Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS FALETEHAN

 KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)


(LAPORAN PENDAHULUAN ABSES GLUTEUS)

DIKA PRATAMA
5022031034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
2022
ABSES GLUTEUS

A. Definisi atau Pengertian


Abses adalah penimbunan nanah yang terjadi akibat infeksi bakteri. Abses dapat terjadi
dimana saja pada bagian tubuh kita. Abses dapat terlihat karena berada di bagian luar tubuh
(pada lapisan kulit) atau teradi pada organ dalam tubuh yang terjadi disebuah kavitas
jaringan karena adanya proses infeksi oleh bakteri karena adanya benda asing misalnya;
serpihan, luka peluru atau jarum suntik (Smeltzer, 2013).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang
melibatkan organisme progenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri dan sel darah putih yang sudah mati dan dicairkan oleh enzim autolik (Mansjoes,
2007).
Abses merupakan suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri atau parasit karena
adanya benda asing dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nefrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati (Siregar, 2007).

B. Etiologi atau Penyebab


Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses ketika bakteri masuk kedalam jaringan
yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati jaringan yang sehat itu mati, dan
hancur meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Suatu infeksi
bakteri bisa menyebabkan abses beberapa cara : bakteri masuk kebawah kulit akibat bakteri
yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril dan bakteri dapat menyebar dari suati
infeksi di bagian tubuh yang lain. Kondisi ini memicu sel-sel darah putuh yang berfungsi
melawan infeksi masuk kedalam rongga tersebut, memerangi bakteri dan kemudian mati.
Sel darah putih yang mati itulah yang membentuk cairan nanah, yang mengisi rongga
tersebut. Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat ika terdapat kotoran atau benda
asing didaerah atau tempat terjadinya infeksi, daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran
darah yang kurang terdapat terjadi gangguan sistem kekebalan (Siregar, 2007).
C. Menifestasi Klinis atau Tnada dan Gejala
Gejala dari abses tergantung lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi atau organ syaraf, yaitu
bisa berupa :
1. Nyeri Tekan
2. Nyeri Lokal
3. Bengkak
4. Kenaikan Suhu
5. Rubor (Kemerahan)
6. Kalor (Panas) menggigil atau demam (>37,7oC)
7. Dolor (Nyeri)
8. Tumor (Bengkak) terdapat pus (rebas) bau membusuk
(Smatzer, 2013)

D. Patofisiologi atau Pathway


Kuman yang masuk kedalam tuhuh akan merusak jaringan dengan cara mengeluarkan
toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis), kimiawi yang secara spesifik
mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan
dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi apabila ada perubahan kondisi respon imunologi
mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agen fisik dan bahan kimia
oksidan korosif menyebabkan kerusakan jaringan, kerusakan jaringan menstimulus untuk
terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyebab dari peradangan, kemerahan
merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol dan meningkatkan aliran darah ke
mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu
dapat terjadi secara sistemik. Akibat endogen pirogem yang dihasilkan makrofaq
mempengaruhi termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan
terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir
keseluruh kapiler, kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati pembuluh
darah di daerah zona plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal
terjadi emigrasi kedalam ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti fase
hipertermia meningkat permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarnya plasma kedalam
jaringan, sedangkan sel darah tertinggal didalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmotik menurun hingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga
ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan
distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses menyebabkan rasa nyeri.
Mediator kimiawi, termasuk bradiknin, prostaglanin, dan serotonin merusak ujung saraf
sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif yang
menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehinggan mengalami
penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas. Inflamasi terus terjadi
selama masih ada pengurasan jaringan bila penyebab kerusakan bisa diatasi, maka debris
akan difagosit dan dibuang tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan (Smeltzer, 2013).
E. Pathway (Mansjoes, 2007)
Faktor predisposisi  Bakteri multiplikasi merusak  Tubuh bereaksi untuk
1. Perkembangan jaringan yaitu benda asing perlindungan terhadap
sosial kultural menyebabkan luka dan agen penyebaran infeksi
2. Biokimia fisik
3. Psikologis
4. Genetik

Abses terlokasi dari matinya jaringan Terjadi proses peradangan


nekrotik, bakteri dan sel darh putih (Nyeri)

Operasi Lepasnya zat progen leukosit pada jaringan

Kurang informasi
Peradangan

Defisiensi
Demam
pengetahuan

Panas
Cemas

Hipertermi
F. Pemeriksaan Diagnostik atau Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain :
1. Kultur Mengidentifikasi organisme penyebab abses
2. Sel darah putih Mengidentifikasi produksi sel darah putih
3. Glukosa serum Hiperglikemi menunjukan glukogenesis dan glikogenesis didalam
hati sebagai respon dari puasa atau seluler dalam metabolism
4. Urinalitas Adanya sel darah putih atau bakteri penyebab infeksi
5. Sinar X (Rontgen) Film abdomen dan dada bagian bawah yang mengidentifikasa
udara bebas di dalam abdomen
6. EKG Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelpmbang T dan distritmia
yang menyerupai infrk miokard
7. USG Untuk memeriksaan organ tubuh dengan menggunakan gelombang suara
frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh telinga kita
8. Ct-Scan Untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang torak
dan otak.
(Waspadji, 2012).

G. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses kejaringan sekitar atau jaringan
yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (ganggren). Pada sebagian besar
bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis
secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat
menimbulkan konsekuesi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak
struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea (Siregar. R,
2014).

H. Penatalaksanaan
1. Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik
2. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya
disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus segera diambil.
3. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila
abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi lebih lunak
4. Apabila menimbulkan risio tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda
5. Karewna seringkali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus
(Smeltzer, 2013).

I. Pengkajian Askep
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
2. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit dibawah jangkauan normal (selama curah
jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik);
distritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek
dari asidosis atau ketidakseimbangan elektrolot. Kulit hangat, kering,
bercahayu (vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi).
3. Sistem pencernaan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan atau masa otot ( mal
nutrisi). Penurunan haluaran, konsentrasi urine
4. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan
Tanda : Gelisah, ketakutan kacau mental, disorientasi, delirium atau koma
5. Pernafasan
Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pernafasan, penggunaan kortikosteroid,
infeksi baru
6. Sistem reproduksi
Gejala : Parineal pruritus, baru saja menjalani kelahiran atau aborsi
Tanda : Maserasi vulva, pengeringan veginal purulen
7. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis atau melemahkan misal ; DM, kanker, ginjal, hati,
jantung, kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi
prosedur prosedur invasive, luka traumatik.
8. Suhu biasanya meningkat (37,9 % atau lebih), menggigil, luka yang sulit sembuh
9. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.
10. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, Ct-
Scan atau MRI (Mansjoes, 2007).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Kriteria Hasil/Tujuan INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera Setelah dilakukan intervensi Observasi
fisiologis keperawatan selama x 24 jam - identifikasi lokasi, karakteristik durasi,
diharapkan tingkat nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil : - identifikasi skala nyeri
- Kemampuan menuntaskan - identifikasi faktor yang memperberat dan
aktivitas meningkat memperingan nyeri
- Keluhan nyeri menurun Terapeutik
- Meringis menurun - Berikan teknik nonfarmakologi untuk
- Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri
- Kesulitan tidur menurun - Kontrol lingkungan memperberat rasa nyeri
- Frekuensi nadi membaik - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Hipertermia berhubungan Termoregulasi Manajemen Hipertermia
dengan proses penyakit Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama x 24 jam - Identifikasi penyebab hipertermia
diharapkan termoregulasi membaik - Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil : - Monitor haluaran urin
- Menggigil menurun - Monitor komplikasi akibat hipertermia
- Suhu tubuh membaik Terapeutik
- Suhu kulit membaik - Sediakan lingkungan dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Berikan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Daftar Pustaka

Mansjoes. (2007). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta: EGC.

Siregar. (2007). Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan Indonesia. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Pada Fakultas Kedokteran.

Siregar. R, S. (2014). Atlas Berwarna Saripati Kulit. Jakarta: EGC.

Smeltzer. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta: EGC.

Waspadji, S. &. (2012). IlmuPenyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai