Disusun Oleh :
1. Danik Supriyanti
2. Dita Anggraini P
3. Lestari Karianingsih
4. Laila Rismadani N.
5. Mohammad Dwi Santoso
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat
pada waktunya yang berjudul “Terapi Bermain Bongkar pasang pada Anak Usia Preschool di
Rumah Sakit “ Makalah ini berisikan tentang preplaining terapi bermain yang akan diberikan
oleh kelompok kepada anak usia perschool di rumah sakit.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang bagaimana cara
melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain mewarnai. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara optimal.
Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan,
namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas,
sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak
karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena
dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah
sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress.
Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan
perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di
rumah sakit (Wong, 2009).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga
dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang ahli saraf bernamaIan
Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental. Selain itu, permainan ini juga dapat
mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010)
Berdasarkan pengamatan kami RSU Dr R Soetijono Blora diruangan wijaya kusuma bangsal
anak didapatkan jumlah anak usia toddler (3-5 tahun) sebanyak 8 orang anak. Anak-anak pada
dapat memainkan sesuatu dengan tangannya yaitu dengan bongkar pasang yang bisa melatih
kecerdasan otak anak dan berpikir secara logis untuk menyelesaikan gambar yang bisa menjadi
sesuatu yang menarik seperi binatang atau orang
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah
sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti
bermain dalam puzzel gambar, disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan
gambar yang telahdi bongkar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN TEORITIS
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri
untuk berperan dan berpilaku dewasa. (aziz alimul, 2009)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang
menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang
berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan
dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle
merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang
dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
Tujuan brmain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinsi
anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam kemampuan keterampilan,
kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan
kematangan fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak
yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya,
alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik
dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada
di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan
objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat
anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka
ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin
sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk
objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur tingkah laku.
Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain
dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah
lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama
dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan guru.
Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak
juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya,
merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta
barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan
prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti
baik/buruk atau benar/salah.
D. Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif dan yang pasif
yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan diperoleh dari apa yang
diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari orang lain.
a) Bermain aktif
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak
memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba,
menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan. Dll.
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau dengan
teman-temanny
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar. Bermain pasif ini
adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi
kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
c) Menonton televisi
d) DLL
3) Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada keterampilan
yang lebih majemuk.
4) Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain. Jangan memberikan
alat permainan terlalu banyak atau sedikit.
a. Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah :
b. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
· Melatih imajinasinya.
· Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan yang
menarik
· Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang tidak mudah
pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku
bergambar, kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.
c. Usia 25 – 36 bulan
Tujuannya adalah ;
· Bola.
d. Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah :
· Menumbuhkan sportivitas.
· Mengembangkan kreativitas.
· Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
· Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar rumahnya.
· Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak, alat gambar &
tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
· Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
c. Jenis kelamin
a. Tahap eksplorasi
b. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
c. Tahap bermain sungguhan
d. Tahap melamun
c. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang bersamaan.
K. Antisipasi hambatan
6. Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm kertas puzzel di
bongkar
BAB III
Peserta : Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang Wijaya
Kusuma yang memenuhi kriteria :
· Anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 4 orang didampingi keluarga
Target : 4 orang
· Sarana:
· Media:
Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 2 orang dan 1 orang observer dengan
susunan sebagai berikut:
Laila Rismadani N.
Pembagian Tugas :
7. Peran Leader
· Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
· Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
8. Peran Co Leader
· Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating
9. Peran Fasilitator
· Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam
kelompok
Setting Tempat
Keterangan
Observer Fasilitator
Co Leader Leader
Susunan Kegiatan
· Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
· Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar yang
diwarnai, kemudian digantung
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan fisik,
intelektual, emosional, dan social anak tersebut, Salah satunya adalah puzzrl. Menurut
Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang berarti
teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan
dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle
merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang
dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak dapat tumbuh
dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang
akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga harus
tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan trauma yang
akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk melakukan
tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak hospitalisasi
dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi
bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun
dirumah sakit.
DAFTAR HADIR TERAPI BERMAIN ANAK
No Nama Paraf