Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh
bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru,
atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2018)

Abses dapat muncul pada area tubuh manapun, tempat paling umum munculnya
adalah pada ketiak (aksila), area sekitar anus dan vagina (abses kelenjar Bartholin).
Peradangan disekitar folikel rambut dapat menyebabkan pembentukan abses.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses aksila adalah terbentuknya
kantong berisi nanah pada jaringan kutis dan subkutis akibat infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya benda asing.

2. Etiologi
Menurut Mansjoer (2018) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses
melalui beberapa cara :
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
- Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
- Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
- Terdapat gangguan sistem kekebalan
3. Tanda dan Gejala
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan di dalam kulit atau tepat dibawah
kulit terutama jika timbul di wajah.
Menurut (Morison,2019) gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
a) Nyeri
b) Nyeri tekan
c) Teraba hangat
d) Pembengkakan
e) Kemerahan
f) Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya
menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali
terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan
dengan massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut.

4. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih (Morison, 2019)
Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen,
USG, CT Scan, atau MRI

5. Patofisiologi

Menurut Guyton (2018), patofisiologi abses sebagai berikut: Proses abses merupakan
reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi
ke bagian lain tubuh. Cedera jaringan yang disebabkan oleh Infeksi Microbial,
Reaksi Hipersentivitas, Agen Fisik, Bahan kimia iritan dan korosif dan Nekrosis
menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga oleh jaringan dilepaskan
histamin, bradikinin, serotinin ke cairan sekitarnya. Zat-zat ini khususnya histamin
meningkatkan aliran darah lokal dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler, vena
dan vanula, memungkinkan sejumlah besar cairan dan protein, termasuk fibrinogen,
bocor masuk kedalam jaringan. Terjadi edema eksternal lokal serta cairan ekstrasel
dan cairan limfe keduanya membeku karena efek koagulasi eksudat jaringan atas
fibrinogen yang bocor. Jadi terjadi edema hebat dalam ruang sekitar sel yang cedera.
Hal ini mengakibatkan regangan dan distorsi jaringan yang menyebabkan nyeri
(dolor) dan memperlihatkan tanda rubor dan kalor. Masalah keperawatan yang
muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan kenyamanan (Nyeri). Setalah
peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh neutrofil dan makrofag serta
memulai melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari agen infeksi
atau toksik. Makrofag yang telah 7 berada dalam jaringan mulai kerja fagositiknya.

Akibatnya leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan pirogen. Pirogen


endogen akan mengalir dalam darah dan akan bergerak dari tempat produksinya
menuju pusat termoregulator di hipotalamus. Pirogen endogen yang sudah berada
pada hipotalamus, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk mensekresikan asam
arakhidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran
prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan yang muncul
adalah Hipertermi.

Makrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak bakteri dari pada neutrofil dan
mereka dapat juga memakan banyak jaringan nekrotik. Bila neutrofil dan makrofag
menelan bakteri dan jaringan nekrotik dalam jumlah besar maka neutrofil dan
makrofag akan mati, menyebabkan terbentuknya rongga dalam jaringan yang
meradang yang berisi berbagai bagian jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan
makrofag yang mati. Campuran ini disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini,
maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di
sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit
menyebabkan abses pecah dan menyebabkan kerusakan pada kulit. Masalah
keperawatan yang muncul Kerusakan Integritas Kulit .
PATHWAY

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan
Thermoregulator
(Pre Operasi) Pecah

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka
Resiko Penyebaran Infeksi
Insisi
Nyeri Pre (Pre dan Post Operasi) Nyeri Post
Operasi
Operasi
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboraturium (Morison, 2019)
Pada pemeriksaan laboraturium akan dilihat peningkatan jumlah sel darah putih.
b) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan Rontgen,
Ultrasonography, CT Scan, dan Magnetik Resonance Imaging

7. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya
abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang,
apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang
dapat menekan trakea. (Mansjoer, 2018)

8. Penatalaksanaan
Menurut Guyton (2018), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih
lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa
diproduksi bakteri.

9. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri
merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang
paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak (Asmadi, 2019)
b. Riwayat Kesehatan (Tarwoto & Wartonah, 2018)
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses
dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan
rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga (Asmadi, 2018)
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Dalam batas normal
2. Sistem kardiovaskuler
Dalam batas normal
3. Sistem persarafan
Dalam batas normal
4. Sistem perkemihan
Dalam batas normal
5. Sistem pencernaan
Dalam batas normal
6. Sistem muskuloskeletal
Dalam batas normal.
7. Sistem integumen
Bengkak, kemerahan dan luka pada daerah abses
8. Sistem endokrin
Dalam batas normal
9. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul menurut (PPNI, 2016)


1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
3) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (D.0142)

3. Intervensi keperawatan (PPNI, 2017)


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.

Intervensi Rasional

1) Managemen nyeri - Sebagai data awal untuk melihat


Observasi keadaan umum klien
- Identifikasi skala nyeri - Sebagai data dasar mengetahui
- Identifikasi faktor seberapa hebat nyeri yang dirasakan
memperberat nyeri dan klien sehingga mempermudah
memperingan nyeri intervensi selanjutnya
Terapeutik - Reaksi non verba menandakan nyeri
- Kontrol lingkungan yang dirasakan klien hebat
memperberat nyeri - Untuk mengurangi ras nyeri yang
- Fasilitasi istirahat dan tidur dirasakan klien dengan non
Edukasi farmakologis
- Jelaskan strategi meredahkan
nyeri
- Ajarkan teknik non
farmakologis

2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hipertermi dapat teratasi.

Intervensi Rasional

1) Managemen hipertermia - Untuk data awal dan memudahkan


Observasi intervensi
- Identifikasi penyebab - Untuk mencegah dehidrasi akibat
hipertermia penguapan tubuh dari demam
- Monitor suhu tubuh - Membantu vasodilatasi pembuluh
Terapeutik darah sehingga mempercepat hilangnya
demam
- Berikan cairan oral
- Mempercepat penurunan demam
- Sediakan lingkungan yang
dingin
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena

3) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (D.0142)


Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi

Intervensi Rasional

1) Pencegahan infeksi - Deteksi dini terhadap infeksi


Observasi - Menurunkan terjadinya resiko infeksi
dan penyebaran bakteri
- Monitor tanda gejala infeksi - Menghilangkan infeksi penyebab
lokal sistemik kerusakan jaringan.
Terapeutik
- Berikan perawatan kulit pada
area edema
- Pertahanakan teknik aseptic
Edukasi
- Jelaskan tanda gejala infeksi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC, 2018.

Guyton. 2018. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Edisi Revisi. Jakarta: Buku
Kedokteran.
Mansjoer, Arif dkk. 2018. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan keenam.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI Marison, Moya. J.2017.
Manajemen Luka. Jakarta: EGC
Morison, M. J. 2019. Manajemen Luka. Jakarta: EGC
Asmadi (2019) Dokumentasi Keperawatan. (Jusirm@n, Ed). Jakarta : CV Trans Info
Media
Tarwoto & Wartonah (2018). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. (A.
Suslia, Ed.) (1st ed.). Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).

Anda mungkin juga menyukai