Anda di halaman 1dari 14

BAB I

TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Abses adalah penumpukan nanah di dalam rongga di bagian tubuh
setelah terinfeksi bakteri. Nanah adalah cairan yang mengandung banyak
protein dan sel darah putih yang telah mati. Nanah berwarna putih
kekuningan. (Craft, 2018; James et al, 2016)
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya
benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses
ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2018)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abses adalah
terbentuknya kantong berisi nanah yang berwarna putih kekuningan pada
jaringan kutis dan subkutis akibat adanya infeksi kulit yang disebabkan
oleh bakteri/parasite atau karena adanya benda asing

2. Etiologi
Abses pada umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, walaupun
bisa disebabkan oleh bakteri lain seperti parasite atau benda asing (Craft,
2017).
3. Komplikasi
Abses juga bisa menyebabkan beberapa komplikasi seperti :
a. Penyebaran infeksi, yang berpotensi ke otak atau sumsum tulang
belakang
b. Keracunan darah atau sepsis
c. Endokarditis yang merupakan infeksi pada lapisan dalam jantung
d. Perkembangan abses baru
e. Kematian jaringan didaerah abses, seperti gangrene

4. Patofisiologi
Menurut Guyton (2018) Proses abses merupakan reaksi perlindung
an oleh jaringan untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi ke b
agian lain tubuh. Cedera jaringan yang disebabkan oleh Infeksi Microbia
l, reaksi Hipersentivitas, Agen fisik, bahan kimia iritan dan korosif dan n
ekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga oleh jaringan
dilepaskan histamin, bradikinin, serotinin, kecairan sekitarnya. Zat zat in
i khususnya histamin meningkatkan aliran darah lokaldan juga meningka
tkan permeabilitas kapiler, vena dan vanula, memungkinkan sejumlah be
sar cairan dan protein, termasuk fibrinogen, bocor masuk kedalam jaring
an. Terjadi edema eksternal lokal serta cairan ekstrasel dan cairan limfe
keduanya membeku karena efek koagulasi eksudat jaringan atas fibrinog
en yang bocor. Jadi, terjadi edema hebat dalam ruang sekitar sel yang ce
dera. Hal ini mengakibatkan regangan dan distorsi jaringan yang menyeb
abkan nyeri dan memperlihatkan tanda rubor dan kalor. Masalah kepera
watan yang muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan kenyamana
n (Nyeri).
Setelah peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh neutrofi
l dan makrofag serta memulai melakukan fungsi skavengernya membersi
hkan jaringan dari agen infeksi atau toksik. Makrobak yang telah berada
dalam jaringan mulai krja fogasitiknya. Akobatnya leukosit dalam darah
meningkat dan mengeluarkan pirogen endogen akan mengalir dalam dar
ah dan akan bergerak dari tempat produksinya menuju pusat termoregula
tor di hipotalamus. Pirogen endogen yang sudah berada pada hipotalamu
s, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk mensekresikan asam arak
hidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran
prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan yan
g muncul adalah hipertermi.
Makrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak bakteri dari opa
da neutrofil dan mereka dapat juga memakan banyak jaringan nekrotik.
Bila neutrofil dan makrofag akan mati, menyebabkan terbentuknya rong
ga dalam jaringan yang meradang yang berisi berbagai bagian-bagian jar
ingan nekrotik, neutrofil, neutrofil yang mati dan makrofag yang mati. C
ampuran ini disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan
disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekelilin
g abses dan menjadi dinding pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit
menyebabkan abses pecah dan menyebabkan kerusakan pada kulit. Masa
lah keperawatan yang muncul kerusakan integritas kulit.

5. Gejala Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan di dalam kulit atau
tepat dibawah kulit terutama jika timbul di wajah. Menurut Smeltzer &
Bare (2018), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya
terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
a. Nyeri
b. Nyeri tekan
c. Teraba hangat
d. Pembengkakan
e. Kemerahan
f. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar.
Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang
berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
a. Peningkatan jumlah sel darah putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.

7. Penatalaksanaan
Menurut Morison (2017), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut
butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena
benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda
asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan
dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan
mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai
tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas (nama, umur, agama, jenis kelamin, tgl masuk dan
penanggung jawab)
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama : Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada
area abses.
 Riwayat kesehatan sekarang : Abses di kulit atau dibawah kulit
sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit
ditemukan. Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak
steril atau terkena peluru, dll. Riwayat infeksi (suhu tinggi)
sebelumnya yang secara cepat menunjukkan rasa sakit diikuti
adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
 Riwayat kesehatan keluarga : Riwayat penyakit menular dan
kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.

c. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernapasan
Dalam batas normal
2. Sistem kardiovaskuler
Dalam batas normal
3. Sistem persarafan
Dalamm batas normal
4. Sistem perkemihan
Dalam batas normal
5. Sistem pencernaan
Dalam batas normal
6. Sistem muskuloskeletal
Dalam batas normal
7. Sistem integumen
Bengkak, kemerahan dan luka pada daerah abses.
8. Sistem endokrin
Dalam batas normal
9. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi
pembedahan
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
d. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. Intervensi Keperawatan

N Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Diagnosa Keperawatan
o (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 Manajemen Nyeri (1.08238)
Penyebab jam diharapkan nyeri akan berkurang 1. Observasi
 Agen pencedera fisiologis (mis. dengan kriteria hasil :  Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Inflamasi, iskemia, neoplasma) - Tidak mengeluh nyeri kualitas, intensitas nyeri
 Agen pencedra kimiawi (mis. - Tidak gelisah  Identifikasi skala nyeri
Terbakar, bahan kimia iritan) - Tekanan darah normal  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Agen pencidra fisik (mis. Abses, - Frekuensi nadi normal  Identifikasi faktor yang memperberat
trauma, amputasi, terbakar, - Pola tidur tidak terganggu dan memperingan nyeri
terpotong, mengangkat - nafsu makan meningkat  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
berat,prosedur operasi,trauma, - pola napas normal tentang nyeri
latihan fisik berlebihan  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
Gejala dan Tanda Mayor  Identifikasi pengaruh nyeri pada
Subjektif : Mengeluh nyeri kualitas hidup
Objektif : Tampak meringis, bersikap  Monitor keberhasilan terapi
protektif (mis. waspada, posisi komplementer yang sudah diberikan
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi  Monitor efek samping penggunaan
nadi meningkat dan sulit tidur. analgetik

Gejala dan Tanda Minor 2. Terapeutik


Subjektif : -  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Objektif : Tekanan darah meningkat, mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
pola napas berubah, nafsu makan hypnosis, akupresur, terapi musik,
berubah, proses berpikir terganggu, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, teknik imajinasi terbimbing, kompres
dan diaforesis hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

4. Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu

2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 Pencegahan Infeksi (1.14539)


jam diharapkan resiko infeksi akan hilang
Faktor Risiko 1. Observasi
dengan kriteria hasil :
 Penyakit kronis (mis. diabetes.  Demam menurun  Monitor tanda dan gejala infeksi local
melitus)  Kemerahan menurun dan sistemik
 Efek prosedur invasi  Nyeri menurun 2. Terapeutik
 Malnutrisi  Bengkak menurun  Batasi jumlah pengunjung
 Peningkatan paparan organisme  Kadar sel darah putih membaik  Berikan perawatan kulit pada area
patogen lingkungan  Cairan berbau busuk menurun edema
 Ketidakadekuatan pertahanan  Nekrosis menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
tubuh primer :  Kerusakan jaringan menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
 Gangguan peristaltik 3. Edukasi
 Kerusakan integritas kulit  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Perubahan sekresi pH  Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
 Penurunan kerja siliaris  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Ketuban pecah lama atau luka operasi

 Ketuban pecah sebelum  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


waktunya  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Merokok 4. Kolaborasi

 Statis cairan tubuh.  Kolaborasi pemberian antibiotik

 Ketidakdekuatan pertahanan tubuh


sekunder : Perawatan Luka (1.14564)

 Penurunan homolobin 1. Obeservasi

 Imununosupresi  Lepaskan balutan dan plester secara

 Leukopenia perlahan
 Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
 Supresi respon inflamasi
perlu
 Vaksinasi tidak adekuat.
 Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
Kondisi Klinis Terkait  Bersihkan jaringan nekrotik
 AIDS  Berika salep yang sesuai di kulit /lesi,
 Luka bakar jika perlu
 Penyakit paru obstruktif  Pasang balutan sesuai jenis luka
 Diabetes mellitus  Pertahan kan teknik seteril saaat
 Tindakan invasi perawatan luka
 Kondisi penggunaan terapi steroid  Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan

 Penyalahgunaan obat drainase

 Ketuban Pecah Sebelum Waktunya  Jadwalkan perubahan posisi setiap dua

(KPSW) jam atau sesuai kondisi pasien

 Kanker  Berikan diet dengan kalori 30-35

 Gagal ginjal kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5


g/kgBB/hari
 Imunosupresi
 Lymphedema
2. Terapeutik
 Leukositopedia
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Gangguan fungsi hati.
 Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri

3. Edukasi
 Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik),
jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalam bentuk tindakan keperawatan guna membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. perawat melaksanakan tindakan keperawatan
untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri
tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon pasien
terhadap tindakan tersebut. (Kozier, 2018)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima atau fase terakhir dari proses keperawatan dalam
konteks ini aktivitas yang direncanakan, berlanjut dan terarah ketika pasien dan
professional kesehatan menentukan kemajuan-kemajuan pasien menuju pencapaian
tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan (Kozier, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Bare BG., Smeltzer SC. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC. Hal : 45-47

Craft N. 2017. Superficial Cutaneous Infectious and Pyoderma. In : Fitzpatrick’s


Dermatology in General Medicine. 8th. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
et al, editors. New York: McGraw Hill Medical

James WD, Berger TG, Elston DM, et al. 2016. Bacterial Infections. In :
Andrews’ Diseases of the Skin. Clinical Dermatology.12 th Ed. Philadelphia :
Elsevier

Kozier,B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J.Snyder. (2018). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi
yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC

Morison, M. J. (2018). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Indikator diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : DPP PPN

Siregar,C.J.P., 2016, Farmasi Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran ECG,


Jakarta, 20, 37-42

Anda mungkin juga menyukai