DISUSUN OLEH :
MIRALDA RIZKA SYAHFITRI
1724067
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia Preschool di Rumah
Sakit “ Makalah ini berisikan tentang preplaining terapi bermain yang akan diberikan oleh
kelompok kepada anak usia perschool di rumah sakit.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain mewarnai. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap
dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah sakit,
anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya
karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan
bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih
efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak
seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit
atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi
juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang ahli saraf bernamaIan
Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental. Selain itu, permainan ini juga dapat
mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010)
Berdasarkan pengamatan kami dirumah sakit M. Djamil Padang diruangan anak kronis
dan akut didapatkan jumlah anak usia toddler (3-5 tahun) sebanyak 15 oranganak. Anak-anak
pada dapat memainkan sesuatu dengan tangannya yaitu dengan bongkar pasang yang bisa
melatih kecerdasan otak anak dan berpikir secara logis untuk menyelesaikan gambar yang bisa
menjadi sesuatu yang menarik seperi binatang atau orang
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah
sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti
bermain dalam puzzel gambar, disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan
gambar yang telahdi bongkar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan aktifitas dan
kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit
dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a) Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
b) Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
c) Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
d) Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
e) Beradaptasi dengan lingkungan
f) Mempererat hubungan antara perawat dan anak
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam
bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang
satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan
guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui
kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan
membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-
jawab terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya,
bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting
peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan
nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
D. Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif dan yang
pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan diperoleh dari apa yang
diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari orang lain.
a) Bermain aktif
Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak
memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba,
menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Bermain konstruksi (construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan. Dll.
Bermain drama (dramatik play)
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau dengan
teman-temanny
Bermain bola, tali, dan sebagainya
b) Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar. Bermain pasif ini
adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi
kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
a) Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
b) Mendengarkan cerita atau musik
c) Menonton televisi
b. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
Memperkenalkan sumber suara.
Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
Melatih imajinasinya.
Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk kegiatan yang menarik
K. Antisipasi hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya.
Sarana:
- Ruangan tempat bermain
- Tikar untuk duduk
Media:
Gambar yang belum disusun
Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 16 orang dan 1 orang observer dengan
susunan sebagai berikut:
Co leader : Miralda rizka
Leader : Dwi aprilia
Observer : Aprilia eka
Fasilitator : Manda gilang
Rahmat renaldo
Pembagian Tugas :
7. Peran Leader
Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan menciptakan situasi dan
suasana yang memungkinkan klien termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya
Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau mendominasi
Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan dengan cara
memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
8. Peran Co Leader
Mengidentifikasi issue penting dalam proses
Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok yang akan dating
Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
9. Peran Fasilitator
Mempertahankan kehadiran peserta
Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar maupun dari dalam
kelompok
10. Peran Observer
Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
Setting Tempat
Keterangan
= Pembimbing = Peserta = orang tua
= Observer = Fasilitator