Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABSES MAMAE


DI RUANG MARJAN BAWAH RSUD dr. SLAMET GARUT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Kokom Komyati
KHG.D16031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA
HUSADA GARUT
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan


kumpulan nanah yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari
infeksi bakteri. Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak, merah, dan
nyeri bila disentuh. Pada beberapa kasus, orang-orang sdengan abses
payudara dapat menderita demam. Kondisi ini umumnya terjadi pada orang-
orang yang berusia antara 18 sampai dengan 50 tahun tetapi sangat jarang
terjadi pada wanita yang tidak menghasilkan air susu ibu (ASI). Oleh karena
itu, wanita yang menyusui memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya abses
payudara.
Ketika ASI tidak dikeluarkan sepenuhnya sewaktu menyusui, sisa ASI
terperangkap di dalam salurannya dan menyebabkan terjadinya peradangan.
Kondisi ini dikenal sebagai mastitis. Peradangan akan meningkatkan resiko
infeksi bakteri selanjutnya pada saluran tersebut.
Infeksi bakteri juga dapat terjadi melalui kulit puting payudara yang
pecah. Ketika bakteri memasuki jaringan payudara, sistem kekebalan tubuh
akan berusaha untuk melawan bakteri-bakteri tersebut dengan mengirim sel-
sel darah putih ke tempat terjadinya infeksi. Pada proses pembunuhan bakteri-
bakteri ini, beberapa jaringan dapat mengalami kerusakan, membentuk suatu
kantung kecil yang akan diisi oleh nanah (campuran dari jaringan mati,
bakteri dan sel-sel darah putih), membentuk abses payudara. Untungnya,
abses payudara dapat dihilangkan melalui drainase abses dan pemakaian
antibiotik.

B. Tujuan
Tujuan penulisan dan penyusunan laporan uji komprehensif ini adalah:

1
1. Tujuan Umum
Penulis mampu mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan Diagnosa Medis Pre dan Post
Operasi Abses mamae secara komprehensif dan berkesinambungan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada pasien
dengan Diagnosa Medis Pre dan Post Operasi Abses mamae
b. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan Diagnosa Medis Pre dan Post Operasi
Abses mamae
c. Mampu mengidentifikasikan faktor pendukung dan penghambat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa
Medis Pre dan Post Operasi Abses mamae

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Abses


1. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil
yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena
adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).

2
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat
dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison, 2003)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik mata, yang
kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis,
meninggalkan jaringan parut yang kecil. (Underwood, 2000)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah
suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena
adanya benda asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan
mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik.
2. Jenis jenis Abses
a. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai
dengan pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang
lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan
ginjal melalui aliran darah.
b. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan,
maka akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan
sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan
nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.
c. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah
pada ujung akar gigi atau geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang
(sub-periostal) atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal) atau
ke bawah kulit (sub-cutaneus). Nanah bisa keluar dari saluran pada
permukaan gusi atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa dilakukan

3
dengan mencabut gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau
perawatan akar dari gigi tersebut.
d. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum
tulang akan terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang
tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah
akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).
e. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini
merupakan abses menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan.
Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis tulang, persendian atau
kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
f. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba
histolytica), yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak
berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh
amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba
pada dinding abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.
g. Abses Mamae
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan
payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara.
Cedera dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang
sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi
cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat
menyerupai kista.
h. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh,
ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan
nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian
membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang
telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut
terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair.
Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.

3. Etiologi

4
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan
abses melalui beberapa cara:
a. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
b. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :


a. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c. Terdapat gangguan sistem kekebalan

Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

4. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam
rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga
tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam
tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)

5. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau
tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.

5
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa:
a. Nyeri
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengakakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatuabses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.
Paling sering, abses akan menimbulkan Nyer tekan dengan massa yang
berwarna merah, hangat pada permukaan abses , dan lembut.

Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga
Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan
terbuka (pecah).

Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi


dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.

Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin


mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin
lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

6. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan
sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang
ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses
dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila

6
abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam
yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut
butuh ditangani dengan intervensi bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda
asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing,
biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan
pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan
mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai
tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin
sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus
resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik
biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang
didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya
dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang
merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik
sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut
seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.

7
8. Pathway
Bakteri Gram Positif
(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase danenzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses
Pembedahan
& berisi PUS
MK 3: Gangguan
Thermoregulator
Pecah
(Pre Operasi)

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor,Tumor,Dolor,Fungsiolaesea)

Resiko Penyebaran Luka Insisi


MK 1 : Nyeri Infeksi
(Pre (MK 2: Pre dan Post
Operasi) MK 1 : Nyeri

(Post Operasi)

8
Sumber :(Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001)

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan merupakan cara sistematis yang dilakukan oleh
perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan
dengan melakukan pengkajian, menetukan diagnosa, merencanakan tindakan
yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan
yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada klien,
berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan
saling berhubungan. (Aziz Alimul, 2007)
Pelaksanaan proses keperawatan secara umum bertujuan untuk
menghasilkan asuhan keperawatan yang berkualitas sehingga berbagai
masalah kebutuhan klien dapat teratasi. Untuk mencapai kebutuhan secara
umum dalam proses keperawatan, diantaranya : pertama, dapat
mengidentifikasi berbagai kebutuhan dasar yang telah dibutuhkan; kedua,
dapat menentukan diagnosis keperawatan yang ada manusia setelah dilakukan
setelah diagnosis ditegakkan; ketiga, dapat melaksanakan tindakan
keperawatan setelah direncanakan; keempat, dapat mengetahui perkembangan
pasien dari berbagai tindakan yang telah dilakukan, untuk menentukan tingkat
kebersihan (A. Aziz Alimul, 2007).
Menurut Potter & Perry 2005 proses keperawatan mempunyai 5 tahap
yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan verifikasi
dan komunikasi data tentang klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan, memperjelas,
mengkomunikasikan data tentang klien sehingga berbentuk data dasar.
Tipe-tipe pengkajian ada 2 yaitu data subjek dan data objek, sumber data
pengkajian berasal dari klien, keluarga, teman dekat, tim kesehatan,
catatan medis, pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. (A. Aziz Aimul, 2007).

9
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Potter & Perry 2005 diagnosa keperawatan adalah
penilaian klien tentang respon individu, keluarga dan komunikasi
terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual dan potensial.
Tujuan diagnosa keperawatan adalah mengidentifikasi kebutuhan
keperawatan kesehatan klien.
Masalah klien menjadi aktual apabila terdapat 3 unsur yaitu
problem, etiologi dan symptom.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari keperawatan dimana tujuan yang
terpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.
Langkah-langkah perencanaan ada 4 tahap yaitu : menentukan
prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan, dan
dokumentasi.
Menurut Potter & Perry 2005 ada 6 syarat untuk menentukan
kriteria hasil antara lain :
a. Berfokus pada klien
SMART (Spesifik, Measurabel, Achievable, Reasonable, Time)
b. Singkat dan jelas
c. Dapat di observasi dan diukur
d. Ada batas waktu
e. Realistik
f. Ditentukan oleh perawat dank lien
Menentukan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah
ketiga dalam proses membuat suatu proses keperawatan. (A. Aziz Aimul,
2007).
Pada tahap perencanaan dapat dilaksanakan dengan berbagai
kegiatan yaitu :
a. Penentuan prioritas
Dalam menentukan prioritas terdapat beberapa pendapat urutan
prioritas antaranya :
1) Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam
jiwa) yang dilatarbelakangi dari prinsip pertolongan pertama yaitu
dengan membagi beberapa prioritas diantaranya :
a) Prioritas Tinggi

10
Mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa
seseorang) sehingga perlu dilakukan tindakan tindakan
terlebih dahulu seperti masalah kebersihan jalan napas.
b) Prioritas Sedang
Prioritas ini menggambarkan sesuatu yang tidak gawat dan
tidak mengancam hidup klien seperti masalah hygiene
perseorangan.
c) Prioritas Rendah
Prioritas rendah ini menggambarkan situasi yang tidak
berhubunngan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit
yang secara spesifik seperti masalah keuangan atau lainnya.
2) Berdasarkan Kebutuhan Maslow
Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan
berdasarkan diantaranya :
a) Kebutuhan Fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkkulasi, suhu, nutrisi, nyeri,
cairan, perawatan kulit, mobilisasi, eliminasi.
b) Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal,
perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
c) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam
kelompok, hubungan antara manusia.

d) Kebutuhan harga diri


Meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan menghargai
diri sendiri.
e) Kebutuhan aktualisasi
Meliputi masalah keputusan terhadap lingkungan
b. Penentuan Tujuan dan Hasil yang diharapkan
Menurut (Nursalam, 2001) menentukan kriteria hasil (outcome) harus
berpedoman pada SMART yaitu :
S : Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti
ganda)
M : Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur,
khususnya tentang perilaku klien, dapat dilihat, didengar,
diraba, dirasakan, dan dibau)
A : Achievable (tujuan harus dapat dicapai)

11
R : Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah)
T : Time (ada batas waktu yang ditentukan untuk pencapaian
tujuan)
c. Menentukan Rencana Tindakan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk
membantu klien dalam membantu kriteria hasil (Nursalam, 2001).
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada
klien yang dilaksanakan oleh perawat.Tindakan tersebut meliputi
tindakan independent keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan, tindakan medis berdasarkan diagnosa medis, dan
membantu dasar fungsi kesehatan pada klien yang tidak dapat
melakukannya.
Definisi berhubungan dengan semua intervensi keperawatan
dengan diagnosa keperawatan dan atau masalah kolaborasi.Diagnosa
keperawatan yang meliputi diagnosa aktual, diagnosa resiko, dan
diagnosa kemungkinan (Nursalam, 2001).
4. Pelaksanaan
Menurut Potter & Perry 2005 pelaksanaan merupakan suatu
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan
yang ditetapkan yang menyangkut peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Tindakan keperawatan yang mencapai tujuan perawatan
kesehatan termasuk memberikan lingkungan yang kondusif, memberikan
perawatan untuk menyesuaikan kebutuhan klien menstimulasi serta
memotifasi klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil atau perbuatan
dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat, sejauh
mana tujuan tercapai.
Menurut Potter & Perry 2005. Evaluasi mencakup 3 aspek
yaitu : evaluasi system, evaluasi proses pemberian asuhan keperawatan
dan evaluasi hasil. Evaluasi menentukan respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan seberapa jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi.

12
Untuk memudahkan dalam evaluasi keperawatan dapat
digunakan format SOAPIER antara lain :
S : Data subyektif sehubungan dengan masalah klien
O : Data objektif sehubungan dengan masalah klien
A : Pengkajian dan analisa masalah
P : Perencanaan
I : Implementasi
E : Evaluasi rencana tindakan
R : Pengkajian ulang kebutuhan pasien dan rencana keperawatan

C. TinjauanAsuhan Keperawatan Pada Pasien Abses Punggung


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Nursalam, 2001, hal.17).
Menurut Smeltzer & Bare (2001), Pada pengkajian keperawatan,
khususnya sistem integumen, kulit bisa memberikan sejumlah informasi
mengenai status kesehatan seseorang dan merupakan subjek untuk
menderita lesi atau terlepas. Pada pemeriksaan fisik dari ujung rambut
sampai ujung kaki, kulit merupakan hal yang menjelaskan pada seluruh
pemeriksaan bila bagian tubuh yang spesisifik diperiksa. Pemeriksaan
spesifik mencakup warna, turgor, suhu, kelembaban, dan lesi atau parut.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a) Riwayat Kesehatan
Hal hal yang perlu dikaji di antaranya adalah :
1) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali,
sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan.
2) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau
terkena peluru.
3) Riwayat infeksi ( suhu tinggi ) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
b) Pemeriksaan Fisik

13
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
1) Luka terbuka atau tertutup
2) Organ / jaringan terinfeksi
3) Massa eksudat dengan bermata
4) Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
5) Abses superficial dengan ukuran bervariasi
6) Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
c) Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
1) Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah
sel darah putih.
2) Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
2. Diagnosa Keperawatan
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data
melalui pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian dari
diagnosa keperawatan itu sendiri adalah sebuah pernyataan singkat dalam
pertimbangan perawat menggambarkan respon klien pada masalah
kesehatan aktual dan resiko (Nursalam, 2001. Hal : 35 ).

Menurut Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :


a) Pre operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b) Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan.
3. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan,
kriteria hasil, dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :
a) Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkangangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu

14
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg,
Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi
2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri.
seberapa hebat nyeri yang
dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi
selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan. 3) Reaksi non verba menandakan
nyeri yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik
manajemen relaksasi. 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
dirasakan klien dengan non
5) Kolaborasikan obat analgetik
farmakologis
sesuai indikasi.
5) Mempercepat penyembuhan
terhadap nyeri

2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan proses


peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkanHipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C 37
0
C).

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan
tubuh klien. intervensi

15
2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
2) Anjurkan klien untuk banyak
penguapan tubuh dari demam
minum, minimal 8 gelas / hari. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh
3) Lakukan kompres hangat.
darah sehingga mempercepat
4) Kolaborasi dalam pemberian hilangnya demam
4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.

b) Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan
aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80 mmHg,
Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi
2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri.
seberapa hebat nyeri yang
dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi
selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan. 3) Reaksi non verba menandakan
nyeri yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik
manajemen relaksasi. 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
dirasakan klien dengan non
5) Kolaborasikan obat analgetik
farmakologis
sesuai indikasi.

16
5) Mempercepat penyembuhan
terhadap nyeri

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping. ( Nursalam, 2001. Hal. 63).
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses
dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak, Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin
atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa membantu
mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan
pembengkakan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil ( Nursalam, 2001).
Evaluasi Keperawatan pada klien dengan abses adalah :
a) Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
b) Rasa nyaman klien terpenuhi
c) Daerah abses tidak terdapat pus

17
d) Tidak ditemukan adanya tanda tanda infeksi ( pembengkakan,
demam,kemerahan )
e) Tidak terjadi komplikasi.

Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku
ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta: EGC; 2010.h. 473-5.
2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Editor: Safitri A.
Jakarta: Erlangga; 2006. h. 18-9.
3. Benson RC, Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor:
Primarianti S, Resmisari T. Jakarta: EGC; 2008. h. 487-91.
4. Sabiston DC. Buku ajar bedah: sabistons essentials surgery. Jakarta: EGC;
1992. h. 373-83.
5. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika;
2009. h. 109-110.
6. Suherni. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya; 2007. h. 56-7.
7. Alasiry E (2009). Mastitis: pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142,
pada tanggal 17 April 2013.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005.h. 130-2.

18

Anda mungkin juga menyukai