Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN ABSES OKSIPITAL

DISUSUN OLEH

MARIA KRISTIANI KILU

14420221012

CI LAHAN CI INSTITUSI

(……………………..) (……….………..…..)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2023
BAB I

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses
adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar,
2014)
Abses dapat muncul pada area tubuh manapun, tempat paling umum
munculnya adalah pada ketiak (aksila), area sekitar anus dan vagina (abses kelenjar
Bartholin. Peradangan disekitar folikel rambut dapat menyebabkan pembentukan
abses.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses aksila adalah
terbentuknya kantong berisi nanah pada jaringan kutis dan subkutis akibat infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya benda asing.

2. Etiologi
Menurut Siregar (2014) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara :
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

3. Tanda dan Gejala


Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan di dalam kulit atau tepat dibawah
kulit terutama jika timbul di wajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2011), gejala dari abses tergantung kepada lokasi
dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
a) Nyeri
b) Nyeri tekan
c) Teraba hangat
d) Pembengkakan
e) Kemerahan
f) Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya
menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali
terlebih tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan
dengan massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut.

4. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG,
CT Scan, atau MRI
5. Patofisiologi

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan
Thermoregulator
(Pre Operasi) Pecah

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka
Resiko Penyebaran Infeksi
Insisi
Nyeri Pre (Pre dan Post Operasi) Nyeri Post
Operasi
Operasi
6. Pemeriksaan Penunjang
2) Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
3) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen,
USG, CT Scan, atau MRI.

7. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya
abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang,
apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang
dapat menekan trakea. (Siregar, 2014)

8. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & Suddart (2012), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh
ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih
lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa
diproduksi bakteri.

9. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri
merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang
paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses
dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan
rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Dalam batas normal
2. Sistem kardiovaskuler
Dalam batas normal
3. Sistem persarafan
Dalam batas normal
4. Sistem perkemihan
Dalam batas normal
5. Sistem pencernaan
Dalam batas normal
6. Sistem muskuloskeletal
Dalam batas normal.
7. Sistem integumen
Bengkak, kemerahan dan luka pada daerah abses
8. Sistem endokrin
Dalam batas normal
9. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
3) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (D.0142)

3. Intervensi keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal;
TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20
x / menit.

Intervensi Rasional

1) Managemen nyeri 1) Sebagai data awal untuk melihat


- Observasi TTV keadaan umum klien
- Kaji skala, lokasi, dan 2) Sebagai data dasar mengetahui
karakteristik nyeri. seberapa hebat nyeri yang dirasakan
- Observasi reaksi non verbal klien sehingga mempermudah
dari ketidaknyamanan. intervensi selanjutnya
- Dorong menggunakan teknik 3) Reaksi non verba menandakan nyeri
manajemen relaksasi. yang dirasakan klien hebat
- Kolaborasikan obat analgetik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
sesuai indikasi. dirasakan klien dengan non
farmakologis
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).

Intervensi Rasional

1) Managemen hipertermia 1) Untuk data awal dan memudahkan


- Observasi TTV, terutama suhu intervensi
tubuh klien. 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
- Anjurkan klien untuk banyak penguapan tubuh dari demam
minum, minimal 8 gelas / hari. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
- Lakukan kompres hangat. sehingga mempercepat hilangnya
- Kolaborasi dalam pemberian demam
antipiretik. 4) Mempercepat penurunan demam

3) Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif (D.0142)


Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Klien bebas tanda dan gejala penyebaran infeksi

Intervensi Rasional

1) Pencegahan infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi


- Observasi tanda-tanda infeksi 2) Menurunkan terjadinya resiko
- Lakukan perawatan luka dengan infeksi dan penyebaran bakteri
teknik aseptik dan antiseptik 3) Menghilangkan infeksi penyebab
- Kolaborasi dengan dokter untuk kerusakan jaringan.
pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, (2012). Keperawatan Medikal Bedah Volume 2, Jakarta : EGC

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2014.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and
Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica
Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2010.

PPNI, 2016, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

PPNI, 2017, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai