjalani perawatan di
rumah sakit setelah meluapkan pikiran dan perasaannya dalam permainan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan terapi bermain satu kali, diharapkan
mampu:
a. Meringankan rasa cemas/stress anak terhadap suasana rumah sakit serta
proses perawatan.
b. Membuka jalan anak untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
c. Meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan anak.
d. Menilai kedekatan dan interaksi antara anak dengan orang tua.
e. Menciptakan dan meningkatkan hubungan yang lebih erat serta hangat
antara anak dan orang tua juga perawat.
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Judul Dan Topik
Terapi bermain pada anak usia sekolah yaitu usia 5-9 tahun :
Menggambar dan menceritakan gambar.
2. Sasaran : Pasien anak usia 5 tahun diruang rawat inap
3. Metode
a. Ceramah
b. Pengarahan
c. Terapi bermain dengan menggambar dan menceritakan
gambar
4. Alat
a. Kertas HVS
b. Alat tulis (pensil dan penghapus)
c. Crayon / Pensil Warna
5. Waktu Dan Tempat
a. Waktu : 27 Maret 2024
b. Jam : 10.30 s/d Selesai
c. Tempat : Ruang Rawat Inap
6. Rancangan Bermain
Permainan yang kita lakukan adalah menggambar dan menceritakan makna
atau kisah dari gambar tersebut. Setiap anak diberikan kertas kosong dan krayon
atau spidol masing-masing satu. Kemudian leader memimpin jalannya
permaianan. Co leader, fasilitator, observer melakukan tugas masing-masing.
7. Rencana Pelaksanaan
Tahap Kegiatan Waktu Media dan Alat
Kegiatan
Persiapan a. Menyiapkan ruangan 5 Menit -
b. Menyiapkan alat dan
media
c. Menyiapkan anak dan
orang tua

Proses a. Membuka proses terapi 30 Menit a. Kertas HVS


bermain dengan b. Alat tulis (Pensil
mengucapkan salam, dan penghapus)
memperkenalkan diri. c. Crayon/Pensil
b. Menjelaskan tujuan dan Warna
manfaat terapi bermain
dan cara permainan
kepada anak dan orang
tua
c. Memulai permainan
Penutup a. Menyimpulkan 5 Menit a. Hadiah / bingkisan
b. Memberi reinfosment
dan hadiah
c. Menutup pertemuan dan
mengucapkan salam
MATERI TERAPI BERMAIN DI RUMAH SAKIT

1. Konsep Bermain
A. Definisi Bermain
Bermain adalah cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik
dalam dirinya yang tidak disadari (Wholey and wong, 1991).Bermaian
adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk
memperoleh kesenangan (Foster, 1989).
Jadi kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh
kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. yang dilakukan secara
sukarela untuk memperoleh kesenangan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.
B. Tujuan Bermain
a. Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang
normal,
b. Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan, dan fantasi,
c. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman
bermain yang tepat,
d. Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress
karena sakit.
C. Fungsi Bermain
a. Perkembangan Sensoris-Motorik
Aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain pada
semua usia dan merupakan bentuk dominan permainan pada masa bayi.
Permainan aktif penting untuk perkembangan otot dan bermanfaat untuk
melepasa kelebihan energy. Melalui permainan sensorimotor, anak
menggali sifat dunia fisik. Bayi memperoleh kesan tentang diri mereka
sendiri dan dunia mereka melalui stimulasi taktil, audiotorius, visual dan
kinestetik. Toddler dan prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan
mengeksplorasi segala sesuatu di ruangan. Dengan meningkatnya
maturitas, permainan sensorimotor, menjadi semakin berbeda.
Sementara anak yang masih sangat kecil lebih menyukai berlari untuk
menggerakkan tubuh, anak yang lebih besar menggabungkan atau
memodifikasi gerakan menjadi aktivitas yang lebih rumit dan
terkoordinasi, seperti berlomba, melakukan permaiinan, main sepeda dan
roler skating.
b. Perkembangan Intelaktual
Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar
mengenali warna, bentuk, ukuran, tekstur dan fungsi objek-objek.
Mereka mempelajari fungsi angka-angka dan cara menggunakannya;
mereka belajar menghubungkan kata dengan benda, dan mereka
mengembangkan pemahaman tentang konsep yang abstrak dan
hubungan spasial seperti naik, turun, bawah dan atas. Kegiatan seperti
puzzle dan permainan membantu mereka mengembangkan kemampuan
menyelesaikan masalah. Buku, cerita, film dan koleksi benda dapat
memperluas pengetahuan sekligus kesenangan. Permainan memberikan
sarana untuk mempraktikkan dan mengembangkan keterampilan
berbahasa melalui bermain, anak-anak secara berkelanjutan
mempraktikkan pengalaman yang lalu untuk mengasimilasikannya
kedalam berbagai persepsi dan hubungan yang baru. Bermain membantu
anak-anak memahami dunia tempat mereka tinggal dan membedakan
antara fantasi dan kenyataan.
Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan
orang tua dalah dua variable terpenting yang terkait dengan
perkembangan kognitif selama masa bayi dan prasekolah (Chase, 1994).
c. Sosialisasi
Sejak masa bayi awal, anak-anak menunjukkan minat dan
kesenangan apabila ditemani dengan anak lain. Hubungan sosial
pertamanya adalah dengan pribadi ibu, tetapi melalui bermain dengan
anak lain, mereka belajar membentuk hubungan sosial dan
menyelesaikan masalah yang terkait dengan hubungan ini. Mereka
belajar untuk saling member dan menerima, mereka banyak belajar dari
kritikan teman sebayanya dibandingkan dari orang dewasa. Mereka
mempelajari peran seks sesuai dengan yang diharapkan masyarakat serta
mempelajari pola perilaku dan sikap yang diterima masyarakat. Anak-
anak mempelajari yang benar dari yang salah, standar masyarakat dan
bertanggung jawab atas tindakan mereka.
d. Kreativitas
Tidak ada situasi lain yang lebih memberi kesempatan untuk
menjadi kreatif selain bermain. Anak-anak bereksperimen dan mencoba
ide mereka dalam bermain melalui setiap media yang mereka miliki,
termasuk bahan-bahan mentah, fantasi dan eksplorasi. Kreativitas
terkekang oleh tekanan untuk menyamakan; oleh sebab itu usaha keras
untuk dapat diterima oleh teman sebaya mungkin merintangi upaya
kreatif anak sekolah atau anak remaja. Kreativitas terutama merup[akan
hasil dari aktivitas tunggal, meskipun berfikir kreatif sering kali
ditingkatkan dalam kelompok ketika mendengar ide orang lain yang
merangsang eksplorasi lanjutan dari idenya sendiri. Ketika anak
marasakan kepuasan dari mencipta sasuatu yang baru dan berbeda,
mereka mentransfer minat kreatif ini situasi dilua dunia bermain.
e. Kesadaran diri
Bermula dari eksplorisasi aktif tubuh anak dan kesadaran diri bahwa
mereka terpisah dari ibunya, proses identifikasi diri difasilitasi melalui
kegiatan bermain. Anak-anak belajr mengenali siapa diri mereka dan
dimana posisi mereka. Mereka semakin mampu mengatur tingkah laku
mereka sendiri, mempelajari kemampuan diri mereka, dan
memandingkannya dengan anak-anak yang lain. Melalui bermain anak-
anak mampu menguji kemampuan mereka, melaksanakan dan mencoba
berbagai peran dan mempelajari dampak dari perilaku mereka pada orang
lain.
f. Manfaat Terapeutik
Bermain bersifat terapeotik pada berbagai usia. Bermain
memberikan serana untuk melepaskan diri dari ketegangan dan stress
yang dihadapi di lingkungan. Dalam bermain, anak dapat
mengekspresikan emosi dan melepaskan impuls yang tidak dapat
diterima dalam cara yang dapat diterima masyarakat. Anak-anak mampu
untuk mencoba dan menguji situasi yang menakutkan dan dapat
menjalankan dan menguasai peran dan posisi yang tidak dapat mereka
lakukan di dunia nyata. Ana-anak banyak menunjukkan diri mereka
sendiri dalam bermain. Melalui bermain anak-anak mampu
mengomunikasikan kebutuhan, rasa takut, dan keinginan mereka kepada
pengamat yang tidak dapat mereka ekspresikan karena keterbatasan
keterampilan bahasa mereka. Selama bermain, anak perlu menerima dari
orang dewasa dan perlu didampingi oleh orang dewasa untuk membantu
mereka mengontrol agresi dan menyalurkan kecendrungan destruktif
mereka.
g. Nilai Moral
Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang perilaku
yang dianggap benar dan salah menurut budaya, interaksi dengan sebaya
selama bermain berperan secara bermakna pada pembentukan moral
mereka. Tidak ada tempat yang memberikan penguatan standar moral
sekaku dalam situasi bermain. Bila mereka ingin diterima sebagai
anggota kelompok, anak harus menaati aturan perilaku yang diterima
budaya (misalnya adil, jujur, control diri dan mempertimbangkan orang
lain). Anak segera mempelajari bahwa sebaya mereka kurang toleran
terhadap kekerasan dibandingkan orang dewasa dan bahwa untuk
mempertahankan tempat dalam kelompok bermain mereka harus
menyesuaikan diri dengan standar kelompok tersebut.
D. Karakter Permainan
a. Permainan Pengamat
Selama permainan pengamat, anak memerhatikan apa
dilakukan anak lain tetapi tidak berusaha untuk terlibat dalam aktivitas
bermain tersebut. Terdapat minat aktif dalam memerhatikan intekrasi
anak lain tetapi tidak bergerak untuk berpartispasi. Memerhatikan
kakak menendang bola adalah contoh umum dari peran pengamat.
b. Permainan Tunggal
Selama permainan tunggal, anak bermain sendiri dengan
mainan berbeda dengan mainan digunakan oleh anak lain di tempat
yang sama. Mereka menikmati adanya anak lain tetapi tidak berusaha
untuk mendekati atau berbicara dengan mereka. Minat mereka
dipusatkan pada aktivitas mereka sendiri, yang mereka lakukan tanpa
terkait dengan aktivitas anak lain.
c. Permainan Parallel
Selama aktivitas parallel, anak bermain secara mandiri tetapi
antara anak-anak lain. Mereka bermain dengan mainan yang sama
seperti mainan yang digunakan anak lain di sekitar mereka, tetapi
ketika anak tampak kompak, mereka tidak saling memengaruhi.
Masing-masing anak bermain berdampingamn, tetapi tidak bermain
bersama. Tidak ada asosiasi kelompok. Bermain parallel adalah cirri
bermai toddler, tetapi juga dapat terjadi pada kelompok usia lain.
Individu yang terdapat dalam aktivitas kreatifdengan masing-masing
orang secara terpisah mengerjakan proyek individual termasuk ke
dalam permainan parallel.
d. Permainan Asosiatif
Anak bermain bersama dan mengerjakan aktivitas serupa
atau sama, tetapi tidak ada organisasi, pembagian kerja, penetapan
kepemimpinan, atau tujuan bersama. Anak meminjam dan meminjami
material permainan, saling mengikuti dengan mendarai wagon dan
sepeda roda tiga,dan terkadang berupaya untuk mengontrol siapa saja
yang boleh dan tidak boleh bermain dalam kelompok tersebut. Setiap
anak bertindak sesuai dengan harapannya sendiri, tidak ada tujuan
kelompok. Misalnya, dua anak bermain boneka, saling meminjam
pakaian boneka dan melakukan percakapan serupa, tetapi tidak ada
yang mengarahkan tindakan teman lainatau menetapkan aturan
mengenai batasan sesi permainan. Terdapat pengaruh perilaku yang
sangat besar: ketika anak satu memulai aktivitas, seluruh kelompok
mengikuti contohnya.
e. Permainan Kooperatif
Permainan kooperatif(kerja sama) bersifat teratur, dan anak
bermain dalam kelompok dengan anak lain. Mereka mendiskusikan
dan merencanakan aktivitas untuk tujuan pencapaian akhir untuk
membuat sesuatu, untuk mencapai tujuan kompetitif, untuk
memerankan situasi kehidupan orangdewasa atau kelompok, atau
untuk memainkan permainan formal. Kelom[ok ini terbentuk secara
renggang, tetapi terdapat rasa memiliki atau tidak memiliki yang
nyata. Tujuan dan pencapaiannya memerlukan pengorganisasian
aktivitas, pembagian kerja, dan peran bermain. Hubungan pemimpin-
anak buah ditetapkan secara jelas, dan aktivitas dikontrol oleh satu
atau dua anggota yang memerankan peran dan mengarahkan aktivitas
orang lain. Aktivitas diatur untuk memungkinkan satu anak
menambah fungsi anak lai mencapai tujuan.
E. Klasifikasi Permainan
a. Permainan sosial-afektif
Permainan yang membuat bayi merasakan kesenangan dalm
berhubungan dengan orang lai. Bila orang dewasa berbicara,
menyentuh, mencium, dan dalam berbagai cara membuat bayi
berespon, bayi segera belajar untuk menstimulasi emosi dan respons
orang tua dengan perilaku seperti tersenyum, mengeluarkan suara,
memulai permainan dan aktivitas. Tipe dan instesitas perilaku orang
dewasa terhadap anak beragam pada setiap budaya.
b. Permainan rasa senang
Pengalaman stimulasi nonsosial yang muncul begitu saja.
Objek dalam lingkungan-sinar dan warna, rasa dan bau, tekstur dan
konsistensi menarik perhatian anak, merangsang indra mereka, dan
memberikan kesenangan. Pengalaman rasa senang berasal dari
memegang bahan mentah (air, pasir, makanan), gerakan tubuh
(diayun, diangkat, ditimang), dan dari pengalaman yang lain
menggunakan indra dan kemampuan tubuh (mencium dan
bersenandung).
c. Permainan keterampilan
Bila bayi telah mengembangkan kemampuan untuk
menggenggam atau memanipulasi, mereka secara terus-menerus
menunjukkan dan melatih kemampuan yang baru mereka kuasai
melalui permainan keterampilan, yang mengulang tindakan tersebut.
Elemen dari permainan rasa senang sering terlihat dalam
mempraktikkan kemampuan baru, tetapi terlalu sering, bertekat untuk
berhasil menunjukkan keterampilan sulit yang menimbulkan nyeri
dan frustasi. Mis, belajar mengendarai sepeda.
d. Perilaku unoccupied
Anak tidak bermain tetapi memfokuskan perhatian mereka
secara singkat pada apapun yang menarik perhatian mereka. Anak
melamun, memainkan pakaian atau objek lain, atau berjalan tanpa
tujuan. Peran ini berbeda dengan pengamat (onlooker), yang secara
aktif memerhatikan aktivitas orang lain.
e. Permainan dramatic atau pura-pura
Salah satu elemen vital pada proses identifikasi anak adalah
permainan dramatic, yang juga disebut sebagai permainan simbolik
atau pura-pura. Permainan ini dimulai pada masa bayi akhir (11
sampai 13 bulan) dan merupakan bentuk permainan yang dominan
pada anak prasekolah. Bila anak mulai memberikan makna afektif
pada dunia, mereka dapat menghayalkan dan membayangkan hamper
segala hal, dengan memerankan kejadian hidup sehari hari, anak
belajar dan mempraktikkan peran dan identitas yang dimainkan oleh
anggota keluarga mereka dan masyarakat. Mainan anak, replica
benda-benda di masyarakay, memberikan media untuk belajar tentang
peran dan aktifitas orang dewasa yang dapat membingungkan dan
menimbulkan frustasi pada mereka. Permainan sederhana, imitatf,
dramatic pada toddler, seperti menggunakan telepon, mengendarai
mobil-mobilan, atau menimang boneka, berkembang menjadi drama
yang semakin kompleks dan bersambung yang dibuat anak
prasekolah, yang meluas dari hal-hal umum dirumah tangga sampai
aspek yang lebih luas tentang dunia dan masyarakat, seperti
memainkan peran polisi, pramuniaga, guru, atau perawat. Anak yang
lebih besar menjalankan tema tertentu, memerankan sebuah cerita,
dan menyusun drama itu sendiri.
f. Permainan (game)
Anak disemua budaya terlibat dalam permainan baik sendiri
atau dengan orang lain. Aktivitas soliter mencakup permainan yang
dimulai ketika anak yang masih sangat kecil berpartisipasi dalam
aktivitas repititif dan berlanjut ke permainan yang lebih rumit yang
menantang keterampilan mandiri mereka seperti menata puzzle,
bermain kartu, dan permainan computer atau video. Anak yang sangat
muda berpartisipasi dalam permainan imitative sederhana seperti
“petak umpet”. Anak prasekolah belajar dan menikmati permainan
formal yang dimulai dengan permainan pertahanan diri yang ritual
dimainkan seperti permainan ring a rosy and London bridge
(permainan yang didalamnya terdapat aktivitas perebutan kursi yang
jumlahnya makin dikurangi dan anak yang bermain berjalan mengitari
kumpulan kursi tersebut sampai diiringi music yang ada periode
tertentu dihentikan lalu dimainkan kembali-red). Dengan
pengecualian permainan papan sederhana, anak prasekolah tidak
terlibat dalam permainan kompetitif. Anak sekolah tidak suka kalah
dan akan mencoba untuk curang, ingin mengubah aturan, atau
menuntut pengecualian dan kesempatan untuk mengubah cara
mereka. Anak usia sekolah dan remaja menikmati permainan
kompetitif, termasuk permainan kartu, catur, dan permainan aktif
secara fisik seperti baseball.
F. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
a. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan anak, karena pada dasarnya permainan adalah alat
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Status kesehatan anak/jenis penyakit
Aktivitas bermain harus disesuaikan dengan status kesehatan anak.
Aktivitas bermain hanya dilakukan kepada anak yang mulai kembali
berenergi dari masa sakitnya.
c. Gender (jenis kelamin) anak
Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau anak
perempuan untuk mengembangkan gaya pikir, imajinasi, kreatifitas, dan
kemampuan sosial anak. Akan tetapi permainan adalah salah satu alat
untuk membantu anak mengenal identitas diri.
d. Lingkungan
Lingkung yang mendukung dapat menstimulasi imejinasi anak dan
kreativitas anak dalam bermain.
e. Pandangan orang tua
Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak
bermaian akan membuat menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan
ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikolog mengatakan bahwa
permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
G. Prinsip dalam Aktivitas Bermain di Rumah Sakit
a. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat, dan sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan
c. Dilakukan untuk kelompok umur yang sama
d. Tidak bertentangan dengan proses pengobatan
e. Melibatkan orang tua
H. Fungsi Bermain di Rumah Sakit
a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar,
b. Membantu untuk mengurangi stress terhadap perpisahan, pengobatan
dan lingkungan rumah sakit.
c. Member peralihan dan relaksasai.
d. Memberikan jalan untuk mengekspresikan perasaan sebagai sarana
mengurangi tekanan.
e. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kratif dan minat.
f. Member cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong, 1996).
I. Hambatan-hambatan yang mungkin terjadi saat bermain
a. Anak kurang kooperatif
b. Orang tua tidak mendukung
c. Jam-jam tertentu seperti : kunjungan dokter, terapi dan waktu istirahat
d. Tidak semua rumah sakit mempunyai fasilitas bermain
e. Anak merasa bosan
f. Anak merasa takut atau asing dengan lingkungan
g. Menunjukkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap
yang positif terhadap orang lain.
J. Antisipasi hambatan bermain
a. Pendekatan kepada anak lebih ditingkatkan
b. Memberikan penjelasan yang mudah dimengerti orang tua, sehingga
timbul rasa percaya
c. Membatasi waktu bermain
d. Permainan bervariasi/tidak monoton
e. Bermain dilakukan dirawat inap tanpa menggangu proses terapi
pengobatan
f. Melibatkan perawat, petugas ruangan dan orang tua
g. Konsultasi dengan pembimbing
K. Bentuk-bentuk Permainan
a. Usia 0-12 bulan
Tujuannya adalah:
a. Melatih reflek-reflek menghisap, menggenggam
b. Melatih kerjasama mata dan tangan
c. Melatih kerjasama mata dan telinga
d. Melatih mencari objek yang ada tapi tidak kelihatan
e. Melatih kepekaan perabaan
Alat permainan yang dianjurkan:
a. Benda-benda yang aman untuk digigit/dimasukkan ke
mulut dan digenggam
b. Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka
c. Alat permainan berupa boneka atau binatang
d. Alat permainan yang dapat digoyangkan dan
mengeluarkan suara
b. Usia 13-24 bulan
Tujuannya adalah:
a. Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara
b. Memperkenalkan sumber suara
c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik
d. Melatih imajinainya
e. Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya
dalam bentuk kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
a. Gendering, bola dengan giring-giring didalamnya
b. Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik
c. Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga (misalnya
cangkir yang tidak mudah pecah, sendok, botol plastic, ember,
Waskom, air), balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku
bergambar, kertas untuk dicoret-coret, krayon.
c. Usia 25-36 bulan
Tujuannya adalah:
a. Menyalurkan emosi atau perasaan anak
b. Mengembangkan keterampilan berbahasa
c. Melatih motorik halus dan kasar
d. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung,
mengenal dan membedakan warna)
e. Melatih kerjasama mata dan tangan
f. Melatih daya imajinasi
g. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda
Alat permainan yang dianjurkan:
a. Alat-alat untuk menggambar
b. Lilin yang dapat dibentuk
c. Puzzle sederhana
d. Manik-manik ukuran besar
e. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang
berbeda
f. Bola
d. Usia 32-72 bulan
Tujuannya adalah:
a. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan
b. Mengembangkan kemampuan berbahasa
c. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah dan
mengurangi
d. Merangsang daya imajinasi dengan berbagai cara bermain pura-
pura (sandiwara)
e. Membedakan benda dengan permukaan
f. Menumbuhkan spontanitas
g. Mengembangkan kepercayaan diri
h. Mengembangkan kreativitas
i. Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat,
berlari, dll)
j. Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus
dan kasar
k. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak atau orang
diluar rumahnya
l. Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan,
misal: pengertian mengenai tarapung dan tenggelam
m. Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong
(kerjasama)
Alat permainan yang dianjurkan:
a. Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah ana-
anak, alat gambar dan tulis, kertas untuk belajar melipat, guting,
air, dll.
b. Teman-teman bermain: anak sebaya, orang tua, orang lain diluar
rumah
e. Usia Prasekolah
Alat permainan yang dianjurkan:
a. Alat olah raga
b. Alat masak
c. Alat menghitung
d. Sepeda roda tiga
e. Benda berbagai macam ukuran
f. Boneka tangan
g. Mobil-mobilan
h. Mainan-mainan
f. Usia Sekolah
a. Cooperative play, yaitu: aturan permainan dalam kelompok tampak
lebih jelas pada permainan jenis ini dan punya tujuan serta pemimpin
(mis: main sepak bola)
b. Mengumpulkan perangko, berolah raga
Jenis permainan yang dianjurkan:
a. Pada anak laki-laki: permainan bersifat mekanik
b. Pada anak perempuan: berhubungan dengan peran ibu
DAFTAR PUSTAKA

Khusna, A. (2017). SAP terapi bermain pada anak dan materi .


https://www.academia.edu/43234033/SAP_terapi_bermain_pada_anak_d
an_materi.

Anda mungkin juga menyukai