DISUSUN OLEH
LA ANDRIAWAN NURHASMILA
CI INSTITUSI CI LAHAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Terapi
Bermain pada Anak Usia 3-8 tahun di Ruang Baji Minasa “ Makalah ini berisikan
tentang preplaining terapi bermain yang akan diberikan oleh kelompok kepada anak
usia 3-8 tahun di ruang Baji Minasa.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain
mewarnai, menyusun gambar (puzzle) dan tebak gmbar/ warna. Kami menyadari
bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
proposal ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak
secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas
bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak.
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu,
dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar
dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak
seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada
saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2012).
Berdasarkan pengamatan kami di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang
Baji di ruangan perawatan anak didapatkan jumlah anak usia toddler (3-5
tahun) sebanyak 4 orang anak. Anak-anak pada dapat memainkan sesuatu dengan
tangannya yaitu dengan menyelesaikan susunan gambar bisa melatih kecerdasan
otak anak dan berpikir secara logis untuk mewarnai gambar yang bisa menjadi
sesuatu yang menarik seperi binatang atau orang.
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan
anak yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal.
Sifat permainan ini adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba
kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam puzzel gambar,
disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telah
dibongkar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif
terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
a) Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b) Mengekspresikan perasaannya selama menjalani perawatan.
c) Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d) Beradaptasi dengan lingkungan
e) Mempererat hubungan antara perawat dan anak
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
C. Tujuan Bermain
1. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di
rumah sakit.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Pengembangan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
4. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat
sakit, pada saat sakit anak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
1. Status kesehatan
2. Jenis kelamin
Pada saat usia sekolah biasanya anak laki-laki engan bermain dengan anak
perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri, dimana
anak wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain sesama laki-
laki. Tipe dan alat permainan pun akan berbeda, misalnya anak laki-laki
suka bermain bola, pada anak permpuan suka main boneka.
3. Lingkungan
a. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
b. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.
c. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan
tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
d. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman,
bahkan di tempat tidur.
e. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
f. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak
dan membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan
dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan
anak menjadi lebih akrab.
F. Klasifikasi Bermain
c. Skill Play
Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik
kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda
kecil, anak akan terampil bermain sepeda.
e. Unoccupied Behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, memainkan kursi, meja atau apa yang ada di sekelilingnya. Jadi,
sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi
atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat
permainan. Anak tampak senang dan asyik dengan situasi serta
lingkungannya tersebut.
f. Dramatic Play
Dalam permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui
permainannya. Misalnya, anak memerankan sebagai ibu guru, ayahnya
atau ibunya.
2. Ditinjau dari karakter
Anak hanya akan mengamati temannya yang sedang bermain tanpa ada
inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan.
b. Solitary play
Pada pemainan ini anak tampak berada dalam kelompok permaian, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya yang
berbeda dengan teman yang lain, tidak ada kerja sama atau komunikasi
dengan teman sepermainannya.
c. Paralel play
Anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara anak
satu dengan anak yang lain tidak terjadi kontak. Biasanya permainan ini
dilakukan pada usia toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan
anak yang lain tetapi tidak terorganisir, tidak ada pemimpin dan tujuan
permainan tidak jelas. Misalnya, bermain boneka atau masak-masakan.
e. Cooperative play
1. Tahap eksplorasi
Merupkan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
2. Tahap permainan
Setelah tahu cara bermain,anak mulai masuk dalam tahap perminan.
3. Tahap bermin sungguhan
Anak sudah ikut dalam perminan.
4. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.
L. Antisipasi hambatan
1) Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2) Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3) Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4) Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5) Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya.
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 5 orang dan 1 orang observer
dengan susunan sebagai berikut:
Leader : La Haryadi
Co leader : La Andriawan
Observer : Mutawapikka
Fasilitator : Maria Kristiani Kilu
Nur Anggia Putri
Rosneni
Rika Marjiana
Nur Hasmila
Pembagian Tugas :
1) Peran Leader
a) Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b) Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c) Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan
dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam
kegiatan
2) Peran Co Leader
a) Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b) Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c) Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan dating
d) Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3) Peran Fasilitator
a) Mempertahankan kehadiran peserta
b) Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c) Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok
4) Peran Observer
a) Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
b) Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c) Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
d) Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
Setting Tempat
Keterangan
Keterangan
Evaluasi
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
a) Alat-alat yang digunakan lengkap
b) Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi proses yang diharapkan
a) Terapi dapat berjalan dengan lancar
b) Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
c) Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
d) Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
3. Evaluasi hasil yang diharapkan
a) Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu
gambar yang diwarnai, kemudian digantung
b) Anak merasa senang dan tidak takut dengan perawat
c) Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
Fadilah, M. (2016). Bermain dan Permainan Anak Usia Bermain dan Permainan
Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana.
Nursalam, dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan
Soetjiningsih, dkk. 2011. Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit. Ponorogo.
FORIKES.
Wong, L.D., Eaton, H.M,. Wilson., Winkelstein, L.M dan Schwart, P (2012). Buku
Ajar Keperawatan Anak. EGC : Jakarta