Disusun oleh :
KELOMPOK 1A
Ai Komariah 4006230016
Annisa Muslimah W 4006230005
Arif Sumarta 4006230076
Dewanti Fujiastuti 4006230077
Dikna Febiana 4006230036
Dini Fitriati Arifin 4006230008
Maharani Fitria 4006230070
Marina Wulandari 4006230039
Muhammad Bintang F 4006230025
Nur Izzati Amalia 4006230080
Rani 4006230084
Siska Mardiana 4006230024
Siti Anisa 4006230021
Sondari 4006230004
Wisnu Setiawan 4006230027
2023-2024
PROPOSAL TERAPI BERMAIN ANAK
I. LATAR BELAKANG
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit sehingga
anak harus beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit (Wong, 2009). Angka kesakitan anak di Indonesia
berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4
tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, usia 13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar
8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44%.
Anak yang dirawat di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi.
Hospitalisasi, baik itu hospitalisasi jangka pendek, pembedahan, ataupun hospitalisasi jangka panjang dari
suatu penyakit yang kronik sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak, terutama selama tahun-
tahun awal. Hal ini sering menimbulkan stres karena anak akan mengalami ketakutan terhadap orang asing yang
tidak dikenalnya dan pekerja rumah sakit, perpisahan dengan orang terdekat, kehilangan kendali, ketakutan tentang
tubuh yang disakiti, dan nyeri (Potter, 2013). Reaksi-reaksi tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan;
pengalaman sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, atau hospitalisasi; keterampilan koping yang dimiliki;
keparahan diagnosis; dan sistem pendukung yang ada (Hockenberry & Wilson, 2013).
Cemas akibat perpisahan atau yang biasa disebut depresi analitik, merupakan stres utama pada bayi usia
pertengahan sampai usia prasekolah. Pada rentang usia tersebut kecemasan dimanifestasikan dalam tiga fase,
yaitu fase protes, putus asa, dan pelepasan. Selama fase protes, anak-anak bereaksi secara agresif, menolak
perhatian dari orang lain, dan kedukaan mereka tidak dapat ditenangkan. Selama fase putus asa, anak-anak
cenderung tidak aktif, tidak tertarik, dan menarik diri dari orang lain. Sedangkan fase pelepasan, anak akan tampak
menyesuaikan diri terhadap lingkungan, akan tetapi hal ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan
tanda-tanda kesenangan (Hockenberry & Wilson, 2013). Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh anak
dapat diberikan terapi bermain. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit. Walaupun
anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain tetap ada (Katinawati, 2011 ). Bermain merupakan
salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi
terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini (Suryanti, 2011).
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara optimal. Dalam
kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus
disesuaikan dengan kondisi anak. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat
melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat
beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak
seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di
rumah sakit (Ball, et al. 2012). Selain itu, bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-otot,
kognitif serta emosinya. Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana anak dapat mengenal segala
sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak mendapatkan kesempatan cukup untuk bermain. Bermain dapat
menjadikan anak individu dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas dibandingkan pada anak
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 20 menit, anak diharapkan bisa merasa senang selama
perawatan di rumah sakit dan tidak takut lagi terhadap perawat, serta anak lebih nyaman selama berada di
rumah sakit.
1. Anak merasa senang dan tidak takut lagi pada dokter dan perawat
4. Berkembang kognitifnya
IV. PERENCANAAN
Menggambar
2. Karakteristik
d. Anak kooperatif
3. Metode
5. Setting Tempat
Bermain dilakukan di ruang bermain anak. Perawat berhadapan dengan anak sedangkan orang tua
Ket :
: Pasien
: Tempat Tidur Pasien
: Keluarga Pasien
: Perawat
V. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Persiapan
c. Mengkondisikan anak-anak dan keluarga yang akan menjadi peserta kegiatan terapi aktivitas bermain
2. Pelaksanaan
No. Terapis Waktu Subjek terapi
Total 20 menit
1. Evaluasi Struktur
2. Evaluasi Proses
Motorik Halus
Anak mampu memegang pensil
Sosial personal
Anak mengikuti kegiatan kegiatan terapi bermain
dengan kooperatif
Skoring:
Kesimpulan:
VII. LAMPIRAN MATERI TERAPI BERMAIN
1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi anak-anak. Bermain merupakan
dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak
usia dini (Suryanti, 2011). Bermain merupakan pekerjaan pada masa kanak-kanak. Ahli pekembangan
anak mengakui bahwa bermain sebagai strategi koping yang penting bagi anak, hal tersebut
merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan salah satu cara yang paling
efektif menurunkan stres pada anak dan penting untuk menyejahterakan mental dan emosional anak
Bermain adalah unsur yang paling penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental,
intelektual, kreativitas dan sosial. Terapi Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat
melakukan atau mempraktikkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Hidayat, 2008 dalam Sari, 2014).
Bermain merupakan kegiatan atau simulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat
meningkatkan daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial serta fisiknya serta
dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman, dan pengetahuan serta keseimbangan mental anak.
Menurut Vanfleet, et al , 2010, terapi bermain merupakan suatu bentuk permainan anak-anak, di mana
mereka dapat berhubungan dengan orang lain, saling mengenal, sehingga dapat mengungkapkan
perasaannya sesuai dengan kebutuhan mereka. Terapi bermain merupakan terapi yang diberikan dan
digunakan anak untuk menghadapi ketakutan, kecemasan dan mengenal lingkungan, belajar mengenai
perawatan dan prosedur yang dilakukan serta staf rumah sakit yang ada.
kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak berhenti
pada saat anak-anak sakit atau di rumah sakit. Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan manfaat
utama yaitu meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak, selain itu tujuan terapi bermain
adalah untuk menciptakan suasana aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka,
memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan mengatasi masalah
mereka serta memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba sesuatu yang
baru. Adapun tujuan bermain di rumah sakit adalah agar dapat melanjutkan fase tumbuh kembang
secara optimal, mengembangkan kreativitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektif
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
b. Perkembangan intelektual: anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadapsegala sesuatu yang ada
di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek.
Misalnya, anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka
anak telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan
orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan dari
hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami
lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
d. Perkembangan kreativitas: berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
e. Perkembangan kesadaran diri: melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan
orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak
tingkah lakunya terhadap orang lain. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting untuk menanamkan
nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif
f. Nilai-nilai moral: anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan
guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai
tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan
perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor
yang ada di 22 lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
a. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut memperhatikan,
mengocok-ocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang- kadang berusaha
membongkar.
4) Bermain fisik
b. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan mendengar. Permainan
ini cocok apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan
Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak,
a. Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang
Contoh alat bermain motorik kasar : sepeda, bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll.
Contoh alat permainan : buku bergambar, buku cerita, majalah, radio,tape, TV, dll.
c. Pengembangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk. Warna, dll.
Contoh alat permainan : buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil warna, radio, dll.
d. Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan interaksi ibu dan anak,
1. Andriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Ball, J., Bindler, R., Cowen, K. (2012). Principles of Pediatric Nursing: Caring for Children,Ed.5. USA:
Pearson.
2. Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Hockenberry, M.J., & Wilson,
D. (2013). Wong’s essentials of pediatric nursing (9th Ed.). St. Louis: Mosby).
3. Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5
tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/article/vie w/92. Oktober 2013, pukul
18.00 WITA
4. Purwandari, H., Mulyono, W.A., & Sucipto, A. (2010). Terapi bermain untuk menurunkankecemasan perpisahan
pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Jurnal
5. Saputro, rmain Anak Sakit Proses, Manfaat dan Pelaksanaanya. Ponorogo : Forum Ilmiah Kesehatan.
Sari, D.K.Y.,(2014). “Pengaruh Terapi Bermain Gelembung Super Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruang Anak Rsud Pandan Arang Boyolali”Naskah
Publikasi Universitas MuhammadiyahSurakarta.http://eprints.ums.ac.id/28788/17/NAS’KAH_PUBLIKA
SI.pdf. Diakses pada 05 November 2018.
6. Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap TingkatKecemasan Sebagai
EfekHospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah di RSUD dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal
Kesehatan Samodra Ilmu
7. Donna. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. Jakarta : EGC.