Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES COLLI
1. Landasan Teori

A. Pengertian

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil


yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena
adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan, Iuka peluru, atau jarum suntik).
Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah
(Siregar, 2004).

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat


dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif
& Kusuma, 2013)

Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik "mata", yang


kernudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena
fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil (Harrison, 2005) Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses colli adalah suatu
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya
benda asing (misalnya Iuka peluru maupun jarum suntik) dan
mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik yang timbul di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam,
akibat perjalanan berbagai sumber infeksi seperti gigi, mulut,
tenggorokan, sinus paranasal dan telinga leher.

2. Anatomi Dan Fisiologi Leher

1
Leher terbagi atas dua bagian utama yang terbentuk segitiga yaitu
anterior dan posterior oleh otot sternomastoid yang terjalan menyerong dari
prosesus mastoid tulang pelipis ke sebelah depan klapikula dan dapat diraba
disepanjang tulang itu Klapikula terletak pada dasar leher dan memisahkan
dari thora.

Segitiga posterior leher disebelah depan dibatasi oleh otot


sternomastoid dan dibelakang oleh tepi anterior otot trapezius. Bagian ini
berisi sebagian dari plexus saraf servikal dan plexus brakhialis. Serangkaian
kelenjar limfe 1ang terletak posterior dai sternomastoid dan Urat-urat saraf
dan pembuluh darah Diatas segitiga ini terletak iga pertama dan diatas iga ini
berjalan arteri subklavia Di tempat inilah penekanan arteri subklavia dengan
jari dapat dilakukan.

Segitiga anterior dari batang leher terbagai dalam beberapa segitiga


lagi 1aitu segitiga karotis karena memuat arteri karotis beserta cabangnya
yaitu karotis interna dan externa dan juga vena jugularis internada dan
beberapa vena arteri dan saraf lainnya terdapat disini.

3. Etiologi
Menurut Siregar (2004). Suatu infeksi bakteri dapat menyebabkan
abses dengan beberapa cara:
a. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril.Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang
Iain.
b. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa terbentuknya abses.
c. Peluang terbentuknya suatu absesakan meningkat jika:
1) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2) Daerah yang terinfeksi mendapat aliran darah yang kurang.
3) Terdapat gangguan system kekebalan.

4. Patofisiologis
Proses abses merupakan reaksi perlindungan untuk mencegah
penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian Iain tubuh. Organisme atau
benda asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan
pelepasan sitokin.Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi
(peradangan), yang menarik kedatangan sejumIah darah putih (leukosit) ke
area tersebut dan meningkatkan aliran darah setempat, Struktur akhir dari
suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul oleh sel-sel sehat
disekeliling abses, sebagai upaya unluk mencegah pus menginfeksi struktur
lain di sekitarnya, Meskipun demikian seringkali proses enkapulasi tersebut
cenderung menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau penyebab peradangan

2
(agen infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri yang terdapat
dalam pus. Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu
pada akumulasi nanah dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara
normal, sedangkan abses mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas
yang baru terbentuk melalui proses terjadinya abses tersebut.

abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
suatu bakteri. Jika bakteri menyusup kedalam suatu jaringan yang sehat maka
akan terjadi suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur meninggalkan rongga
yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahah tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga
tersebut dan setelah menelan bakteri sel darah putih akan mati, sel darah putih
yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong,


jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk melawan atau
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam
maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun di bawah permukaan
kulit, tergantung pada lokasi abses.

3
5. Pathwey/Woc

4
6. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala dari abses tergantung lokasi dan pengaruhnya


terhadap fungsi suatu organ atau syaraf, karena abses merupakan salah satu
manifestasi peradangan maka manifestasi lain yang mingikuti abses dapat
merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, gejalanya berupa:
a) Nyeri
b) Nyeri tekan
c) Teraba hangat
d) Pembengkakan
e) Kemerahan
f) Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah maka suatu daerah
pusat benjolan akan lebih putih karena kulit di atasnya menipis .suatu
abses di dalani tubuh, menjadi lebih besar. Abses dalam lebih
mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

7. Penatalaksanaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penangan menggunakan
antibiotic. Narnun demikian.kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah, debridement atau kuretase. Suatu abses harus di amati
dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebab utamanya apabila disebabkan
oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan di ambil
abesesnya, bersama dengan pernberian obat analgetik abses dengan
menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah
berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak. Karena seringkali abses disebabkan oleh bakteri
staphylococcusaureus, antibiotic antistafilokokus seperti flucloxacilin atau
didoxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan staphylococcus
aureus tersebut yang dapat melalui komunitas, antibiotic biasanya tersebut
menjadi tidak efektif (Mansjoer,2003).

8. Komplikasi
Menurut Siregear (2004), Komplikasi mayor dari abses adalah
penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian
jaringan setempat yang ekstensif (gangrene). Pada sebagian besar bagian
tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tindakan medis
secepatnya di indikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses.
Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal.Meskipun jarang,
apabila abses tersebut mendesak struktur yang baik.

5
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang merujuk pada diagnose bedah abses
secara urnum menurut Doenges, dkk (2010), meliputi:
1. Kultur: mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas
menentukan obat yang paling efektif
2. Leukosit (sel darah putih): leucopenia leukositosis ( 15.000-30.000)
mengidentifikasi produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.
3. Pemeriksaan pembekuan: trombositopenia dapat terjadi karena agregasi
trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukkan koagulopati yang
diasosiasikan dengan iskemia hati / sirkulasi toksin status syok.
4. Laktat serum.' meningkat dalam asidosís metabolic, disfungsi hati, syok.
5. Urinalisis: adanya sel darah putih / bakteri penyebab infeksi sering muncul
protein dan sel darah merah.
Menurut sudoyo (2007). Pemeriksaan diagnostik abses meliputi:
a. Pemeriksaan foto polos pedis: untuk mengetahui ada atau tidaknya
komplikasi.
b. Ultrasonografi (USG): dapat memberikan petunjuk tentang ukuran abses
dan adanya lokulasi atau abses multiple.

6
10. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Abses Colli

A. Pengkajian
Informasi dari pasien (anamnesis) sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis keperawatan.

abses peritonsiler. Adanya riwayat pasien mengalami nyeri pada


tenggorokan adalah salah satu yang mendukung terjadinya abses
peritonsilar. Riwayat adanya faringitis akut yang disertai tonsilitis dan rasa
kurang nyaman pada pharingeal unilateral. Pada pemeriksaan fisik,
didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri faring sampai dehidrasi dan
sepsis. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan pada kelenjar regional.
Pada pemeriksaan kavum oral terdapat eritema, asimetri palatum mole,
eksudasitonsil, dan pergeseran uvula kontralateral. Dan pada palpasi
palatum molle teraba fluktuasi. Nasofaringoskopi dan laringoskopi
fleksibel direkomendasikan pada pasien yang mengalami kesulitan
bernapas, untuk melihat ada tidaknya epiglotitis dan supraglotis.

1.     Keluhan mengalami malaise, lemah dan sakit kepala.


2.      Demam
3.      Rasa penuh pada sebagian tenggorokan.
4.      Nyeri, bertambah sesuai dengan perluasan timbunan pus.
5.      Sulit untuk membuka mulut yang cukup lebar (trismus).
6.      Susah menelan
7.      Pergerakan kepala ke lateral menimbulkan nyeri
8.      Kemungkian juga terdapat nyeri telinga (otalgia),
9.      muntah (regurgitasi),
10.   mulut berbau (foetor ex ore),
11.   banyak ludah (hipersalivasi),
12.   suara sengau (rinolalia)

B. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa yang mungkin dapat ditegakkan dari data yang


ada antara lain :
1.      gangguan thermoregulation berhubungan dengan infeksi
2.      Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3.      Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

7
C. Rencana Tindakan Keperawatan

SDKI SLKI SIKI

Nyeri akut berhubungan setelah dilakukan tindakan 1. Identifkasi lokasi,


dengan agen pencedera keperawatan selama 1x1jam karakteristik, durasi,
fisik di harapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas, nyeri
menurun dengan kriteria
2. identifikasi skala nyeri
hasil

1. keluhan nyeri menurun 3. identifikasi skala nyeri


non verbal
2. gelisah menurun
4. berikan teknik
3. kesulitan tidur menurun
nonfarmakologis untuk
4. tekanan darah membaik mengurangi rasa nyeri
5. polo tidur membaik
5. fasilitasi istirahat tidur

6. jelaskan penyebab.
Periode dan pemicu
nyeri

7. jelaskan strategis nyeri

8. Berikan informasi tentang


nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur operasi

9. monitor tanda tanda vital

8
Resiko infeksi berhubungan setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi dan
dengan ketidakadekuatan keperawatan 1x1 jam menurunkan resiko
pertahanan tubuh primer diharapkan tingkat infeksi terserang organsme
menurun denga kriteria patogenik
hasil: 2. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal dan
1. Kebersihan tangan dan
sistemik
badan meningkat
3. Batasi jumlah
2. Kemerahan menurun
pengunjung
3. Bengkak menurun
4. Ajarkan cara mecuci
4. Cairan berbau busuk
tangan yang baik dan
menurun
benar
5. Kadar sel darah putih
5. Ajarkan cara memeriksa
membaik
kondisi luka operasi
6.

·    
1
·     ·      
c.     

·      

9
DAFTAR PUSTAKA

Donges (2010).Nursing Diagnosis Manual. Nursing diagnosismanual: Panning,


individualizing, and documenting client care, Edisi 2. Jakarta:EGC

Koziesr, Barbara dkk. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, Info
medika

Siregar, (2008).Buku ajar keperawaatana.Jakarta :EGC Abiy, Die’S (2007).


Abses; Definisi; Tanda dan Gejala; Diagnosis Abses
(http://die13profesionalnursing.blogspot.com/2011/02/absesdefinisi-
tanda-dan-gejala.html) diakses pada tanggal 23 juni jam 10.00

Capernito.L.J (2009). Diagnosis Keperawatan; Aplikasi pada praktik Klinik edisi


3 Jakarta: EGC

Sudoyo, dkk.(2007) .Buku ajar penyakit Dalam.Jilid III Edisi IV.Jakarta :Pusat
Penerbitan ilmu penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jilid II. Jakarta Selatan: Dewan Pegurus Pusat

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jilid III. Jakarta Selatan: Dewan Pegurus Pusat

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jilid
II. Jakarta Selatan: Dewan Pegurus Pusat

10

Anda mungkin juga menyukai