Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA MEDIS ABSES PEDIS


DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD WANGAYA
TANGGAL 26 JANUARI 2022

OLEH:

YONING AYU BRAHTYASWARI


NIM. 2114901060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES PEDIS

A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian Abses
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil
yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena
adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain.
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat
dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan
suatu campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih
yang sudah mati.
Pedis adalah anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai
untuk berjalan (dari pangkal paha ke bawah).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan abses pedis adalah infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda
asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung
nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan
sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik
yang timbul di kaki.
2. Etiologi
a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steri, benda asing
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia
dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:
a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya
infeksi
b. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus
3. Patofisiologi
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu
Staphylococcus aureus dan Stresptococcus mutans. Staphylococcus
aureus memilik enzim aktif yang disebut koagulasi yang fungsinya
mendeposisi fibrin. Sedangkan Stresptococcus mutans memiliki 3
enzim utama yang berperan dalam infeksi yaitu streptokinase,
streptodornase dan hyalurodinase. Hyalurodinase adalah enzim yang
merusak jembatan antar sel. Padahal, fungsi jembatan antar sel yaitu
sebagai transport nutrisi antar sel dan jalur komunikasi antar sel serta
sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak,
maka kelangsungan hidup jaringan sel lain akan rusak/mati/nekrosis.
Apabila jaringan rusak/mati/nekrosis akan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, dan akhirnya bakteri akan terus
merambah ke jaringan yang lebih dalam. Adanya keterlibatan bakteri
dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan
pada jaringan yang terinfeksi.
Setelah jaringan rusak/mati/nekrosis maka akan terjadi
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik) yang salah
satunya juga bakteri Staphylococcus aureus. Rongga patologis yang
berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene
nya adalah di dalam tulang. Sehingga untuk mencapai keluar tubuh,
maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, kemudian
mencapai jaringan lunak, barulah dapat keluar. Pola penyebaran abses
dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan
dan perlekat.an otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu
menyebabkan kemudahan bakteri bergerak ke segala arah, ketahanan
jaringan yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan
mudah rusak, sedangkan perlukaan otot mempengaruhi arah gerak
abses.
4. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan di dalam kulit
atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul di wajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa:
a. Nyeri
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengkakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan
akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam
tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih
besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan
massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan
lembut.
5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium: Peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.
6. Penatalaksanaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan
menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh
ditangani dengan intervensi bedah dan debridement
Surgical Debridement adalah tindakan menggunakan skalpel, gunting,
kuret atau instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan
nekrotik, dari luka. Tujuan dari surgical debridement adalah eksisi luka
sampai jaringan normal, lunak, vaskularisasi baik.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena
benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh
benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya,
bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan
mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri. Apabila
menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan
terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.
7. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan
sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang
ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu
abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang,
apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses
leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan,
dan identitas penanggung jawab.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area
abses.
2) Riwayat penyakit saat ini
a) Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali,
sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril
atau terkena peluru.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak
bisa dikeluarkan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan dan infeksi luka
4) Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan TBC dan diabetes mellitus.
c. Data Biologis dan Fisiologis Meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan
pantangan dan nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada
klien dengan abses biasanya masalah nutrisi tidak terganggu
2) Pola Eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang
dikaji mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta
keluhan saat berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji
mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan bau serta keluhan-
keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan abses biasanya
tidak ada masalah.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur,
kebiasaan mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada
klien dengan abses biasanya mengalami gangguan pola
istirahat tidur karena adanya nyeri.
4) Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan abses,
klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik
gangguan karena adanya luka dan nyeri pada bagian abses
5) Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada
klien dengan abses biasanya sulit melakukan aktivitas sehingga
kebersihan diri kurang maksimal akibat nyeri.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pernafasan B1 (breathing)
a) Bentuk dada : simetris, pengembangan dada simetris
b) Pola napas : teratur, suara napas vesikuler, sonor, tidak
sesak, namun juga bisa terdapat sesak
c) Batuk : tidak ada
d) Retraksi otot bantu napas : tidak ada, PCH tidak ada
e) Alat bantu pernapasan: tidak ada, tidak menggunakan WSD
2) Kardiovaskular B2 (Blood)
1) Penyembuhan luka lama
2) Tidak ada clubbing finger
3) Irama jantung : regular, CRT<3 detik,
4) Nyeri dada tidak ada, siklus perifer normal
5) Bunyi jantung : normal S1S2 tunggal, tidak terdapat
murmur dan gallop, tidak terdapat peningkatan JVP, CVP
6) Akral : Merah, hangat, kering
7) Nadi : normal 60-100 x/menit
8) Tekanan darah normal 90/60-120/80 mmHg
9) WBC lebih dari nilai normal
3) Persyarafan B3 (brain)
a) GCS : E4V5M6, Compos mentis
b) Peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,5o
c) Kepala tidak ada kelainan, tidak ada lesi, persebaran rambut
teratur, pada bagian wajah terdapat benjolan pada bagian
rahang bawah.
d) Mata : sclera anikterus, pupil isokor, pupil 3/3, konjungtiva
anemis
e) Refleks fisiologis : terdapat refleks patella, biseps, triseps
f) Refleks patologis : tidak ada refleks babinsky, brudzinsky
dan kernig
g) Tidak terdapat peningkatan IVD, EVD dan ICP
4) Perkemihan B4 (Bladder)
a) Kebersihan : bersih
b) Bentuk alat kelamin : simetris, tidak ada pembesaran, tidak
ada lesi
c) Uretra : normal, tidak ada lesi, kemampuan berkemih secara
spontan,tidak ada keluhan kencing, tidak terdapat distensi
kandung kemih, pancaran kuat
d) Produksi urin: normal, warna kuning jernih, bau khas urin
5) Pencernaan B5 (Bowel)
a) Nafsu makan : menurun, porsi tidak habis
b) Mulut berbau, mukosa kering
c) Tidak terdapat distensi abdomen, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada luka operasi, BAB 2 x/sehari, konsistensi lunak.
6) Muskuloskeletal B6 (Bone)
a) Kemampuan pergerakan sendi: jika abses sampai pada
bagian tulang maka pergerakan akan terganggu, tonus
otot baik, tidak ada kelemahan, tidak ada kelelahan,
tidak ada kelainan ekstremitas, tidak ada kelainan tulang
belakang, tidak ada fraktur, tidak ada traksi, tidak ada
penggunaan gips, tidak ada keluhan nyeri.
e. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1) Nyeri Akut
2) Hipertermi
3) Ansietas
4) Resiko tinggi infeksi
Intra Operasi
1) Hipotermi
Post Operasi
1) Nyeri Akut
2) Resiko Jatuh
2. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Tindakan
kriteria hasil
1. Pre Operasi Setelah Observasi 1. Untuk mengetahui
dilakukan 1. Identifikasi lokasi, lokasi nyeri
Nyeri akut 2. Untuk mengetahui
tindakan karakteristik, durasi,
berhubungan seberapakah rasa
frekuensi, kualitas dan
dengan agen keperawatan nyeri yang dialami
intersitas nyeri.
pencedera oleh pasien
selama ..x.. jam 2. Identifikasi skala nyeri
fisiologis 3. Untuk mengetahui
ditandai dengan diharapkan 3. Identifikasi respon mimik wajah yang
klien mengeluh tingkat nyeri nyeri nonverbal diperlihatkan pasien
nyeri. 4. Identifikasi faktor saat nyeri muncul
menurun dengan
yang memperberat dan memperingan
4. Untuk mengetahuinyeri
apa
kriteria hasil : Terapeutik saja yang
1. Keluhan nyeri memperburuk dan
1. Berikan teknik
menurun memperingan keadaan
norfarmakologi untuk
2. Ekspresi nyerinya
mengurangi nyeri
meringis 5. Untuk mengurangi
(teknik relaksasi napas
menurun rasa nyeri yang
dalam)
3. Gelisah dirasakan pasien
2. Berikan posisi yang
menurun 6. Untuk memberikan
nyaman
4. Sikap protektif pemahaman agar
menurun 3. Fasilitasi istirahat dan
pasien tidak gelisah
tidur
saat nyeri timbul
Edukasi 7. Dapat menurunkan
1. Jelaskan strategi nyeri dengan
meredakan nyeri merilekskan tegangan
2. Ajarkan teknik otot
nonfarmakologi yang menunjang nyeri
untuk mengurangi 8. Membantu
nyeri (teknik mengurangi nyeri
relaksasi napas yang dirasakan
dalam). klien, serta
Kolaborasi membantuklien
1. Kolaborasi untuk mengontrol
pemberian analgetik. nyerinya.
9. Untuk membantu
proses
penyembuhan pasien
pasca operasi/untuk
mengurangi nyeri
2. Hipertermia Setelah O:
berhubungan dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk
dengan proses mengidentifikasi
tindakan penyebab hipertermi
penyakit faktor penyebab
ditandai dengan keperawatan (mis. Dehidrasi, terjadinya demam
kulit terasa selama ...x... jam terpapar lingkungan 2. Untuk mengetahui
hangat, suhu peningkatan suhu
diharapkan panas, proses
tubuh diatas tubuh fluktuaktif
nilai normal termoregulasi inflamasi) 3. Peningkatan suhu
membaik 2. Monitor suhu tubuh tubuh
mengakibatkan
dengan kriteria N:
3. Berikan cairan oral penguapan tubuh
hasil : meningkat sehingga
4. Lakukan pendinginan
1. Menggigil eksternal (mis. perlu diimbangi
menurun Kompres dingin) asupan cairan
E: 4. Dengan vasodilatasi
2. Kulit merah
5. Anjurkan tirah baring dapat meningkatkan
menurun
penguapan yang
K:
3. Suhu tubuh 6. Kolaborasi pemberian mempercepat
normal cairan dan elektrolit penurunan suhu
(36,5- intravena, jika perlu tubuh.
37,5°C) 5. Untuk membantu
4. Tekanan proses
darah penyembuhan dan
normal menghindari
(90/60- keletihan berlebih
120/80 6. Pemberian cairan
mmHg) sangat penting bagi
pasien dengan suhu
tinggi.
3. Ansietas Setelah diberikan O:
berhubungan asuhan 1. Identifikasi 1. Mengetahui sejauh
dengan krisis
keperawatan…x..ja tingkat kecemasan mana tingkat
situasional
m diharapkan N: kecemasan yang
tingkat ansietas 2. Temani pasien untuk dirasaakan
menurun dengan mengurangi 2. Kehadiran orang
kriteria hasil: kecemasan, jika yang dipercaya
1. Mampu memungkinkan mungkin sangat
mengidentifi 3. Sediakan membantu disaat
kasi dan informasi yang kecemasan datang
mengungkap sesungguhnya 3. Meningkatkan
kan rasa pemahaman
4. Berikan dukungan dan motivasi kepada akan
pasien
cemasnya. E: membantu
5. Ajarkan teknik menurunkan ansites
2. TTV dalam
relaksasi
batas normal, 4. Dukungan dan
3. Postur tubuh, K: motivasi dapat
ekspresi wajah, 6. Kolaborasi dalam menurunkan
pemberian obat anti
bahasa tubuh kecemasan pasien.
cemas, bila perlu
dan tingkat, 5. Meningkatkan

aktifitas control terhadap

menunjukkan kecemasan
6. Mengurangi rasa
berkurangnya
kecemasan takut secara
terbuka.
4. Resiko infeksi Setelah diberikan O: 1. Untuk
berhubungan asuhan 1. Observasi tanda dan mengidentifikasi
dengan penyakit
keperawatan gejala infeksi adanya tanda-tanda
kronis (diabetes
mellitus) selama … x… (demam, kemerahan, infeksi secara dini
jam diharapkan bengkak) 2. Menurunkan resiko
risiko infeksi N: terjadinya infeksi
dapat teratasi 2. Cuci tangan sebelum nosokomial.

Dengan kriteria dan sesudah 3. Untuk mencegah

hasil : melakukan tindakan terjadinya

1. Tidak terjadi E: kontaminasi atau

tanda- tanda 3. Anjurkan klien untuk infeksi.

infeksi 4. Infeksi dapat segera


menjaga area infeksi
teratasi
(Pembengkaka
n, kemerahan, 5. Dapat diberikan
4. Sarankan pasien
nyeri, panas, secara profilaksis
untuk melaporkan
dan perubahan bila dicurigai
jika ada infeksi
fungsi. terjadinya infeksi
Suhu dalam batas K:
5. Kolaborasikan
normal
pemberian antibiotic
sesuai petunjuk
dokter.
5. Intra Operasi Setelah dilakukan O: 1. Untuk mengetahui
tindakan 1. Monitor suhu tubuh perkembangan
Resiko
keperawatan pasien suhu tubuh pasien
hipotermi
berhubungan selama …x.. jam 2. Untuk mengetahui
2. Monitor warna kulit
dengan suhu diharapkan perkembangan
lingkungan N:
mampu warna kulit pasien
rendah
3. Selimuti pasien
meminimalkan 3. Untuk
4. Ciptakan lingkungan mengurangi
resiko hipotermia
yang aman dan penguapan panas
1. Suhu
nyaman tubuh
dalam
E:- 4. Agar pasien
batas normal
K:- nyaman
(36,5-37,5
°C)
2. Tidak ada
perubahan
warna kulit
3. Menggil
pasien
berkurang
Setelah dilakukan O: 1. Mengetahui factor
Post Operasi
tindakan 1. Identifikasi faktor lingkungan yang
Risiko jatuh
6. keperawatan lingkungan yang meningkatkan
berhubungan resiko jatuh
selama…x… jam meningkatkan resiko
dengan general diharapkan jatuh 2. Megurangi risiko
anastesi mampu N: jatuh
yangmana meminimalkan 2. Gunakan peralatan 3. Pengaturan posisi
kesadaran resiko jatuh perlindungan (pasang yang aman bagi
pasien belum dengan kritria arm board) 4. pasien dapat
pulih hasi: 3. Hindari meminimalkan
sepenuhnya 1. Tidak ada menempatkan pasien risiko jatuh
kejadian jatuh pada posisi yang dapat
meningktkan risiko
jatuh
7 Nyeri akut Setelah O: 1. Untuk mengetahui
berhubungan dilakukan 1. Identifikasi lokasi, lokasi nyeri
dengan agen karakteristik, durasi, 2. Untuk mengetahui
tindakan
pencedera fisik frekuensi, kualitas dan seberapakah rasa nyeri
(prosedur keperawatan yang dialami oleh
intersitas nyeri.
operasi) selama ..x.. jam 2. Identifikasi skala nyeri pasien
3. Untuk mengetahui
diharapkan 3. Identifikasi respon mimik wajah yang
tingkat nyeri nyeri nonverbal diperlihatkan pasien
4. Identifikasi faktor saat nyeri muncul
menurun dengan
yang memperberat dan memperingan
4. Untuk mengetahuinyeri
apa
kriteria hasil : N: saja yang
5. Keluhan nyeri 5. Berikan teknik memperburuk dan
menurun norfarmakologi untuk memperingan keadaan
6. Ekspresi mengurangi nyeri nyerinya
meringis (teknik relaksasi napas 5. Untuk mengurangi
menurun dalam) rasa nyeri yang
7. Gelisah 6. Berikan posisi yang dirasakan pasien
menurun nyaman 6. Untuk memberikan
Sikap protektif 7. Fasilitasi istirahat dan pemahaman agar
menurun tidur pasien tidak gelisah
E: saat nyeri timbul
8. Jelaskan strategi 7. Dapat menurunkan
meredakan nyeri nyeri dengan
9. Ajarkan merilekskan
teknik teganganuntuk mengur
nonfarmakologi
K: otot
Kolaborasi pemberian yang menunjang nyeri
analgetik. 8. Membantu
mengurangi nyeri
yang dirasakan
klien, serta
membantuklien
untuk mengontrol
nyerinya.
9. Untuk membantu
proses
penyembuhan pasien
pasca operasi/untuk
mengurangi nyeri

3. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dalam masalah status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Potter & Perry, 2010).
4. Evaluasi (Pre, Intra dan Post Operasi)
Evaluasi sebagal langkah terakhir dari proses keperawatan dimana
evaluasi dalam upaya menentukan apakah seluruh proses sudah
berjalan dengan baik dan apakah tindakan berhasil dengan baik dan atau
belum. Apabila proses tidak sesuai dengan rencana maka proses
tersebut ditinjau kembali dan lakukan perbaikan. Evaluasi terbagi atas
dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil indakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke efektifan
indakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Angelina, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (5th ed.).


Jakarta:EGC.

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Fadlilah, S. (2019). Pengaruh kompres hangat terhadap nyeri leher pada


penderita hipertensi esensial di wilayah Puskesmas Depok I, Sleman
Yogyakarta. JurnalKeperawatan, 8(1), 23–31.

Guyton, & Hall. (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Singapore:


Elsevier
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta.
Edisi 2. Jakarta:EGC,2004.
Smeltzer, Suzane C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC

Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Intervemsi Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai