Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ABSES PUNGGUNG (DM) DIRUANG GARUDA ATAS

RSU ANUTAPURA PALU

DISUSUN OLEH :

SRY DJULIANTY
NIM. 201801088

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021
BAB I

KONSEP TEORITIS

A. DEFINISI
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan
oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang
lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah. (Siregar, 2004). Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh,
ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat
rongga itu akibat proses radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga
abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang
berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan
mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.
B. ETIOLOGI
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :


1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

.
PATOFISIOLOGI

Bakteri Gram Positif

(Staphylococcus Aureus Streptococcus Mutans)

Mengeluarkan Enzim Hyaluronidase Dan Enzim Koagulase

Merusak Jembatan Antar Sel

Transportasi Nutrisi Antar Sel Terganggu

Jaringan Rusak/Mati/Nekrosis

Media Bakteri Yang Baik

Jaringan Terinfeksi

Peradangan Sel Darah Putih Mati

Reaksi Peradangan

(Rubor,Kalor,Tumor,Dolor,Fungsiolaessa)

Jaringan Menjadi Abses & Berisi Pus

Pecah

KERUSAKAN RESIKO
NYERI INTEGRITAS PENYEBARAN
JARINGAN INFEKSI
C. MANIFESTASI KLINIS
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit
terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi
dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Pembengakakan
4. Kerusakan jaringan kulit.
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya
menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih
tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyer tekan dengan
massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses , dan lembut.
1. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga
Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan
terbuka (pecah).
2. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat
menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
3. Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada abses terdiri atas (craft,2012;james et al.,2016;Barbic et
al.,2016):
1. Lekositosis bisa terjadi terutama saat kondisi akut
2. Pemeriksaan gram dari pus menunjukkan kumpulan kokus gram positif.
3. Kultur didapatkan pertumbuhan s. Aureus
4. Ultrasonografi bisa dilakukan jika diagnosis klinik meragukan.
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih
lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa
diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu
dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat
dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA)
yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk
menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang
efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam
abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang
rendah.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya
abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang,
apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang
dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001, hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan, khususnya
sistem integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi mengenai status
kesehatan seseorang dan merupakan subjek untuk menderita lesi atau terlepas. Pada
pemeriksaan fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki, kulit merupakan hal yang
menjelaskan pada seluruh pemeriksaan bila bagian tubuh yang spesisifik diperiksa.
Pemeriksaan spesifik mencakup warna, turgor, suhu, kelembaban, dan lesi atau parut.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Riwayat Kesehatan
Hal – hal yang perlu dikaji di antaranya adalah :
a.Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan
abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b. Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau
terkena peluru.
c.Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
a. Luka terbuka atau tertutup
b. Organ / jaringan terinfeksi
c. Massa eksudat dengan bermata
d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
e. Abses superficial dengan ukuran bervariasi
f. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.

3. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik


a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah
putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data melalui
pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian dari diagnosa keperawatan itu
sendiri adalah sebuah pernyataan singkat dalam pertimbangan perawat
menggambarkan respon klien pada masalah kesehatan aktual dan resiko (Nursalam,
2001. Hal : 35 ).
Menurut Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
1. Pre operasi
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
b. Kerusakan integritas kulit b.d Imunodefisiensi
c. Resiko infeksi b.d tindakan invasive
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut b.d agen cedera biologis
NOC:
Domain IV: Pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku, Kelas Q: Perilaku
Sehat. Luaran: Tingkat Nyeri, Kontrol Nyeri, Tingkat Kenyamanan.
Indikator:
a. Mengenali kapan nyeri terjadi.
b. Menggambarkan faktor penyebab
c. Menggunakan tindakan pencegahan
d. Menggunakan tindakan pengurang (nyeri) tanpa analgesik.
NIC: Domain I: Fungsi Dasar, Kelas E: Peningkatan Kenyamanan Fisik
Intervensi: Manajemen Nyeri.
a. Lakukan pengkajian nyeri kompherensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
Rasionalnya, sebagai data dasar mengetahui seberapa berat nyeri yg
dirasakn klie sehingga mempermudah intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan teknik nonfarmakologi.
Rasionalnya, untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakn klien dengan non
farmakologis.
c. Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik.
Rasionalnya, mempercepat penyembuhan terhadap nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit b.d Imunodefisiensi
NOC: Domain II: Kesehatan Fisiologis, Kelas L: Integritas Jaringan, Luaran:
Integritas Jaringan: Kulit dan Membran Mukosa Indikator:
a. Suhu kulit
b. Integritas kulit.
c. Lesi pada kulit.
d. Nekrosis
NIC: Domain I: fisiologis dasar, Kelas L: Manajemen kulit/ luka Intervensi:
Perawatan Luka:
a. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.
Rasionalnya, membantu perawat merencanakan jenis balutan.
b. Bersihkan luka sesuai kondisi luka
Rasionalnya, mencegah masuknya mikroorganisme.
c. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka.
Rasionalnya, meningkatkan ketepatan drainase.
d. Pertahankan teknik balutan.
Rasionalnya, agar luka mulai bergranulasi kembali.

3. Diagnosa Keperawatan: Resiko infeksi b.d tindakan invasive


NOC:
Domain IV: Pengetahuan Tentang Kesehatan dan Perilaku, Kelas T: Kontrol
Resiko dan Keamanan, Luaran: Kontrol Resiko.
Indikator:
a. Mengidentifikasi faktor resiko.
b. Mengenali faktor resiko individu.
c. Memonitor faktor resiko di lingkungan
d. Mengembangkan strategi yang efektif dalam mengontrol resiko
e. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
NIC:
Domain IV: Keamanan, Kelas V: Manajemen Resiko Intervensi: Kontrol Infeksi.
a. Batasi jumlah pengunjung
Rasionalnya, mengetahui kondisi dan keadaan pasien serta untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien.
Rasionalnya, isolasi dapat meminimilisasiterjadinya penularan penyakit.
c. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal.
Rasionalnya, melihat adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan
terjadinya infeksi.
d. Pakai sarung tangan steril dengan tepat.
Rasionalnya, agar tidak terjadinya media mikroorganisme.
e. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
Rasionalnya, agar luka klien cepat bergranulasi.
f. Berikan terapi antibiotik yang sesuai.
Rasionalnya, membantu mempercepat penyembuhan luka dari dalam
tubuh.
D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan yaitu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. ( Nursalam, 2001. Hal. 63).
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses dengan
menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah berkembang dari
peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak, Karena sering
kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus
seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa
membantu mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan
pembengkakan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil ( Nursalam, 2001). Evaluasi Keperawatan pada klien dengan abses
adalah :
1. Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
2. Rasa nyaman klien terpenuhi
3. Daerah abses tidak terdapat pus
4. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi ( pembengkakan,
demam,kemerahan )
5. Tidak terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Barbie D, Chenkin J, Cho DD, Jelic T, and Scheuermeyer FX. 2016. In


Patients Presenting to the Emergency Department with Skin and
Soft Tissue Infections What is the Diagnostic Accuracy of Point-of-
Care Ultrasonography for the Diagnosis of Abscess Compared to the
Current Standard of Care? A Systematic Review and Meta-Analysis.
BM/ open, 7(1):e013688. Doi:10.1136/ bmjopen-2016-013688.
Craft N. 2012. Superficial Cutaneous Infectious and Pyoderma. In:
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8" Ed. Goldsmith LA,
Katz SI, GilchrestBA, et al., editors. New York: McGraw Hill
Medical.
DeLeo FR, Diep BA, and Otto M. 2009. Host Defense and
Pathogenesis in Staphylococcus Aureus Infections. Infect Dis Clin
North Am, 23(1):17-34.
Gisby J and Bryant J. 2000. Efficacy of a New Cream Formulation of
Mupirocin: Comparison with Oral and Topical Agents in
Experimental Skin Infections. Antimicrob Agents Chemother,
44(2):255--60.
Holtzman LC, Hitti E, and Harrow J. 2013. Incision and Drainage. In:
Clinical Procedures in Emergency Medicine. 6" Ed. Roberts JR,
Hedges JR, eds. Philadelphia: Saunders Elsevier.
James WO, Berger TG, Elston OM, et al. 2016. Bacterial Infections. In:
Andrews' Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 12" Ed.
Philadelphia: Elsevier.
Marx JA. 2014. Skin and Soft Tissue Infections. In: Rosen's Emergency
Medicine: Concepts and Clinical Practice. 8 Ed. Philadelphia, PA:
Elsevier/Saunders.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ABSES PUNGGUNG (DM) DIRUANG GARUDA ATAS

RSU ANUTAPURA PALU

DISUSUN OLEH :

SRY DJULIANTY
NIM. 201801088

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2021

Anda mungkin juga menyukai